"Abis belanja Mas. kan kamu juga suruh beli sabun makanya harus pergi ke sana kemari selain ke pasar," jawab Anna langsung melengos ke dapur dengan kantong belanjaannya.
Setelahnya, Jevano meminta Anna memasak sarapan untuknya. Laki-laki itu akan bersiap sembari menunggu masakan sang istri selesai. Beberapa waktu berlalu, nasi goreng dengan ceplok telur mata sapi di atasnya sudah tersaji sesuai dengan permintaan Jevano tadi. "Mas udah selesai nih!" ucap Anna dengan senyuman senangnya. Jevano duduk pada kursi meja makan. Laki-laki itu mulai mencicipi masakannya bahkan mulai menikmati nasi goreng buatan istrinya. Anna mengulas senyumannya, bersyukur sang suami sepertinya menyukai nasi goreng yang ia buatkan. Sekalipun tidak ada kata terima kasih sedikitpun keluar dari mulut laki-laki dingin itu. Bahkan setelah makanannya itu habis, Jevano langsung pergi begitu saja tanpa berpamitan pada Anna. Anna menghela napasnya berat, "gw harus sabar," gumamnya lalu memilih untuk kembali tertidur sembari menunggu jam makan siang tiba. Singkat cerita, Anna sudah kembali terbangun. Wanita itu langsung pergi ke dapur dan menyiapkan makan siang untuk suaminya, bahkan dia sendiri yang akan mengantarnya nanti. Setibanya di Perusahaan milik sang suami, Anna langsung masuk ke lobi dan bertanya keberadaan kantor suaminya. "Mohon maaf Mbak! Ada keperluan apa ya sama Pak Jevano?" tanya Seorang staff yang berjaga. "Saya mau antar makan siang Mbak," jawab Anna membuat alis wanita itu bertautan. "Memangnya Pak Jevano meminta? Dan Mbak ini siapanya?" tanyanya. "Saya-" Jevano langsung menarik tangan Anna untuk keluar dari Perusahaan. Ia lempar tubuh Anna hingga sedikit terdorong olehnya. "Mau apa kamu ke sini?" tanya Jevano dengan wajah dinginnya. "Ini Anna mau kasih makan siang buat Mas," ucap Anna sembari menjulurkan kotak bekal yang dibawanya. "Saya gak butuh Anna," ungkapnya sembari melemparkan bungkusannya hingga nasi dan masakan Anna kini berserakan di hadapan Anna sendiri. "Saya gak pernah minta sama kamu untuk bawakan saya makanan ke sini," ucap Jevano. "Mas," panggil seseorang membuat Jevano menoleh pada wanita seksi yang berdiri di belakangnya. "Eh Sayang!" ucap Jevano dengan senyumannya. "Sayang? Siapa dia Mas?" tanya Anna dengan air mata yang mulai menumpuk di matanya. "Saya yang harusnya tanya, kamu siapa? Datang-datang bawain bekal calon suami saya dengan masakan kampungan kayak gitu," timpal wanita seksi itu. "Saya-" "Udah lah Sayang! Biarin aja dia. Dia cuman anaknya Bi Ani yang suka sama Mas sampe bela-belain bawa bekal makan siang ke sini," ucap Jevano langsung merangkul pinggang wanita itu dengan mesra masuk ke Perusahaannya. Anna mulai menangis, wanita itu tidak menyangka akan sesakit ini pernikahannya. Dengan wajah sendunya, ia kembali memasukkan makanannya pada kotak bekal sekalipun sudah kotor. Sesekali juga menyeka air matanya yang kini turun tidak terbendung lagi. Seseorang berjongkok di depannya, "saya bantu ya Mbak!" ucapnya. "Kenapa masakan sewangi ini bisa jatuh sih Mbak? Sayang banget jadi gak kemakan," tanyanya. Anna mendongak, rasanya pernah mendengar suara itu, "loh Mas kan yang bantu saya kemarin kan?" Laki-laki itu mengangguk, "kebetulan lagi ya Mbak. Tapi kali ini saya gak mau sampe kelupaan lagi." Anna menautkan alisnya bingung. "Arkan," ucapnya memperkenalkan diri sembari menjulurkan tangannya. Anna mengulas senyumannya, ia jabat tangan laki-laki yang tampan, tidak kalah dengan suaminya, "saya Anna." "cantik!" gumamnya. "HAH?" "Maksud saya namanya cantik, Mbaknya juga cantik kok." Anna tersenyum malu mendengarnya. "Makasih ya Mas udah bantuin saya barusan," ucap Anna, "kalau gitu saya permisi dulu!" Arkan menahan tangan Anna dengan cepat. Laki-laki itu mengajak Anna untuk makan siang sebentar. Anna memang sempat menolaknya, hanya saja wanita itu juga sudah cukup lapar karena memang tadinya ingin menikmati makan siang bersama sang suami. Namun kehadirannya sama sekali tidak disambut oleh suaminya. Wanita itu memilih untuk menyetujui ajakan Arkan. Di sisi yang lain Jevano mengajak wanita seksinya itu untuk makan siang bersama di salah satu restoran terbaru yang sedang banyak diburu orang. Tanpa sengaja, ia melihat Anna sedang tersenyum mengobrol dengan asik bersama Arkan. Laki-laki itu mengepalkan tangannya dengan tatapan dingin nan kesal. "Mas ayo!" ajak Wanita seksi itu sembari menarik lengan Jevano masuk. Jevano duduk pada kursi yang tidak jauh dari Anna. Arkan bahkan melihatnya, namun laki-laki itu memilih untuk diam dan mengobrol kembali bersama Anna. Setelah makan siang selesai, Anna menghentikan langkahnya ketika Jevano sedang merangkul mesra pinggang wanita seksi itu. Anna hany sempat melihatnya lalu memalingkan wajahnya begitu saja dan keluar bersama Arkan. "Na, maaf sebelumnya kalau saya ikut campur. Tapi yang barusan gandeng wanita seksi di restoran suami kamu ya? Pak Jevano?" tanyanya. "Kok Mas bisa tau?" "Tadi saya liat pertengkaran kalian dari awal sebenernya," jawab Arkan. "Kenapa? Lagi marahan?" tanyanya. Anna malah terkekeh mendengarnya. "Kok malah ketawa? Atau Saya terlalu kepo sama urusan kamu?" Anna langsung menggelengkan kepalanya, "enggak Mas. Cuman rasanya mau bilang dia bukan suami saya tapi dia udah ijab kabul sama Ayah saya. Mau bilang iya tapi kelakuannya begitu. Jadi terserah Mas mau anggap dia apa aja." Arkan hanya terdiam, sesekali ia melirikku yang menatap kosong jalanan depan. Laki-laki itu mengantarku hingga sampai ke rumah mewah dengan nuansa hitam itu. "Makasih ya Mas!" ungkap Anna lalu masuk ke dalam. Tidak lama setelah dirinya masuk, Jevano juga masuk dengan wajah kesalnya. Ia tarik tangan kecil Anna, lalu mencengkram rahang wanita itu pada sofa ruang tengah. "Mas apa-apaan sih kamu?" tanya Anna berusaha untuk santai menghadapi suaminya. "Kenapa kamu jalan sama dia? Siapa dia?" tanyanya. Anna tersenyum remeh mendengarnya, "emang Mas perlu tau ya siapa dia?" "Tentu! Saya suami kamu," "Suami? Suami macam apa kamu Mas hm?" lawan Anna. "Anna jawab saya, darimana kamu kenal laki-laki itu?" tanyanya lagi. Anna melepaskan tangan suaminya, ia mengelus pipinya yang terasa sakit sekarang. "gak perlu tau. Toh Mas udah bilang kalau pernikahan kita ini hanya perjodohan bukan, Mas juga mau kita hidup masing-masing kan? Ya udah," ucap Anna. "Satu lagi, Anna juga bakal cari kerja. Jadi Mas gak perlu repot-repot menafkahi Anna, Anna juga gak sudi dinafkahi suami seperti Mas," sambung Anna lalu pergi ke kamarnya. Jevano memutar melihat istrinya yang kini berubah hanya dalam sehari saja. "Dia berani sama gw? atau cuman ngetes aja?" tanyanya dalam hati. Di sisi lain, Anna masuk dan langsung mengunci pintu kamarnya, "wah gw berani banget sama tuh raksasa. Gimana kalau tadi dipukulin." Anna mengulas senyumannya, "ternyata bener kata Arkan, kalau gw harus ngelawan biar Jevano juga gak berani semena-mena lagi sama gw."Malamnya, Jevano menggedor pintu kamar Anna hingga Anna yang sedang sholat pun terburu-buru bangkit dari sejadah setelah salam. "Ada apa sih? Bisa gak pelan-pelan, kan ini lagi waktunya sholat," ucap Anna dengan wajah kesal. "Bikinin saya makan malam," pintanya lalu melengos begitu saja. Anna mengepal tangannya kuat, "kalau aja Ayah gw gak punya hutang, males banget harus nikah sama dia." "Ayah!! Anna gak akan pernah anggap Ayah sebagai orang tua Anna lagi. Ayah tega banget jual Anna sama laki-laki gak tau diri ini," gerutu Anna dengan kesalnya. Wanita itu emang sudah biasa dengan perilaku sang ayah yang sering mabuk dan judi. Tidak jarang juga Anna sering menjadi pelampiasan emosinya setelah ditinggal sang istri beberapa tahun lalu. Tubuh Anna semakin kurus setelah Ibunya meninggal. Dia juga yang kerja kesana kemari sebagai buruh cuci untuk makan sehari
Jevano mengedarkan pandangannya, "ya gak baik aja buat reputasi saya kalau semua orang tau kamu adalah istri saya dan dekat-dekat dengan laki-laki lain." "Tapi kan nyatanya gak ada yang tau kalau Aku istri kamu. Lagipula bukannya aku cuman istri di atas kertas? Kenapa harus kayak gini kalau pernikahan kita aja gak pernah kita inginkan?" tanya Anna, "kamu tenang aja. Aku gak akan pernah membiarkan media tau tentang pernikahan ini." Anna kembali keluar dari mobil Jevano. Laki-laki itu mengepalkan tangannya dengan wajah kesal. "Kamu harus buat dia bekerja di Perusahaan saya. Jangan pernah ada Perusahaan yang bisa menerima selain Perusahaan saya," pinta Jevano pada sekretaris sekaligus supirnya itu. Laki-laki itu hanya mengangguk mengiyakan. Setibanya di Perusahaan, Jevano langsung masuk ke ruangan kerjanya. Laki-laki itu menatap sinis wanita seksi yang kini duduk di sofa.
"Yuk Bi!" ajak Anna menggandeng tangan Bi Ani keluar dari rumah. Jevano menghela napasnya sembari menikmati makanan yang disajikan sang istri. Pikirannya terus terbayang Anna saat di mimpinya tadi. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, lalu meraih jas abu-abu tua di kursi dengan tas kerjanya. Setelahnya, ia pergi mengendarai mobilnya. Seharian ini, Anna memilih untuk tidak bepergian kemana-mana, apalagi uangnya saja sudah tidak tersisa. "Mbak kemarin malam kemana?" tanya Bi Ani, "tuan sampe nungguin Mbak loh di ruang tengah." "Dia nungguin saya karena emang mau marahin saya, Bi. Saya kemarin dari makam Ibu saya, udah lama saya gak ke sana," jawab Anna diangguki paham oleh Bi Ani. Siangnya, Jevano kembali ke rumah. Dengan langkah gagahnya ia masuk ke rumah, celingukan mencari seseorang. Langkahnya berhenti di ruang tengah dimana Anna berada. Anna mendelik pada laki-la
"Kamu masih aja curiga sama Saya. Maunya kamu, saya gimana?" tanya Jevano sembari menikmati makan malamnya. "Mau Aku, kamu baik Mas," timpal Anna namun dalam hatinya. "Terserah maunya gimana," jawab Anna. Jevano hanya manggut-manggut sembari menikmati makan malamnya. Setelahnya meminta Anna untuk menyiapkan kopi tanpa gula dan diantarnya ke ruangan kerja. Sementara dirinya akan berganti pakaian lebih dulu di kamar. Anna dengan santainya masuk ke ruangan kerja. Ia taruh kopinya di atas meja kerja sang suami lalu menoleh pada majalah yang ada di meja kerja suaminya. "ini kan cewek yang Mas Jevano gandeng kemarin di rumah sakit," gumam Anna. Dengan rasa penasarannya, ia mulai membuka majalah pakaian itu. "Astaghfirullah!! Pacar Mas Jevano model kayak beginian? Kok bisa?" Anna masih sibuk dengan obrolannya di dalan hati. Wanita itu hanya tidak menyangka pada wanita yang kini dir
Anna menoleh lalu menjawab, "baik kok Mas. Keterima kerja juga, jadi besok udah bisa mulai kerja." "Wah selamat ya!" ungkapnya dengan senyuman. "Makasih Mas!" ungkap Anna membuat Arkan mengangguk lalu memintanya untuk menikmati kopi yang ia pesan. Cukup lama Anna mengobrol dengan Arkan ini, apalagi memang Arkan sedang ada waktu sebelum jadwal kerjanya dimulai. Siangnya, Anna mendapat pesan dari sang suami. Laki-laki itu meminta Anna untuk segera pulang dan menyerahkan berkas yang tertinggal di ruangan kerjanya pada Gio yang akan ke rumah. Anna bergegas pulang setelah berpamitan pada Arkan. Sekalipun wanita itu sebenarnya malas untuk segera pulang, tapi hatinya tetap saja tidak bisa menolak jika itu Jevano. Setibanya di rumah, Anna naik ke ruangan kerja suaminya. Ia cari berkas yang dikatakan sang suami itu. Beberapa waktu setelah mencarinya, Anna menemukan berkas dengan map biru yang berad
"Kamu pura-pura gak ngerti kan Mas?" tanya Anna. Jevano menghela napasnya, "anna, saya sama sekali gak mengerti tentang surat jaminan dan hal yang kamu sebutkan. Kamu tau sendiri kalau kita berdua hanya dijadikan korban atas orang tua kita, kenapa malah jadi nyalahin saya?" tukasnya. Anna mengangguk lalu keluar dari kamarnya. Ia pergi ke ruangan kerja sang suami, mengambil berkas yang ia baca kemarin lalu melemparkannya pada wajah sang suami. "Mas baca sendiri! Kalau kamu gak tau hal ini, kenapa berkasnya ada di ruangan kamu, Mas," pungkas Anna. Dengan wajah mengantuknya, Jevano membuka berkasnya itu. Ia baca setiap kalimat yang tertera sampai tandatangan sang ayah dan mertua yang sekaligus adalah orang bersangkutan dengan hutang dan jaminan yang disiapkan. "Anna, saya bener-bener gak tau tentang hal ini. Bahkan berkas ini juga saya gak tau ada di ruangan saya. Sepertinya ini terbawa dari rumah Ayah w
Gio menggaruk lehernya yang tidak gatal lalu menoleh pada beberapa rekan kerjanya. "lebih baik kita sudahi dulu meeting nya sampai di sini ya!" ucapnya diangguki oleh rekan-rekannya itu. Berikut Jevano yang memilih untuk masuk ke ruangannya, disusul Gio yang kini membawa banyak berkas untuk ditandatangani oleh atasannya. Jevano terperanjat, "apa-apaan ini? Kamu kenapa bawa banyak berkas seperti ini?" tanyanya. "Ya itu kan salah Bapak tadi gak dengerin meeting nya, jadi berkasnya Bapak baca sendiri aja nanti tinggal bicarain sama yang lain," ucap Gio langsung memilih pergi setelahnya dibanding harus kena marah Jevano yang sudah mengeluarkan tanduknya itu. Jevano menghela napasnya, namun ia sedikit lega juga karena Anna akan pulang malam hari ini. Di tengah-tengah pekerjaannya itu, Jevano mendapatkan sebuah pesan dari seseorang. Namun nampaknya itu bukan dari seseorang yang ia nantikan,
"Saya mau nonton bola dulu," ucap Jevano sembari melengos pergi ke ruang tengah. Anna menggerutu kesal sembari membersihkan udang yang baru saja dikeluarkan kulkas. Wanita itu mulai memasak nasi gorengnya hingga jarinya terkena wajan yang cukup panas. Ringisannya bahkan terdengar oleh Jevano hingga laki-laki itu berlari ke dapur menghampiri Anna. "Kamu bisa gak sih hati-hati!" omelnya sembari meniup tangan Anna yang mulai memerah. "Ya kan gak sengaja namanya juga Mas," timpal Anna. "Ya udah sini Mas obatin dulu! matiin dulu kompornya," ucap Jevano mematikan kompornya lalu membawa Anna untuk duduk pada kursi meja makan. Jevano membawa kotak p3k-nya, lalu duduk di kursi meja makan tepat di samping sang istri. Ia olesi salep sembari meniupnya perlahan agar Anna tidak terlalu meringis saat diobati. "Mas pelan-pelan ih perih!" protes An
Tidak lama setelah itu, Rezkiano juga sudah kembali dan menyelesaikan semua pelajaran yang diikutinya hari ini. Dengan senyumannya yang merekahnya, ia berlari pada sang ayah sembari memanggilnya. Sontak ibu-ibu yang sempat menyebutnya sebagai supir tadi menoleh terkejut, "jadi kamu ayahnya?" "Aduh maaf ya Pak! Saya kurang tau soalnya," ungkapnya. Jevano tersenyum dengan anggukannya, "iya Bu, tidak apa-apa. Kalau gitu saya pamit duluan." Ibu itu mengangguk dengan senyumannya. Sesampainya di rumah, Jevano memeluk istrinya yang sedang duduk di ruang tengah sembari memakan buah potong yang disediakan Bi Ani. Semenjak rasa mualnya parah pagi tadi, Anna memilih untuk diam di ruang tengah. Apalagi sembari menunggu anak dan suaminya datang. Wanita itu terkekeh ketika sang suami dan anaknya berebutan ingin memeluk ibu hamil ini, "kalian bisa gak sih akur sebentar. Kayaknya akurnya kalau gak ada Ibu ya?" Jevano dan anaknya
Anna menggelengkan kepala dengan tangisannya, ia sudah tidak kuat menahan rasa mual yang terasa kuat pagi ini. Setelah merasa baikan, Jevano memapah istrinya untuk sekedar duduk di tepian kasur. Sembari menatapnya lekat, ia bersimpuh di hadapan istrinya. "Kamu yakin gak mau sesuatu?" tanya Jevano lagi. Anna menggelengkan kepalanya, "anna kan baru aja bangun tidur. Barusan juga kebangun gara-gara mualnya Mas." "Ya ampun... Kalau gitu Mas bawain dulu air hangat ya! Kamu tunggu sini," pinta Jevano beranjak dari kamar. Ia tuangkan air hangat lalu kembali ke kamarnya, membantu Anna untuk minum agar lebih lega rasa mualnya. "Tidur lagi aja ya! Nanti sarapannya dimasak Bi Ani aja. Kamu istirahat aja kalau mual," ucap Jevano. Jevano baru saja akan beranjak untuk membangunkan anaknya, namun tangannya segera ditahan oleh Anna. "Kenapa Sayang?" tanya Jevano. "Mas mau kemana?" tanya Anna.
Jevano menggelengkan kepalanya, "enggak Sayang." "Terus kenapa itu mulut anaknya ditutup segala?" tanya Anna. Jevano sedikit menggeser posisi kursinya, menghadap sang istri dengan tatapan lembutnya, "nanti Mas yang cerita." "Beneran?" Jevano mengangguk, "nanti habis makan siang ya!" Anna hanya mengangguk setelahnya. Makan siang susah selesai, Anna juga sudah membereskan kembali piring-piring yang kotor tadi, berikut dengan Rezkiano yang sudah bermain bersama sang ayah di ruang tengah. Anna datang menghampiri keduanya, "kayaknya kalian emang harus main bareng terus biar akur. Dibanding kalau salah satu deketan sama aku, satunya merajuk." Jevano terkekeh mendengarnya, "bang, ibu marah tuh!" "Ya kan Ayah yang suka manja sama Ibu," Anna terkekeh mendengarnya apalagi ketika melihat ekspresi sang suami pada anaknya. S
Jevano menoleh pada pria paru baya yang ada di dekatnya, sedangkan Rezkiano malah bersembunyi dibalik kaki sang ayah, "ayah itu yang kemarin mau culik ibu." Laki-laki itu menatap sinis orang tua istrinya. Ia berjongkok menghadap sang anak, memintanya untuk masuk ke kelas lebih dulu. Setelahnya, Jevano meminta Ayah anna untuk mengikutinya, menuju bangku taman yang sedikit lebih jauh dari taman kanak-kanak anaknya. "Mau ada urusan apalagi?" tanya Jevano. "Jev, Ayah cuman mau tau siapa nama dia," jawab Ayah anna. "Untuk apa? Saya sudah tidak mau ada sangkut paut apapun sama kamu," ucap Jevano. "Bagaimanapun Ayah tetap kakeknya, Jev," Jevano malah menyeringai, "kakek? Kakek yang bagaimana maksudnya?" "Yang tega bunuh besannya sendiri? Yang tega bikin ibunya keguguran? Yang tega kasih obat perangsang buat menantunya, biar rumah tangga anaknya hancur?" "Yang mana?" tanya Jevano mencerca. "T
Dokter itu malah tersenyum, "selamat ya Pak, Bu."Jevano menautkan alisnya bingung, "dok... masa istri saya sakit dokter malah bilang selamat." Dokter itu terkekeh pelan, "saya belum selesai bicara Pak," jawabnya.Anna menahan senyumannya melihat ekspresi malu sang suami. Wanita itu kembali bertanya tentang keadaannya. "Ibu Anna positif hamil, usia kandungannya baru 5 minggu. Jadi harus dijaga dengan ekstra hati-hati ya!" pesan dokternya. Anna dan Jevano saling menoleh, keduanya memang merencanakan untuk menambah anak. Tapi tidak menyangka, Anna akan hamil secepat ini. Ucapan selamat dari dokter itu membuat Anna mengangguk dengan senyumannya. Setelah pemeriksaan selesai, Anna berjalan menuju apotek untuk menebus obat dan vitamin yang diresepkan dokternya. Apalagi Anna sedang berada di fase mual. Anna menoleh pada suaminya yang sejak tadi terdiam. Pikirannya begitu jauh hingga ia tidak berani berbicara deng
Anna menggelengkan kepalanya, "gak usah Mas. Anna mau istirahat aja dulu, nanti kalau masih gak enak, mau." "Ya udah pulangnya diantar aja ya!" tawar Jevano. Baru saja Anna membuka mulutnya, Jevano langsung menyela, "mas gak terima penolakan."Anna mengulas senyuman, "iya kalau gitu boleh." Setelah menikmati makan siang, Jevano langsung mengantar istri dan anaknya lebih dulu. Laki-laki itu berpesan pada Bi Ani untuk menjaga istrinya. Begitupun pada sang anak, untuk segera memberitahunya jika terjadi sesuatu. "Rezki tau kan nomor Ayah?" tanya Jevano sebelum kembali berangkat. Rezki mengangguk mengiyakan dengan senyumannya. Jevano kembali ke Perusahaannya, sekalipun dirinya masih terus kepikiran sang istri yang tiba-tiba sakit tadi. Laki-laki itu berpikir bahwa mungkin karena ayahnya kembali, Anna menjadi banyak pikiran dengan rasa takut yang kembali menghantuinya. Setibanya di Perusahaan, Gio sudah menungg
Jevano yang sedang menuntun anaknya itu menoleh pada sang istri yang terdiam dan menghentikan langkahnya, "sayang kenapa malah melamun gitu sih?" Anna menoleh pada suaminya, ia masukkan kembali ponselnya lalu berjalan dengan senyuman menghampiri suami dan anaknya. "Gak ada Mas. Yuk!" ajaknya sembari menggandeng tangan sang suami. Jevano hanya mengangguk mengiyakan, laki-laki itu sebenarnya tahu ada yang terjadi dengan istrinya. Namun sekarang yang terpenting adalah menikmati makan siang bersama sang anak. Rezkiano memesan beberapa makanan yang disukainya, hingga Anna menegurnya untuk tidak serakah. Di sela-sela makan siangnya, panggilan masuk terus-menerus pada ponsel Anna membuatnya sedikit risih. Begitupun dengan Jevano yang terus meliriknya. "Udah kamu angkat dulu aja," pungkas Jevano. "Nomornya gak dikenal Mas," "Siapa tau penting Sayang, makanya dia telepon terus," timpal kembali sang suami.
Wanita itu tadinya akan masuk ke mobil namun tangannya ditahan oleh seseorang yang menyapanya. "Tolong jangan pergi dulu! Ayah mau bicara sama kamu," ucap pria paru baya itu. Anna sedikit ketakutan padanya, kekejaman yang dilakukannya kembali terngiang di kepala anna. Sedangkan tangannya masih berusaha menggenggam kuat tangan sang anak. Taksi saja sudah kembali ditutup oleh Anna dan pergi begitu saja. Ayahnya sempat menarik Anna untuk berbicara sebentar dengannya. Namun Rezkiano dengan ketakutannya berteriak hingga beberapa ibu-ibu yang masih di sekolahnya itu keluar dan mencegah pria yang tidak dikenal oleh Rezkiano sendiri. Anak itu menangis hingga ibu-ibu juga mencegah dan memarahi Ayah Anna hingga mengancamnya untuk dibawa ke kantor polisi. Dengan dandanan selusuh itu, bagaimana ada yang percaya jika itu adalah ayah dari anna sendiri. Ayahnya kembali pergi, apalagi sudah ada petugas keamanan menghampirinya. Ia
"Mas cuman pengen kamu selalu bahagia sekalipun gak direpotin sama Mas," jawabnya. Anna mengulas senyumannya, lalu memeluk sang suami, "makasih ya Mas." "Kok kamu malah bilang makasih? Kan harusnya Mas yang bilang kayak gitu," tanya Jevano. Anna mendongak pada suaminya, "ya gak apa-apa. Kan Mas udah selalu mengusahakan apapun untuk aku." Jevano mengecup istrinya dengan senyuman, "mas sayang sama kamu." Suara ketukan pintu dengan teriakan dari Rezkiano membuat Jevano kembali menghela napas. Anna terkekeh, "udah deh gak usah merajuk lagi gitu." "Ya abisnya anak kamu heran, romantis sebentar aja Mas sama kamu susah banget," pungkasnya. "Udah yuk ah! Nanti anaknya gedor-gedor lagi," ajak Anna menarik tangan suaminya keluar dari kamar. Rezkiano melipat kedua tangannya sembari duduk di meja makan, "ibu sama ayah lama banget. Katanya tadi takut terlambat, tapi kalau udah berduaan lama," protesnya.