Bahagia Setelah Berpisah 3
.
**Aku mengantar anakku sekolah menaiki Bus. Sesil terlihat ceria dengan mainan 'gigitan bayi' ditangannya."Bunda, tembus sejuta lima ratus. Fatih mau beli laptop sekalian ganti Handphone," ujarnya sumringah.
Aku menatap bocah yang usianya hampir 12 tahun ini. Dia sebentar lagi masuk SMP, bocah yang seharusnya mendapat kasih sayang penuh itu sudah pandai mencari duit sendiri.
Anakku diam-diam menjadi kreator konten di aplikasi merah dan yang menyukai videonya belum banyak masih sekitar 1k subscriber. Konten yang di masukkan selalu ku awasi.
Dia membuat konten tentang pelajaran di sekolahnya. Bagaimana menyelesaikan persoalan matematika. Bagaimana cara mengajari anak usia 5 tahun membaca. Bagaimana mengaji dengan baik, tentu dia mengambil konten sudah minta persetujuan Ustaz di masjid yang mengajarinya.
Fatih juga menggunakan buku tabunganku buat pembayaran dari pihak aplikasi merah.
"Ngapain nunggu dapat duit. Bunda beliin, mau?" tanyaku meliriknya.
Wajahnya seketika sumringah.
"Mau. Tetapi Bunda uang dari mana? Bunda kan gak kerja? Biar aku yang kerja, Bund, buat membahagiakan Bunda."
Hati ini tergetar mendengar ucapan anakku. Dia masih tiga bulan ini getol membuat konten dan mencari uang. Aku sempat memarahinya namun dia menegaskan padaku kalau anak lelaki harus kerja dan tidak banyak membebankan orang tua. Apalagi Fatih berkata akan membuat konten yang bagus.
"Sebenarnya uang Bunda ada. Cuma, Bunda gak menampakkan karena tahu sendiri Bapak sama nenek dan keluarganya kayak apa. Uang Bunda juga buat biaya pendidikan kamu dan Sesil di masa depan," ucapku sambil mengulas senyum dan mengelus kepala anakku.
"Kalau di pakai buat beli laptop dan handphone baru. Nanti habis dong buat tabungan masa depan, Bun. Tapi tenang nanti Fatih ganti berlipat-lipat buat, Bunda."
"Duit kamu adalah milik kamu, sayang. Kita nanti bakal buat rekening sendiri buat kamu kalau kamu sudah ada KTP. Biarlah sekarang di Bunda dulu duitnya takutnya Bapakmu curiga. Itu penghasilan dan kerja keras kamu. Kalau duit Bunda insya Allah ada buat masa depan kamu dan sekalian buka usaha. Bunda mau kamu jaga rahasia dan kerja sama. Bisa gak?"
Fatih mengerutkan dahinya dia perlahan mengangguk. Aku kemudian membisikkan sesuatu ke telinga anakku. Dia menganggukkan kepalanya sembari tersenyum.
Fatih sudah masuk ke halaman sekolah. Aku katakan padanya nanti pulang sekolah kami bersama akan membeli gawai dan laptop baru yang dia mau. Tentu dia sumringah karena dengan modal itu, anakku bisa edit video yang akan dijadikannya konten.
"Pesan es teh manis satu," kataku duduk di warung tak jauh dari sekolah Fatih. Seorang pelayan tergopoh datang dan bergegas membawakan pesanan ku.
"Rosita ya?" tanyaku pada gadis yang membawa pesanan ku itu.
Dia melirikku dan netranya membola melihatku.
"Mbak Yuni, apa kabar?"
"Baik, Ros. Kamu kerja di sini?" tanyaku dengan dahi mengernyit. Dia hanya mengangguk. Rosita tetanggaku di kampung sekaligus temannya Wira, adikku.
"Mbak sendiri? dan itu anak Mbak yang kecil ya?" tanyanya, aku mengangguk.
"Rosita …," panggilan itu membuat Rosita bergegas. Warung belum terlalu ramai.Aku meminum perlahan es yang ku pesan. Anakku Sesil sudah tidur dengan nyaman dalam gendongan.
Sungguh kasihan kamu, Nak. Seharusnya kamu nyaman tidur di ayunan. Namun, Bapak dan Nenekmu lebih senang kamu tersiksa dan Bunda bekerja dari pada memenuhi kebutuhan kita secara layak. Terpaksa Bunda harus turun tangan buat kerja untuk masa depan kamu juga dan biar Bapak dan Keluarganya tahu kita seperti apa. Jangan mau di remehkan terus sama mereka dan menganggap kita bulan-bulanannya. Aku membatin dalam hati.
"Maafkan saya, Mbak." terdengar suara cicit-an Rosita di belakang. Aku dengan perlahan bergerak ke sana.
"Kamu kalau kerja yang benar Ros. Masa piringku bisa pecah gini. B*g* emang kamu."
"Mbak. Duit saya bulan lalu belum di bayar. Saya kepikiran buat bayar kos-kosan saya. Makanya tidak konsentrasi. Maaf," cicit Rosita sambil menunduk.
"Kerja aja gak benar udah berani minta duit. Uang kamu saya potong!" ucap majikannya itu garang, seorang wanita paruh baya yang lumayan gemuk mendengkus ke arah Rosita.
"Gak apa dipotong Mbak. Mohon hari ini di bayarkan karena saya sangat butuh."
"Bulan depan saya bayar sekalian."
"Gak bisa Mbak. Saya bisa di usir dari kos," kata Rosita memelas.
"Itu urusan kamu. Kerja gak betul ngarap duit. Kamu pikir cari kerja gampang apa."
"Mohon maaf, ada apa ya Mbak?" tanyaku begitu saja karena kasihan melihat Rosita.
"Ini Babu saya kerja gak benar. Masa piring bisa pecah," katanya mendengkus ke Rosita dan gadis itu hanya tertunduk.
"Jangan begitu, Mbak. Dia saudara saya. Ros kamu berhenti aja kerjanya."
Aku mencibir majikannya. Seenaknya memperlakukan orang.
"Eh, Mbak, Siapa ikut campur urusan kami!"
"Saya saudaranya. Saya gak suka Mbak jahat sama adik saya. Cepat kasih gaji adik saya bulan ini. Atau saya lapor sama saudara saya polisi biar Mbak di tindak!" kataku geram padanya.
Dia memandang sengit dan beranjak sebentar. Kemudian dia melempar uang tiga lembar berwarna merah.
"Kok cuma segini, Mbak. Gaji saya kan satu juta."
"Enak kali kamu di gaji segitu kerja aja gak becus!" dengkus nya marah.
"Saya gak ikhlas ya, Mbak," ucap Rosita.
"Udah, Ros. Kita keluar aja dari sini," kataku sekalian membayar uang es teh yang ku pesan.Kami duduk di sebuah taman dan Rosita mendesah sekaligus menghapus butiran air di pelupuk mata.
"Kenapa kamu nangis, Ros?"
"Zaman sekarang susah cari kerja, Mbak. Uang kos juga kurang buat di bayar. Aku pasti diusir," lirihnya pilu.
Aku menepuk bahunya.
"Kamu mau kerja sama Mbak?"
Wajah Rosita kembali berbinar. Dia dengan cepat bertanya.
"Kerja apa, Mbak?"
"Mbak butuh empat, lima orang lagi Ros. Dua perempuan dan tiga laki-laki. Jadi lengkap anggota Mbak ada enam sama kamu," ujarku sembari tersenyum.
"Emang kerja apa sih, Mbak?"
"Kamu ada gak teman yang menganggur? Kalau kerja sama Mbak. Insya Allah akan diperlakukan layaknya saudara. Karena karyawan adalah saudara kita."
Aku mengulas senyum ke Rosita. Dahinya mengernyit.
"Ada sih, Mbak. Teman-teman aku banyak yang nganggur."
"Amanah dan kamu kenal?"
"Kenal Mbak. Bisa diinterview kalau belum yakin."
"Bagus."
Dahi Rosita kembali mengernyit dia memandangku heran.
"Emang kita mau kerja apa, Mbak? Gak aneh-aneh kan?"
"Sini Mbak bisikin." Aku mendekatkan diri ke telinga Rosita dan dia mendengarkan ucapanku.
"Gimana? Kamu mau?"
"Mau banget, Mbak!" ucapnya dengan wajah cerah. "Terima kasih, Mbak!"
**
"Hebat, sudah sore baru pulang. Kamu gak mikir suami kamu?" ucap Ibu saat aku dan Fatih baru saja pulang.
Mata mereka membola melihat aku membawa belanjaan yang banyak.
"Dari mana kamu, Ha!" hardiknya padaku.
"Bunda, aku masuk dulu ya. Makasih Bund!"
Aku mengangguk sekaligus mengusap kepala anakku. Fatih membawa tas yang berisi gawai dan laptop baru ke kamarnya.
"Ibu ngapain, sih. Nunggu aku pulang?" tanya ku dengan cibiran.
"Ini rumah anakku. Anakku yang bayar sewa. Terserah aku, dong. Kamu gak masak? Nasi cuma dikit biasanya banyak?!"
"Aku juga ikut andil bayar sewa ya, Bu. Uang ku dipakai setengah karena aku juga udah gak kerasan tinggal sama Ibu!" sungut ku ke mereka.
"Uang mu itu uang anakku juga. Dari mana kamu dapat duit kalau bukan dari Hamdan."
"Udah deh, gini aja, Bu. Aku gak akan masak lebih lagi. Aku juga bakal jarang makan di rumah. Sekarang aku udah kerja. Biarin Mas Hamdan yang mengatur buat makan dia. Karena uang aku juga gak pegang."
"Sombong kamu, jadi Babu aja belagu!" sergah Ibu padaku.
"Aku mau makan dulu sama anak-anak sudah lapar, Bu."
Aku mengulas senyum padanya. Kemudian ku-letakkan Sesil di Baby Walker-nya. Dia mengernyit.
"Dari mana kamu dapat uang buat beli makanan seenak itu dan belanja banyak kayak gitu?"
Ibu mengikuti ke belakang bersama Ambar.
"Ada aja!" seruku membuka bungkusan pizza, ayam goreng dari restoran ternama.
Kulihat mereka menelan salivanya ingin makan apa yang aku bawa.
"Mbak, si Fatih juga beli Laptop baru. Mbak duit dari mana, sih?"
Aku hanya tersenyum melihat wajah terkejut mereka. Baru ini yang ku beli sudah ke bakaran jenggot. Bagaimana yang lain?
Bersambung.
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 4**"Kamu di tanyain kok malah senyum-senyum gak jelas. Kamu ngejek atau bagaimana!" Ibu memasang wajah garang."Yang pasti ya Bu. Duit membeli ini semua bukan dari Mas Hamdan," aku berkata santai sambil membuka makanan di depanku."Terus duit siapa? secara kamu kere dan miskin, gak pernah di kasih duit sama anakku!" ujarnya dengan cibiran seakan senang aku diperlakukan tak adil. Lihat saja ya, Bu. Berkata lah seenak mu sekarang."Aku sudah kerja dan majikanku baik. Aku dapat makanan ini dari dia. Soal laptop Fatih, dapat dari adikku di kampung," kataku santai. Ibu hanya sinis melihatku. Bibirnya di monyong kan ke depan buat mengejekku."Kerja a
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 5**PoV Yuni"Aku kayaknya gak bisa masak lagi siang hari buat kamu, Mas," ucapku dengan wajah datar. Dahi Mas Hamdan berkerut."Kenapa?""Aku mulai besok sudah bekerja. Dan aku akan fokus ke pekerjaan aku," kataku dengan tenang. Dia menarik kursi dan duduk di sebelahku."Kerja? Emang kamu udah kerja? Kerja apa? Jadi pembantu ya?" Pertanyaan secara bertubi-tubi dia katakan padaku."Kerja yang halal lah, mau jadi babu atau gak yang penting aku bekerja secara halal supaya bisa beli susu dan diapers Sesil," sergahku ke arahnya. Wajahnya memerah, Mas Hamdan memajukan bibirnya seperti mengejekku."Kalau gak mau kerja juga gak apa. Pak
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 6**PoV YuniAku teringat tadi pagi saat aku meninggalkan Mas Hamdan ketika dia hendak sarapan. Rasanya aku begitu puas. Puas melihat wajah kecewanya. Biasanya dia yang selalu mengecewakanku. Ini ku anggap belum apa-apa karena masih banyak sekali kejutan-kejutan manis untuknya dan keluarganya.Aku membuka gawaiku dan duduk manis di ruang kerjaku. Aku merasa bahagia bisa menjadi bos. Ternyata menjadi bos itu menyenangkan. Aku tak pernah berpikir buat membuka usaha karena uang itu kubiarkan mengendap di bank. Hanya sebagian kuberikan buat usaha Bapakku dan Wira di kampung.Aku tidak bekerja lagi di Hongkong karena Ibuku sudah tiada sehingga aku harus ambil alih buat mengurus anak ku, Fatih. Lagi pula majikan ku sudah meninggal dan me
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 7**Netraku membola membaca pesan dari Mas Hamdan. Apa maksudnya? Sudah berani dia mengirim pesan pribadi lewat inboks.[Terima kasih, boleh aja] balas ku sambil mencibirnya.[Kamu keren sekali. Nama kamu siapa, sih?] balasnya lagi.[Nama aku seperti yang tertera di profil][Nama kamu unik juga ya. Kamu orang luar ya?][Asli negara ini dong. Cuma keluargaku pernah tinggal di luar negeri][Oh, pantas kamu kayak unik gimana, gitu. Emangnya kamu dulu pernah tinggal dimana?][Di dekat-dekat China lah] jawabku asal. Dasar kepo.&
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 8.*Suara adzan berkumandang. Aku terbangun dan mendapati Mas Hamdan sedang tidur sambil memelukku. Ih, entah mengapa melihatnya aku langsung merasa kesal. Segera ku lepas kasar tangannya. Dia menggeliat dan beralih membelakangi ku. Netraku teralih ke Sesil. Aku menciumi gadis kecil yang masih enam bulan itu.Aku keluar sambil merenggangkan otot-otot tubuhku karena habis bangun tidur. Ku dapati anakku sudah rapi dengan peci dan baju Koko."Bun, hari ini jadikan temani aku ke masjid. Fatih sudah minta izin mau ambil video Pak Ustadz yang lagi ceramah di sesi tanya jawab." Fatih berdiri berharap aku mau menemani dia membuat konten. Sungguh anak ini semangat sekali setelah ada gawai dan laptop baru."Di masjid sini, kan?" tanyaku sa
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 9.**"Kamu mau beli apa dengan uang sepuluh juta?" tanya Mas Hamdan saat aku sedang di kamar dan menggendong anakku sekaligus mengambil tas."Apa sih kamu, uang itu buat Fatih," kataku mencebik padanya."Yun, aku sebenarnya butuh uang buat modal usaha. Kapan-kapan aku bisa pinjam ya. Nanti kalau usahaku berjalan lancar dan uang nya kembali banyak ke kamu," dia mendekati dan duduk di kasur. Aku menatapnya tajam, Mas Hamdan benar-benar keterlaluan. Bila aku ada uang maka dia akan sibuk untuk menguasai."Gak bisa. Fatih mau khitan dan aku mau buat acara untuknya sekaligus buat biaya sekolahnya!" kudengar Mas Hamdan menarik napas panjang."Ka
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 10.**Aku tertegun melihat undangan yang di berikan Pak Irsyad. Dia adalah Bos Mas Hamdan. Aku sama sekali tak tahu. Aku tak pernah diajak berinteraksi dengan rekan-rekan kerjanya. Sudah dua tahun menikah namun baru sekali dua kali aku diajak ke resepsi pernikahan temannya itupun saat pengantin baru. Pergi ke acara kantor sama sekali tak pernah."Insya Allah saya datang, Pak," kataku ke Pak Irsyad."Saya tunggu Yuni," kata Pak Irsyad mengulas senyum."Maaf, Pak. Boleh saya tanya, hmm … Apakah Hamdan Irawan karyawan Bapak?" tanyaku dengan ragu. Dahi Pak Irsyad mengernyit."Sepertinya saya pernah dengar nama itu. Oh, Hamdan Irawan ya
BAHAGIA SETELAH BERPISAH 11**PoV Yuni"Kamu pikir aku gak tahu apa yang kamu lakukan di belakangku, Mas!""Kamu bicara apa sih, Yun.""Gak perlu bohong lagi, Mas Hamdan. Aku tahu kamu pernah punya affair dengan sesama karyawan di bagian pemasaran dan sekarang pindah ke bagian gudang!""Kamu tahu dari mana?""Benar kan gosip itu. Kamu pernah tidak setia di belakangku?""Itu hanya gosip, Yun. Semuanya cuma kabar burung dan gak perlu dipercaya belum tentu benar adanya.""Gak
Bahagia Setelah Berpisah 98.**Irsyad sedang menunggu Yuni sang istri untuk pergi mengelilingi kota Seoul. Dia sendiri sudah rapi dengan gaya casual khas lelaki modern. Sementara menunggu dia duduk di balkon sambil melihat beberapa email dari perusahaannya."Sayang, sudah siap apa belum?" tanya nya dengan suara nyaring."Udah, Mas," kata Yuni menghampiri sang suami. Melihat Yuni yang rapi dengan tersenyum manis Irsyad mendekat."Kamu cantik banget, sayang." pujinya. Yuni hanya mengulas senyum menerima dengan bahagia pujian sang suami."Kamu juga gagah dan keren," cicit wanita itu malu-malu. Irsyad lalu tertawa kecil lalu dia mengambil tangan Yuni dan mereka berjalan ke luar kamar
Bahagia Setelah Berpisah 97.**PoV Yuni.Mas Irsyad memberi kejutan manis padaku dengan mengajakku pergi ke negara Ginseng. Katanya berlibur di sana lebih dekat dan kami bisa memanfaatkan waktu berdua. Sepanjang perjalanan aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Dia menautkan jari jemari kami."Kamu bahagia, Yun?" tanya nya. Aku tetap menyandarkan kepalaku sambil mengangguk."Aku bahagia sekali," ucapku padanya. Dia juga ikut tertawa mendengarkan."Mas. Kamu sering ya jalan-jalan ke luar negeri?" tanyaku."Beberapa kali untuk urusan bisnis dan selebihnya pergi dengan keluarga," sahutnya.&nb
Bahagia setelah berpisah 96.**Yuni menggeliatkan tubuhnya. Dia merasa badannya pegal. Saat netra sudah terbuka penuh, ternyata Irsyad sudah ada di sampingnya. Lelaki itu sekarang yang menjadi suaminya. Semuanya terasa bagaikan mimpi. Di cintai oleh Irsyad Yuni tak pernah membayangkan.Dia hanyalah seorang wanita mantan TKW. Tidak di sangka kehidupan berubah begitu cepat. Lelaki ini sangat manis dan juga tampan. Sekarang Irsyad menjadi suaminya. Yuni memperhatikan lebih dekat sosok sang suami yang sedang tertidur lelap. Dia mengulas senyum masih teringat kejadian tadi malam yang membuatnya malu.Irsyad ternyata sosok lelaki yang sangat agresif. Sudah lama Yuni tidak melakukan hubungan itu lagi. Jikapun dulu melakukannya tersimpan rasa sakit di hati dan kar
Bahagia Setelah Berpisah 95.**PoV Hamdan.Sehari sebelum Yuni menikah aku tak bisa tidur sama sekali. Teringat masa-masa manis dan pahit yang kami lewati bersama-sama walau terlalu banyak pahitnya dari pada manisnya.Untuk membuat kegalauan ini sirna. Aku pergi ke rumah sakit jiwa. Aku akan mengunjungi Ambar di sana. Dia sudah lama di rawat di sana tetapi belum ada tanda-tanda dia akan sembuh."Bagaimana kabar kamu, Mbar?" tanyaku saat kami duduk di taman rumah sakit. Tak jauh dari kami ada dua perawat yang memantau. Ambar hanya memandang lurus ke depan dengan pandangan kosong. Benar-benar menyedihkan melihat kondisinya."Mbar, besok Yun
Bahagia Setelah Berpisah 94.**Yuni menitikkan air mata saat para saksi mengucapkan kata 'sah'. Dia sah menjadi Nyonya Irsyad. Rasa membuncah bahagia luar biasa tak bisa di lukis kan dengan kata-kata.Irsyad menatapnya dengan wajah sendu. Pria itu manis sekali dan juga tampan. Yuni tersipu merasa malu walaupun usia Irsyad sudah empat puluh tahun lebih tetapi dia masih gagah.Prosesi di lanjutkan dengan sungkeman ke orang tua. Sudah duduk dengan manis kedua orang tua Irsyad dan Bapak Yuni serta adiknya Wira bersama Rosita sementara anak-anak Yuni dan Rosita bersama baby sitter. Hanya Fatih yang juga duduk manis di sana. Dia menyuruh Sigit mengambil rekaman untuk di masukkan ke aplikasi merah.
Bahagia Setelah Berpisah 93.**PoV AuthorHamdan terkejut melihat kedua mantan istrinya sudah ada di depannya."Yuni, Lia." katanya berjalan perlahan. Mereka berdiri menatap Hamdan tak sangka kalau lelaki di depannya adalah mantan suami mereka."Kami menunggumu dari tadi," ucap Lia. Dahinya mengernyit."Menunggu, ada perlu apa? Kalian datang mau meminta uang?" tanya nya heran. Pasalnya Hamdan memang belum memberi anak-anak mereka uang."Tidak, kok. Mari duduk," sahut Yuni. Hamdan lalu duduk di dekat mereka berdua."Aku datang mau bersilaturahmi kebetulan bertemu Lia di Mall dan
Bahagia Setelah Berpisah 92. ** Yuni merasa sangat bahagia dia tak menyangka akan mendapatkan kejutan manis seperti ini. Tiba-tiba, ada yang datang membawa bolu dan menyanyikan lagu ulang tahun untuknya. Yuni tersentak karena itu suara Wira, Rosita dan Bapaknya. Segera Yuni meluncur memeluk Bapaknya, bergantian Wira dan Rosita. Dia mengelap kasar air yang membasahi netranya tak sangka di hari ulang tahunnya Irsyad melamar dan ada keluarganya juga menyaksikan di belakang sebagai bagian dari surprise indah untuknya. "Dah lah, jangan nangis Mbak!" kata Wira mengulas senyum untuk Yuni. Wanita itu memukul kecil adiknya.
Bahagia Setelah Berpisah 91.**PoV Author.Ambar menatap Yuni sengit. Darah sudah keluar dari selang infusnya dan Yuni menjadi takut. Dia bersembunyi di belakang tubuh Irsyad."Mbak, Yuni. Keluar kamu! Kalau kamu mau ngetawain aku datang ke sini. Aku gak sudi kamu jenguk. Kamu senang, 'kan aku kayak gini!" sentaknya marah.Perlahan Yuni melirik lewat bahu Irsyad. Seperti nya Ambar tidak gila seperti kata Hamdan. Buktinya dia masih mengenal Yuni. Yuni berjalan pelan ke Ambar, dia sudah tak takut lagi karena Ambar tidaklah gila.&nb
Bahagia Setelah Berpisah 90.**PoV Author.Irsyad memberikan sesuatu berupa hadiah untuk Hamdan. Yuni membantu untuk membungkusnya. Sambil mengulas senyum pria itu memberikannya pada Hamdan."Terimalah, Mas. Mas Irsyad memesan ini khusus untukmu," kata Yuni juga mengulas senyum setelah meletakkan buah-buahan yang di belinya sebagai buah tangan menjenguk orang sakit."Apa ini?""Kamu buka saja dulu," kata Yuni lagi sambil mengambil kursi untuk duduk. Hamdan menghela napas merasa malas karena kata Yuni ini adalah pemberian Irsyad. Tetapi tak apalah dia membukanya saja jika tak berguna maka Hamdan akan membuangnya diam-diam.