"Sepanjang acara, kita harus bergandeng tangan. Awas, jangan menghilang dari pandanganku!" ucap Jazz pada Baron, dengan wajah serius.
Festival Musik ini sebuah event tahunan yang melibatkan seluruh civitas akademika kampus. Penampilan band mahasiswa, dance competition, bazzar, guess star band indie, dan kemeriahan lainnya. Acara ini hanya seru bagi mereka yang populer dan keren. Jazz sebagai Zara, hanya mahasiswa biasa tanpa prestasi dan bakat, tentu keberadaannya hanya dianggap bagai hembusan kentut yang berlalu. Baron tidak pernah terlihat tidak keren. Dia memakai kaos hitam sleeveless bertuliskan Nirvana, jogger pants green army, sneakers, dan kacamata hitam. Berjalan di sampingnya membuat Jazz minder, aura seleb lelaki itu terlalu kuat, sepanjang langkah sudah banyak mata mengaguminya. Sementara dirinya hanya memakai kaos gambar sablon Sailor Moon dan jeans biasa. "Zara!" Seorang perempuan berambut bob melambai, berlari ke arah Jazz. Nafasnya ngos-ngosan, dia memandang bingung laki-laki yang berdiri di samping temannya. Sena menarik tangan Jazz lalu berbisik, "Cowok dari pacar rental?". "Hehe," jawab Jazz meringis malu, mengiyakan. "Terlalu ganteng nggak sih? Kelihatan banget palsunya. Kalian berdua itu bagai bumi dan langit." Itu yang memang daritadi dirasakan Jazz. Dengan penampilannya sekarang yang cuek dan sederhana, berjalan bersama Baron memang sebuah beban. Mata-mata di sekitar menatapnya, merundungnya, mereka berkata 'he deserves better'. Standar minimal perempuan yang berjalan di sisi Baron harus stylish dan cantik. Jazz tentu bisa lebih menarik jika dia mengaktifkan mode superstar, tapi saat ini dia sedang menjadi Zara, maka biarlah menjadi apa adanya. Sena tak henti mencuri pandang pada Baron, beberapa kali memotret candid lelaki itu dari berbagai sisi. Jazz jengah, ia mengambil handphone temannya itu lalu menyuruhnya berdiri di samping Baron untuk foto berdua. Seketika wajahnya ceria, semakin memerah saat Baron merangkul pundaknya. Mungkin kalau dalam manga, hidung Sena sudah mimisan tidak tahan godaan laki-laki satu itu. Semua baik-baik saja, sampai seorang perempuan muncul dari lalu-lalang dan menghampiri Baron yang sedang bersuap es krim dengan Jazz. "Kairi!" Perempuan itu berteriak, matanya berbinar melihat sosok lelaki dihadapannya. Jazz mengerutkan dahi, bingung. "Ada apa?" Baron terlihat terganggu, wajahnya memucat. Ia menurunkan sunglasses yang ditaruh di kepalanya. Perempuan itu makin mendekati Baron, memanggil lagi 'Kairi' berulang-ulang. Pekikan histerisnya membuat banyak mata menoleh, tak hanya satu bahkan kini beberapa lainnya ikut mendekat pada Baron. "Kairi, i love you!" salah satu dari mereka berteriak. Jazz semakin bingung, lelaki di sebelahnya menutup wajah dengan selembar brosur. Kairi? Bukankah itu nama model dan influencer terkenal? Apa hubungan Baron dengan dia? "Kairi! Boleh minta foto sebentar?" kata seseorang dengan gugup, memohon pada Baron. Jazz memberikan tatapan tajam, matanya sedikit melotot, menghunus membuat Baron menunduk. Ternyata laki-laki yang bersamanya juga punya rahasia. Baron, yang dia pikir sudah mulai dia kenal, tiba-tiba berubah menjadi orang lain. Seorang model dan influencer sosial media dengan pengikut lima juta, dengan nama asli Kairi. *** Merasa kesal dan bosan melihat Baron yang sibuk melayani foto-foto dengan fans-nya, Jazz memutuskan pergi sebentar melihat sisi lain festival musik. Saat sedang mengambil sosis panggang, tangannya tak sengaja menyenggol lengan seseorang yang juga sedang mengambil sosis panggang. "Eh, maaf..." ujar Jazz, wajah kikuknya berubah ketus setelah menyadari siapa orang itu. Orang yang paling tidak ingin dijumpai. Sam, mantannya, berdiri di depan dengan senyum culas. "Hey, Zara!" Sam berkata, matanya menyapu tubuh perempuan itu dengan nada meremehkan. "Mana pacar barunya?" "Berisik, Sam." jawabnya dengan dingin. Sam tertawa. "Ah, i know. Kamu bohong kan kemarin? Kamu hanya asal bicara, padahal tidak punya pacar. Pembohong. Kamu tidak pernah bisa jujur pada diri sendiri, apalagi pada orang lain." Jazz merasa sakit hati mendengar kata-kata Sam. Dia tahu bahwa Sam sedang mencoba untuk melukai hatinya. Kata-kata pembohong terdengar jahat, tapi saat ini dia memang tidak bisa membuktikan kebenaran tentang pacarnya. "Terserah!" Jazz berkata lalu berpaling menjauhi Sam. Sam mengejar perempuan itu, merangkul pundaknya, lalu membisikkan sesuatu. "Aku tahu kamu masih sayang aku. Kalau kamu mau, aku bisa membuka peluang untukmu, menjadi selingkuhanku. Gimana?" Dia tak bisa menahan diri. Sam menepuk pantat perempuan di sampingnya dengan kasar, membuat Jazz mengamuk marah. "BANGSAT!" Tapi sebelum Jazz meledakkan amarah, seseorang datang dan meninju Sam dengan keras hingga terjatuh ke tanah. Baron datang di saat tepat, memberikan pelajaran bagi bajingan brengsek itu. Keduanya terlibat baku hantam di tengah keramaian orang. Jazz berdiri di samping mereka, merasa terkejut dan khawatir secara bersamaan. "STOP!!" Jazz berteriak, tapi suaranya tidak bisa didengar di tengah kerumunan orang. Keduanya terus berkelahi. Baron lihai untuk menghindari setiap tinju, kekuatan tangannya lagi-lagi mampu membuat Sam terjatuh, tapi kali ini dia tidak bisa bangun. Baron berdiri di atasnya, napasnya terengah-engah. "Jangan pernah menyentuhnya lagi!" Jazz berlari memeluk Baron. Ia merasa lega karena lelaki itu datang untuk melindunginya. "Are you okay?" tanya Jazz mengelap keringat dan kotoran di wajah Baron dengan tissu basah. Baron mengangguk, nafasnya masih terengah-engah. Melihat Sam berbaring di tanah, seorang perempuan berlari menuju ke arahnya dengan wajah yang penuh kekhawatiran. "Sam? Sam, siapa yang melukaimu?" tanya perempuan itu dengan bibir gemetar. Sepertinya dialah yang diceritakan Sam sebagai pacarnya. Raut wajah perempuan itu marah, tangannya mengepal. Ia memandang dua sosok yang berdiri di dekat Sam. Tapi saat dia melihat Baron, wajah amarahnya seketika berubah menjadi ekspresi lain. "K-Kairi?" Matanya terbuka lebar dengan kekaguman. Perempuan itu memegangi mulutnya, menahan diri dari kepanikan agar tidak histeris. Baron, yang masih napasnya terengah-engah, tersenyum lembut. "Halo," katanya, suaranya ramah. Ia menatap Baron dengan mata berbinar. Tapi saat dia kembali melihat Sam, wajahnya berubah menjadi ekspresi benci. "Sam, apa yang kamu lakukan?" tanya perempuan itu, suaranya keras dan marah. "Kamu kasar pada Kairi! Kamu tidak tahu siapa dia?" Sam menatap pacarnya dengan ekspresi bingung. "Aku tidak percaya kamu jahat, Sam!" ucapnya lagi dengan suara penuh kekecewaan. "Kita putus saja! Aku tidak ingin lagi bersama kamu!" Lelaki itu tidak bisa berbicara apa-apa. Dia hanya bisa menatap perempuan itu, kini sedang mendekati lawan baku hantamnya untuk meminta foto bersama. Jazz tertawa puas, mengacungkan jari tengah pada Sam. *** Misi sewa pacar klien Zara,selesai. Rating bintang lima. Testimonial : "Ternyata pacar rental ku seorang idol, hahaha"Satu hari, setiap bulan, Faux Love agency mengadakan meeting bagi seluruh talent. Ada pembahasan tentang informasi terupdate, sharing dan diskusi, perkenalan talent baru, dan juga pengumuman Best Talent of the Month. Jazz sudah berada di kantor agency satu jam sebelum acara, dia sengaja berangkat lebih awal agar tidak terpergok Baron yang pasti akan datang kesini juga. Dihadiri sekitar lima puluh talent, Jazz harus bersiap dengan makeup dan penampilan terbaik karena dia yakin akan menjadi pusat perhatian mereka. Penghargaan Best Talent of the Month akan diraihnya, seperti biasa, seperti bulan-bulan sebelumnya. "Kamu sudah dengar tentang Karina dan cowok barunya?" tanya Melisa pada Jazz saat keduanya sedang merapikan make up di toilet. Melisa salah satu talent agency yang cukup dekat dengan Jazz. Ratu Gosip. Melisa selalu jadi pembuka gosip dan hal-hal terupdate di dalam Faux Love. Matanya berkilau penuh rasa ingin tahu. Suaranya pelan, tapi penuh dengan rasa penasaran."Loh, Karina
"Jadi bagaimana hubungan dengan Baron?" tanya Sena, penuh rasa ingin tahu. Jazz memutar-mutar pulpen diantara selipan jarinya. Pertanyaan yang dilontarkan Sena sama dengan keraguan di hatinya. Beberapa hari ini hubungan keduanya berjarak, lebih tepatnya Jazz sengaja tidak membuka komunikasi dengan Baron setelah tahu hubungan lelaki itu dengan boss nya. "Kan sebatas hubungan satu hari, pacar rental. Ya nggak ada apa-apa." "Iya sih, Baron mana mungkin tertarik dengan perempuan biasa aja seperti kita. Dia terlalu seleb nggak sih?" Jarinya kini sibuk scrolling sosial media, penasaran dengan sosok Kairi. Benar, influencer dengan pengikut lima juta ini sosok yang sama dengan Baron. Dia baru benar-benar sadar kalau dunia mereka berbeda, Baron dalam versi nyata seorang selebritis, sementara dirinya hanya perempuan biasa yang tidak menarik. Jangankan untuk cinta, berteman biasa pun Baron pasti akan berpikir ulang, tidak ada benefit yang bisa didapatkan dari Jazz. Sebetulnya ia ingin m
"Aku kecewa." Seseorang menghadang Jazz masuk ke dalam kamarnya. Baron sudah berdiri di depan pintu, dengan tangan terlipat diatas dada. Laki-laki itu memandangnya dingin. Jazz terkejut dan bingung. "Kecewa, kenapa?" "Kamu tidak tertarik lagi menyewaku sebagai pacar," ucapnya memasang raut sedih. "Tadi aku melihatmu dengan talent lain, berciuman." Sepertinya Baron melihat saat Josh menciumnya. Tapi itu hanya ciuman pipi biasa sebagai ungkapan terima kasih. Kenapa reaksinya begitu berlebihan? Bukankah Baron juga memperlakukan kliennya seperti itu? "Maaf, aku pikir kamu sibuk." "Aku sengaja mengosongkan jadwal minggu demi kencan denganmu. Setiap minggu, untuk kamu." Ah, hati Jazz meleleh dengan ucapan lembut itu. Menyesal telah ingkar, ia pun mendekat pada Baron lalu memegang pipinya. "Sekali lagi, maafkan aku." "Maaf saja tidak cukup," jawab Baron ketus, tapi tetap cute di mata Jazz. "Cara apa yang bisa membuatmu memaafkanku?" Baron melepaskan tangan Jazz dari pipinya, men
