Share

Patah Hati

Penulis: Jeshyl An
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 22:31:32

Fibi gelagapan. Sedangkan Kevin justru memamerkan senyum manis, seakan menggoda Fibi yang kini tengah kebingungan mencari jawaban.

“Saya cuman bercanda. Saya ngerti maksud kamu kok,” ucap Kevin dengan tertawa pelan, membuat Fibi akhirnya menghela nafas lega.

“Kamu lucu kalau panik.”

Blush.

Wajah Fibi seketika merona. Gila, ini benar gila. Baru dipuji sedikit oleh Kevin saja dia sudah memerah seperti tomat. Apalagi jika suatu hari dia benar-benar bisa mendapatkan laki-laki itu? Fibi sepertinya sangat tergila-gila pada Kevin.

“Permisi, mau antar pesanan. Satu Spaghetti Carbonara, satu Mac and Cheese, satu Ice Americano, dan satu Matcha Latte less sugar,” ucap Dhea sambil menata makanan di meja.

“Pesanan sudah lengkap ya? Jika ada yang perlu dibantu lagi bisa pencet tombol ini. Saya permisi, selamat menikmati,” ucap Dhea lagi sambil menyerahkan sebuah tombol yang bertuliskan ‘Dhea’.

Fibi dan Kevin mulai sibuk dengan makanan masing-masing. Sejenak, keduanya hening.

“Kamu udah lama temenan sama Edwin?” tanya Kevin di sela-sela kegiatan makannya.

“Eum, berapa lama ya? Sejak SMP kelas dua pokoknya.” Fibi mengingat kembali awal pertemuannya dengan Edwin yang cukup lucu.

Saat itu hari ketiga masuk sekolah setelah libur semester. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sedang ada parade ekstrakurikuler untuk anak-anak baru. Fibi yang baru saja selesai dengan penampilan singkatnya dengan tim teater segera berlari keluar lapangan, bersamaan dengan tim basket dan para pemandu sorak memasuki lapangan. Entah bagaimana, tiba-tiba saja sebuah bola basket melayang mengenai punggung Fibi yang hampir sampai di samping lapangan.

Bagian lucunya adalah karena bola itu, Fibi jatuh tertelungkup mengenai Edwin yang tengah duduk di depannya. Kepala keduanya terbentur cukup keras sampai mereka sama-sama berteriak kesakitan. Kejadian itu memicu tawa di sekitar mereka. Sedangkan Fibi dan Edwin justru sibuk mengusap-usap dahi mereka yang kemerahan.

Sejak saat itu, teman-teman Edwin selalu menggoda Fibi setiap kali mereka tidak sengaja bertemu. Hingga tiba-tiba saja, Edwin datang menemuinya dan bilang kalau salah satu temannya menyukai Fibi. Edwin membantu temannya mendekati Fibi sampai akhirnya jadian. Selama proses pendekatan itu, Fibi justru merasa sangat nyaman mengobrol dengan Edwin, begitu pun sebaliknya. Sampai Fibi jadian dengan temannya, Edwin pun setia menjadi teman curhat Fibi. Mereka menjadi semakin dekat seiring berjalannya waktu. Bahkan saat Fibi putus, pertemanan Fibi dan Edwin masih berlanjut hingga saat ini.

Fibi tersenyum tipis saat kembali mengingat setiap momennya bersama Edwin. Tiba-tiba, ponsel Kevin berbunyi.

“Sudah sampai? Masuk aja. Aku di meja nomor 15,” ucap Kevin sambil matanya menatap ke arah pintu masuk. Fibi sedikit mengernyit heran. Siapa yang mau datang?

Kevin melambai pada seorang perempuan yang baru saja masuk. Perempuan itu tampak sangat elegan dan cantik. Fibi menyipitkan matanya, dia seperti mengenal perempuan itu. Semakin dekat, Fibi akhirnya ingat. Perempuan itu, Sarah Anjali, seorang model yang cukup terkenal.

Mata Fibi membelalak saat Sarah dan Kevin saling bertukar kecupan di pipi. Keduanya saling melempar senyum manis, yang membuat Fibi berpikir keduanya memiliki hubungan spesial.

“Tidak mungkin mereka pacaran, kan?” batin Fibi.

Fibi melihat bagaimana Kevin memperlakukan Sarah. Sangat manis dan lembut. Kevin menarik kursi kosong di antara mereka, lalu mempersilakan Sarah duduk.

“Halo! Fibi kan? Kamu masih ingat saya?” ucap Sarah begitu menyadari keberadaan Fibi.

Fibi mengangguk sambil tersenyum. Tentu saja Fibi ingat. Selain model yang cukup terkenal, Sarah adalah klien pertama Fibi. Saat itu baik Sarah maupun Fibi masih sama-sama merintis karir.

“Kamu ingat nggak kalau lusa kita ada pemotretan sama brand pakaian olahraga?” tanya Kevin yang dijawab anggukan oleh Fibi.

“Nah, Sarah ini modelnya. Waktu saya bilang kalau MUA-nya kamu, dia langsung excited bilang kalau kenal sama kamu. Jadi ya sudah, sekalian aja saya ajak dia ketemu kamu,” ucap Kevin yang menjawab rasa penasaran Fibi atas alasan kenapa Sarah di sini.

“Senang ketemu kamu lagi, Fibi. Saya nggak pernah lupa nama kamu karena unik.” Sarah tersenyum riang, seakan sudah sangat lama menunggu pertemuan ini.

“Senang juga ketemu sama Mbak lagi. Saya juga nggak pernah lupa sama klien pertama saya,” balas Fibi sambil tersenyum. Rasanya masih sangat aneh. Tadinya, Fibi pikir malam ini hanya antara dia dan Kevin. Namun kali ini? Jujur saja, Fibi sedikit kecewa.

“Kalau sama Fibi, aku percaya deh, Vin. Waktu pertama kali dirias sama dia aja aku udah puas banget. Dia bisa menyesuaikan wajah dan riasan kliennya. Apalagi sekarang ya? Pasti jauh lebih bagus hasilnya. Pinter kamu pilih partner,” ucap Sarah sambil menepuk tangan Kevin.

“Aku emang selalu suka kerja sama Fibi. Selalu memuaskan hasilnya.”

Sedari tadi, Fibi memperhatikan gesture Sarah dan Kevin. Keduanya tampak dekat. Kevin yang biasanya bersikap formal, jadi tampak lebih santai dengan Sarah. Bahkan cara mereka berbicara sangat manis satu sama lain. Membuat pemikiran Fibi tentang keduanya pacaran semakin kuat.

“Oh iya, kamu mau pesan apa? Biar aku panggilkan pelayannya ya?” ucap Kevin sembari memencet tombol yang tadi diberikan Dhea.

“Wahh, canggih. Aku sering dengar kafe ini, tapi baru pertama kali ke sini. Di sini sering rame dan full kan? Kok kamu bisa dapat tempat? Apalagi ini malam minggu.”

“Orang dalam,” jawab Kevin sambil melirik pada Fibi.

“Ada yang bisa saya bantu?” ucap Dhea yang sudah datang sebelum Sarah sempat bicara lagi.

“Kamu mau pesan apa jadinya?” tanya Kevin.

“Salad aja deh. Aku lagi diet. Minumnya air putih aja ya, Mbak,” ucap Sarah pada Dhea.

“Baik, mohon ditunggu pesanannya.”

“Fibi, kamu kenal sama yang punya kafe ini? Atau jangan-jangan, kamu yang punya?” tanya Sarah begitu Dhea pergi.

“Kafe ini punya sahabatku, Mbak. Tiap malam minggu aku selalu ke sini. Kadang sendiri dan ikut bantu-bantu. Kadang sama tanteku. Aku udah minta sisain tempat sama dia kemarin,” jawab Fibi.

“Sahabatmu cewek?” tanya Sarah lagi.

“Cowok, Mbak. Namanya Edwin. Itu dia orangnya,” ucap Fibi sambil menunjuk Edwin yang ada di belakang kasir.

“Ganteng, Fib. Sahabat apa sahabat?” goda Sarah. Fibi tertawa pelan. Godaan seperti ini sudah sangat sering dia dengar ketika mengenalkan Edwin pada temannya.

“Sahabat kok, Mbak.”

“Masa sih? Agak kurang percaya yaaa.”

Fibi menyesap minumannya, lalu berkata, “Mbak bukan orang pertama yang bilang gitu.”

“Karena memang sangat jarang ada persahabatan antara cewek dan cowok. Yang awalnya cuma kenalan biasa aja bisa jadian, apalagi sahabatan lama. Aku yang awalnya cuma rekan kerja sama Kevin aja bisa jadian,” ucap Sarah sambil menatap Kevin dengan senyum manisnya. Mendengar ucapan Sarah, seketika hati Fibi retak. Runtuh sudah harapannya memiliki Kevin. Tidak mungkin dia bersaing dengan Sarah yang nyaris sempurna, kan?

“Emang cuma sahabatan kok, Mbak. Kebetulan aku sama Edwin cocoknya jadi sahabat aja. Nggak lebih,” jawab Fibi sambil mengontrol nyeri hatinya. Berusaha untuk terlihat baik-baik saja.

Fibi sudah lama menyukai Kevin. Bisa dibilang, Fibi jatuh cinta pada pandangan pertama. Sosok Kevin yang tampan, tegas, ramah, dan mengayomi membuat Fibi menaruh hati padanya. Di tambah saat kenal lebih dekat, Kevin benar-benar memperlakukan Fibi dengan baik. Sikapnya yang hangat dan perhatian membuat Fibi semakin jatuh hati.

“Aku ke toilet sebentar ya,” pamit Fibi. Dia tak tahan lagi melihat Kevin dan Sarah yang tampak mesra. Tadinya, Fibi biasa saja. Namun begitu mendengar fakta mereka pacaran, setiap gerakan mereka jadi tampak memuakkan di mata Fibi.

“Udah selesai kencannya?”

Begitu Fibi keluar, dia melihat Edwin sudah menunggunya di depan pintu toilet. Fibi yang tadinya berusaha baik-baik saja, kini tampak seakan ingin menangis di hadapan Edwin.

“Mau pulang,” ucap Fibi dengan suara serak menahan tangis. Edwin mendekat lalu menepuk kepala Fibi pelan.

“Balik ke meja sana! Jangan nangis dulu!” ucap Edwin. Fibi menarik napas panjang lalu menghembuskan perlahan. Dia mencoba mengontrol emosinya. Tidak mungkin dia menangis sekarang. Bisa-bisa Kevin dan Sarah akan kebingungan.

“Sana!” ucap Edwin sambil mendorong pelan Fibi.

“Maaf ya lama,” ucap Fibi begitu sampai di meja. Kevin dan Sarah mengangguk untuk menanggapi.

Keduanya kembali mengobrol asyik, sedangkan Fibi memilih untuk diam dan mendengarkan. Sesekali dia menjawab saat ditanya. Fibi mengaduk spaghettinya tanpa selera. Nafsu makannya sudah hilang sejak tahu Kevin pacaran dengan Sarah.

“Permisi, maaf mengganggu.”

Fibi mendongak menatap Edwin yang tiba-tiba muncul di sana.

“Maaf mengganggu waktu kalian, tapi sepertinya saya harus membawa Fibi pulang.” Edwin menatap Fibi, lalu berkata, “Dicariin Tante Anya, katanya penting!”

“Yah, sayang banget kamu pulang duluan, Fib,” ucap Sarah dengan wajah kecewanya.

“Maaf ya, Mbak, Mas. Tanteku kayaknya butuh bantuan. Aku pulang duluan ya? Sampai jumpa lusa!” Fibi mengambil tasnya lalu melambai pada mereka. Baru tiga langkah, dia tiba-tiba berhenti.

“Spaghetti gue?”

“Lagi patah hati masih sempet-sempetnya mikir makanan lo! Nanti gue bungkus, ayo!” Edwin menarik tangan Fibi keluar dari kafe.

Keduanya menaiki motor Edwin. Entah mau ke mana, yang jelas Fibi ingin menjauh dari Kevin dan Sarah. Hatinya sakit, tapi hubungan Kevin dan Sarah memang tampak masuk akal untuknya. Seorang model terkenal dan fotografer terkenal. Keduanya sepertinya ditakdirkan bersama. Sedangkan dirinya? Hanya seorang MUA yang bahkan tidak bisa dibilang terkenal.

“Nangis aja, nggak usah ditahan!” ucap Edwin. Fibi mengeratkan pelukannya sambil menyenderkan kepalanya di punggung Edwin. Untung saja, dia punya Edwin. Sahabat yang selalu ada di hari baik ataupun buruknya.

“Makasih selalu ada di setiap momen patah hati gue,” ucap Fibi sebelum akhirnya menangis sesenggukan.

Bab terkait

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Partner

    Fibi menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah ke lokasi pemotretan hari ini. Benar, hari ini adalah jadwal pemotretan bersama Sarah dan Kevin. Jika biasanya dia berangkat dan pulang dengan Kevin, kali ini tentu berbeda. Kevin jelas bersama Sarah.“Selamat pagi,” sapa Fibi begitu masuk ke dalam ruangan. Tampak beberapa staff tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Fibi pun segera ke meja rias, menyiapkan semua peralatan rias yang dibutuhkan.“Fibi!” sapa Sarah yang baru datang sambil menggandeng Kevin. Tampaknya mereka datang lebih dulu, terlihat dari Sarah yang sudah siap dengan baju pemotretannya.“Aku bantu siapin set pemotretan dulu ya.” Kevin mengecup kening Sarah sebelum bergabung dengan staff lain.“Ayo duduk, Mbak. Kita mulai riasnya,” ucap Fibi. Dengan senang hati, Sarah pun duduk di depan meja rias.“Tantemu kemarin ada perlu apa? Sayang banget loh kamu pulang. Padahal aku baru datang,” ucap Sarah saat Fibi mulai fokus memoles wajahnya.“Bukan apa-apa, Mbak. Cuman ada

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Masa Lalu

    Setelah mengantar Fibi pulang dengan selamat dan memastikan gadis itu tidak kelaparan, Edwin pun kembali ke kafe. Dia melihat Aliyah masih duduk di salah satu bangku kafe, menunggunya. Edwin menarik napas sebentar, lalu berjalan mendekat.“Sorry lama,” ucap Edwin sambil menarik kursi di depan Aliyah. Gadis itu tersenyum tipis sambil menyesap es coklatnya.“Fibi apa kabar? Udah lama aku nggak ketemu dia,” ucap Aliyah.Ya, mereka bertiga memang saling mengenal, sangat dekat pula. Aliyah adalah mantan Edwin. Keduanya memulai hubungan saat kelas dua SMA. Edwin pun mengenalkan Aliyah pada Fibi dan berakhir mereka menjadi teman baik.Aliyah adalah satu-satunya cewek Edwin yang bisa dekat dengan Fibi. Biasanya, pacar-pacar Edwin akan memberi sinyal permusuhan ketika mengenal Fibi, tapi Aliyah tidak. Gadis itu justru menyambut hangat Fibi.Hubungan mereka berjalan baik, sangat baik. Aliyah tak pernah mengeluhkan apa pun dalam hubungan mereka. Aliyah selalu pengertian dan sabar. Sikap Aliyah m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Masa Lalu 2

    “Siap?” ucap Edwin begitu Aliyah duduk di motornya.“Kita jalan-jalan dulu, ya? Aku pengen ke warung sate biasanya, mau nggak?” ucap Aliyah.“Ini udah malam, orang tua kamu nggak nyariin?” Bukannya menolak, Edwin hanya tidak ingin Aliyah kena marah karena pulang terlalu malam.“Nggak pa-pa, aku udah izin pulang malam kok.”Mendengar ucapan Aliyah yang meyakinkan, Edwin pun mengangguk setuju. Sebenarnya, dia pun rindu pada Aliyah. Namun bagaimana lagi? Fibi sedang sangat kacau, sedangkan Tante Anya harus tetap bekerja. Edwin hanya takut, jika Fibi sendirian gadis itu akan melakukan hal yang berbahaya.“Pak, dua porsi sate kayak biasa ya!” pesan Edwin pada penjual sate. Keduanya memang sudah sangat sering sekali ke sana. Penjual satenya pun sudah tidak asing dengan mereka.“Tumben lama nggak ke sini, Mas. Tak kirain udah nemu tukang sate lain,” ucap penjual sate itu yang membuat Edwin tertawa.“Lagi ada urusan sih, pak. Lagian, nggak ada yang bisa ngalahin sate buatan bapak kok.” Keduan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Petuah Fibi

    Sudah satu jam, dan Edwin masih setia menatap langit-langit kamarnya. Setelah pulang dari kafe tadi, Edwin langsung membersihkan tubuhnya lalu merebahkan dirinya di kasur. Pikirannya tak diam, bahkan saat dia dalam perjalanan pulang tadi. Percakapan singkat dengan Aliyah berhasil membuat Edwin kembali menanyakan pertanyaan yang sudah dari lama dia kubur, “Apa benar aku menyukai Fibi?” Nyatanya, Edwin sama sekali tak bisa menyangkal setiap hipotesa yang diucapkan Aliyah. Bahkan saat Aliyah memintanya membayangkan pernikahan Fibi dengan orang lain, hatinya jadi sakit. Namun, apa itu cukup untuk menjadi bukti kalau Edwin menyukai Fibi? Mungkin saja dia hanya sakit hati karena ditinggal nikah oleh sahabat baiknya, kan? Edwin sering lihat, banyak yang seperti itu. Sedih bukan karena suka, tapi karena ditinggalkan. “Kalau nggak suka ngapain sedih pas ditinggal?” gumam Edwin tanpa sadar. Dia seketika bangun dan mengacak rambutnya frustrasi. Tidak mungkin dia benar menyukai Fibi, kan? Di s

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Crush

    “Terima kasih tumpangannya, Mas,” ucap Fibi setelah selesai mengemasi barangnya di bagasi mobil. Pria di dalam mobil, Kevin, adalah rekan kerjanya. Keduanya bekerja di sebuah agensi jasa make up artist, fotografer, dan model yang bisa disewa satu paket ataupun secara terpisah. Kali ini, sebuah brand meminta tiga MUA dan satu fotografer untuk pemotretan produk baru mereka.“Hati-hati di jalan, Mas.” Fibi melambaikan tangan, mengiringi mobil Kevin yang semakin menjauh, lalu menghilang di tengah keramaian jalan raya. Dia tersenyum lebar sambil memegang dadanya yang dari tadi berdetak tak karuan.“Udah ilang itu mobilnya, Neng. Masih aja dilihatin!” ucap seseorang dari dalam rumahnya. Tanpa menoleh, Fibi sudah sangat tahu siapa orangnya, dia sudah sangat hapal dengan suara itu. Siapa lagi kalau bukan sahabat baiknya, Edwin Kalandra. Satu-satunya orang, selain tantenya, yang bisa masuk ke rumah Fibi dengan leluasa.“Iri ya? Yang habis dicuekin crush-nya!” ucap Fibi sambil menjulurkan lidah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16

Bab terbaru

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Petuah Fibi

    Sudah satu jam, dan Edwin masih setia menatap langit-langit kamarnya. Setelah pulang dari kafe tadi, Edwin langsung membersihkan tubuhnya lalu merebahkan dirinya di kasur. Pikirannya tak diam, bahkan saat dia dalam perjalanan pulang tadi. Percakapan singkat dengan Aliyah berhasil membuat Edwin kembali menanyakan pertanyaan yang sudah dari lama dia kubur, “Apa benar aku menyukai Fibi?” Nyatanya, Edwin sama sekali tak bisa menyangkal setiap hipotesa yang diucapkan Aliyah. Bahkan saat Aliyah memintanya membayangkan pernikahan Fibi dengan orang lain, hatinya jadi sakit. Namun, apa itu cukup untuk menjadi bukti kalau Edwin menyukai Fibi? Mungkin saja dia hanya sakit hati karena ditinggal nikah oleh sahabat baiknya, kan? Edwin sering lihat, banyak yang seperti itu. Sedih bukan karena suka, tapi karena ditinggalkan. “Kalau nggak suka ngapain sedih pas ditinggal?” gumam Edwin tanpa sadar. Dia seketika bangun dan mengacak rambutnya frustrasi. Tidak mungkin dia benar menyukai Fibi, kan? Di s

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Masa Lalu 2

    “Siap?” ucap Edwin begitu Aliyah duduk di motornya.“Kita jalan-jalan dulu, ya? Aku pengen ke warung sate biasanya, mau nggak?” ucap Aliyah.“Ini udah malam, orang tua kamu nggak nyariin?” Bukannya menolak, Edwin hanya tidak ingin Aliyah kena marah karena pulang terlalu malam.“Nggak pa-pa, aku udah izin pulang malam kok.”Mendengar ucapan Aliyah yang meyakinkan, Edwin pun mengangguk setuju. Sebenarnya, dia pun rindu pada Aliyah. Namun bagaimana lagi? Fibi sedang sangat kacau, sedangkan Tante Anya harus tetap bekerja. Edwin hanya takut, jika Fibi sendirian gadis itu akan melakukan hal yang berbahaya.“Pak, dua porsi sate kayak biasa ya!” pesan Edwin pada penjual sate. Keduanya memang sudah sangat sering sekali ke sana. Penjual satenya pun sudah tidak asing dengan mereka.“Tumben lama nggak ke sini, Mas. Tak kirain udah nemu tukang sate lain,” ucap penjual sate itu yang membuat Edwin tertawa.“Lagi ada urusan sih, pak. Lagian, nggak ada yang bisa ngalahin sate buatan bapak kok.” Keduan

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Masa Lalu

    Setelah mengantar Fibi pulang dengan selamat dan memastikan gadis itu tidak kelaparan, Edwin pun kembali ke kafe. Dia melihat Aliyah masih duduk di salah satu bangku kafe, menunggunya. Edwin menarik napas sebentar, lalu berjalan mendekat.“Sorry lama,” ucap Edwin sambil menarik kursi di depan Aliyah. Gadis itu tersenyum tipis sambil menyesap es coklatnya.“Fibi apa kabar? Udah lama aku nggak ketemu dia,” ucap Aliyah.Ya, mereka bertiga memang saling mengenal, sangat dekat pula. Aliyah adalah mantan Edwin. Keduanya memulai hubungan saat kelas dua SMA. Edwin pun mengenalkan Aliyah pada Fibi dan berakhir mereka menjadi teman baik.Aliyah adalah satu-satunya cewek Edwin yang bisa dekat dengan Fibi. Biasanya, pacar-pacar Edwin akan memberi sinyal permusuhan ketika mengenal Fibi, tapi Aliyah tidak. Gadis itu justru menyambut hangat Fibi.Hubungan mereka berjalan baik, sangat baik. Aliyah tak pernah mengeluhkan apa pun dalam hubungan mereka. Aliyah selalu pengertian dan sabar. Sikap Aliyah m

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Partner

    Fibi menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah ke lokasi pemotretan hari ini. Benar, hari ini adalah jadwal pemotretan bersama Sarah dan Kevin. Jika biasanya dia berangkat dan pulang dengan Kevin, kali ini tentu berbeda. Kevin jelas bersama Sarah.“Selamat pagi,” sapa Fibi begitu masuk ke dalam ruangan. Tampak beberapa staff tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Fibi pun segera ke meja rias, menyiapkan semua peralatan rias yang dibutuhkan.“Fibi!” sapa Sarah yang baru datang sambil menggandeng Kevin. Tampaknya mereka datang lebih dulu, terlihat dari Sarah yang sudah siap dengan baju pemotretannya.“Aku bantu siapin set pemotretan dulu ya.” Kevin mengecup kening Sarah sebelum bergabung dengan staff lain.“Ayo duduk, Mbak. Kita mulai riasnya,” ucap Fibi. Dengan senang hati, Sarah pun duduk di depan meja rias.“Tantemu kemarin ada perlu apa? Sayang banget loh kamu pulang. Padahal aku baru datang,” ucap Sarah saat Fibi mulai fokus memoles wajahnya.“Bukan apa-apa, Mbak. Cuman ada

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Patah Hati

    Fibi gelagapan. Sedangkan Kevin justru memamerkan senyum manis, seakan menggoda Fibi yang kini tengah kebingungan mencari jawaban.“Saya cuman bercanda. Saya ngerti maksud kamu kok,” ucap Kevin dengan tertawa pelan, membuat Fibi akhirnya menghela nafas lega.“Kamu lucu kalau panik.”Blush.Wajah Fibi seketika merona. Gila, ini benar gila. Baru dipuji sedikit oleh Kevin saja dia sudah memerah seperti tomat. Apalagi jika suatu hari dia benar-benar bisa mendapatkan laki-laki itu? Fibi sepertinya sangat tergila-gila pada Kevin.“Permisi, mau antar pesanan. Satu Spaghetti Carbonara, satu Mac and Cheese, satu Ice Americano, dan satu Matcha Latte less sugar,” ucap Dhea sambil menata makanan di meja.“Pesanan sudah lengkap ya? Jika ada yang perlu dibantu lagi bisa pencet tombol ini. Saya permisi, selamat menikmati,” ucap Dhea lagi sambil menyerahkan sebuah tombol yang bertuliskan ‘Dhea’.Fibi dan Kevin mulai sibuk dengan makanan masing-masing. Sejenak, keduanya hening.“Kamu udah lama temenan

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Crush

    “Terima kasih tumpangannya, Mas,” ucap Fibi setelah selesai mengemasi barangnya di bagasi mobil. Pria di dalam mobil, Kevin, adalah rekan kerjanya. Keduanya bekerja di sebuah agensi jasa make up artist, fotografer, dan model yang bisa disewa satu paket ataupun secara terpisah. Kali ini, sebuah brand meminta tiga MUA dan satu fotografer untuk pemotretan produk baru mereka.“Hati-hati di jalan, Mas.” Fibi melambaikan tangan, mengiringi mobil Kevin yang semakin menjauh, lalu menghilang di tengah keramaian jalan raya. Dia tersenyum lebar sambil memegang dadanya yang dari tadi berdetak tak karuan.“Udah ilang itu mobilnya, Neng. Masih aja dilihatin!” ucap seseorang dari dalam rumahnya. Tanpa menoleh, Fibi sudah sangat tahu siapa orangnya, dia sudah sangat hapal dengan suara itu. Siapa lagi kalau bukan sahabat baiknya, Edwin Kalandra. Satu-satunya orang, selain tantenya, yang bisa masuk ke rumah Fibi dengan leluasa.“Iri ya? Yang habis dicuekin crush-nya!” ucap Fibi sambil menjulurkan lidah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status