"Kamu gay kan? Gimana kalau pura-pura pacaran sama aku? Hanya status, no feelings allowed." Jazz seorang talent superstar di agency rental pacar "Faux Love", mencoba untuk mencari teman dekat untuk menemani kekosongan hati. Dia ingin merasakan sensasi pacaran tanpa terikat hubungan resmi, setelah trauma atas pengkhianatan mantannya. Jazz lalu memutuskan menyewa talent sewa pacar yang bernama Baron. Baron tidak pernah tahu kalau kliennya seorang talent di agency yang sama. Dia hanya tahu kalau kliennya itu seorang perempuan agresif, pemarah, dan suka menggigit lengannya jika tantrum. Rahasia Jazz terbongkar! Secara kebetulan keduanya mendapat klien double date yang membuat keduanya bertemu di satu tempat yang sama. Jazz dan Baron sepakat menjalin hubungan palsu untuk status serta kepentingan personal. Apakah Jazz percaya lagi dengan cinta?Sanggupkah keduanya untuk saling menahan diri tidak jatuh cinta? Sanggupkah mereka tidak cemburu karena pasangannya menjadi pacar sewaan banyak orang? Baca dan ikuti yuk kisah romansa santai dan sensual ini...
View MoreJazz masih terbayang senyum misterius Oliver. Senyum yang menyimpan rahasia gelap, senyum yang membuatnya merasa tertarik dan takut. Dia memeluk boneka anak perempuan yang diberikan Oliver, tanpa ada perasaan aneh atau curiga. Mata boneka itu bercahaya, memancarkan sinar merah seperti lampu. Jazz terkejut, menjatuhkan boneka itu ke bawah, tepat di ujung sepatunya. Boneka itu bergetar, mengeluarkan suara mendesis.Tiba-tiba sebuah tangan meraih boneka itu, lalu melemparkannya ke taman. Dalam hitungan detik, ledakan dahsyat mengguncang rumah Oliver, api dan asap hitam membubung tinggi.Jazz terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. "Apa... apa itu?" tanyanya, suaranya bergetar."Bom," jawab Baron singkat, matanya menatap rumah Oliver dengan penuh kebencian. "Oliver... dia kakak Hans."Tubuh Jazz seketika bergetar. Ia tak menyangka kalau kedua pria itu memiliki relasi satu sama lain. Hans, pria psikopat itu... bekerjasama dengan Oliver untuk menjebaknya. Sepertinya
Flamboyan Residence, nomor tiga puluh sembilan. Jazz menatap alamat yang tertera di handphone nya, jantungnya berdebar kencang. Rumah mewah bergaya american klasik itu berdiri kokoh di hadapannya, dikelilingi taman yang luas dan terawat rapi. Beberapa mobil mewah terparkir di halaman, Porsche, Bentley, dan Range Rover.Dia tak mengira kalau Karina memberikan pekerjaan level VIP. Perempuan itu melakukannya tanpa izin, padahal Jazz selalu menolak menerima pekerjaan klien level tersebut. Ini kali pertamanya, dan Jazz merasa gugup. "Oliver," gumamnya, mencoba mengingat nama kliennya. "34 tahun, pengusaha sukses, dan... pelukis?"Karina telah memberinya arahan singkat: satu hari penuh kencan, paket VIP senilai 15 juta rupiah. Jazz menelan ludah, membayangkan apa yang akan terjadi di dalam sana. Klien VIP bersedia membayar mahal bahkan tak pelit memberi bonus, tapi keinginan mereka pasti mendapatkan layanan kontak fisik plus plus. Dengan langkah ragu, Jazz menekan bel pintu. Pintu terbuk
Baron menatap kepergian Jazz dengan perasaan bersalah. Dia menoleh ke arah Karina, wajahnya berubah serius. "Apa yang kamu lakukan padanya?" Karina mengangkat bahunya. "Aku hanya memberikan surat peringatan. Dia tidak profesional. Dia tidak menjalankan tugasnya." "Kamu tidak seharusnya bersikap seperti itu. Kamu seharusnya lebih peduli dengan keamanannya, bukan hanya keuntungan agensi." "Keamanan? Dia hanya trauma, Baron. Itu bukan alasan untuk tidak bekerja." "Trauma itu bukan hal yang sepele, Karina. Kamu tidak mengerti. Dia membutuhkan waktu untuk pulih." "Pulih? Dia sudah punya waktu dua minggu, Baron. Itu lebih dari cukup," balas Karina, suaranya meninggi. "Kita bukan panti rehabilitasi, kita agensi profesional. Kita punya klien yang harus dilayani." "Tapi, kita juga punya tanggung jawab terhadap talent. Kita tidak bisa memperlakukan mereka seperti robot. Mereka punya perasaan, mereka punya batasan." "Batasan? Jazz yang membuat batasannya sendiri, Baron. Dia yang me
Kotak masuk email Jazz berkedip, menampilkan pesan baru dari Karina. Jantungnya berdebar kencang, firasatnya berubah buruk. Surat peringatan. Dua minggu absen tanpa kabar. Dua minggu menolak setiap tawaran pekerjaan pacar rental. Karina tidak main-main. "Jazz, kau melanggar kontrak, kau tidak profesional. Kau mengecewakan agensi. Segera datang ke kantor, atau aku akan mengambil tindakan lebih lanjut." Jazz menghela nafas panjang, menatap layar laptopnya dengan nanar. Dia tahu, ini tidak bisa dihindari. Dia harus menghadapi Karina. Dia harus menjelaskan semuanya. Tapi bagaimana dia bisa menjelaskan ketakutannya? Bagaimana dia bisa menjelaskan trauma yang masih menghantuinya? Langkah Jazz terasa berat saat menyusuri lorong kantor Faux Love. Dinding-dinding putih yang biasanya tampak cerah, kini terasa dingin dan mengintimidasi. Setiap pasang mata yang menatapnya seolah menuduh, menghakimi. Jazz merasa seperti terdakwa yang akan segera dijatuhi hukuman. Padahal, dia sama sekali tida
"Gue menginap disini ya, Jazz!" Malam semakin larut, dan Sena memutuskan untuk menginap di apartemen Jazz. Mereka berbaring di tempat tidur, bersiap untuk tidur. Namun, Sena masih belum berhenti menceritakan perasaannya pada Joshua. Ia terus mengoceh tentang betapa sempurnanya Joshua, betapa romantisnya Joshua, dan betapa bahagianya ia saat bersama Joshua. Jazz mendengarkan dengan sabar, sesekali memberikan komentar singkat. Namun, ia mulai merasa lelah dan ingin segera tidur. Akhirnya, ia menutup telinganya dengan bantal, berpura-pura sedang mendengarkan musik. Sena, yang tidak menyadari keengganan Jazz, terus bercerita dengan semangat. Ia mengeluarkan handphone miliknya dan membuka akun media sosial Joshua. "Lihat ini, Jazz!" serunya, menunjukkan layar ponselnya. "Dia keren kan?" Jazz hanya bergumam pelan, masih berpura-pura tidak mendengar. Sena melanjutkan, "Dan lihat ini, Jazz! Dadanya bidang, lekukan ototnya padat, bayangkan jika bisa memeluknya setiap hari. Kyaaaa.... "
Silau yang mengintip dari jendela kamar, membuat Jazz terbangun. Bingung, ia mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang masuk. Ia terkejut mendapati dirinya tidur di antara Baron dan Simon. Ia tidur di lengan Simon, namun tangan Baron juga melingkar posesif di pinggangnya. Ia lupa sejenak bahwa semalam mereka bertiga tidur bersama. Saat ingatannya kembali, Jazz merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia merasa aneh dan malu, namun ada sensasi geli yang tak bisa ia pungkiri. Ia menggerakkan tubuhnya perlahan, mencoba melepaskan diri dari pelukan mereka tanpa membangunkan keduanya. Namun, pergerakannya membangunkan Baron. Pria itu membuka matanya, menatap Jazz dengan senyum hangat. "Selamat pagi, sayang," bisiknya, lalu mencium bibir Jazz sekilas. Jazz tersentak, terkejut dengan ciuman tiba-tiba itu. Ia menatap Baron dengan bingung, lalu melirik ke arah Simon yang menggeliat, baru bangun tidur. Jazz tampak canggung dan salah tingkah. Baron, yang menyadari p
Semakin larut, Jazz mulai merasa kantuk menyerang. Ia menguap beberapa kali, dan matanya terasa berat. Ia melirik ke arah tempat tidur, satu-satunya tempat untuk beristirahat di kamar itu. Namun, ia merasa canggung untuk tidur di sana, mengingat ada Baron dan Simon. "Sini, Jazz," katanya, sambil menepuk sisi kosong ranjang. "Tidurlah di sampingku." Jazz berbaring di samping Simon, merasa nyaman dengan kehangatan tubuhnya. Simon memeluknya erat, menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut. "Tidurlah, Jazz," bisik Simon, suaranya menenangkan. "Aku akan menjagamu." Jazz mengangguk, lalu memejamkan matanya. Tapi tiba-tiba Baron masuk ke kamar dengan handuk melingkari pinggangnya. Ia melihat Jazz dan Simon berpelukan, seketika wajahnya berubah tegang. "Jazz, kemarilah," kata Baron, suaranya terdengar memerintah. "Kamu tidur di sisi ini, di sebelahku." Jazz membuka matanya, merasa bingung dan sedikit kesal. Ia tidak mengerti mengapa Baron bersikap begitu posesif. Ia sudah merasa nyaman d
Adegan dewasa apa yang baru saja dilihatnya? Jazz membeku di depan pintu kamar hotel, jantungnya berdegup tak karuan. Meski remang-remang, ia tahu persis apa yang sedang dilakukan Baron dan Simon di balik selimut itu. Ini adalah pertama kalinya Jazz melihat adegan seperti itu, dilakukan sesama lelaki. Perasaan aneh bercampur aduk di dalam hatinya. Ada rasa penasaran yang tak bisa dipungkiri, tetapi juga rasa jijik dan tidak percaya. Yang lebih mengejutkan lagi, Simon juga ada di sana. Jadi dia, sosok yang membuat Baron meninggalkannya tadi? Jazz merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Ia ingin masuk ke kamar, tetapi ia takut mengganggu sepasang kekasih itu. Ia melirik jam tangannya. Setelah tiga puluh menit berlalu, Jazz merasa cukup tenang untuk masuk ke kamar. Ia membuka pintu perlahan-lahan dan mengintip ke dalam. Ia lega karena tidak melihat Baron dan Simon di tempat tidur. Mungkin mereka sudah selesai dan sedang beristirahat di tempat lain. Jazz berjalan menuju
"Mau surfing? Cuacanya bagus hari ini," tanya Baron berdiri di depan jendela, memandang ke langit yang biru. Mentari pagi di Pantai Nusa Dua mulai merangkak naik, memancarkan kehangatan yang lembut. Baron, dengan papan selancarnya di bawah lengan, menoleh ke arah Jazz yang masih terpaku di bibir pantai. "Ayo, Jazz! Ombaknya sedang bagus-bagusnya." Jazz, yang mengenakan rash guard berwarna biru laut, mengangguk ragu. Ini adalah kali pertamanya mencoba surfing, dan rasa gugup bercampur antusiasme memenuhi benaknya. Baron, yang telah beberapa kali berselancar di pantai, tampak lebih percaya diri dan santai. Mereka berdua berjalan menuju tengah pantai, di mana ombak mulai pecah. Baron memberikan beberapa instruksi dasar kepada Jazz, tentang cara mendayung, berdiri di atas papan, dan menjaga keseimbangan. "Ingat, Jazz, jangan melawan ombak. Ikuti arusnya, dan nikmati sensasinya," kata Baron, matanya berbinar-binar. Jazz mencoba mengikuti arahan Baron, mendayung dengan sekuat tenaga s
"Aku sangat puas dengan kamu, bagaimana kalau extend satu minggu lagi?" ucap seorang lelaki sambil memegang tangan perempuan di hadapannya. "Makasih, tapi seminggu ke depan jadwal aku full. Kamu bisa tanya agency ya kapan free time nya aku..." "Pasti, aku pasti akan menghubungi kamu lagi!" "Iya, kutunggu. Terima kasih Reno sudah pakai jasa sewa pacar di Faux Love. Nanti kasih aku bintang lima ya di aplikasi. See you..." Perempuan itu mengecup pipi laki-laki yang duduk di depannya. Mereka baru selesai makan siang bersama, tapi harus berpisah karena jam rental sudah habis. Kisah kasih antara talent dan klien yang disatukan oleh Faux Love Agency sedang menjadi topik hot di sosial media. Muda-mudi kesepian yang ingin merasakan sensasi berpacaran bisa menyewa pacar di agensi tersebut. Tidak hanya pacar, tapi ada juga sewa teman curhat online. Hanya menginstal sebuah aplikasi, masalah sepi hati mudah teratasi. Adalah Jazz, salah satu pilihan talent terbaik yang sering dipilih se...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments