Orang yang tepat di waktu yang salah adalah gambaran yang tepat untuk hubungan Edwin dan Fibi. Bagaimana tidak? Saat keduanya bersama, mereka sama-sama tak peka akan perasaan masing-masing dan terlalu nyaman dengan hubungan sahabat. Ketika akhirnya Edwin menyadari perasaannya, Fibi justru jatuh hati dan terjebak dalam hubungan merugikan dengan rekan kerjanya sendiri. Fibi disibukkan dengan hubungannya dan mengabaikan Edwin. Namun saat Edwin jauh dan kembali dekat dengan Aliyah, Fibi jadi kesal sendiri. Jadi, siapa yang diinginkan Fibi sebenarnya? Edwin, sang sahabat yang tak pernah absen berada di sisinya? Atau Kevin, rekan kerja yang kini menjelma menjadi pacarnya?
Lihat lebih banyakFibi langsung menuju ruangan Edwin begitu sampai di Sunrise. Di sana dia mendapati Edwin yang tengah terbaring lemah sendirian. Fibi meletakkan tasnya di meja, lalu mengambil kotak P3K di laci meja Edwin.“Ed, ukur suhu dulu,” ucap Fibi sambil menggoyang pelan tubuh Edwin. Laki-laki itu pun mengamit termometer yang diberikan Fibi di ketiaknya. Tidak lama, termometer pun berbunyi.“Tiga delapan. Lo udah makan?” tanya Fibi sambil menyimpan kembali termometer ke kotak P3K.“Nggak nafsu,” jawab Edwin. Dia lalu dengan manja memeluk tangan Fibi.“Antar gue pulang,” pinta Edwin.“Iya, ini gue udah pesen taksi online.” Fibi membuka ponselnya, dilihatnya taksi online yang dia pesan masih dalam perjalanan. Sembari menunggu, dia pun menelpon mamanya Edwin.“Halo, Tante. Fibi mau ngabarin, ini si Ed badannya panas,” ucap Fibi saat panggilan telpon tersambung.“Loh, tadi pagi kayaknya baik-baik saja. Demam berapa derajat, Fib?” tanya Tante Lisa.“Tiga delapan, Tan. Ini mau Fibi antar pulang ke rum
“Fibi!”Fibi menoleh dan mendapati Sarah yang kini menunggunya di mejanya. Fibi yang baru saja dari kantin pun berlari menghampiri Sarah.“Mbak, ada apa? Ada jadwal pemotretan kah?” tanya Fibi begitu sampai di depan Sarah.“Nggak. Aku lagi nyari Kevin. Kamu tahu nggak dia di mana?”“Loh, Mas Kevin kan di Surabaya, Mbak,” jawab Fibi.“Hah? Kapan? Ngapain?”“Semalam berangkat. Katanya dia bantu urus nikahan temennya,” jawab Fibi. Sarah seketika terdiam untuk beberapa waktu. Fibi yang melihat wajah Sarah pun bingung. Apa dia salah bicara?“Nikahan temannya?”“Iya. Mas Abian sama Mbak Sheila.”“Abian sama Sheila nikah?” gumam Sarah. Beberapa saat kemudian, dia kembali berkata, “Tunggu, kok kamu kenal mereka?”“Aku bakal jadi MUA-nya Mbak Sheila, Mbak.”“Terus, kenapa kamu masih di sini?” tanya Sarah lagi.“Ya, acaranya masih dua minggu lagi.”Sarah terdiam. Dia sama sekali tidak tahu jika Abian dan Sheila akan menikah. Dia bahkan tidak tahu Kevin sedang di Surabaya. Dia tidak tahu apa-apa
Pukul sebelas malam, mobil Kevin berhenti di pinggir jalan. Setelah memastikan mobilnya terparkir dengan aman, Kevin dan Fibi pun keluar. Di seberang jalan ada sebuah warung makan yang sangat ramai. Fibi bilang, warung ini memang khusus buka di jam-jam malam.Begitu masuk ke dalam, Kevin dan Fibi disuguhkan dengan berbagai macam olahan makanan yang tampak menggugah selera. Kevin sampai kebingungan memilih menu.“Cumi hitamnya juara sih, Mas,” ucap Fibi yang sudah menentukan pilihan lebih dulu. Sementara Kevin masih melihat-lihat. Kebanyakan lauk memang berupa olahan seafood. Namun masih ada beberapa lauk lain seperti ayam, daging, ampela, sampai babat.“Kamu sudah pernah coba semua?” tanya Kevin.“Nggak sih. Setiap kesini aku paling pesen cumi hitam atau babat. Kalau Ed, dia suka udang asam manisnya,” jelas Fibi.Setelah dilanda kebimbangan memilih menu, Kevin akhirnya menjatuhkan pilihannya pada gulai daging. Setelah mendapatkan makanan dan minuman, keduanya pun mencari tempat duduk.
Fibi menghela napas setelah mendengarkan pesan suara yang dikirim Sheila. Pesan suara itu berisi do and don’t untuk riasan Sheila bulan depan. Saat pertama bertemu Sheila, Fibi kira gadis itu adalah tipe yang menyenangkan dan santai. Fibi sama sekali tidak menyangka jika Sheila adalah tipe gadis yang sangat cerewet dan banyak mau.Selama ini, Fibi sudah bekerja dengan cukup banyak model. Biasanya Fibi hanya akan menerima konsep riasan yang diinginkan dan selebihnya terserah bagaimana Fibi mengkreasikannya. Paling sering, Fibi hanya diminta untuk tidak menggunakan merk tertentu karena si model tidak cocok.Tidak dengan Sheila. Gadis itu memberi Fibi list produk yang harus Fibi pakai, dan semua harus baru. Belum lagi permintaannya untuk warna, bentuk, dan yang lainnya. Yang jelas, Sheila ada klien paling ribet yang pernah ditemui Fibi. Untungnya saja, bayaran dari Abian bisa dibilang tidak sedikit.“Mukamu kenapa ditekuk gitu, Fib?” tanya Raka yang baru keluar dari ruang photography sam
“Kamu belum pulang, Fib?” sapa Kevin yang baru akan keluar dari kantor. Kantor mereka sudah sepi karena ini sudah pukul sembilan malam. Jika pun ada yang masih bekerja, mereka jelas bekerja di luar kantor.“Aku baru selesai pemotretan sama brand, Mas. Ini balik ke kantor soalnya charger-ku ketinggalan,” ucap Fibi sambil memperlihatkan charger yang dari tadi dicarinya.“Mas Kevin sendiri? Kok belum pulang?” tanya Fibi sambil merapikan mejanya dan memasukkan charger-nya ke tas.“Ini baru mau pulang. Baru selesai beresin file foto yang harus dikirim besok,” jawab Kevin.“Mau bareng aja sekalian? Kamu nggak bawa motor kan?” tawar Kevin. Fibi memang tidak membawa motor hari ini, tadi dia kembali ke kantor menggunakan ojek online.“Boleh, kalau nggak ngerepotin,” jawab Fibi. Kevin pun tersenyum lalu mengajak Fibi keluar bersama.“Kamu sudah makan?” tanya Kevin. Fibi yang ditanya pun menggeleng.“Mau makan bareng sekalian? Saya juga belum makan,” tawar Kevin lagi. Setelah menimbang untuk beb
Kevin berhenti tepat di depan rumah Sarah. Hari ini mereka sengaja bertemu untuk menyelesaikan masalah, tapi yang terjadi justru perdebatan panjang yang tidak ada ujungnya. Sarah masih tetap pada pendiriannya, dan begitu pun Kevin. Kini, keduanya saling diam di mobil.“Kamu sayang sama aku, Sar?” tanya Kevin memecah keheningan.“Kamu perlu tanya itu?”“Kamu mau nikah sama aku, Sar?” tanya Kevin lagi. Kini Sarah yang tadinya membuang muka pun berbalik menatap Kevin.“Pertanyaanmu itu, kamu udah tahu jawabannya, Vin. Aku sayang kamu, aku mau nikah sama kamu.” Sarah mengambil jeda sejenak sebelum kembali berucap, “Tapi bukan berarti aku harus korbanin diriku dan karirku. Kamu tahu aku sangat mencintai dunia model, Vin. Kamu tahu, menjadi model itu impianku.”“Dan kamu juga tahu aku nggak mungkin ngelawan orang tuaku! Mereka orang tuaku, Sar. Keluargaku. Mereka ada buat aku jauh sebelum kamu hadir di hidupku!” sahut Kevin.“Lalu? Karena aku orang baru, aku yang harus mengalah?” jawab Sara
Fibi menatap Tante Anya dengan penuh harap. Beberapa saat lalu, Fibi sudah membicarakan tentang pekerjaan yang ditawarkan Kevin dengan Tante Anya. Setelah menjelaskan semua yang diperlukan, kini Fibi menunggu jawaban dari Tante Anya.Sebelumnya, Fibi memang sudah berjanji pada Edwin untuk tidak dekat-dekat Kevin sebelum Kevin dan Sarah resmi putus. Namun, Fibi tidak bisa melewatkan pekerjaan ini. Selain karena profesionalitas, ini juga tentang jenjang karir Fibi ke depannya sebagai MUA. Semakin sering dia menjadi MUA tunggal di beberapa acara besar, termasuk pernikahan, akan semakin dikenal pula namanya.“Jadi?” tanya Fibi yang tak sabar karena Tante Anya dari tadi hanya diam.“Oke. Tante kasih kepercayaan ke kamu. Tapi dengan syarat!” Tante Anya diam sebentar, lalu kembali berucap, “Jangan lupa untuk hubungi Tante. Setiap kamu pindah tempat, hubungi Tante!” Fibi seketika mengangguk antusias. Dia berhambur memeluk Tante Anya sambil mengucap terima kasih berulang kali. Di dunia ini, T
“Fib.”Fibi yang tengah asyik menyantap bekalnya, seketika mendongak dan mendapati Kevin sudah berada di depan mejanya. Beberapa hari terakhir ini Kevin selalu diam. Tak bicara dengan siapa pun, hanya ke kantor saat dia memiliki pekerjaan, selebihnya dia tidak terlihat. Dan hari ini untuk pertama kalinya dia membuka mulutnya lagi, dan orang pertama yang dia sapa adalah Fibi. Bahkan Raka, teman terdekat Kevin, pun ikut menoleh saat mendengar Kevin memanggil Fibi.“Kenapa, Mas?” tanya Fibi. Wajah Kevin masih tampak murung. Sepertinya masalahnya belum selesai.“Kamu mau jadi MUA buat nikahan?”Deg. Apa ini artinya dia sudah tidak punya kesempatan? Fibi berusaha mengontrol wajahnya agar tidak terlihat sedih atau kecewa dengan memberi senyum seperti biasa. Namun sungguh, hatinya sangat sakit sekarang.“Boleh, Mas. Buat siapa?” tanya Fibi. Dia sudah benar-benar menyiapkan hatinya untuk mendengar jawaban dari Kevin.“Sahabat saya. Mereka mau nikah bulan depan.”Seketika Fibi menghela napas l
Fibi menatap Edwin yang sibuk dengan laptopnya. Sejak Fibi tiba di Sunrise, Edwin sama sekali tak bicara dengannya. Beberapa kali Fibi mencoba mengajak bicara, tapi Edwin selalu menghindar dengan alasan sibuk. Fibi pun menyerah dan memilih menunggu Edwin dengan tenang.Sebenarnya, Edwin tidak benar-benar sibuk. Memang ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, tapi sebenarnya dia masih bisa mengobrol. Hanya saja, mengingat perdebatan mereka tadi malam lewat ponsel, membuat Edwin enggan untuk bicara.“Ed, lo kenapa?” tanya Fibi malam itu, mengawali panggilan telpon mereka.“Kenapa apanya?”“Muka lo kelihatan nggak biasa pas pulang. Kenapa?”Awalnya, Edwin ingin mengelak, tapi Fibi terus mendesaknya. Hingga akhirnya laki-laki itu mengeluarkan unek-uneknya tentang Fibi dan Kevin. Mengesampingkan perasaannya, Edwin sungguh tidak ingin Fibi terjebak dalam hubungan yang akan merugikannya di masa depan.“Lo serius marah sama gue karena itu? Ed, apa salahnya sih gue suka sama Mas Kevin?”
“Terima kasih tumpangannya, Mas,” ucap Fibi setelah selesai mengemasi barangnya di bagasi mobil. Pria di dalam mobil, Kevin, adalah rekan kerjanya. Keduanya bekerja di sebuah agensi jasa make up artist, fotografer, dan model yang bisa disewa satu paket ataupun secara terpisah. Kali ini, sebuah brand meminta tiga MUA dan satu fotografer untuk pemotretan produk baru mereka.“Hati-hati di jalan, Mas.” Fibi melambaikan tangan, mengiringi mobil Kevin yang semakin menjauh, lalu menghilang di tengah keramaian jalan raya. Dia tersenyum lebar sambil memegang dadanya yang dari tadi berdetak tak karuan.“Udah ilang itu mobilnya, Neng. Masih aja dilihatin!” ucap seseorang dari dalam rumahnya. Tanpa menoleh, Fibi sudah sangat tahu siapa orangnya, dia sudah sangat hapal dengan suara itu. Siapa lagi kalau bukan sahabat baiknya, Edwin Kalandra. Satu-satunya orang, selain tantenya, yang bisa masuk ke rumah Fibi dengan leluasa.“Iri ya? Yang habis dicuekin crush-nya!” ucap Fibi sambil menjulurkan lidah...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen