Share

03. Hanya Permintaan

Author: laddyroseanie
last update Last Updated: 2024-05-01 13:16:05

Kala Bianca memberi tahu bila Arsen akan bermalam bersama Hannah, Keith merasa tertipu. Namun dia masih berpikiran untuk menunda keisengan dengan berkata, “Besok pagi saja, jangan ada satu pun pelayan yang melayaninya.”

Tapi agaknya, dunia tengah berseteru dengannya. Sampai sore menjelang malam ini pun, batang hidung seorang Arsenio Koesnaedi tak pernah sekalipun dia jumpai. Bahkan, kabar pria itu pun tak dia ketahui.

Entah mungkin saja mati, atau diculik oleh para pembenci pemerintah yang akhir-akhir ini tengah gila-gilaan melakukan demonstrasi.

“Bajingan itu belum pulang juga dari tadi?” Tak dapat dipungkiri, bila nada bicaranya mendadak meninggi. Menyebabkan Bianca yang tengah menuangkan teh ke dalam cangkir antiknya tersentak, hingga beberapa tetes teh yang masih mengepulkan uap panas itu mengenai punggung tangan. Dan nyaris saja, perempuan itu benar-benar mengguyurkan satu teko teh panas ke tubuhnya.

“Kau ini,” desisnya kesal setengah mati sembari dengan hati-hati mendorong teko panas itu dengan satu jemari, “bisa terbiasa untuk tak menambah panik dalam diri? Kau ini mau masuk penjara lantaran melepuhkan kulit tubuhku, hah?”

Dengan wajah ketakutan setengah mati, Bianca membungkuk sempurna di hadapannya. Lalu kembali berdiri tegap hanya untuk memperlihatkan kedua mata seindah boneka yang berkaca-kaca.

“Maaf, Nyonya. Lain kali, saya akan belajar tentang bagaimana cara mengolah panik dalam diri.” Perempuan itu kemudian menjetikkan jari. Menyebabkan pelayan yang selalu menunggu di luar ruang kerjanya berbondong-bodong masuk ke dalam. Mengerjakan bagian yang memang bukan sebagian dari tugas yang Bianca kerjakan.

Bisa dibilang, kedudukan asisten pribadi di rumah ini jauh lebih tinggi daripada Kepala Pelayan.

“Kau sudah coba hubungi Mikail?”

Ditanya begitu, Bianca mengerjapkan mata ke arahnya. Kemudian menggeleng pelan, sebelum mundur ke belakang dengan hati-hati guna melakukan permintaan yang seharusnya sudah perempuan lakukan sedari beberapa menit barusan.

Walau lima tahun perempuan itu telah berada di sisinya, pembawaan Bianca masih saja tetap kurang profesional. Entah karena faktor usia mereka berdua yang berbeda, atau mungkin karena Keith adalah majikan pertama yang perempuan itu layani dalam hidupnya.

“Di kantor pemerintah, Nyonya.” Segera Bianca melapor padanya. Dengan ponsel yang layarnya masih menyala, Keith bisa melihat dengan jelas bila perempuan itu tengah menghubungi supir yang telah diberikan tanggung jawab untuk melayaninya. “Pak Sumardjan sebentar lagi sampai. Mungkin sampai teh dalam cangkir yang Anda minum habis.”

“Tak apa.” Keith segera menyudahi kegiatan minum teh di sore hari yang menjadi rutinitas di rumah lamanya. “Aku ingin segera menemui bajingan itu. Ada yang ingin kubicarakan dengannya.”

Dan seketika, sekujur tubuhnya menjadi beku. Kala pesan yang tadi siang dia dapatkan dari Ayah soal acara hari jadi pernikahannya dengan Ibu yang akan terlaksana besok malam bercokol di kepala. Menggantikan keresahannya lantaran Arsen tak kunjung pulang juga.

“Hubungi Ayah, Bianca.” Ketika kakinya mulai melangkah, dia memberi perintah. “Jika tak diangkat, hubungi melalui nomor kantor dan bilang aku ada urusan mendesak dengan beliau. Mau ada rapat sekalipun, aku tak peduli.”

Ringisan Bianca terdengar seiring dengan dering ponsel yang menandakan bila panggilan tengah terhubung terdengar. Dan bertepatan dengan dia yang telah memasuki mobil, panggilan diterima oleh seberang.

“Nak? Ada perlu mendesak apa dengan ayah, hm?”

Sebelum membalas tanya ayahnya, Keith mengatur napas. Sebisa mungkin, dia tak mau terdengar mengada-ada. Kala memberi alasan mengapa bajingan yang tak mau pulang ke rumah dan memilih bermalam bersama simpanannya itu tak bisa dia ajak untuk ke pesta peringatan pernikahan orangtuanya untuk yang kelima puluh tahun.

“Arsen tak bisa, Yah,” sahutnya, dan sialnya ada getaran takut yang tertangkap oleh telinga. Dan pasti, Ayah juga mendengarnya. “Ayah tahu bukan, Arsen merangkap profesi. Kantor direktur dengan kantor di pemerintahan jaraknya bisa dibilang jauh sekali. Pun esok hari kerja, Ayah. Sudah pasti, dia tak akan bisa menema Keith ke sana.”

“Hm … benarkah? Malam pun, dia tak bisa?”

Ingin sekali Keith berdesis keras-keras. Karena kalau sudah begini, ayahnya itu telah memiliki rencana. Agar Arsen bisa datang tanpa harus melalui kendala. Sudah pasti, pria yang begitu mendambakan pernikahannya dengan Arsen itu telah memakai koneksi untuk memberi kelonggaran pada menantu satu-satunya yang pria itu miliki.

Ah, sial! Mengapa ayahnya itu selalu menginginkan Arsen datang di tiap hari jadi pernikahan? Apakah kehadirannya saja tak cukup untuk membahagiakan?

“Jangan banyak alasan kau, ya, Keith. Ayah tahu, kau hanya malu jika ditahu bermesraan dengan suamimu.”

Dan dengan satu kalimat peringatan itu, panggilan ditutup sepihak. Bertepatan dengan mobil yang membawanya telah sampai di kantor pemerintahan. Bergegas Keith keluar.

Kali ini, emosi menguasainya. Karena tak ada di dalam kamus hidupnya dia musti meminta-minta! Apalagi pada bajingan seperti suaminya. Tak sudi!

Inginnya, Keith berteriak begitu di depan Arsen. Namun bisa apa dia? Sesampainya dia di dalam kantor pria itu, berlutut adalah hal yang pertama kali dia lakukan. Sembari memasang wajah paling lelah yang pernah dia tunjukkan.

“Ayah ingin melihatmu besok di hari jadi pernikahannya yang ke-50 dengan Ibu.” Persetan dengan Mikail yang memandanginya dengan sorot tak percaya, juga Bianca yang melotot dengan mulut terbuka, Keith harus merendahkan hati jika ingin membawa Arsen ke sana.

Karena untuk tahun ini, hubungannya dengan pria itu kian memburuk saja. Bila tahun-tahun kemarin dia bisa dengan gampang meminta, namun kali ini dia sadar telah melakukan serangkaian aksi gila yang sulit untuk dimaafkan begitu saja.

“Aku harus datang denganmu ke sana. Harus! Karena kalau tak—”

“Ayahmu tak akan menjadikan pewaris Salim Group?” dengan lancang pria itu memotong ucapannya. Dan hanya dengan begitu, Keith langsung berdiri tegap dengan sorot tak suka. “Apa kau pikir semudah itu untuk memintaku hadir di sana setelah tindakanmu beberapa hari terakhir ini pada orang-orangku?”

“Ya, ya.” Ke sana kemari, matanya memandang tak tentu. Mencoba menyadarkan diri bila tak seharusnya dia melawan Arsen dengan nada bicara seperti ini. “Aku telah menyumpahi anakmu mati, mengatai ibumu adalah cecungukku, mempermalukan simpananmu, lalu apalagi? Apa kau mengingat semua hal yang kulakukan dalam satu minggu belakangan ini?”

Senyumnya dipaksa mengembang. Kala kedua tangannya bertumpu pada meja kerja milik Arsen setelah menyepak berkas-berkas yang tertumpuk dengan rapi di sana. Hanya untuk menjadikannya sebagai tempat Hermes Kelly yang pantas untuk mendapatkannya.

“Aku bahkan rela berlutut, dan ini balasanmu? Mengungkit segala tindakanku yang sudah seharusnya menjadi tanggung jawabmu?” Keith tak bisa menahan gelak tawa. Segera dia lipatkan kedua tangan di depan dada. “Aku tak akan menjadi gila jika itu bukan karena ulahmu, Arsen. Kau yang mulai. Kau yang berselingkuh, kau yang mencoba menceraikanku, dan sekarang kau bilang bila aku tak pantas untuk meminta hanya karena tindakanku beberapa hari yang lalu? Kau pikir, kau ada di sini atas usahamu sendiri, huh?”

Masa bodoh dengan wajah Arsen yang kini telah berubah mengerikan, Keith tak suka dengan gaya bicara pria itu yang seolah-olah menjadikan dia sebagai sumber masalah atas semuanya. Seakan, kesalahan-kesalahan yang pria itu lakukan tak dihitung sebagai penyebanya.

“Ini,” pria itu berdecak tak suka setelah melepaskan kacamata. Menatanya dengan sorot mata penuh kebencian yang memicu kedua tangannya mengepal kuat-kuat. “Karena ini, aku makin membencimu, Keith. Bukan hanya kau yang selalu ingin dimengerti, menganggap dirimu paling tinggi, kau juga menuntut semua orang untuk memberi apa pun yang kau mau tanpa kau perlu melakukan timbal balik atas hal itu. Apa kau sadar bila tindakanmu sekarang ini begitu tak tahu diri?”

“Tak tahu diri? Mungkin aku akan menerimanya sebagai pujian. Tapi Karena aku merasa lebih tinggi, baik, dan suci darimu?” Keith tergelak seraya geleng-geleng. “Jelas bukan, aku memang lebih baik, tinggi, dan terutama lebih suci darimu? Manusia yang telah menjalin pernikahan mana yang secara terang-terangan berselingkuh, kemudian didukung oleh keluarganya jika itu bukan kau, Arsen!”

“Jaga ucapanmu!”

“Jangan membentakku!”

Deru napas mereka kembali beradu. Seperti malam itu, tak ada kedamaian yang menyertai ketika keduanya telah bertemu.

“Kau bisa menghinaku, tapi jangan bawa nama keluargaku, Keith!”

“Oh! Tidak bisa!” Lagi-lagi, Keith tergelak. Tak merasa kerdil kala tubuh tinggi serta sorot mata mengintimidasi milik Arsen jauh lebih kuat darinya. Karena mengintimidasi lawan bukan gayanya. “Karena jelas bukan, buah tak jatuh jatuh dari pohonnya?”

Dia lebih menyukai merendahkan lawannya. Membuat lawannya berpikir bila mereka adalah manusia yang tak pantas hidup di dunia. “Bahkan ibumu dulunya tak jauh beda dari Hannah bukan?”

“Keith!”

“Apa?”

Bahkan kala tangan besar Arsen yang nyaris melayangkan tamparan persis seperti malam itu, Keith tak bergeser sedikit pun dari tempatnya. Dia tetap mengangkat dagu, menatap Arsen bagaikan manusia rendahan yang sudah seharusnya tak pantas membuat pakaiannya ternoda.

Salahkan pria itu yang bukannya menerima permintaannya dengan sopan, justru menantangnya menjadi manusia kasar.

“Kau tak akan mau ke sana bukan?” Setelah lama berdiam, Keith memilih untuk menyudahi perdebatan. Tak ada gunanya dia membuang waktu lebih lama lagi di sini. “Kalau begitu, aku pulang. Persetan dengan kau yang mungkin akan memilih bermalam kembali dengan simpanan kesayangan.”

Tak ada gunanya dia menghentikan kegiatan rutinitasnya hanya demi menerima penolakan seperti sekarang.

“Kau bahkan tak meminta maaf atas hinaanmu terhadap ibuku barusan?”

Mendengar itu, dengan malas Keith balik badan. Menemukan Arsen yang memasang raut wajah tak percaya atas tindakannya barusan. Kemudian dia menanggapi dengan dengusan kasar. Sebelum meninggalkan pria itu yang kini mungkin saja menatapnya dengan penuh kebencian.

Sudah jelas bukan? Tak ada yang bisa dia harapkan dari seorang bajingan.

Related chapters

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   04. Pergi Sekarang

    Tak pernah sekalipun dia merasa secemas ini. Tak pernah sekalipun dia merasa begitu gelisah seperti sekarang ini. Dan tak pernah sekalipun di hidupnya Keith merencanakan untuk berlutut sembari memohon pada para cecunguk yang berakhir membuatnya menjadi rendah diri.“Rendah diri?” gumamnya pada diri sendiri. “Yang benar saja! Bajingan itu tak ada apa-apanya!”Seorang Arsenio Koesnaedi jelas tidak ada apa-apanya dibanding dia. Namun pria itu telah sukses membuatnya merasakan cemas, gelisah, lebih dominan amarah, serta rasa-rasa lain yang dia tak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.Karena berhubung tinggal menunggu waktu, Bianca akan datang ke dalam ruangan luas yang biasanya tak pernah membuatnya merasa setertekan sekarang. Membawanya pergi hanya seorang diri ke pesta perayaan pernikahan yang akan berujung menimbulkan kekecewaan.Keith ingin marah. Namun pada siapa?Sumber amarahnya justru tak pernah menampakkan batang hidung di hadapannya. Mau melampiaskan pada pekerja? Yang ada rumo

    Last Updated : 2024-05-08
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   05. Mereka Datang

    Tak ada yang berani untuk sekadar menyebut namanya. Hadirnya wanita itu di sana, bagai magnet yang memikat siapa saja. Namun di saat yang sama, eksistensi Keith Rennee Salim bagai larangan yang tak boleh sembarangan untuk dilanggar.Dan alasan-alasan yang dia sebutkan di atas menyebabkan nyaris semua orang hanya berani menyapa wanita yang sedari tadi menggenggam telapak tangannya itu hanya dengan nama. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu untuk mencapai titik di mana mereka bisa memanggil nama. Seperti Arsen, misalnya.Bahkan di dalam Koesnaedi pun hanya diperuntukkan bagi keluarga intinya saja yang mampu memanggil wanita itu dengan nama depannya. Seluruh keluarga besar, bawahan, bahkan keluarga besar Keith sendiri pun tak punya kuasa.Hanya wanita itu yang dapat menentukan siapa saja yang mampu mencapainya.Bukan tanpa alasan mengapa nama Keith tak pernah sekalipun disebut oleh sembarang orang. Bukan juga karena wanita itu mengemban status sebagai pewaris mutlak dari Salim Grou

    Last Updated : 2024-05-09
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   06. Istrinya Menghilang

    Selepas menghilang dari acara perayaan pernikahan kedua mertuanya, figur Keith tak pernah lagi dia lihat di kala pulang. Bahkan kemarin, seharian Arsen menunggu. Menyempatkan diri untuk mencuri waktu agar mampu menghubungi Kepala Pelayan untuk mengabarinya jika ada tanda-tanda kepulangan wanita itu.Namun nihil. Hingga hari telah berganti, dan dia kembali pulang di malam hari pun tidak ada tanda-tanda bila Keith telah pulang. Menjadikan beban pikirnya bertambah dua kali lipat dari biasanya.Karena jujur saja jika boleh memilih, Arsen tentu akan pasrah kalau diberi beban kerjaan melimpah daripada harus menebak-nebak isi otak manusia yang paling tidak bisa dia tebak itu.“Bianca masih juga tak bisa dihubungi?” Arsen bertanya begitu sembari melangkah keluar dari kamar mandi. Dengan handuk yang melilit pinggangnya, juga handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya.Dan tanpa menunggu jawaban dari Mikail dia memberi perintah, “Segera amankan keadaan. Jangan sampai ada orang l

    Last Updated : 2024-05-12
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   07. Jangan Pulang

    Kala dia datang, Mikail langsung menyambutnya dengan pembuka, “Sesuai dengan permintaan Anda, semua hidangan malam ini adalah masakan khas Turki.” Sembari menarik kursi besar yang menjadi tempatnya, laki-laki itu pun melanjutkan, “Nyonya Salim sedang bersiap. Sebentar lagi kemungkinan akan datang.”“Kamu lihat rupanya?” Arsen bertanya begitu sembari sedikit mendongak. “Ceritakan tentang dia.”“Cukup parah.” Mikail memulai sembari bertepuk tangan satu kali guna memanggil para pelayan. “Nyonya Salim rupanya termasuk ke dalam kategori manusia yang kelelahan sedikit saja akan terlihat perubahannya. Selain wajah yang berubah tirus, badannya agak kurus, kantung matanya menghitam, rambutnya kusam … sorot matanya juga datar. Tapi … entah mengapa saya merasakan emosi yang coba untuk ditahan.”Hanya dengan mendengar, Arsen sudah bisa membayangkan bagaimana kacaunya Keith sekarang. Entah masalah apa yang wanita itu coba selesaikan tanpa berkompromi dengannya.Tak biasanya. Meski hubungan mereka

    Last Updated : 2024-05-14
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   08. Jatuh Pingsan

    Mendadak, pria itu menunjukkan rupa aslinya tadi malam. Menatapnya dengan sorot mata yang dingin juga begitu tajam. Namun dinginnya tatapan kedua mata pria itu bukan seperti biasanya. Bukan seperti yang sudah-sudah hingga dia bisa mengabaikannya.Tatapan dingin yang pria itu berikan padanya tadi malam begitu membekukan. Menjadikan seluruh tubuhnya gemetar. Dan akan terdengar bohong jika Keith berkata bila dia tak ketakutan. Kala bayang-bayang tajamnya sorot mata pria itu masih membekas di dada.Namun justru yang mendominasi isi kepalanya sekarang adalah bagaimana pria itu menghadapi para pelayan yang menggunjinginya di belakang dengan begitu … tampan.Ah, sialan. Harusnya semalam, Keith tidak usah bersusah payah berjalan. Meniti langkah hanya untuk menyusul Arsen yang bersikeras mengambilkan barangnya yang kemungkinan menghilang di ruang makan.Jadi, dia tak perlu mendengar bagaimana tampannya pria itu ketika bilang, “Bisa kalian ulangi, apa yang kalian bilang barusan?”Dengan kedua m

    Last Updated : 2024-05-15
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   09. Misteri Bingkisan

    Kala secercah cahaya tertangkap oleh kelopak matanya yang perlahan dia buka, Keith mencoba menebak-nebak di mana dia berada. Dari mulai menoleh sedikit demi sedikit ke arah kanan dan kiri, hingga mencoba membaui obat-obatan yang menjadi ciri khas kamar ruang inap.Nihil. Semua yang dia lihat, cium, dan dengar ada berada di dalam kategori wajar. Dia berada di dalam kamar. Namun entah mengapa, ada sesuatu yang memicu detak jantungnya melaju kencang bersamaan dengan sebuah suara yang tak asing tiba-tiba terdengar.“Anda sudah siuman?” Dilihatnya pria paruh baya dengan pakaian rapi yang tahu-tahu telah berdiri di samping kiri. Mengecek laju selang infus yang tahu-tahu telah tertancap di punggung tangan sebelah kiri. “Saya terkejut mendengar Anda yang jatuh pingsan dari asisten Bapak Arsen tadi pagi. Tumben sekali. Tak biasanya Anda begini.”Dengan memberi anggukkan samar, Keith menyetujui. “Apa … yang kau beri tahu Arsen dan orang-orang pasal penyakitku?”Pria itu memberi senyuman. Terlih

    Last Updated : 2024-05-17
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   10. Dalam Pelukan

    “Apa mobil barang masih ada di halaman depan?”Alih-alih mencari jawaban atas bingkisan misterius yang dia dapatkan, Keith memilih mengabaikannya. Melemparnya dengan sembarang. Tak peduli bila isi dari bingkisan misterius yang dia dapatkan berantakan.Hingga menarik atensi Bianca untuk mengeluarkan pertanyaan, “Mengapa Nyonya melemparnya? Bukannya ini barang milik Anda.”Dan dengan bahu yang terangkat serta sorot meremehkan, Keith menjawab, “Apa aku akan melempar barang yang kusayang?” Sembari melangkah setelah menendang kotak yang terbuka, menampilkan isi berupa tas unik yang sudah pasti merupakan hasil karya seni perancang ternama, dia berkata, “Aku bahkan tak membelinya. Dan bukannya tugasmu untuk mencari tahu mengapa aku melemparnya?”Setelahnya, Keith merampas heels hijau zamrud yang Bianca ambil untuknya. Dipasang dengan rapi pada kedua kakinya. Cantik. Senyumnya lantas mengembang begitu saja. Namun pudar dalam waktu sebentar kala melihat figur Bianca yang justru mengemasi bingk

    Last Updated : 2024-05-18
  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   11. Mereka Berbincang

    Wanita itu benar-benar membuat agendanya kacau.Dia yang harusnya mengantar Hannah ke dokter kandungan tepat waktu jadi terlambat. Dia yang harusnya bisa menghabiskan banyak waktu dengan wanitanya jadi terhambat. Ada setumpuk kerjaan di dua kantor yang menantinya. Ada segudang harapan yang dia emban dari ayahnya.Dan ada wanita itu yang siap mengacaukan segalanya.“Kamu sudah tanya Bianca mengenai kondisi Keith sekarang?” Meski segala hal yang wanita itu lakukan membuat dia kesal, masih sempat Arsen bertanya. Setidaknya, dia bisa memastikan bila wanita itu baik-baik saja.“Ponsel Bianca tidak aktif, Tuan.” Mikail yang telah membukakan pintu kursi penumpang menyahut seraya menutup kembali. Kemudian mempersilakannya untuk masuk sambil mengimbuhi, “Sepertinya Nyonya Salim memerintahkan Bianca untuk cuti. Atau mungkin …”Arsen paham. Perangai Keith yang buruk sudah pasti membuat siapa pun akan berasumsi bila kepergian Bianca dari rumah ini adalah karena perempuan itu telah dipecat oleh sa

    Last Updated : 2024-05-19

Latest chapter

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   14. Tersiar Kabar

    Meski banyak minusnya, Keith cukup senang dengan pelayanan yang Mikail berikan untuknya.Laki-laki jangkung itu punya cara kerja yang tertata rapi. Tidak terburu-buru. Tidak terlalu melibatkan perasaan walau sesekali, dia melihat bagaimana laki-laki yang gemetar kala menyodorkan dalaman miliknya yang tertinggal, atau mendadak buang muka kala dia keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan handuk saja.Karena Mikail bekerja untuk Arsen, Keith merasa aneh kala melihat tingkah polos laki-laki persoalan wanita. Dia pikir … laki-laki itu akan terbiasa.“Kau tak usah mengantarku.” Segera dia memberi tahu. Kala laki-laki itu hendak mengambil mobil bertepatan dengan dia yang akan pergi. “Aku ingin menghabiskan waktu sendiri. Kau bisa langsung pergi ke majikanmu.”Mulanya laki-laki itu menolak. “Tapi, Tuan—” Namun ucapannya segera terhenti kala Keith menghunuskan sorot tajam yang tak menyukai bagaimana cara laki-laki itu menolak perintah yang dia beri.“Jangan jadi orang tuli,” peringatnya. Sam

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   13. Berhenti Sebentar

    Lama Arsen terdiam. Membiarkan kilat cahaya menyilaukan kedua mata. Serta satu pertanyaan yang digaungkan belasan manusia berdenging di telinga. Dia memilih menandai rupa-rupa manusia yang ada sebelum berkata, “Jelas bukan, saya tidak memiliki hubungan?”Gaungan belasan manusia dengan kilatan cahaya yang menyilaukan seketika hilang. Ditelan keheningan kala hunusan tajam dia berikan seraya menandai rupa-rupa perwakilan para media sampah yang ada.“Jangan menggaungkan asumsi-asumsi sampah kalian di sini,” lanjutnya. Sambil melirik pada beberapa penjaga yang berdatangan ke arahnya. “Saya tandai kalian bila merilis artikel-artikel sampah yang menganggu rumah tangga saya.”Lalu dengan anggukkan, Arsen biarkan gaungan serta kilatan cahaya kamera itu dialihkan oleh Mikail dengan tenang. Sementara beberapa penjaga mengawal. Membawanya untuk turun ke parkiran bawah tanah.“Identitas mereka sudah saya dapatkan semua.” Mikail datang menyapa. Dengan napas tersengal dan tampilan berantakan, laki-l

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   12. Rumor Beredar

    “Kau sengaja telat pergi bekerja?” Wanita itu datang menyapa. Duduk di kursi meja makan setelah melewatinya dengan tenang. Seakan mereka berdua semalam tak melakukan apa-apa.Seolah, semalam tak terjadi apa-apa di antara mereka.“Kau sudah beradaptasi?” tanya wanita itu lagi. Kali ini sambil mengedik ke arahnya satu kali. “Sudah merasa familier dengan hak-hak istimewa yang kau dapat ketika menduduki tingkat tertinggi?”Arsen memilih diam, tak menanggapi. Kemudian segera duduk di kursi, mengabaikan wanita itu yang telah memulai sarapan pagi. Sesekali, dia menatap bagaimana wanita itu yang fokus mengiris daging dengan pisau dan garpu. Tanpa menuntut jawaban darinya yang menjadi kebiasaan wanita itu.“Apa kau sehat?” Kala seiris daging telah dia telan, tanya itu pun terlontar. Namun lawan bicaranya tak kunjung memberi tanggapan. Jadi, Arsen memberi imbuhan, “Dilihat dari rupamu, kau belum mandi bukan?”Wanita itu langsung membanting pisau dan garpu. Sembari mengunyah daging yang berada d

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   11. Mereka Berbincang

    Wanita itu benar-benar membuat agendanya kacau.Dia yang harusnya mengantar Hannah ke dokter kandungan tepat waktu jadi terlambat. Dia yang harusnya bisa menghabiskan banyak waktu dengan wanitanya jadi terhambat. Ada setumpuk kerjaan di dua kantor yang menantinya. Ada segudang harapan yang dia emban dari ayahnya.Dan ada wanita itu yang siap mengacaukan segalanya.“Kamu sudah tanya Bianca mengenai kondisi Keith sekarang?” Meski segala hal yang wanita itu lakukan membuat dia kesal, masih sempat Arsen bertanya. Setidaknya, dia bisa memastikan bila wanita itu baik-baik saja.“Ponsel Bianca tidak aktif, Tuan.” Mikail yang telah membukakan pintu kursi penumpang menyahut seraya menutup kembali. Kemudian mempersilakannya untuk masuk sambil mengimbuhi, “Sepertinya Nyonya Salim memerintahkan Bianca untuk cuti. Atau mungkin …”Arsen paham. Perangai Keith yang buruk sudah pasti membuat siapa pun akan berasumsi bila kepergian Bianca dari rumah ini adalah karena perempuan itu telah dipecat oleh sa

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   10. Dalam Pelukan

    “Apa mobil barang masih ada di halaman depan?”Alih-alih mencari jawaban atas bingkisan misterius yang dia dapatkan, Keith memilih mengabaikannya. Melemparnya dengan sembarang. Tak peduli bila isi dari bingkisan misterius yang dia dapatkan berantakan.Hingga menarik atensi Bianca untuk mengeluarkan pertanyaan, “Mengapa Nyonya melemparnya? Bukannya ini barang milik Anda.”Dan dengan bahu yang terangkat serta sorot meremehkan, Keith menjawab, “Apa aku akan melempar barang yang kusayang?” Sembari melangkah setelah menendang kotak yang terbuka, menampilkan isi berupa tas unik yang sudah pasti merupakan hasil karya seni perancang ternama, dia berkata, “Aku bahkan tak membelinya. Dan bukannya tugasmu untuk mencari tahu mengapa aku melemparnya?”Setelahnya, Keith merampas heels hijau zamrud yang Bianca ambil untuknya. Dipasang dengan rapi pada kedua kakinya. Cantik. Senyumnya lantas mengembang begitu saja. Namun pudar dalam waktu sebentar kala melihat figur Bianca yang justru mengemasi bingk

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   09. Misteri Bingkisan

    Kala secercah cahaya tertangkap oleh kelopak matanya yang perlahan dia buka, Keith mencoba menebak-nebak di mana dia berada. Dari mulai menoleh sedikit demi sedikit ke arah kanan dan kiri, hingga mencoba membaui obat-obatan yang menjadi ciri khas kamar ruang inap.Nihil. Semua yang dia lihat, cium, dan dengar ada berada di dalam kategori wajar. Dia berada di dalam kamar. Namun entah mengapa, ada sesuatu yang memicu detak jantungnya melaju kencang bersamaan dengan sebuah suara yang tak asing tiba-tiba terdengar.“Anda sudah siuman?” Dilihatnya pria paruh baya dengan pakaian rapi yang tahu-tahu telah berdiri di samping kiri. Mengecek laju selang infus yang tahu-tahu telah tertancap di punggung tangan sebelah kiri. “Saya terkejut mendengar Anda yang jatuh pingsan dari asisten Bapak Arsen tadi pagi. Tumben sekali. Tak biasanya Anda begini.”Dengan memberi anggukkan samar, Keith menyetujui. “Apa … yang kau beri tahu Arsen dan orang-orang pasal penyakitku?”Pria itu memberi senyuman. Terlih

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   08. Jatuh Pingsan

    Mendadak, pria itu menunjukkan rupa aslinya tadi malam. Menatapnya dengan sorot mata yang dingin juga begitu tajam. Namun dinginnya tatapan kedua mata pria itu bukan seperti biasanya. Bukan seperti yang sudah-sudah hingga dia bisa mengabaikannya.Tatapan dingin yang pria itu berikan padanya tadi malam begitu membekukan. Menjadikan seluruh tubuhnya gemetar. Dan akan terdengar bohong jika Keith berkata bila dia tak ketakutan. Kala bayang-bayang tajamnya sorot mata pria itu masih membekas di dada.Namun justru yang mendominasi isi kepalanya sekarang adalah bagaimana pria itu menghadapi para pelayan yang menggunjinginya di belakang dengan begitu … tampan.Ah, sialan. Harusnya semalam, Keith tidak usah bersusah payah berjalan. Meniti langkah hanya untuk menyusul Arsen yang bersikeras mengambilkan barangnya yang kemungkinan menghilang di ruang makan.Jadi, dia tak perlu mendengar bagaimana tampannya pria itu ketika bilang, “Bisa kalian ulangi, apa yang kalian bilang barusan?”Dengan kedua m

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   07. Jangan Pulang

    Kala dia datang, Mikail langsung menyambutnya dengan pembuka, “Sesuai dengan permintaan Anda, semua hidangan malam ini adalah masakan khas Turki.” Sembari menarik kursi besar yang menjadi tempatnya, laki-laki itu pun melanjutkan, “Nyonya Salim sedang bersiap. Sebentar lagi kemungkinan akan datang.”“Kamu lihat rupanya?” Arsen bertanya begitu sembari sedikit mendongak. “Ceritakan tentang dia.”“Cukup parah.” Mikail memulai sembari bertepuk tangan satu kali guna memanggil para pelayan. “Nyonya Salim rupanya termasuk ke dalam kategori manusia yang kelelahan sedikit saja akan terlihat perubahannya. Selain wajah yang berubah tirus, badannya agak kurus, kantung matanya menghitam, rambutnya kusam … sorot matanya juga datar. Tapi … entah mengapa saya merasakan emosi yang coba untuk ditahan.”Hanya dengan mendengar, Arsen sudah bisa membayangkan bagaimana kacaunya Keith sekarang. Entah masalah apa yang wanita itu coba selesaikan tanpa berkompromi dengannya.Tak biasanya. Meski hubungan mereka

  • Di Tanah Luka Wanita Teraniaya   06. Istrinya Menghilang

    Selepas menghilang dari acara perayaan pernikahan kedua mertuanya, figur Keith tak pernah lagi dia lihat di kala pulang. Bahkan kemarin, seharian Arsen menunggu. Menyempatkan diri untuk mencuri waktu agar mampu menghubungi Kepala Pelayan untuk mengabarinya jika ada tanda-tanda kepulangan wanita itu.Namun nihil. Hingga hari telah berganti, dan dia kembali pulang di malam hari pun tidak ada tanda-tanda bila Keith telah pulang. Menjadikan beban pikirnya bertambah dua kali lipat dari biasanya.Karena jujur saja jika boleh memilih, Arsen tentu akan pasrah kalau diberi beban kerjaan melimpah daripada harus menebak-nebak isi otak manusia yang paling tidak bisa dia tebak itu.“Bianca masih juga tak bisa dihubungi?” Arsen bertanya begitu sembari melangkah keluar dari kamar mandi. Dengan handuk yang melilit pinggangnya, juga handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya.Dan tanpa menunggu jawaban dari Mikail dia memberi perintah, “Segera amankan keadaan. Jangan sampai ada orang l

DMCA.com Protection Status