TW : Cerita ini mengandung kata-kata vulgar, adegan kekerasan, dll. Alih-alih menjadi nomor satu di hati sang suami setelah mereka berdua resmi mengikrarkan janji suci, keberadaan Keith justru dialihkan ke nomor dua bahkan nyaris selalu dianggap tak ada semenjak lima tahun yang lalu. Sejak di mana dia tahu, bila sudah ada wanita lain yang mengisi ruang hati seorang Arsenio Koesnaedi, suaminya itu. Meski begitu, tak ada pilihan bagi Keith untuk berpisah lantaran ada alasan-alasan klasik semacam kedua orangtuanya yang sudah mulai menua, ingin menghabiskan sisa usia dengan melihat anak semata wayang mereka membina rumah tangga. Namun bagaimana bila Arsen terus-menerus menekan Keith untuk berpisah lantaran wanita bernama Hannah yang menjadi nomor satu di hati pria itu memiliki alasan kuat yang mampu menghancurkan rumah tangga mereka?
Lihat lebih banyak“Aku ingin kita segera bercerai.”
Satu kalimat itu terus-menerus bercokol di pikirannya. Enggan dienyahkan, apalagi dilupakan begitu saja. Bahkan, ketika batang hidung dari manusia yang melontarkan kalimat itu di ruang kerjanya pada lusa kemarin mulai tertangkap oleh kedua mata, kalimat itu masih enggan untuk pergi dari pikirannya.
“Ada perlu apa semalam ini, Tuan Arse—”
Belum saja Keith menyelesaikan ucapannya, berdiri dengan tegap dari duduk manisnya, mendadak satu tamparan dari tangan besar milik manusia itu melayang di pipi kirinya.
“Kau apakan dia?” Arsen, manusia yang Keith maksud langsung mencecarnya dengan tanya. Setelah menamparnya, bahkan pria itu tak memberinya waktu untuk merasakan panas yang menjalar di pipi kirinya akibat kejadian beberapa detik yang lalu. “Sudah kuperingati kau bukan untuk jangan mengusiknya?”
Tangan kirinya spontan meraba pipi. Memberi sentuhan di sana agar panas, nyeri, serta rasa sakit yang menjalar segera pergi. Setidaknya, agar campuran dari ketiga rasa itu tak menimbulkan emosi.
Keith benar-benar hanya ingin menghabiskan satu malam ini dengan rasa damai di hati.
“Hm …,” dehaman Keith keluarkan sembari menahan emosi. Kala dia mengangkat wajahnya setelah lama menunduk, yang dia temukan justru tatapan mengintimidasi dari pria yang sialnya berstatus sebagai suaminya selama lima tahun ini. “Memang sudah kuapakan jalang kesayanganmu itu, Tuan Arsen?”
“Jangan balik bertanya.” Arsen sedikit membentaknya. Pria itu bahkan tak segan untuk mengacungkan jari telunjuk tepat di depan wajahnya. Memicu Keith untuk menahan segala emosi agar tak mengacaukan perdebatan yang telah terjadi untuk yang kesekian kali dalam pernikahan mereka berdua.
“Jangan memicuku untuk semakin kasar padamu, Keith.”
“Lakukan saja.” Tanpa merasa bersalah—dan tak akan pernah merasa bersalah, Keith mulai menggerakkan tubuhnya yang tadi membeku. Akibat tamparan cukup keras yang baru pertama kali dia rasakan selama berstatus sebagai seorang istri. “Tampar aku sebanyak yang kau mau, dan kau akan tahu bagaimana seluruh manusia yang tunduk padamu akan dengan segera berpindah posisi untuk mencemoohmu.”
“Ini adalah satu dari sekian banyaknya alasan bagiku untuk membencimu.”
Decihan pria itu tak serta-merta membuat nyalinya pergi. Keith justru tertantang untuk menghabiskan malam ini dengan mendebat seorang Arsenio Koesnaedi hingga fajar menyapa bumi. Apalagi, ketika gestur Arsen yang menunjukkan bila pria itu enggan memperpanjang masalah dan akan segera angkat kaki, dia semakin tertantang untuk membuat pria itu mendekam di sini hingga pagi.
“Mau ke mana?” tanya Keith begitu saja seraya mencekal pergelangan tangan pria itu yang hendak pergi dari hadapannya. “Urusan kita berdua belum selesai bukan?”
Senyum di wajahnya langsung menyambut Arsen yang balik badan. Menatapnya dengan penuh kebencian. “Aku tak perlu menghabiskan waktu untuk berdebat dengan orang yang memiliki karakter tak stabil sepertimu.”
Bersamaan dengan pria itu yang menepis jemarinya dari pergelangan tangan, Keith melayangkan satu tamparan. Dengan senyum bangga yang menghiasi wajah berserinya, dia bilang, “Balasan untuk bentakkanmu barusan. Kita impas buka?”
Dalam hitungan detik, wajah Arsen langsung berubah mengerikan. Mungkin, jikalau Bianca, asisten pribadinya yang tak muncul secara tiba-tiba dari pintu masuk yang terbuka, pria itu akan segera menerjangnya. Dan sudah seharusnya dia bersyukur karena pria itu tak jadi menyerangnya.
Namun entah mengapa, Keith tak merasa untung apalagi bersyukur karenanya.
Maka dari itu, ketika Arsen yang sedetik yang lalu memandanginya dengan tak suka hendak beranjak dari pandangannya, Keith mencegah kepergian pria itu dengan bertanya, “Jalangmu kenapa? Bukannya kita harus membicarakannya? Apa kedatanganku lusa kemarin membuat kandungan wanita simpananmu itu bermasalah seperti dulu?”
Sayangnya, respons pria itu tak memuaskan dahaganya. “Sudah seharusnya kau kuceraikan sejak dulu.” Pria itu kemudian mendecih tak suka padanya. Sebelum lanjut berkata, “Atau mungkin, harusnya aku tak memilih untuk bersamamu sejak kencan buta lima tahun yang lalu.”
Senyum di wajah berserinya hilang bagaikan angin lalu. Kala pria itu selangkah lebih maju untuk meninggalkannya seorang diri dengan hati yang entah sejak kapan sudah mati, Keith kembali mencoba menghentikan langkah kaki pria itu dengan berkata, “Harusnya, kudorong saja jalangmu kemarin dari balkon penthouse yang harusnya kini menjadi milikku.”
Dan dugaannya tak salah karena kini, Keith mampu menonton kembali bagaimana mengerikannya wajah Arsen ketika murka. “Atau mungkin,” lanjutnya, seraya melangkahkan kaki, mendekatkan wajah pada Arsen yang berdiri dengan tatapan penuh benci, “kuberikan saja pada media foto-foto mesramu dengan dia agar baik pencapaianmu dan pencapaiannya musnah begitu saja!”
Tawa Keith langsung mengudara. Dengan begitu keras, tanpa memedulikan Arsen yang kini bertambah murka. Persetan dengan muka mengerikan yang pria itu tunjukkan padanya, malam ini adalah malam paling bahagia yang Keith punya.
“Kau pikir itu lucu?” Kala pria itu berkata demikian, Keith mengangkat bahu. Sembari menahan tawa dengan satu tangan yang menutupi bibirnya, dia hendak berlalu. Namun perkataan pria itu selanjutnya membuat tubuhnya membeku,“Tapi tak apa, kupahami humor anehmu itu. Karena mulai sekarang kau bisa tenang, Keith. Sisa beberapa bulan lagi, pernikahan kita berdua akan selesai sesuai isi perjanjian yang kau tanda tangani dulu.”
Dengan secepat kilat tubuhnya berbalik. Hanya untuk menemukan Arsen yang tersenyum dingin layaknya pembunuh berdarah dingin.
“Kau pikir aku takut dengan ancaman sampahmu itu?”
Kini, giliran pria itu yang tertawa. Tawa serak yang terdengar bagai nyanyian hantu di telinganya. “Aku akan mempertahankan kandungan Hannah untuk mengusirmu dari sini, selamanya.”
“Kau tak bisa!”
“Aku bisa.”
Sejenak, hanya suara napas yang beradu. Juga suara decakan resah dari Bianca yang berdiri dengan kepala tertunduk di sudut ruangan yang sedikit tidak memberikan pertanda, bila ruangan ini masih dihuni oleh manusia.
Setidaknya begitu, hingga akhirnya Keith memilih membuka suara setelah lama berdiam tanpa sepatah kata, “Kau pikir kau bisa?” Meski getaran yang begitu nyata menghiasi suaranya, dia tak bisa untuk tampak lemah sekarang. “Kau bahkan tak bisa menyewa penjaga yang tak akan tak tunduk ketika kuberi perintah meski hanya dengan satu kata.”
“Aku bisa.” Pria itu menghapus jarak yang semula tercipta di antara mereka. Kemudian sedikit menundukkan kepala, bukan untuk menangkup kedua pipinya, memberinya ciuman mesra, atau hal-hal romantis seperti yang dulu selalu Keith temukan dalam cerita romansa. Namun pria itu mendekat ke arahnya hanya untuk berbisik tepat di telinganya, “Tunggu saja, Keith. Dan akan segera kuakhiri pernikahan konyol ini tanpa perlu membuat keluargaku merugi.”
Harusnya, Keith berteriak kencang. Harusnya, murka telah menguasai jiwa. Harusnya, dia meneteskan air mata. Arsen, suaminya, dengan terang-terangan berkata akan mengakhiri segalanya. Mengusirnya. Tak lagi menjadikannya sebagai nomor satu di hidupnya.
Harusnya.
Namun yang Keith keluarkan dari mulutnya justru kalimat paling pedas yang mampu mengembalikan murka di wajah suaminya, “Kau yakin bila Tuhan memihakmu, dan kandungan wanita jalangmu itu tak akan hilang seperti dulu?”
“KAU?!” Secepat kilat satu tangan pria itu melingkari leher jenjangnya. Memberi tekanan luar biasa di sana yang menyebabkan nyaring suara Bianca terdengar hingga memunculkan kehebohan tak terkira.
Orang-orang yang semula di luar mulai berbondong-bondong masuk hanya untuk menghentikan Arsen yang sudah gelap mata. Namun Keith tak berterima kasih untuknya.
Dia justru mulai tertawa. Kala murka di wajah Arsen sudah lebih dari cukup untuk memuaskan dahaganya. “Kau begitu mudah untuk gelap mata,” decaknya, dengan suara serak lantaran tangan pria itu masih menekan lehernya. “Tapi itu lucu, jadi aku tak marah meski tindakanmu sekarang ini akan menghasilkan sesuatu yang paling aku benci esok pagi.”
Keith sudah terbiasa. Dengan decak keheranan dari orang-orang yang bekerja untuknya maupun untuk pria yang kini melepaskan cengkraman pada lehernya bekerja. Dia telah terbiasa dipandang sedikit gila.
Karena dengan itu, dia mampu menjaga apa pun yang sudah seharusnya menjadi miliknya.
Meski banyak minusnya, Keith cukup senang dengan pelayanan yang Mikail berikan untuknya.Laki-laki jangkung itu punya cara kerja yang tertata rapi. Tidak terburu-buru. Tidak terlalu melibatkan perasaan walau sesekali, dia melihat bagaimana laki-laki yang gemetar kala menyodorkan dalaman miliknya yang tertinggal, atau mendadak buang muka kala dia keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan handuk saja.Karena Mikail bekerja untuk Arsen, Keith merasa aneh kala melihat tingkah polos laki-laki persoalan wanita. Dia pikir … laki-laki itu akan terbiasa.“Kau tak usah mengantarku.” Segera dia memberi tahu. Kala laki-laki itu hendak mengambil mobil bertepatan dengan dia yang akan pergi. “Aku ingin menghabiskan waktu sendiri. Kau bisa langsung pergi ke majikanmu.”Mulanya laki-laki itu menolak. “Tapi, Tuan—” Namun ucapannya segera terhenti kala Keith menghunuskan sorot tajam yang tak menyukai bagaimana cara laki-laki itu menolak perintah yang dia beri.“Jangan jadi orang tuli,” peringatnya. Sam
Lama Arsen terdiam. Membiarkan kilat cahaya menyilaukan kedua mata. Serta satu pertanyaan yang digaungkan belasan manusia berdenging di telinga. Dia memilih menandai rupa-rupa manusia yang ada sebelum berkata, “Jelas bukan, saya tidak memiliki hubungan?”Gaungan belasan manusia dengan kilatan cahaya yang menyilaukan seketika hilang. Ditelan keheningan kala hunusan tajam dia berikan seraya menandai rupa-rupa perwakilan para media sampah yang ada.“Jangan menggaungkan asumsi-asumsi sampah kalian di sini,” lanjutnya. Sambil melirik pada beberapa penjaga yang berdatangan ke arahnya. “Saya tandai kalian bila merilis artikel-artikel sampah yang menganggu rumah tangga saya.”Lalu dengan anggukkan, Arsen biarkan gaungan serta kilatan cahaya kamera itu dialihkan oleh Mikail dengan tenang. Sementara beberapa penjaga mengawal. Membawanya untuk turun ke parkiran bawah tanah.“Identitas mereka sudah saya dapatkan semua.” Mikail datang menyapa. Dengan napas tersengal dan tampilan berantakan, laki-l
“Kau sengaja telat pergi bekerja?” Wanita itu datang menyapa. Duduk di kursi meja makan setelah melewatinya dengan tenang. Seakan mereka berdua semalam tak melakukan apa-apa.Seolah, semalam tak terjadi apa-apa di antara mereka.“Kau sudah beradaptasi?” tanya wanita itu lagi. Kali ini sambil mengedik ke arahnya satu kali. “Sudah merasa familier dengan hak-hak istimewa yang kau dapat ketika menduduki tingkat tertinggi?”Arsen memilih diam, tak menanggapi. Kemudian segera duduk di kursi, mengabaikan wanita itu yang telah memulai sarapan pagi. Sesekali, dia menatap bagaimana wanita itu yang fokus mengiris daging dengan pisau dan garpu. Tanpa menuntut jawaban darinya yang menjadi kebiasaan wanita itu.“Apa kau sehat?” Kala seiris daging telah dia telan, tanya itu pun terlontar. Namun lawan bicaranya tak kunjung memberi tanggapan. Jadi, Arsen memberi imbuhan, “Dilihat dari rupamu, kau belum mandi bukan?”Wanita itu langsung membanting pisau dan garpu. Sembari mengunyah daging yang berada d
Wanita itu benar-benar membuat agendanya kacau.Dia yang harusnya mengantar Hannah ke dokter kandungan tepat waktu jadi terlambat. Dia yang harusnya bisa menghabiskan banyak waktu dengan wanitanya jadi terhambat. Ada setumpuk kerjaan di dua kantor yang menantinya. Ada segudang harapan yang dia emban dari ayahnya.Dan ada wanita itu yang siap mengacaukan segalanya.“Kamu sudah tanya Bianca mengenai kondisi Keith sekarang?” Meski segala hal yang wanita itu lakukan membuat dia kesal, masih sempat Arsen bertanya. Setidaknya, dia bisa memastikan bila wanita itu baik-baik saja.“Ponsel Bianca tidak aktif, Tuan.” Mikail yang telah membukakan pintu kursi penumpang menyahut seraya menutup kembali. Kemudian mempersilakannya untuk masuk sambil mengimbuhi, “Sepertinya Nyonya Salim memerintahkan Bianca untuk cuti. Atau mungkin …”Arsen paham. Perangai Keith yang buruk sudah pasti membuat siapa pun akan berasumsi bila kepergian Bianca dari rumah ini adalah karena perempuan itu telah dipecat oleh sa
“Apa mobil barang masih ada di halaman depan?”Alih-alih mencari jawaban atas bingkisan misterius yang dia dapatkan, Keith memilih mengabaikannya. Melemparnya dengan sembarang. Tak peduli bila isi dari bingkisan misterius yang dia dapatkan berantakan.Hingga menarik atensi Bianca untuk mengeluarkan pertanyaan, “Mengapa Nyonya melemparnya? Bukannya ini barang milik Anda.”Dan dengan bahu yang terangkat serta sorot meremehkan, Keith menjawab, “Apa aku akan melempar barang yang kusayang?” Sembari melangkah setelah menendang kotak yang terbuka, menampilkan isi berupa tas unik yang sudah pasti merupakan hasil karya seni perancang ternama, dia berkata, “Aku bahkan tak membelinya. Dan bukannya tugasmu untuk mencari tahu mengapa aku melemparnya?”Setelahnya, Keith merampas heels hijau zamrud yang Bianca ambil untuknya. Dipasang dengan rapi pada kedua kakinya. Cantik. Senyumnya lantas mengembang begitu saja. Namun pudar dalam waktu sebentar kala melihat figur Bianca yang justru mengemasi bingk
Kala secercah cahaya tertangkap oleh kelopak matanya yang perlahan dia buka, Keith mencoba menebak-nebak di mana dia berada. Dari mulai menoleh sedikit demi sedikit ke arah kanan dan kiri, hingga mencoba membaui obat-obatan yang menjadi ciri khas kamar ruang inap.Nihil. Semua yang dia lihat, cium, dan dengar ada berada di dalam kategori wajar. Dia berada di dalam kamar. Namun entah mengapa, ada sesuatu yang memicu detak jantungnya melaju kencang bersamaan dengan sebuah suara yang tak asing tiba-tiba terdengar.“Anda sudah siuman?” Dilihatnya pria paruh baya dengan pakaian rapi yang tahu-tahu telah berdiri di samping kiri. Mengecek laju selang infus yang tahu-tahu telah tertancap di punggung tangan sebelah kiri. “Saya terkejut mendengar Anda yang jatuh pingsan dari asisten Bapak Arsen tadi pagi. Tumben sekali. Tak biasanya Anda begini.”Dengan memberi anggukkan samar, Keith menyetujui. “Apa … yang kau beri tahu Arsen dan orang-orang pasal penyakitku?”Pria itu memberi senyuman. Terlih
Mendadak, pria itu menunjukkan rupa aslinya tadi malam. Menatapnya dengan sorot mata yang dingin juga begitu tajam. Namun dinginnya tatapan kedua mata pria itu bukan seperti biasanya. Bukan seperti yang sudah-sudah hingga dia bisa mengabaikannya.Tatapan dingin yang pria itu berikan padanya tadi malam begitu membekukan. Menjadikan seluruh tubuhnya gemetar. Dan akan terdengar bohong jika Keith berkata bila dia tak ketakutan. Kala bayang-bayang tajamnya sorot mata pria itu masih membekas di dada.Namun justru yang mendominasi isi kepalanya sekarang adalah bagaimana pria itu menghadapi para pelayan yang menggunjinginya di belakang dengan begitu … tampan.Ah, sialan. Harusnya semalam, Keith tidak usah bersusah payah berjalan. Meniti langkah hanya untuk menyusul Arsen yang bersikeras mengambilkan barangnya yang kemungkinan menghilang di ruang makan.Jadi, dia tak perlu mendengar bagaimana tampannya pria itu ketika bilang, “Bisa kalian ulangi, apa yang kalian bilang barusan?”Dengan kedua m
Kala dia datang, Mikail langsung menyambutnya dengan pembuka, “Sesuai dengan permintaan Anda, semua hidangan malam ini adalah masakan khas Turki.” Sembari menarik kursi besar yang menjadi tempatnya, laki-laki itu pun melanjutkan, “Nyonya Salim sedang bersiap. Sebentar lagi kemungkinan akan datang.”“Kamu lihat rupanya?” Arsen bertanya begitu sembari sedikit mendongak. “Ceritakan tentang dia.”“Cukup parah.” Mikail memulai sembari bertepuk tangan satu kali guna memanggil para pelayan. “Nyonya Salim rupanya termasuk ke dalam kategori manusia yang kelelahan sedikit saja akan terlihat perubahannya. Selain wajah yang berubah tirus, badannya agak kurus, kantung matanya menghitam, rambutnya kusam … sorot matanya juga datar. Tapi … entah mengapa saya merasakan emosi yang coba untuk ditahan.”Hanya dengan mendengar, Arsen sudah bisa membayangkan bagaimana kacaunya Keith sekarang. Entah masalah apa yang wanita itu coba selesaikan tanpa berkompromi dengannya.Tak biasanya. Meski hubungan mereka
Selepas menghilang dari acara perayaan pernikahan kedua mertuanya, figur Keith tak pernah lagi dia lihat di kala pulang. Bahkan kemarin, seharian Arsen menunggu. Menyempatkan diri untuk mencuri waktu agar mampu menghubungi Kepala Pelayan untuk mengabarinya jika ada tanda-tanda kepulangan wanita itu.Namun nihil. Hingga hari telah berganti, dan dia kembali pulang di malam hari pun tidak ada tanda-tanda bila Keith telah pulang. Menjadikan beban pikirnya bertambah dua kali lipat dari biasanya.Karena jujur saja jika boleh memilih, Arsen tentu akan pasrah kalau diberi beban kerjaan melimpah daripada harus menebak-nebak isi otak manusia yang paling tidak bisa dia tebak itu.“Bianca masih juga tak bisa dihubungi?” Arsen bertanya begitu sembari melangkah keluar dari kamar mandi. Dengan handuk yang melilit pinggangnya, juga handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya.Dan tanpa menunggu jawaban dari Mikail dia memberi perintah, “Segera amankan keadaan. Jangan sampai ada orang l
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen