Share

Masa Lalu 2

Author: Jeshyl An
last update Last Updated: 2025-01-16 22:38:18

“Siap?” ucap Edwin begitu Aliyah duduk di motornya.

“Kita jalan-jalan dulu, ya? Aku pengen ke warung sate biasanya, mau nggak?” ucap Aliyah.

“Ini udah malam, orang tua kamu nggak nyariin?” Bukannya menolak, Edwin hanya tidak ingin Aliyah kena marah karena pulang terlalu malam.

“Nggak pa-pa, aku udah izin pulang malam kok.”

Mendengar ucapan Aliyah yang meyakinkan, Edwin pun mengangguk setuju. Sebenarnya, dia pun rindu pada Aliyah. Namun bagaimana lagi? Fibi sedang sangat kacau, sedangkan Tante Anya harus tetap bekerja. Edwin hanya takut, jika Fibi sendirian gadis itu akan melakukan hal yang berbahaya.

“Pak, dua porsi sate kayak biasa ya!” pesan Edwin pada penjual sate. Keduanya memang sudah sangat sering sekali ke sana. Penjual satenya pun sudah tidak asing dengan mereka.

“Tumben lama nggak ke sini, Mas. Tak kirain udah nemu tukang sate lain,” ucap penjual sate itu yang membuat Edwin tertawa.

“Lagi ada urusan sih, pak. Lagian, nggak ada yang bisa ngalahin sate buatan bapak kok.” Keduanya tertawa dan berbincang sebentar sebelum Edwin menghampiri Aliyah di meja.

“Ngobrol apa aja sama bapaknya? Akrab banget kayaknya,” ucap Aliyah saat Edwin duduk di sebelahnya.

“Kepo deh kamu,” ucap Edwin yang membuat Aliyah mencebik kesal.

“Eh tumben sih ortu kamu bolehin pulang malam.”

Edwin hapal betul kebiasaan orang tua Aliyah. Mereka selalu menekankan pada Edwin untuk memulangkan anak gadis mereka sebelum pukul sembilan malam setiap kali Edwin mengajak Aliyah keluar.

“Ya, sesekali lah. Lagian sama kamu juga ini. Kalau aku kenapa-kenapa pasti kamu yang dicari,” canda Aliyah.

Mereka pun saling bergurau seperti biasanya. Tanpa Edwin tahu, ini adalah malam terakhir dan juga kencan terakhir mereka.

“Monggo satenya,” ucap penjual sate saat mengantar pesanan mereka.

“Terima kasih, Pak,” ucap Aliyah. Gadis itu dengan semangat langsung menyantap satenya.

“Pelan-pelan makannya. Nggak bakal aku curi kok,” ucap Edwin sambil mengusap ujung bibir Aliyah yang belepotan saus. Selama makan pun keduanya sambil bercanda ria.

“Ed, aku mau ngomong deh,” ucap Aliyah saat keduanya telah selesai makan.

“Dari tadi kan udah ngomong,” sahut Edwin.

“Ih, aku serius. Dengerin baik-baik!” Aliyah menarik napas panjang lalu kembali berkata, “Aku mau pindah.”

Satu, dua, tiga detik tak ada jawaban dari Edwin. Cowok itu terdiam, bahkan gerakannya merapikan piring mereka pun terhenti sejenak.

“Pindah sekolah?” tanya Edwin yang masih berusaha berpikir positif. Dia menyingkirkan piring mereka ke pinggir meja, memberi lebih banyak ruang untuk keduanya.

“Orang tua aku cerai, tepat pas nenek Fibi meninggal. Mereka minta aku milih mau tinggal sama siapa, dan aku milih ikut Ibu ke Kalimantan,” jelas Aliyah. Dia menatap Edwin, menunggu reaksi Edwin. Namun cowok itu masih diam.

“Besok malam aku berangkat.” Ucapan Aliyah itu yang akhirnya membuat Edwin menatapnya dalam-dalam.

“Besok? Kenapa mendadak, Al?” tanya Edwin.

“Nggak mendadak, Ed. Aku udah memutuskan dari tiga hari lalu. Ibu ngasih aku waktu buat pamitan sama orang-orang di sini. Termasuk kamu,” jawab Aliyah.

“Terus kenapa baru sekarang, Al? Kenapa kamu nggak bilang dari kemarin-kemarin?”

“Aku udah coba bilang, Ed! Bahkan sebelum aku memutuskan, aku coba buat ngomong sama kamu. Kamu bilang, kamu bakal datang, tapi kamu nggak datang, Ed!” Ucapan Aliyah seketika membuat Edwin ingat. Dia memang sempat berjanji akan ke rumah Aliyah. Namun hari itu, Fibi tiba-tiba drop dan harus dibawa ke rumah sakit. Alhasil, Edwin semalaman menunggu Fibi di rumah sakit. Besoknya dia baru mengabari Aliyah sekalian meminta maaf karena tidak jadi datang.

“Lalu aku gimana, Al? Kita gimana?” tanya Edwin dengan putus asa.

“Kita LDR ya, Al? Aku bisa kok, kamu tenang aja.”

“Ed,” panggil Aliyah sambil memegang tangan Edwin.

“Kita udahan aja, ya? Aku nggak bisa LDR, Ed. Lagi pula, aku juga nggak janji bakal balik,” ucap Aliyah yang membuat Edwin seketika lemas.

“Aku yang bakal datangin kamu, Al!” Namun, Edwin pun tak menyerah membujuk Aliyah.

“Nggak, Ed. Jangan. Keputusanku udah bulat. Kita udahan aja, ya?”

Edwin menunduk. Tidak peduli bagaimana kata orang, kini dia menangis.

“Gimana dengan aku, Al? Aku nggak bisa kalau nggak ada kamu,” ucap Edwin pelan.

“Kamu bisa, Ed. Buktinya, seminggu ini kamu bisa kan?” jawab Aliyah.

“Masih ada Fibi, Ed. Kamu bisa tanpa aku. Tapi kamu nggak bisa tanpa Fibi.”

Edwin mendongak setelah mendengar ucapan Aliyah. Keningnya berkerut sedangkan Aliyah justru tersenyum.

“Ed, kamu bisa tanpa aku. Tapi kamu nggak bisa tanpa Fibi. Benar kan?”

“Maksud kamu apa, Al? Kamu marah aku nemenin Fibi?”

“Nggak, Ed. Gimana aku bisa marah? Fibi itu baik banget sama aku, Ed. Selama kita pacaran, Fibi selalu jaga perasaan aku. Fibi selalu ingat kalau aku pacar kamu. Fibi selalu bilang ke aku setiap kali dia lagi sama kamu. Fibi nggak pernah sekali pun berusaha buat kamu jauh dari aku. Sebaliknya, Fibi selalu buat aku merasa dekat dengan kamu dan dia. Karena itu, aku nggak pernah marah tiap kamu bareng sama Fibi. Karena Fibi selalu ingat, kalau aku pacar kamu.” Aliyah menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan cepat.

“Tapi kamu nggak, Ed. Aku tahu, Fibi benar-benar tulus temenan sama kamu. Dia bahagia kamu punya aku, dia dukung kita. Tapi kamu nggak. Saat Fibi terus berusaha bikin aku ngerasa dekat sama kamu, kamu justru tanpa sadar berusaha bikin aku tahu kalau aku nggak bisa gantiin Fibi.” Aliyah menatap Edwin yang masih dengan wajah bingungnya.

“Saat kamu marah, kamu ke Fibi lalu marahmu hilang. Pas kamu sedih, kamu ke Fibi lalu kamu senyum lagi. Pas kamu punya kabar baik, kamu ke Fibi dan merayakannya bersama. Pas kamu punya kabar buruk, kamu ke Fibi dan kalian jalan-jalan buat balikin mood kamu. Setiap kabar, kamu selalu bilang ke Fibi. Dalam keadaan apa pun, kamu ke Fibi. Kamu nggak ingat kalau kamu punya aku, tapi kamu selalu ingat kalau kamu punya Fibi.”

Setelah Aliyah menjelaskan panjang lebar, Edwin hanya diam merenung. Diam-diam dia dari tadi mengiyakan setiap ucapan Aliyah. Dia memang selalu mengingat Fibi kapan pun dan di mana pun.

“Ed, kamu jauh lebih sayang Fibi daripada aku.”

“Tapi, aku tetap sayang kamu, Al,” ucap Edwin. Dia tidak berbohong, dia benar-benar sayang pada Aliyah.

“Aku tahu. Tapi rasa sayangmu nggak cukup, Ed. Percaya sama aku, kamu nanti pasti berterima kasih ke aku untuk keputusanku kali ini.”

Edwin tersenyum mengingat percakapan panjang mereka sebelum Aliyah pergi. Bahkan sampai sekarang pun, Edwin belum menemukan jawaban yang tepat akan perasaannya. Ya, dia memang selalu ingat Fibi, tapi dia rasa tidak ada yang spesial untuk itu. Dia ingat Fibi karena Fibi satu-satunya sahabat yang selalu ada untuknya.

“Ya, masih seperti dulu. Aku sama Fibi emang murni temenan, Al. Nggak ada lainnya,” ucap Edwin dengan yakin.

“Astaga, Ed! Kamu ini masih saja nggak peka sama perasaan sendiri!” sahut Aliyah sambil mencebik kesal.

“Kok kamu yang sewot sih, Al,” jawab Edwin sambil tertawa pelan.

“Nih ya, dengerin. Kalau kamu masih nggak peka dan nggak percaya sama ucapanku, kamu ikutin saranku deh!” ucap Aliyah dengan yakin. Dia perempuan, dia sangat yakin dengan apa yang dia lihat.

“Apa?”

“Bayangin, Fibi tiba-tiba datang ke kamu dan bilang kalau dia mau nikah. Ada cowok yang mau lamar dia. Terus dia ajak kamu buat fitting baju dan nemenin dia nyiapin buat nikahannya. Dia juga minta kamu jadi saksi pernikahannya dan nemenin dia selama resepsi. Bayangin semua yang aku bilang deh!” ucap Aliyah. Edwin pun menuruti ucapan gadis itu.

“Kamu bisa lakuin semua itu? Lebih tepatnya, kamu mau?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Petuah Fibi

    Sudah satu jam, dan Edwin masih setia menatap langit-langit kamarnya. Setelah pulang dari kafe tadi, Edwin langsung membersihkan tubuhnya lalu merebahkan dirinya di kasur. Pikirannya tak diam, bahkan saat dia dalam perjalanan pulang tadi. Percakapan singkat dengan Aliyah berhasil membuat Edwin kembali menanyakan pertanyaan yang sudah dari lama dia kubur, “Apa benar aku menyukai Fibi?” Nyatanya, Edwin sama sekali tak bisa menyangkal setiap hipotesa yang diucapkan Aliyah. Bahkan saat Aliyah memintanya membayangkan pernikahan Fibi dengan orang lain, hatinya jadi sakit. Namun, apa itu cukup untuk menjadi bukti kalau Edwin menyukai Fibi? Mungkin saja dia hanya sakit hati karena ditinggal nikah oleh sahabat baiknya, kan? Edwin sering lihat, banyak yang seperti itu. Sedih bukan karena suka, tapi karena ditinggalkan. “Kalau nggak suka ngapain sedih pas ditinggal?” gumam Edwin tanpa sadar. Dia seketika bangun dan mengacak rambutnya frustrasi. Tidak mungkin dia benar menyukai Fibi, kan? Di s

    Last Updated : 2025-02-21
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Salah Tingkah

    “Oke, terakhir. Satu, dua, sip.” Sementara Kevin melihat hasil pemotretan, Sarah berjalan menuju ruang make up. Di sana dia melihat Fibi tengah tidur di sofa dengan menggunakan paha Edwin sebagai bantal.“Kamu masih di sini, Ed?” tanya Sarah sembari menarik kursi terdekat untuk duduk.“Hari ini saya full time nemenin Fibi. Perlu saya bangunin Fibi, Mbak?”“Nggak usah. Ini sudah selesai kok.”Edwin mengangguk lalu kembali fokus pada ponselnya. Sesekali Fibi bergerak dalam tidurnya, tapi Edwin dengan cepat menepuk puncak kepala Fibi untuk membuat gadis itu tenang. Sarah yang melihat keduanya pun tersenyum. Dia lalu mendorong kursi yang dia duduki mendekat ke Edwin.“Kalian yakin cuma sahabatan?” tanya Sarah dengan wajah penuh penasaran. Pasalnya, menurut Sarah, Edwin dan Fibi terlalu dekat untuk disebut hanya sahabat. Edwin yang mendengar pertanyaan Sarah pun hanya mengangguk sambil tersenyum.“Saya nggak percaya. Pegang kata-kata saya! Kalian bakalan jadi pasangan nanti!” ucap Sarah la

    Last Updated : 2025-02-26
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Orang Nomor Satu

    Fibi tak berhenti tersenyum sejak bertemu kembali dengan Aliyah. Sekarang, mereka bahkan tengah asyik bercerita di ruangan Edwin setelah kafe tutup. Edwin pun hanya diam sambil mendengar celotehan mereka, yang terkadang membuatnya tertawa juga.“Kayaknya seru banget di Kalimantan. Kapan-kapan ajakin gue ke sana dong, Al!” ucap Fibi setelah mendengar cerita Aliyah tentang Kalimantan.“Boleh. Lo atur aja mau kapan berangkatnya. Nanti gue ajakin keliling tempat-tempat yang bagus, terus gue kenalin ke teman-teman gue di sana. Siapa tahu lo ada kecantol sama cowok Kalimantan,” ucap Aliyah sambil mengerlingkan matanya.“Iya ya? bisa jadi agenda buat gue move on juga,” balas Fibi. Mendengar jawaban Fibi, Aliyah pun melirik ke arah Edwin yang tampak masih santai saja. Lebih tepatnya, pasrah.“Lo suka sama orang, Fib?” tanya Aliyah.“Ada. Tapi dia udah punya pacar ternyata. Makanya gue patah hati. Ah, nanti deh kapan-kapan gue ceritain. Lagi males ngomongin patah hati nih gue,” ucap Fibi. Aliy

    Last Updated : 2025-02-27
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Satu Malam Bersama

    “Ini loh, Ed. Lihat deh pengikutnya! Jutaan, Ed! Dan gue bakal jadi MUA dia pas wedding!” ucap Fibi dengan semangat menggebu-gebu.“Iya, Bi, iya. Dari tadi lo udah lihatin itu mulu. Iya, iya, selamat ya, Fibi,” jawab Edwin sambil mengacak rambut Fibi. Jika biasanya Fibi akan marah atau memberengut kesal, kali ini dia sama sekali tidak protes. Sejak pulang kerja tadi, Fibi terus saja tersenyum. Saat mampir ke Sunrise pun dia senyum-senyum dan tentu dengan semangat menceritakan berita baik hari ini pada Aliyah dan Edwin. Bahkan sekarang saat sudah di rumah pun dia masih menceritakan hal yang sama.“Bangga nggak lo? Bangga nggak sama gue?” tanya Fibi sambil menyenggol lengan Edwin.“Udah, Ed, bilang aja bangga gitu. Dia tuh belum puas kalau belum dipuji sama kamu,” ucap Tante Anya yang baru saja keluar dari kamarnya. Mendengar ucapan Tante Anya, Fibi justru tersenyum sambil mengangguk setuju.“Atutu, bangga banget gue sama lo, Fibi Lianita. Lo emang terbaik, MUA terbaik, pokoknya paling

    Last Updated : 2025-03-02
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Cerita dari Sarah

    “Hai, Fib!” sapa Sarah yang baru saja masuk bersama Kevin. Hari ini Fibi memang ada pekerjaan bersama Kevin. Dan malangnya, hari ini Sarah ikut menemani Kevin karena kebetulan jadwalnya kosong.“Hai, Letta!” sapa Sarah juga pada model yang akan dirias Fibi. Keduanya saling berpelukan dan berbincang sebentar sebelum Letta akhirnya duduk di depan meja rias.“Oke, saya mulai ya mbak Letta,” ucap Fibi yang dijawab anggukan oleh Letta. Kali ini klien meminta riasan dengan karakter peri karena pemotretan kali ini bertemakan negeri dongeng yang berpusat ke peri. Dua malam Fibi mencari referensi dan mempelajari tentang tema riasan kali ini. Dan hari ini, tentunya dia sudah sangat siap menggarap tema peri ini. Dia akan menyulap Letta menjadi peri cantik yang memukau semua orang.“Ini pertama kalinya kamu dapat tema gini ya, Fib?” tanya Sarah saat Fibi tengah fokus merias bagian mata Letta.“Kalau temanya, iya baru pertama kali, Mbak. Kalau jenis riasannya, aku udah beberapa kali dapat,” jawab

    Last Updated : 2025-03-03
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   PMS

    Fibi merenggangkan ototnya begitu selesai dengan pekerjaannya. Hari ini dia dan beberapa teman kerjanya mewakili agensi di sebuah fashion show. Keikutsertaan mereka ini adalah sebagai salah satu bentuk promosi agar agensi mereka semakin dikenal publik.Mereka menyuguhkan beberapa jenis riasan, dan Fibi kebetulan kedapatan riasan bertema alam. Tentu saja sebelumnya Fibi sudah banyak berlatih dengan tema ini hingga akhirnya dia bisa memberikan hasil yang memuaskan. Sekarang dia tengah berdiri di belakang panggung untuk melihat para model yang tengah tampil. Senyum puas dia sunggingkan saat model yang dia rias mendapat sambutan yang baik dari penonton.Setelah para model tampil di atas panggung, mereka kembali ke belakang panggung untuk memeriksa riasan mereka. Setelah semua dipastikan rapi dan cantik, mereka keluar. Para model kini berdiri di stan milik agensi masing-masing sambil ditemani fotografer dan dua orang yang bertugas menjelaskan tentang agensi.Para pengunjung memang diperbol

    Last Updated : 2025-03-04
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Hari Pertama

    Ada yang berbeda dengan Kevin hari ini. Sedari tadi Fibi perhatikan, tak tampak sedikit pun senyum di bibir laki-laki itu. Sejak sampai di kantor, Kevin tampak menghindari interaksi dengan orang lain. Dia menyibukkan dirinya sendiri dengan pekerjaan yang biasanya bisa dia lakukan dengan santai.Tidak ada satu pun yang berani mendekati Kevin. Apalagi setelah melihat Raka, teman terdekat Kevin, ditolak saat berusaha membantu.“Mas Raka,” panggil Fibi saat melihat Raka yang sepertinya akan ke kantin.“Mau ke kantin?” tanya Fibi setelah berada di samping Raka.“Iya, mau bareng? Mumpung gue nggak ada teman nih,” jawab Raka sambil matanya melirik ke arah Kevin yang masih sibuk di mejanya. Fibi pun setuju.“Mas Kevin kenapa ya, Mas? Tumben banget dia gitu,” ucap Fibi sambil mengaduk makanannya agar tercampur rata.“Biasa. Ada masalah pasti sama Sarah,” jawab Raka yang kini sudah menghabiskan hampir separuh porsi makannya.“Masalah? Tapi perasaan kemarin mereka baik-baik saja deh.”Fibi ingat

    Last Updated : 2025-03-06
  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Rasa Sesak

    Edwin menatap heran Fibi yang kini sudah membuka makanan ringan yang kelima. Bukan hanya itu, dia juga sudah menghabiskan hampir satu kotak besar es krim. Edwin menggeleng pelan. Walaupun sudah sering melihat Fibi yang mendadak menjadi super rakus saat hari pertama menstruasi, Edwin masih saja terkejut. Bagaimana tidak? Tiga jam lalu, Fibi masih terkapar di kasurnya. Tidak bisa bergerak bahkan satu inci pun. Hanya bibirnya yang terus mengucap kata sakit berulang kali. Namun, lihat sekarang? Wajah kesakitannya tadi sudah benar-benar hilang.“Salah gue udah khawatir setengah mati tadi,” gumam Edwin. Baru saja dia akan mengambil salah satu camilan, tapi tangannya langsung dipukul oleh Fibi.“Punya gue!”“Minta satu doang,” sahut Edwin. Namun Fibi justru menghalangi tangan Edwin dari menyentuh camilannya.“Itu gue yang beli semua ya! Sini, minta satu aja!”Edwin seketika menyesali ucapannya saat melihat mata Fibi yang kini berkaca-kaca. Fibi menatap Edwin dengan pandangan tersakiti, lal

    Last Updated : 2025-03-08

Latest chapter

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Aji Mumpung

    “Tante,” panggil Fibi ketika melihat Tante Lisa ternyata sudah pulang. Tante Lisa tersenyum melihat Fibi.“Edwin rewel?” tanya Tante Lisa.“Lumayan. Tante pulang dari tadi? Kok nggak bangunin Fibi?”“Baru saja kok. Nggak tega mau bangunin kamu. Lagian, lenganmu juga dipakek guling sama si Ed,” ucap Tante Lisa sambil tertawa pelan. “Iya, sampek pegel tangan Fibi. Oh iya, tante katanya pulang jam tujuh? Sekarang masih jam empat,” ucap Fibi sambil berjalan mendekat.“Tante ambil izin, dan untungnya boleh karena kerjaan tante udah selesai. Kamu mandi dulu sama! Tadi tante bawain baju gantimu. Tumben juga Tantemu di rumah jam segini,” ucap Tante Lisa sambil tangannya masih aktif mengiris bawang.“Tante Anya di rumah? Tadi pagi perasaan kerja deh,” gumam Fibi.“Mungkin pulang cepat juga. Udah sana mandi dulu! Bajunya di kamar tante ya.”Fibi pun menurut. Dia mengambil baju gantinya di kamar tante Lisa lalu membawanya ke kamar mandi. Sementara Fibi mandi, Tante Lisa masih asyik dengan kegia

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Edwin Sakit

    Fibi langsung menuju ruangan Edwin begitu sampai di Sunrise. Di sana dia mendapati Edwin yang tengah terbaring lemah sendirian. Fibi meletakkan tasnya di meja, lalu mengambil kotak P3K di laci meja Edwin.“Ed, ukur suhu dulu,” ucap Fibi sambil menggoyang pelan tubuh Edwin. Laki-laki itu pun mengamit termometer yang diberikan Fibi di ketiaknya. Tidak lama, termometer pun berbunyi.“Tiga delapan. Lo udah makan?” tanya Fibi sambil menyimpan kembali termometer ke kotak P3K.“Nggak nafsu,” jawab Edwin. Dia lalu dengan manja memeluk tangan Fibi.“Antar gue pulang,” pinta Edwin.“Iya, ini gue udah pesen taksi online.” Fibi membuka ponselnya, dilihatnya taksi online yang dia pesan masih dalam perjalanan. Sembari menunggu, dia pun menelpon mamanya Edwin.“Halo, Tante. Fibi mau ngabarin, ini si Ed badannya panas,” ucap Fibi saat panggilan telpon tersambung.“Loh, tadi pagi kayaknya baik-baik saja. Demam berapa derajat, Fib?” tanya Tante Lisa.“Tiga delapan, Tan. Ini mau Fibi antar pulang ke rum

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Lagi Lagi Fibi

    “Fibi!”Fibi menoleh dan mendapati Sarah yang kini menunggunya di mejanya. Fibi yang baru saja dari kantin pun berlari menghampiri Sarah.“Mbak, ada apa? Ada jadwal pemotretan kah?” tanya Fibi begitu sampai di depan Sarah.“Nggak. Aku lagi nyari Kevin. Kamu tahu nggak dia di mana?”“Loh, Mas Kevin kan di Surabaya, Mbak,” jawab Fibi.“Hah? Kapan? Ngapain?”“Semalam berangkat. Katanya dia bantu urus nikahan temennya,” jawab Fibi. Sarah seketika terdiam untuk beberapa waktu. Fibi yang melihat wajah Sarah pun bingung. Apa dia salah bicara?“Nikahan temannya?”“Iya. Mas Abian sama Mbak Sheila.”“Abian sama Sheila nikah?” gumam Sarah. Beberapa saat kemudian, dia kembali berkata, “Tunggu, kok kamu kenal mereka?”“Aku bakal jadi MUA-nya Mbak Sheila, Mbak.”“Terus, kenapa kamu masih di sini?” tanya Sarah lagi.“Ya, acaranya masih dua minggu lagi.”Sarah terdiam. Dia sama sekali tidak tahu jika Abian dan Sheila akan menikah. Dia bahkan tidak tahu Kevin sedang di Surabaya. Dia tidak tahu apa-apa

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Makan Pinggir Jalan

    Pukul sebelas malam, mobil Kevin berhenti di pinggir jalan. Setelah memastikan mobilnya terparkir dengan aman, Kevin dan Fibi pun keluar. Di seberang jalan ada sebuah warung makan yang sangat ramai. Fibi bilang, warung ini memang khusus buka di jam-jam malam.Begitu masuk ke dalam, Kevin dan Fibi disuguhkan dengan berbagai macam olahan makanan yang tampak menggugah selera. Kevin sampai kebingungan memilih menu.“Cumi hitamnya juara sih, Mas,” ucap Fibi yang sudah menentukan pilihan lebih dulu. Sementara Kevin masih melihat-lihat. Kebanyakan lauk memang berupa olahan seafood. Namun masih ada beberapa lauk lain seperti ayam, daging, ampela, sampai babat.“Kamu sudah pernah coba semua?” tanya Kevin.“Nggak sih. Setiap kesini aku paling pesen cumi hitam atau babat. Kalau Ed, dia suka udang asam manisnya,” jelas Fibi.Setelah dilanda kebimbangan memilih menu, Kevin akhirnya menjatuhkan pilihannya pada gulai daging. Setelah mendapatkan makanan dan minuman, keduanya pun mencari tempat duduk.

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Tidak Mungkin Menghilang

    Fibi menghela napas setelah mendengarkan pesan suara yang dikirim Sheila. Pesan suara itu berisi do and don’t untuk riasan Sheila bulan depan. Saat pertama bertemu Sheila, Fibi kira gadis itu adalah tipe yang menyenangkan dan santai. Fibi sama sekali tidak menyangka jika Sheila adalah tipe gadis yang sangat cerewet dan banyak mau.Selama ini, Fibi sudah bekerja dengan cukup banyak model. Biasanya Fibi hanya akan menerima konsep riasan yang diinginkan dan selebihnya terserah bagaimana Fibi mengkreasikannya. Paling sering, Fibi hanya diminta untuk tidak menggunakan merk tertentu karena si model tidak cocok.Tidak dengan Sheila. Gadis itu memberi Fibi list produk yang harus Fibi pakai, dan semua harus baru. Belum lagi permintaannya untuk warna, bentuk, dan yang lainnya. Yang jelas, Sheila ada klien paling ribet yang pernah ditemui Fibi. Untungnya saja, bayaran dari Abian bisa dibilang tidak sedikit.“Mukamu kenapa ditekuk gitu, Fib?” tanya Raka yang baru keluar dari ruang photography sam

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Kuliner Malam

    “Kamu belum pulang, Fib?” sapa Kevin yang baru akan keluar dari kantor. Kantor mereka sudah sepi karena ini sudah pukul sembilan malam. Jika pun ada yang masih bekerja, mereka jelas bekerja di luar kantor.“Aku baru selesai pemotretan sama brand, Mas. Ini balik ke kantor soalnya charger-ku ketinggalan,” ucap Fibi sambil memperlihatkan charger yang dari tadi dicarinya.“Mas Kevin sendiri? Kok belum pulang?” tanya Fibi sambil merapikan mejanya dan memasukkan charger-nya ke tas.“Ini baru mau pulang. Baru selesai beresin file foto yang harus dikirim besok,” jawab Kevin.“Mau bareng aja sekalian? Kamu nggak bawa motor kan?” tawar Kevin. Fibi memang tidak membawa motor hari ini, tadi dia kembali ke kantor menggunakan ojek online.“Boleh, kalau nggak ngerepotin,” jawab Fibi. Kevin pun tersenyum lalu mengajak Fibi keluar bersama.“Kamu sudah makan?” tanya Kevin. Fibi yang ditanya pun menggeleng.“Mau makan bareng sekalian? Saya juga belum makan,” tawar Kevin lagi. Setelah menimbang untuk beb

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Hampir Kebakaran

    Kevin berhenti tepat di depan rumah Sarah. Hari ini mereka sengaja bertemu untuk menyelesaikan masalah, tapi yang terjadi justru perdebatan panjang yang tidak ada ujungnya. Sarah masih tetap pada pendiriannya, dan begitu pun Kevin. Kini, keduanya saling diam di mobil.“Kamu sayang sama aku, Sar?” tanya Kevin memecah keheningan.“Kamu perlu tanya itu?”“Kamu mau nikah sama aku, Sar?” tanya Kevin lagi. Kini Sarah yang tadinya membuang muka pun berbalik menatap Kevin.“Pertanyaanmu itu, kamu udah tahu jawabannya, Vin. Aku sayang kamu, aku mau nikah sama kamu.” Sarah mengambil jeda sejenak sebelum kembali berucap, “Tapi bukan berarti aku harus korbanin diriku dan karirku. Kamu tahu aku sangat mencintai dunia model, Vin. Kamu tahu, menjadi model itu impianku.”“Dan kamu juga tahu aku nggak mungkin ngelawan orang tuaku! Mereka orang tuaku, Sar. Keluargaku. Mereka ada buat aku jauh sebelum kamu hadir di hidupku!” sahut Kevin.“Lalu? Karena aku orang baru, aku yang harus mengalah?” jawab Sara

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Persetujuan Tante Anya

    Fibi menatap Tante Anya dengan penuh harap. Beberapa saat lalu, Fibi sudah membicarakan tentang pekerjaan yang ditawarkan Kevin dengan Tante Anya. Setelah menjelaskan semua yang diperlukan, kini Fibi menunggu jawaban dari Tante Anya.Sebelumnya, Fibi memang sudah berjanji pada Edwin untuk tidak dekat-dekat Kevin sebelum Kevin dan Sarah resmi putus. Namun, Fibi tidak bisa melewatkan pekerjaan ini. Selain karena profesionalitas, ini juga tentang jenjang karir Fibi ke depannya sebagai MUA. Semakin sering dia menjadi MUA tunggal di beberapa acara besar, termasuk pernikahan, akan semakin dikenal pula namanya.“Jadi?” tanya Fibi yang tak sabar karena Tante Anya dari tadi hanya diam.“Oke. Tante kasih kepercayaan ke kamu. Tapi dengan syarat!” Tante Anya diam sebentar, lalu kembali berucap, “Jangan lupa untuk hubungi Tante. Setiap kamu pindah tempat, hubungi Tante!” Fibi seketika mengangguk antusias. Dia berhambur memeluk Tante Anya sambil mengucap terima kasih berulang kali. Di dunia ini, T

  • Sahabat, Tapi Jatuh Cinta   Batu Ketemu Batu

    “Fib.”Fibi yang tengah asyik menyantap bekalnya, seketika mendongak dan mendapati Kevin sudah berada di depan mejanya. Beberapa hari terakhir ini Kevin selalu diam. Tak bicara dengan siapa pun, hanya ke kantor saat dia memiliki pekerjaan, selebihnya dia tidak terlihat. Dan hari ini untuk pertama kalinya dia membuka mulutnya lagi, dan orang pertama yang dia sapa adalah Fibi. Bahkan Raka, teman terdekat Kevin, pun ikut menoleh saat mendengar Kevin memanggil Fibi.“Kenapa, Mas?” tanya Fibi. Wajah Kevin masih tampak murung. Sepertinya masalahnya belum selesai.“Kamu mau jadi MUA buat nikahan?”Deg. Apa ini artinya dia sudah tidak punya kesempatan? Fibi berusaha mengontrol wajahnya agar tidak terlihat sedih atau kecewa dengan memberi senyum seperti biasa. Namun sungguh, hatinya sangat sakit sekarang.“Boleh, Mas. Buat siapa?” tanya Fibi. Dia sudah benar-benar menyiapkan hatinya untuk mendengar jawaban dari Kevin.“Sahabat saya. Mereka mau nikah bulan depan.”Seketika Fibi menghela napas l

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status