Share

04. Pergi Sekarang

Author: laddyroseanie
last update Last Updated: 2024-05-08 19:16:35

Tak pernah sekalipun dia merasa secemas ini. Tak pernah sekalipun dia merasa begitu gelisah seperti sekarang ini. Dan tak pernah sekalipun di hidupnya Keith merencanakan untuk berlutut sembari memohon pada para cecunguk yang berakhir membuatnya menjadi rendah diri.

“Rendah diri?” gumamnya pada diri sendiri. “Yang benar saja! Bajingan itu tak ada apa-apanya!”

Seorang Arsenio Koesnaedi jelas tidak ada apa-apanya dibanding dia. Namun pria itu telah sukses membuatnya merasakan cemas, gelisah, lebih dominan amarah, serta rasa-rasa lain yang dia tak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.

Karena berhubung tinggal menunggu waktu, Bianca akan datang ke dalam ruangan luas yang biasanya tak pernah membuatnya merasa setertekan sekarang. Membawanya pergi hanya seorang diri ke pesta perayaan pernikahan yang akan berujung menimbulkan kekecewaan.

Keith ingin marah. Namun pada siapa?

Sumber amarahnya justru tak pernah menampakkan batang hidung di hadapannya. Mau melampiaskan pada pekerja? Yang ada rumor aneh tentangnya akan merebak ke mana-mana.

Cukup sudah para kacung yang bekerja untuk pria itu melihat dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana tingkahnya di rumah ini setiap hari. Jangan ada tambahan lagi.

“N-Nyonya …”

Panggilan itu jelas mampu membuat Keith tersentak. Kemudian yang mulanya dia hanya ingin menoleh sekilas, justru berakhir dengan balik badan dengan kedua mata yang disipitkan, kedua lengan yang dilipat ke depan, serta kaki kanannya yang terbalut heels hijau zamrud sengaja diketukkan.

“Apa kau hantu?” cecarnya, masih fokus memandangi Bianca yang entah bagaimana bisa masuk begitu saja tanpa memberi tahu terlebih dahulu padanya. “Aku bahkan tak mendengar ketukan sepatumu. Dan oh—”

Sengaja dia berhenti berbicara. Kala sedari tadi, matanya yang menyipit itu menatap sosok pria tinggi besar menjulang, berpakaian rapi bagai budak kantoran, memilih untuk mengekori Bianca yang sialnya mau-mau saja.

“Apa sekarang dia majikanmu dan bukan aku hingga kau begitu mudah membiarkannya masuk setelah menghinaku?”

Ditanya begitu, jelas perempuan di depannya itu langsung gelagapan. Menunjukkan gestur paling tidak profesional setelah perempuan itu diberi mandat untuk menjadi pengganti dari asisten pribadi sekaligus ayah perempuan itu sendiri yang sudah berpulang.

“S-saya tak bermaksud—”

“Sssttt!” Keith segera mengacungkan satu jari telunjuknya. Kemudian mengedikkan dagu ke arah di mana perempuan dan bajingan itu masuk ke ruangan pribadinya. “Keluar sekarang sebelum kuseret kau dengan tanganku sendiri.”

Tanpa memberi tanggapan, Bianca patuh pada perintah yang dia lontarkan. Sementara Arsen, bajingan sialan itu masih berdiri tak jauh dari tempatnya sekarang. Dengan tangan kanan yang dimasukkan ke dalam saku celana, sedangkan tangan kiri disembunyikan di balik punggung lebar yang pria itu punya.

Entah apa maksudnya, Keith tak sudi untuk menguras tenaga demi mencari tahu jawabannya.

“Aku ingin kita berbicara.”

“Setelah apa yang kau lakukan padaku?” Gelak tawanya jelas tak bisa ditahan untuk tak keluar. Kala mendengar bagaimana pria itu yang seperti ditekan. Entah oleh siapa, Keith merasa bila dia tak punya urusan. “Jangan mimpi! Pergi dan nikahi saja jalang kesayanganmu itu sampai kau mati. Mati tanpa meraih segala hal yang berakhir menjadi mimpi.”

“Kau—”

“Apa?” Keith yang tadinya sengaja memunggungi pria itu guna menjaga kewarasannya kemudian memilih untuk balik badan. Menatap bagaimana sorot dingin yang pria itu berikan padanya selalu sama. “Jika kedatangan kau di sini sekarang hanya untuk menguji kesabaranku, urungkan. Aku tak punya waktu untuk mendebat bajingan seperti kau di saat aku telah dalam tampilan seperti sekarang.”

“Kau—” pria itu menggantungkan ucapan. Lebih memilih untuk menghela napas barang sejak. Mungkin untuk membungkam rasa kesal yang menyebabkan urat-urat yang menyembul di permukaan kulit pria itu membuat wajahnya tampak mengerikan. “Apa kau bisa untuk berinteraksi denganku tanpa mengumpat atau memakai kata-kata kotor seperti barusan?”

Mendengarnya, Keith tertawa. “Jadi, kau mau aku menggunakan bahasa menjijikkan sebagaimana jalangmu itu berinteraksi dengan kau?” Kemudian dia menggelengkan kepala kala Arsen hendak meluruskan maksud dari ucapannya. Namun dia mendahului dengan berkata, “Kau seharusnya sadar diri, Arsen, sebelum meminta.”

“Apa kau begini karena aku menolak permintaanmu?” Pria itu mengetatkan rahang. Lalu mengikis jarak aman yang tercipta di antara mereka berdua, hanya untuk bertanya, “Apa kau begini hanya karena diharuskan meminta sampai berlutut satu kali saja di hadapanku di saat aku yang selama lima tahun ini berlutut ratusan kali dihadapanmu—”

“Jelas, iya!” Keith menyambar dengan tak suka. Kemudian dengan jemari tangan kanannya, dia mulai memberi dorongan pada dada kiri pria itu sambil berkata, “Apa kau pikir dengan nama belakangmu itu kau setara denganku? Jadi kau merasa bisa dan boleh untuk merendahkanku? Bagaimana bisa otak brilianmu itu menyamakan kedudukanmu selaku anak haram dari istri kedua dengan aku selaku anak satu-satunya dan dari istri satu-satunya.”

“KAU!” Dengan rahang semakin mengetat, pria itu menangkap tangannya yang sedari memberi serangan. Digenggam tanpa diberi ampunan. Mungkin akan ada bekas kemerahan yang kontras seperti bekas memar di lehernya yang sekarang. “Jika kau tak mampu mengontrol umpatanmu, jangan bawa-bawa ibuku, Keith.”

“Kenapa?” Tanpa merasa bersalah, Keith mendongakkan kepala. Menantang Arsen melalui sorot matanya. “Kau yang meminta untuk berbicara denganku bukan? Jadi, kenapa kau sekarang keberatan setelah tadi kuberi peringatan.”

Dengan satu kali sentakan keras, pria itu melepaskan tangannya yang digenggam kuat-kuat. Sambil menahan kesakitan, Keith mencoba untuk menyibukkan diri dengan membuka tiap laci kaca yang berisi satu set perhiasan dari berbagai luxury brand ternama.

Hingga laci kaca yang tengah menjadi pusat pengalihan rasa sakitnya itu memantulkan rupa tangan kiri Arsen yang tengah membawa sebuah paper bag oranye yang begitu familier di mata.

“Dari Richard?” Segera dia kembali balik badan. Hanya untuk menemukan Arsen yang membeku, dengan sorot mata sekeras batu. “Kenapa kau terlihat begitu terkejut? Atau jangan-jangan ibumu tak memberi tahu, bila lima tahun yang lalu kau juga bersaing dengan saudara seayahmu sendiri demi menikahiku?”

Tak dapat Keith pungkiri, bila raut wajah Arsen saat ini mampu membuat kedua sudut bibirnya terangkat, sedikit. Karena sebisa mungkin dia tahan. Terutama kala pria itu balik bertanya, “Kau … tak bohong padaku bukan?”

Senyum iblisnya jelas makin melebar. Seiring dengan gelengan kepala yang dia berikan mampu menambah kebingungan pada raut wajah pria itu.

“Tak. Aku tak bohong. Kalau kau tak percaya, aku bisa menebak isi dari bingkisan yang kau bawa untukku itu.”

Arsen bungkam seribu bahasa. Memicunya untuk segera meraih bingkisan dari mantan calon suami yang memang sudah lama dikenal olehnya. Pria bernama Richard itu juga tahu bagaimana cara membuat harinya yang buruk jadi lebih berwarna.

Namun sayang, bajingan sialan di hadapannya itu punya sesuatu yang membuatnya terpaksa untuk membuang para berlian.

“Ini Hermes 24/24 warna noir.” Tanpa menunggu pria itu membuka suara, Keith lebih dulu memperlihatkan tas cantik yang Richard berikan padanya. “Saat masih kencan buta denganmu, aku mengincar warna ini namun justru warna lain yang kudapatkan.”

“Kau—” Tatapan yang pria itu berikan padanya mengandung berbagai macam emosi. Bahkan Keith sendiri tak mengerti, mengapa Arsen harus bereaksi demikian ketika tahu bila saudara seayahnya juga menjadi saingan pria itu lima tahun yang lalu.

“Lalu kenapa kau menikahiku?”

Pertanyaan di luar dugaannya itu membuat Keith sedikit mengerjap. Dia mencoba mencerna, apa tujuan yang pria itu miliki hingga bertanya demikian padanya.

“Hm … entahlah.” Meski jemarinya yang lentik tengah merasakan bagaimana permukaan tas incarannya, namun jujur saja Keith jadi kepikiran untuk merespon pertanyaan Arsen dengan bagaimana. “Mungkin karena dua saudaramu itu hidupnya terlalu datar. Hanya menanti apa yang diwariskan. Tak mau meninggikan impian. Tak seperti kau.”

Keith berbicara begitu sembari menatap Arsen yang terdiam.

“Kau bodoh juga ternyata.” Tawa pria itu giliran membuatnya terdiam. “Namun pada akhirnya, hubungan kau denganku berakhir di jalan buntu, Keith. Impianku yang kau inginkan itu tak akan mampu mengeluarkan hubungan kita dari jalan buntu.”

“Terserahmu.” Dengan pelan Keith mengangkat bahu. “Lagi pula, jika ada pihak yang paling tersakiti di pernikahan ini itu pasti aku. Dan kau tak perlu bertanggung jawab untuk itu. Jadi sekarang, kau bisa pergi bukan? Aku malas melihatmu.”

Untungnya pria itu hanya menanggapi dengan anggukan. Kemudian balik badan. Melangkah menjauh darinya yang kini kembali dilanda kecemasan. Namun ketukan sepatu kerja yang pria itu kenakan terdengar kembali mendekat. Bersamaan dengan satu pertanyaan yang terdengar begitu mengejutkan.

“Jika sekarang kuputuskan untuk memenuhi permintaanmu, masih berlaku bukan?”

Related chapters

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   05. Mereka Datang

    Tak ada yang berani untuk sekadar menyebut namanya. Hadirnya wanita itu di sana, bagai magnet yang memikat siapa saja. Namun di saat yang sama, eksistensi Keith Rennee Salim bagai larangan yang tak boleh sembarangan untuk dilanggar.Dan alasan-alasan yang dia sebutkan di atas menyebabkan nyaris semua orang hanya berani menyapa wanita yang sedari tadi menggenggam telapak tangannya itu hanya dengan nama. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu untuk mencapai titik di mana mereka bisa memanggil nama. Seperti Arsen, misalnya.Bahkan di dalam Koesnaedi pun hanya diperuntukkan bagi keluarga intinya saja yang mampu memanggil wanita itu dengan nama depannya. Seluruh keluarga besar, bawahan, bahkan keluarga besar Keith sendiri pun tak punya kuasa.Hanya wanita itu yang dapat menentukan siapa saja yang mampu mencapainya.Bukan tanpa alasan mengapa nama Keith tak pernah sekalipun disebut oleh sembarang orang. Bukan juga karena wanita itu mengemban status sebagai pewaris mutlak dari Salim Grou

    Last Updated : 2024-05-09
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   06. Istrinya Menghilang

    Selepas menghilang dari acara perayaan pernikahan kedua mertuanya, figur Keith tak pernah lagi dia lihat di kala pulang. Bahkan kemarin, seharian Arsen menunggu. Menyempatkan diri untuk mencuri waktu agar mampu menghubungi Kepala Pelayan untuk mengabarinya jika ada tanda-tanda kepulangan wanita itu.Namun nihil. Hingga hari telah berganti, dan dia kembali pulang di malam hari pun tidak ada tanda-tanda bila Keith telah pulang. Menjadikan beban pikirnya bertambah dua kali lipat dari biasanya.Karena jujur saja jika boleh memilih, Arsen tentu akan pasrah kalau diberi beban kerjaan melimpah daripada harus menebak-nebak isi otak manusia yang paling tidak bisa dia tebak itu.“Bianca masih juga tak bisa dihubungi?” Arsen bertanya begitu sembari melangkah keluar dari kamar mandi. Dengan handuk yang melilit pinggangnya, juga handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya.Dan tanpa menunggu jawaban dari Mikail dia memberi perintah, “Segera amankan keadaan. Jangan sampai ada orang l

    Last Updated : 2024-05-12
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   07. Jangan Pulang

    Kala dia datang, Mikail langsung menyambutnya dengan pembuka, “Sesuai dengan permintaan Anda, semua hidangan malam ini adalah masakan khas Turki.” Sembari menarik kursi besar yang menjadi tempatnya, laki-laki itu pun melanjutkan, “Nyonya Salim sedang bersiap. Sebentar lagi kemungkinan akan datang.”“Kamu lihat rupanya?” Arsen bertanya begitu sembari sedikit mendongak. “Ceritakan tentang dia.”“Cukup parah.” Mikail memulai sembari bertepuk tangan satu kali guna memanggil para pelayan. “Nyonya Salim rupanya termasuk ke dalam kategori manusia yang kelelahan sedikit saja akan terlihat perubahannya. Selain wajah yang berubah tirus, badannya agak kurus, kantung matanya menghitam, rambutnya kusam … sorot matanya juga datar. Tapi … entah mengapa saya merasakan emosi yang coba untuk ditahan.”Hanya dengan mendengar, Arsen sudah bisa membayangkan bagaimana kacaunya Keith sekarang. Entah masalah apa yang wanita itu coba selesaikan tanpa berkompromi dengannya.Tak biasanya. Meski hubungan mereka

    Last Updated : 2024-05-14
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   08. Jatuh Pingsan

    Mendadak, pria itu menunjukkan rupa aslinya tadi malam. Menatapnya dengan sorot mata yang dingin juga begitu tajam. Namun dinginnya tatapan kedua mata pria itu bukan seperti biasanya. Bukan seperti yang sudah-sudah hingga dia bisa mengabaikannya.Tatapan dingin yang pria itu berikan padanya tadi malam begitu membekukan. Menjadikan seluruh tubuhnya gemetar. Dan akan terdengar bohong jika Keith berkata bila dia tak ketakutan. Kala bayang-bayang tajamnya sorot mata pria itu masih membekas di dada.Namun justru yang mendominasi isi kepalanya sekarang adalah bagaimana pria itu menghadapi para pelayan yang menggunjinginya di belakang dengan begitu … tampan.Ah, sialan. Harusnya semalam, Keith tidak usah bersusah payah berjalan. Meniti langkah hanya untuk menyusul Arsen yang bersikeras mengambilkan barangnya yang kemungkinan menghilang di ruang makan.Jadi, dia tak perlu mendengar bagaimana tampannya pria itu ketika bilang, “Bisa kalian ulangi, apa yang kalian bilang barusan?”Dengan kedua m

    Last Updated : 2024-05-15
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   09. Misteri Bingkisan

    Kala secercah cahaya tertangkap oleh kelopak matanya yang perlahan dia buka, Keith mencoba menebak-nebak di mana dia berada. Dari mulai menoleh sedikit demi sedikit ke arah kanan dan kiri, hingga mencoba membaui obat-obatan yang menjadi ciri khas kamar ruang inap.Nihil. Semua yang dia lihat, cium, dan dengar ada berada di dalam kategori wajar. Dia berada di dalam kamar. Namun entah mengapa, ada sesuatu yang memicu detak jantungnya melaju kencang bersamaan dengan sebuah suara yang tak asing tiba-tiba terdengar.“Anda sudah siuman?” Dilihatnya pria paruh baya dengan pakaian rapi yang tahu-tahu telah berdiri di samping kiri. Mengecek laju selang infus yang tahu-tahu telah tertancap di punggung tangan sebelah kiri. “Saya terkejut mendengar Anda yang jatuh pingsan dari asisten Bapak Arsen tadi pagi. Tumben sekali. Tak biasanya Anda begini.”Dengan memberi anggukkan samar, Keith menyetujui. “Apa … yang kau beri tahu Arsen dan orang-orang pasal penyakitku?”Pria itu memberi senyuman. Terlih

    Last Updated : 2024-05-17
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   10. Dalam Pelukan

    “Apa mobil barang masih ada di halaman depan?”Alih-alih mencari jawaban atas bingkisan misterius yang dia dapatkan, Keith memilih mengabaikannya. Melemparnya dengan sembarang. Tak peduli bila isi dari bingkisan misterius yang dia dapatkan berantakan.Hingga menarik atensi Bianca untuk mengeluarkan pertanyaan, “Mengapa Nyonya melemparnya? Bukannya ini barang milik Anda.”Dan dengan bahu yang terangkat serta sorot meremehkan, Keith menjawab, “Apa aku akan melempar barang yang kusayang?” Sembari melangkah setelah menendang kotak yang terbuka, menampilkan isi berupa tas unik yang sudah pasti merupakan hasil karya seni perancang ternama, dia berkata, “Aku bahkan tak membelinya. Dan bukannya tugasmu untuk mencari tahu mengapa aku melemparnya?”Setelahnya, Keith merampas heels hijau zamrud yang Bianca ambil untuknya. Dipasang dengan rapi pada kedua kakinya. Cantik. Senyumnya lantas mengembang begitu saja. Namun pudar dalam waktu sebentar kala melihat figur Bianca yang justru mengemasi bingk

    Last Updated : 2024-05-18
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   11. Mereka Berbincang

    Wanita itu benar-benar membuat agendanya kacau.Dia yang harusnya mengantar Hannah ke dokter kandungan tepat waktu jadi terlambat. Dia yang harusnya bisa menghabiskan banyak waktu dengan wanitanya jadi terhambat. Ada setumpuk kerjaan di dua kantor yang menantinya. Ada segudang harapan yang dia emban dari ayahnya.Dan ada wanita itu yang siap mengacaukan segalanya.“Kamu sudah tanya Bianca mengenai kondisi Keith sekarang?” Meski segala hal yang wanita itu lakukan membuat dia kesal, masih sempat Arsen bertanya. Setidaknya, dia bisa memastikan bila wanita itu baik-baik saja.“Ponsel Bianca tidak aktif, Tuan.” Mikail yang telah membukakan pintu kursi penumpang menyahut seraya menutup kembali. Kemudian mempersilakannya untuk masuk sambil mengimbuhi, “Sepertinya Nyonya Salim memerintahkan Bianca untuk cuti. Atau mungkin …”Arsen paham. Perangai Keith yang buruk sudah pasti membuat siapa pun akan berasumsi bila kepergian Bianca dari rumah ini adalah karena perempuan itu telah dipecat oleh sa

    Last Updated : 2024-05-19
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   12. Rumor Beredar

    “Kau sengaja telat pergi bekerja?” Wanita itu datang menyapa. Duduk di kursi meja makan setelah melewatinya dengan tenang. Seakan mereka berdua semalam tak melakukan apa-apa.Seolah, semalam tak terjadi apa-apa di antara mereka.“Kau sudah beradaptasi?” tanya wanita itu lagi. Kali ini sambil mengedik ke arahnya satu kali. “Sudah merasa familier dengan hak-hak istimewa yang kau dapat ketika menduduki tingkat tertinggi?”Arsen memilih diam, tak menanggapi. Kemudian segera duduk di kursi, mengabaikan wanita itu yang telah memulai sarapan pagi. Sesekali, dia menatap bagaimana wanita itu yang fokus mengiris daging dengan pisau dan garpu. Tanpa menuntut jawaban darinya yang menjadi kebiasaan wanita itu.“Apa kau sehat?” Kala seiris daging telah dia telan, tanya itu pun terlontar. Namun lawan bicaranya tak kunjung memberi tanggapan. Jadi, Arsen memberi imbuhan, “Dilihat dari rupamu, kau belum mandi bukan?”Wanita itu langsung membanting pisau dan garpu. Sembari mengunyah daging yang berada d

    Last Updated : 2024-05-20

Latest chapter

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   14. Tersiar Kabar

    Meski banyak minusnya, Keith cukup senang dengan pelayanan yang Mikail berikan untuknya.Laki-laki jangkung itu punya cara kerja yang tertata rapi. Tidak terburu-buru. Tidak terlalu melibatkan perasaan walau sesekali, dia melihat bagaimana laki-laki yang gemetar kala menyodorkan dalaman miliknya yang tertinggal, atau mendadak buang muka kala dia keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan handuk saja.Karena Mikail bekerja untuk Arsen, Keith merasa aneh kala melihat tingkah polos laki-laki persoalan wanita. Dia pikir … laki-laki itu akan terbiasa.“Kau tak usah mengantarku.” Segera dia memberi tahu. Kala laki-laki itu hendak mengambil mobil bertepatan dengan dia yang akan pergi. “Aku ingin menghabiskan waktu sendiri. Kau bisa langsung pergi ke majikanmu.”Mulanya laki-laki itu menolak. “Tapi, Tuan—” Namun ucapannya segera terhenti kala Keith menghunuskan sorot tajam yang tak menyukai bagaimana cara laki-laki itu menolak perintah yang dia beri.“Jangan jadi orang tuli,” peringatnya. Sam

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   13. Berhenti Sebentar

    Lama Arsen terdiam. Membiarkan kilat cahaya menyilaukan kedua mata. Serta satu pertanyaan yang digaungkan belasan manusia berdenging di telinga. Dia memilih menandai rupa-rupa manusia yang ada sebelum berkata, “Jelas bukan, saya tidak memiliki hubungan?”Gaungan belasan manusia dengan kilatan cahaya yang menyilaukan seketika hilang. Ditelan keheningan kala hunusan tajam dia berikan seraya menandai rupa-rupa perwakilan para media sampah yang ada.“Jangan menggaungkan asumsi-asumsi sampah kalian di sini,” lanjutnya. Sambil melirik pada beberapa penjaga yang berdatangan ke arahnya. “Saya tandai kalian bila merilis artikel-artikel sampah yang menganggu rumah tangga saya.”Lalu dengan anggukkan, Arsen biarkan gaungan serta kilatan cahaya kamera itu dialihkan oleh Mikail dengan tenang. Sementara beberapa penjaga mengawal. Membawanya untuk turun ke parkiran bawah tanah.“Identitas mereka sudah saya dapatkan semua.” Mikail datang menyapa. Dengan napas tersengal dan tampilan berantakan, laki-l

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   12. Rumor Beredar

    “Kau sengaja telat pergi bekerja?” Wanita itu datang menyapa. Duduk di kursi meja makan setelah melewatinya dengan tenang. Seakan mereka berdua semalam tak melakukan apa-apa.Seolah, semalam tak terjadi apa-apa di antara mereka.“Kau sudah beradaptasi?” tanya wanita itu lagi. Kali ini sambil mengedik ke arahnya satu kali. “Sudah merasa familier dengan hak-hak istimewa yang kau dapat ketika menduduki tingkat tertinggi?”Arsen memilih diam, tak menanggapi. Kemudian segera duduk di kursi, mengabaikan wanita itu yang telah memulai sarapan pagi. Sesekali, dia menatap bagaimana wanita itu yang fokus mengiris daging dengan pisau dan garpu. Tanpa menuntut jawaban darinya yang menjadi kebiasaan wanita itu.“Apa kau sehat?” Kala seiris daging telah dia telan, tanya itu pun terlontar. Namun lawan bicaranya tak kunjung memberi tanggapan. Jadi, Arsen memberi imbuhan, “Dilihat dari rupamu, kau belum mandi bukan?”Wanita itu langsung membanting pisau dan garpu. Sembari mengunyah daging yang berada d

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   11. Mereka Berbincang

    Wanita itu benar-benar membuat agendanya kacau.Dia yang harusnya mengantar Hannah ke dokter kandungan tepat waktu jadi terlambat. Dia yang harusnya bisa menghabiskan banyak waktu dengan wanitanya jadi terhambat. Ada setumpuk kerjaan di dua kantor yang menantinya. Ada segudang harapan yang dia emban dari ayahnya.Dan ada wanita itu yang siap mengacaukan segalanya.“Kamu sudah tanya Bianca mengenai kondisi Keith sekarang?” Meski segala hal yang wanita itu lakukan membuat dia kesal, masih sempat Arsen bertanya. Setidaknya, dia bisa memastikan bila wanita itu baik-baik saja.“Ponsel Bianca tidak aktif, Tuan.” Mikail yang telah membukakan pintu kursi penumpang menyahut seraya menutup kembali. Kemudian mempersilakannya untuk masuk sambil mengimbuhi, “Sepertinya Nyonya Salim memerintahkan Bianca untuk cuti. Atau mungkin …”Arsen paham. Perangai Keith yang buruk sudah pasti membuat siapa pun akan berasumsi bila kepergian Bianca dari rumah ini adalah karena perempuan itu telah dipecat oleh sa

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   10. Dalam Pelukan

    “Apa mobil barang masih ada di halaman depan?”Alih-alih mencari jawaban atas bingkisan misterius yang dia dapatkan, Keith memilih mengabaikannya. Melemparnya dengan sembarang. Tak peduli bila isi dari bingkisan misterius yang dia dapatkan berantakan.Hingga menarik atensi Bianca untuk mengeluarkan pertanyaan, “Mengapa Nyonya melemparnya? Bukannya ini barang milik Anda.”Dan dengan bahu yang terangkat serta sorot meremehkan, Keith menjawab, “Apa aku akan melempar barang yang kusayang?” Sembari melangkah setelah menendang kotak yang terbuka, menampilkan isi berupa tas unik yang sudah pasti merupakan hasil karya seni perancang ternama, dia berkata, “Aku bahkan tak membelinya. Dan bukannya tugasmu untuk mencari tahu mengapa aku melemparnya?”Setelahnya, Keith merampas heels hijau zamrud yang Bianca ambil untuknya. Dipasang dengan rapi pada kedua kakinya. Cantik. Senyumnya lantas mengembang begitu saja. Namun pudar dalam waktu sebentar kala melihat figur Bianca yang justru mengemasi bingk

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   09. Misteri Bingkisan

    Kala secercah cahaya tertangkap oleh kelopak matanya yang perlahan dia buka, Keith mencoba menebak-nebak di mana dia berada. Dari mulai menoleh sedikit demi sedikit ke arah kanan dan kiri, hingga mencoba membaui obat-obatan yang menjadi ciri khas kamar ruang inap.Nihil. Semua yang dia lihat, cium, dan dengar ada berada di dalam kategori wajar. Dia berada di dalam kamar. Namun entah mengapa, ada sesuatu yang memicu detak jantungnya melaju kencang bersamaan dengan sebuah suara yang tak asing tiba-tiba terdengar.“Anda sudah siuman?” Dilihatnya pria paruh baya dengan pakaian rapi yang tahu-tahu telah berdiri di samping kiri. Mengecek laju selang infus yang tahu-tahu telah tertancap di punggung tangan sebelah kiri. “Saya terkejut mendengar Anda yang jatuh pingsan dari asisten Bapak Arsen tadi pagi. Tumben sekali. Tak biasanya Anda begini.”Dengan memberi anggukkan samar, Keith menyetujui. “Apa … yang kau beri tahu Arsen dan orang-orang pasal penyakitku?”Pria itu memberi senyuman. Terlih

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   08. Jatuh Pingsan

    Mendadak, pria itu menunjukkan rupa aslinya tadi malam. Menatapnya dengan sorot mata yang dingin juga begitu tajam. Namun dinginnya tatapan kedua mata pria itu bukan seperti biasanya. Bukan seperti yang sudah-sudah hingga dia bisa mengabaikannya.Tatapan dingin yang pria itu berikan padanya tadi malam begitu membekukan. Menjadikan seluruh tubuhnya gemetar. Dan akan terdengar bohong jika Keith berkata bila dia tak ketakutan. Kala bayang-bayang tajamnya sorot mata pria itu masih membekas di dada.Namun justru yang mendominasi isi kepalanya sekarang adalah bagaimana pria itu menghadapi para pelayan yang menggunjinginya di belakang dengan begitu … tampan.Ah, sialan. Harusnya semalam, Keith tidak usah bersusah payah berjalan. Meniti langkah hanya untuk menyusul Arsen yang bersikeras mengambilkan barangnya yang kemungkinan menghilang di ruang makan.Jadi, dia tak perlu mendengar bagaimana tampannya pria itu ketika bilang, “Bisa kalian ulangi, apa yang kalian bilang barusan?”Dengan kedua m

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   07. Jangan Pulang

    Kala dia datang, Mikail langsung menyambutnya dengan pembuka, “Sesuai dengan permintaan Anda, semua hidangan malam ini adalah masakan khas Turki.” Sembari menarik kursi besar yang menjadi tempatnya, laki-laki itu pun melanjutkan, “Nyonya Salim sedang bersiap. Sebentar lagi kemungkinan akan datang.”“Kamu lihat rupanya?” Arsen bertanya begitu sembari sedikit mendongak. “Ceritakan tentang dia.”“Cukup parah.” Mikail memulai sembari bertepuk tangan satu kali guna memanggil para pelayan. “Nyonya Salim rupanya termasuk ke dalam kategori manusia yang kelelahan sedikit saja akan terlihat perubahannya. Selain wajah yang berubah tirus, badannya agak kurus, kantung matanya menghitam, rambutnya kusam … sorot matanya juga datar. Tapi … entah mengapa saya merasakan emosi yang coba untuk ditahan.”Hanya dengan mendengar, Arsen sudah bisa membayangkan bagaimana kacaunya Keith sekarang. Entah masalah apa yang wanita itu coba selesaikan tanpa berkompromi dengannya.Tak biasanya. Meski hubungan mereka

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   06. Istrinya Menghilang

    Selepas menghilang dari acara perayaan pernikahan kedua mertuanya, figur Keith tak pernah lagi dia lihat di kala pulang. Bahkan kemarin, seharian Arsen menunggu. Menyempatkan diri untuk mencuri waktu agar mampu menghubungi Kepala Pelayan untuk mengabarinya jika ada tanda-tanda kepulangan wanita itu.Namun nihil. Hingga hari telah berganti, dan dia kembali pulang di malam hari pun tidak ada tanda-tanda bila Keith telah pulang. Menjadikan beban pikirnya bertambah dua kali lipat dari biasanya.Karena jujur saja jika boleh memilih, Arsen tentu akan pasrah kalau diberi beban kerjaan melimpah daripada harus menebak-nebak isi otak manusia yang paling tidak bisa dia tebak itu.“Bianca masih juga tak bisa dihubungi?” Arsen bertanya begitu sembari melangkah keluar dari kamar mandi. Dengan handuk yang melilit pinggangnya, juga handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya.Dan tanpa menunggu jawaban dari Mikail dia memberi perintah, “Segera amankan keadaan. Jangan sampai ada orang l

DMCA.com Protection Status