Fibi mengeratkan pelukannya pada boneka beruang yang beberapa hari lalu dia dapatkan dari Edwin. Boneka itu kini menjadi penghuni tetap kasurnya, menjadi teman tidurnya, dan sesekali menjadi teman curhatnya. Fibi bahkan berpikir membuatkan baju untuk si Beom, panggilan untuk boneka beruangnya.“Ya ampun, anak gadis hampir seperempat abat, tapi masih nguyel-nguyel boneka.” Tante Anya kini bersedekap di depan pintu kamar Fibi sambil melihat Fibi yang masih sangat nyaman berada di atas kasurnya.“Masih pagi ini, Tante,” jawab Fibi sambil mengusapkan wajahnya pada Beom.“Libur kamu?” tanya Tante Anya sambil berjalan masuk ke kamar Fibi, lalu duduk di kasur Fibi.“Nanti jam sepuluh aku berangkat. Hari ini cuman training junior, aku kebagian habis makan siang,” jawab Fibi. Tante Anya tersenyum lalu mengusap kepala Fibi.“Keponakan Tante udah gede ternyata. Udah bisa training juniornya.”Mengingat bagaimana kehidupan mereka sebelumnya, Tante Anya benar-benar merasa bangga pada Fibi. Gadis it
Kevin memberikan satu cup es teh yang baru dibelinya pada Fibi. Keduanya kini berada di taman dekat kantor mereka. Karena hari sudah sore, suasana taman cukup ramai orang. Fibi dan Kevin duduk di bawah sebuah pohon yang cukup jauh dari keramaian pengunjung lain.“Saya capek, Fib,” ucap Kevin setelah keduanya saling diam untuk waktu yang cukup lama.“Istirahat, Mas.”Kevin tertawa pelan mendengar jawaban Fibi. Yang sebenarnya, Fibi menjawab dengan sungguh-sungguh. Dia tidak sedang bercanda.“Benar kan, Mas? Kalau capek itu istirahat. Jangan dipaksakan. Jangan berjalan dalam keadaan lelah, Mas. Karena nanti pas sampai di tujuan, Mas bukannya menikmati tapi malah mati,” sambung Fibi sambil memainkan rumput di sekitarnya.“Saya udah di tahap capek sampai mau berhenti aja, Fib. Saya nggak bisa nerusin lagi. Terlalu melelahkan.”“Mas yakin?” tanya Fibi.“Kemarin pas di Surabaya, saya sengaja matiin ponsel dan nikmati waktu saya di sana sambil bantuin Abian. Dan anehnya, saya merasa lebih te
“Biar aku aja yang cuci piringnya, Mas,” ucap Fibi saat Langit akan membawa piring-piring mereka ke dapur. Dia lalu mengambil alih piring di tangan Langit dan membawanya ke dapur.Benar kata Edwin. Fibi tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. Malam ini berjalan dengan sangat baik-baik saja. Langit bisa membaur di antara Fibi dan Tante Anya. Laki-laki itu bahkan sama sekali tidak mempermasalahkan sikap Fibi yang kadang kelepasan.Langit justru sangat bisa mengimbangi Fibi dan Tante Anya. Dia menanggapi semua guyonan Fibi yang terkadang terdengar aneh. Wajahnya tidak sekalipun menunjukkan tidak nyaman.“Sini, Fib!” panggil Tante Anya saat Fibi sudah selesai dengan cucian piringnya. Dua orang itu kini tengah asyik menikmati es krim sambil mengobrol. Begitu Fibi datang, Langit langsung membukakan satu kotak es krim vanila dan memberikannya pada Fibi.“Khusus buat kamu. Anya bilang, kamu doyan banget sama es krim ini. Jadi, aku beli yang besar,” ucap Langit sambil tersenyum. Fibi pun tanpa ra
“Aku udah sampai,” ucap Fibi ketika panggilan videonya sudah terhubung dengan Tante Anya. Fibi memamerkan kamar hotel yang dipesankan Sheila khusus untuknya pada Tante Anya.“Emang beda ya kalau orang kaya yang nikah. MUA-nya aja sampai dipesenin kamar hotel sendiri,” ucap Tante Anya. Fibi pun mengangguk setuju. Memang, ini pertama kali bagi Fibi mendapat banyak fasilitas saat menjadi MUA. Padahal harusnya kan dia yang memberikan fasilitas pada kliennya.“Benar. Makanya aku berusaha buat kasih yang terbaik,” balas Fibi. Ya, meskipun sikap Sheila sangat menyebalkan, tapi Fibi tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk kliennya itu. Sheila sudah memberikan banyak fasilitas untuk Fibi, jadi rasanya tidak pantas jika Fibi masih menuntut lebih.“Edwin udah pulang?” tanya Fibi.“Tadi dia langsung balik ke Sunrise sih. Katanya ada janji sama orang. Sibuk banget ya temanmu itu akhir-akhir ini.”Fibi merebahkan tubuhnya di kasur, lalu berkata, “Sunrise mau buka lantai dua, Tan. Makanya dia s
“Masih di sini? Ayo ikut keluar!” ajak Kevin saat mendapati Fibi masih berada di ruang make up sendirian. “Malu, Mas. Rame banget di luar,” jawab Fibi. Saat ini dia hanya mengenakan kaos polos yang dipadukan dengan blazer navy dan celana kain hitam. “Udah mulai sepi kok. Ayo! Sama saya.” Kevin mengulurkan tangannya pada Fibi. Gadis itu menimbang sebentar, sebelum akhirnya menerima uluran tangan Kevin. Begitu keluar dari ruang make up, Fibi disambut dengan keramaian acara Sheila dan Abian. Yang menurut Kevin sudah sepi ternyata masih cukup ramai untuk Fibi. Apalagi, dia tidak mengenal siapa pun di sini. Sheila yang kini berada di pelaminan pun melambaikan tangan begitu melihat Fibi. “Mau foto?” tawar Kevin. “Boleh?” Kevin mengangguk dan langsung membawa Fibi untuk foto bersama Sheila dan Abian. Keduanya tampak senang menyambut Fibi, sementara Fibi malah kikuk. Dia berdiri di samping Sheila, sedangkan Kevin berdiri di samping Abian. Mereka pun mengambil beberapa foto dengan b
Sudah ke sekian kalinya Edwin melihat ponselnya, menunggu pesan dari Fibi. Namun, gadis itu tak ada menghubunginya sejak berpamitan untuk memulai pekerjaannya tadi pagi. Apa dia sangat sibuk?Jika diingat lagi, ini pertama kali dia berjauhan dengan Fibi. Biasanya, keduanya selalu lengket seperti perangko. Ke mana Fibi pergi, Edwin akan ikut. Begitu pun sebaliknya. Sekarang saat berjauhan begini, rasanya ada yang berbeda.Sejak pagi, Edwin berusaha menyibukkan dirinya dengan berbagai pekerjaan. Untungnya juga, dia memang benar-benar memiliki pekerjaan untuk dilakukan. Namun walau begitu, di saat senggangnya dia akan tetap melihat ponselnya. Barangkali ada pesan dari Fibi.Edwin menghela napas. Sudah pukul sembilan, tidak ada kabar dari Fibi, dan sekarang saatnya Sunrise tutup. Edwin pun keluar dari kantornya dan memilih membantu pegawainya untuk menutup kafe.“Baru aja mau gue panggil,” ucap Aliyah saat melihat Edwin.“Udah selesai semua?” tanya Edwin pada pegawainya. Mereka semua meng
Jangan ditanya bagaimana perasaan Fibi sekarang. Sejak semalam, senyum tak pernah luntur dari bibirnya. Bahkan mungkin, dalam tidurnya pun dia tersenyum. Pagi ini begitu bangun di kamar hotelnya, Fibi memutar lagu cinta untuk menemaninya bersiap-siap pulang.Fibi sudah selesai mandi, dan sekarang tengah mengepak barang-barangnya ke dalam koper. Tiket kepulangannya masih nanti sore, tapi Fibi sudah berkemas sekarang karena tak ingin terburu-buru dan berakhir ada yang tertinggal. Sampai kegiatan berkemasnya harus terhenti sejenak karena suara ketukan pintu.“Iya, sebentar,” ucap Fibi yang segera berjalan membukakan pintu. Wajahnya seketika memanas saat melihat Kevin dengan celana pendek dan kaos putih polos berada di depan kamarnya sambil tersenyum.“Ayo sarapan! Abian, Sheila, sama Raka udah nunggu,” ajak Kevin. Fibi pun mengangguk lalu mengambil ponselnya.“Ayo, Mas,” ucap Fibi setelah mengunci pintu kamarnya. Keduanya lalu berjalan beriringan menuju restoran hotel. Berada di dekat Ke
Sejak pulang dari Surabaya, Fibi tak beranjak dari kasur sama sekali. Dia masih betah rebahan sambil memeluk Beom. Satu tangannya sibuk bermain ponsel. Dia tertawa keras ketika muncul video lucu, tiba-tiba menjadi serius ketika muncul video edukasi, lalu bisa senyum-senyum tidak jelas ketika muncul video idol Korea. Yang jelas, hari ini Fibi benar-benar tidak ingin diganggu dan tidak ingin memikirkan pekerjaan. Kemarin Fibi tiba di rumah pukul enam, dan sejak itu sampai sekarang dia masih betah berada di kamarnya.Tiba-tiba ponselnya berdering. Fibi memutar matanya kesal saat melihat nama Edwin muncul. Tentu saja bukan tanpa alasan Fibi kesal dengan sahabatnya itu. Sejak dia naik pesawat sampai pagi ini, Edwin sama sekali tak bisa dihubungi. Hanya Tante Anya yang kemarin menjemputnya di Bandara.Karena kesal, Fibi pun mematikan panggilan telponnya lalu kembali asyik berselancar di media sosial. Namun, telpon dari Edwin kembali masuk. Beberapa kali Fibi menolak, telpon itu kembali masu
Dua coklat hangat menemani Fibi dan Tante Anya yang sedang bersantai di teras rumah. Saat Fibi mengajak Tantenya untuk minum coklat hangat di teras, Tante Anya sudah merasa heran. Dulu memang, mereka sering mengobrol di teras sambil menikmati coklat hangat. Sejak bekerja, Fibi lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar atau di ruang tengah.“Tumben kamu ngajakin nongkrong di teras?” tanya Tante Anya.“Ya, sesekali aja. Lagi pengen,” jawab Fibi sambil tersenyum manis. Satu hal lagi yang aneh dari Fibi. Sejak pulang kerja, gadis itu tak berhenti tersenyum. Bukan senyum tipis yang biasa, tapi senyum manis penuh kebahagiaan.“Nggak bantuin Edwin?” tanya Tante Anya lagi.“Nggak, kata Edwin Sunrise baru hire pegawai baru. Jadi kayaknya, aku nggak perlu lagi ikut bantu-bantu di sana. Pegawainya Edwin udah banyak,” jawab Fibi lagi. Gadis itu menyesap coklat hangatnya, lalu tersenyum sambil menatap langit.“Kamu kenapa sih? Aneh banget hari ini,” ucap Tante Anya akhirnya.“Aku ....” Fibi m
Fibi tengah fokus merapikan alat make up-nya. Hari ini dia kembali ke rutinitasnya di kantor seperti biasa. Kebetulan hari ini dia mendapat jadwal memberikan demo Bold and Artistic Make up untuk MUA yang baru bergabung.Baru saja Fibi akan menutup kotak make up-nya, ponselnya tiba-tiba berbunyi tanda ada pesan masuk. Dan itu dari Kevin. Seketika, dada Fibi berdetak tak karuan. Saat dia membukanya, senyumnya seketika mengembang dan pipinya memerah.“Mau makan siang bareng di luar? Saya nemu tempat makan yang kayaknya enak.” Begitu bunyi pesan dari Kevin. Tanpa berpikir lagi, Fibi pun langsung mengiyakan. Gadis itu seketika melihat penampilannya lewat kamera ponsel.“Cielah, mau ke mana nih?” ucap Raka saat Fibi akan beranjak dari kursinya. Hari ini Kevin ada pemotretan di luar, jadi mereka sepakat untuk bertemu di tempat saja.“Kepo deh,” jawab Fibi sambil tertawa kecil.“Ye, gue tahu kok. Mau ketemu Kevin kan?” sahut Raka. Fibi pun seketika membesarkan mata karena terkejut. Dari mana
Sejak pulang dari Surabaya, Fibi tak beranjak dari kasur sama sekali. Dia masih betah rebahan sambil memeluk Beom. Satu tangannya sibuk bermain ponsel. Dia tertawa keras ketika muncul video lucu, tiba-tiba menjadi serius ketika muncul video edukasi, lalu bisa senyum-senyum tidak jelas ketika muncul video idol Korea. Yang jelas, hari ini Fibi benar-benar tidak ingin diganggu dan tidak ingin memikirkan pekerjaan. Kemarin Fibi tiba di rumah pukul enam, dan sejak itu sampai sekarang dia masih betah berada di kamarnya.Tiba-tiba ponselnya berdering. Fibi memutar matanya kesal saat melihat nama Edwin muncul. Tentu saja bukan tanpa alasan Fibi kesal dengan sahabatnya itu. Sejak dia naik pesawat sampai pagi ini, Edwin sama sekali tak bisa dihubungi. Hanya Tante Anya yang kemarin menjemputnya di Bandara.Karena kesal, Fibi pun mematikan panggilan telponnya lalu kembali asyik berselancar di media sosial. Namun, telpon dari Edwin kembali masuk. Beberapa kali Fibi menolak, telpon itu kembali masu
Jangan ditanya bagaimana perasaan Fibi sekarang. Sejak semalam, senyum tak pernah luntur dari bibirnya. Bahkan mungkin, dalam tidurnya pun dia tersenyum. Pagi ini begitu bangun di kamar hotelnya, Fibi memutar lagu cinta untuk menemaninya bersiap-siap pulang.Fibi sudah selesai mandi, dan sekarang tengah mengepak barang-barangnya ke dalam koper. Tiket kepulangannya masih nanti sore, tapi Fibi sudah berkemas sekarang karena tak ingin terburu-buru dan berakhir ada yang tertinggal. Sampai kegiatan berkemasnya harus terhenti sejenak karena suara ketukan pintu.“Iya, sebentar,” ucap Fibi yang segera berjalan membukakan pintu. Wajahnya seketika memanas saat melihat Kevin dengan celana pendek dan kaos putih polos berada di depan kamarnya sambil tersenyum.“Ayo sarapan! Abian, Sheila, sama Raka udah nunggu,” ajak Kevin. Fibi pun mengangguk lalu mengambil ponselnya.“Ayo, Mas,” ucap Fibi setelah mengunci pintu kamarnya. Keduanya lalu berjalan beriringan menuju restoran hotel. Berada di dekat Ke
Sudah ke sekian kalinya Edwin melihat ponselnya, menunggu pesan dari Fibi. Namun, gadis itu tak ada menghubunginya sejak berpamitan untuk memulai pekerjaannya tadi pagi. Apa dia sangat sibuk?Jika diingat lagi, ini pertama kali dia berjauhan dengan Fibi. Biasanya, keduanya selalu lengket seperti perangko. Ke mana Fibi pergi, Edwin akan ikut. Begitu pun sebaliknya. Sekarang saat berjauhan begini, rasanya ada yang berbeda.Sejak pagi, Edwin berusaha menyibukkan dirinya dengan berbagai pekerjaan. Untungnya juga, dia memang benar-benar memiliki pekerjaan untuk dilakukan. Namun walau begitu, di saat senggangnya dia akan tetap melihat ponselnya. Barangkali ada pesan dari Fibi.Edwin menghela napas. Sudah pukul sembilan, tidak ada kabar dari Fibi, dan sekarang saatnya Sunrise tutup. Edwin pun keluar dari kantornya dan memilih membantu pegawainya untuk menutup kafe.“Baru aja mau gue panggil,” ucap Aliyah saat melihat Edwin.“Udah selesai semua?” tanya Edwin pada pegawainya. Mereka semua meng
“Masih di sini? Ayo ikut keluar!” ajak Kevin saat mendapati Fibi masih berada di ruang make up sendirian. “Malu, Mas. Rame banget di luar,” jawab Fibi. Saat ini dia hanya mengenakan kaos polos yang dipadukan dengan blazer navy dan celana kain hitam. “Udah mulai sepi kok. Ayo! Sama saya.” Kevin mengulurkan tangannya pada Fibi. Gadis itu menimbang sebentar, sebelum akhirnya menerima uluran tangan Kevin. Begitu keluar dari ruang make up, Fibi disambut dengan keramaian acara Sheila dan Abian. Yang menurut Kevin sudah sepi ternyata masih cukup ramai untuk Fibi. Apalagi, dia tidak mengenal siapa pun di sini. Sheila yang kini berada di pelaminan pun melambaikan tangan begitu melihat Fibi. “Mau foto?” tawar Kevin. “Boleh?” Kevin mengangguk dan langsung membawa Fibi untuk foto bersama Sheila dan Abian. Keduanya tampak senang menyambut Fibi, sementara Fibi malah kikuk. Dia berdiri di samping Sheila, sedangkan Kevin berdiri di samping Abian. Mereka pun mengambil beberapa foto dengan b
“Aku udah sampai,” ucap Fibi ketika panggilan videonya sudah terhubung dengan Tante Anya. Fibi memamerkan kamar hotel yang dipesankan Sheila khusus untuknya pada Tante Anya.“Emang beda ya kalau orang kaya yang nikah. MUA-nya aja sampai dipesenin kamar hotel sendiri,” ucap Tante Anya. Fibi pun mengangguk setuju. Memang, ini pertama kali bagi Fibi mendapat banyak fasilitas saat menjadi MUA. Padahal harusnya kan dia yang memberikan fasilitas pada kliennya.“Benar. Makanya aku berusaha buat kasih yang terbaik,” balas Fibi. Ya, meskipun sikap Sheila sangat menyebalkan, tapi Fibi tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk kliennya itu. Sheila sudah memberikan banyak fasilitas untuk Fibi, jadi rasanya tidak pantas jika Fibi masih menuntut lebih.“Edwin udah pulang?” tanya Fibi.“Tadi dia langsung balik ke Sunrise sih. Katanya ada janji sama orang. Sibuk banget ya temanmu itu akhir-akhir ini.”Fibi merebahkan tubuhnya di kasur, lalu berkata, “Sunrise mau buka lantai dua, Tan. Makanya dia s
“Biar aku aja yang cuci piringnya, Mas,” ucap Fibi saat Langit akan membawa piring-piring mereka ke dapur. Dia lalu mengambil alih piring di tangan Langit dan membawanya ke dapur.Benar kata Edwin. Fibi tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. Malam ini berjalan dengan sangat baik-baik saja. Langit bisa membaur di antara Fibi dan Tante Anya. Laki-laki itu bahkan sama sekali tidak mempermasalahkan sikap Fibi yang kadang kelepasan.Langit justru sangat bisa mengimbangi Fibi dan Tante Anya. Dia menanggapi semua guyonan Fibi yang terkadang terdengar aneh. Wajahnya tidak sekalipun menunjukkan tidak nyaman.“Sini, Fib!” panggil Tante Anya saat Fibi sudah selesai dengan cucian piringnya. Dua orang itu kini tengah asyik menikmati es krim sambil mengobrol. Begitu Fibi datang, Langit langsung membukakan satu kotak es krim vanila dan memberikannya pada Fibi.“Khusus buat kamu. Anya bilang, kamu doyan banget sama es krim ini. Jadi, aku beli yang besar,” ucap Langit sambil tersenyum. Fibi pun tanpa ra
Kevin memberikan satu cup es teh yang baru dibelinya pada Fibi. Keduanya kini berada di taman dekat kantor mereka. Karena hari sudah sore, suasana taman cukup ramai orang. Fibi dan Kevin duduk di bawah sebuah pohon yang cukup jauh dari keramaian pengunjung lain.“Saya capek, Fib,” ucap Kevin setelah keduanya saling diam untuk waktu yang cukup lama.“Istirahat, Mas.”Kevin tertawa pelan mendengar jawaban Fibi. Yang sebenarnya, Fibi menjawab dengan sungguh-sungguh. Dia tidak sedang bercanda.“Benar kan, Mas? Kalau capek itu istirahat. Jangan dipaksakan. Jangan berjalan dalam keadaan lelah, Mas. Karena nanti pas sampai di tujuan, Mas bukannya menikmati tapi malah mati,” sambung Fibi sambil memainkan rumput di sekitarnya.“Saya udah di tahap capek sampai mau berhenti aja, Fib. Saya nggak bisa nerusin lagi. Terlalu melelahkan.”“Mas yakin?” tanya Fibi.“Kemarin pas di Surabaya, saya sengaja matiin ponsel dan nikmati waktu saya di sana sambil bantuin Abian. Dan anehnya, saya merasa lebih te