Kairi. Semua talent mempunyai nick palsu, alasan ia memberikan nama Baron karena teringat nama peliharaannya yang sudah mati. Seekor anjing Siberian bernama Baron. Baron, nama yang lebih keren dan maskulin dibandingkan Kairi. Kairi artinya laut yang dalam, diberikan oleh mamanya yang berdarah Jepang. Matanya monolid dengan lipatan epikantik, jika pergi ke Jepang maka ia selalu terlihat sebagai warga lokal asli. Menyesap rokok, lalu mengepulkan asapnya ke atas. Baron duduk di kursi bar ditemani sebotol beer. Beberapa kali melirik ke jam tangan. Sudah sejak tiga puluh menit lalu ia duduk disitu, menunggu seseorang.Satu sosok datang mendekat, Baron menoleh ke samping dan melihat seorang lelaki menarik kursi, lalu duduk di sampingnya. Lelaki itu mengambil gelas whiskey di depan Baron, lalu menenggaknya. "Mind if I join you?" lelaki itu bertanya dengan suara yang dalam.Baron menggelengkan kepala, merebut lagi gelasnya. Ia menenggak minuman dari sisi yang sama, bekas lelaki itu minum.
Mengapa tentang mantan, selalu sulit dilupakan? Ini hanya pertanyaan yang muncul dari persepsi Baron, atas banyaknya klien yang memakai jasanya untuk memanasi mantan. Dalam satu minggu ini ia sudah kencan dengan tiga perempuan yang ingin menunjukkan pada mantan, kalau hidupnya lebih baik setelah putus. Tidak bisakah membiarkan berlalu, lalu fokus memulai lembaran hidup baru? Namanya Anya, usia dua puluh empat tahun, mengajak Baron menjadi pacar pura-pura untuk datang ke restoran tempat mantannya biasa makan siang. "Kenapa kamu sebenci itu dengan mantan?" tanya Baron, memandang perempuan yang sedang sibuk make up. Mereka berdua sudah duduk di restoran, menunggu target datang. Anya menghela nafas, menutup cushion nya. "Dia memutuskan aku demi membela perempuan lain, sahabatnya sendiri." "Jadi dia ada affair dengan sahabatnya sendiri?" "Entah," Anya mengangkat pundak. Ia membuka cermin kecil lalu memasang soft lens di matanya. "Aku tidak suka siapapun perempuan dekat dengan Adi
Lelucon apalagi ini? Jazz tidak menyangka kalau kliennya hari ini akan membuatnya bertemu dengan Baron. Lelaki itu benar-benar duduk di depannya, memandangnya lekat, entah karena terpesona atau ada yang aneh di wajahnya. Sangat tidak nyaman. Ia jadi lebih sering menunduk dan menghindari kontak mata dengan membuat aktivitas kecil seperti memutar-mutar sendok, memainkan bibir, dan menatap luar kaca jendela. Jazz seorang talent yang percaya diri dan selalu mengutamakan kontak mata dalam komunikasi, tapi kali ini ia seperti gadis yang baru pertama kali kencan, gugup akut. Berada cukup lama dan berjarak dekat dengan Baron, membuatnya takut jika identitasnya akan terbongkar. Ia belum siap kalau Baron tahu perempuan yang dilihatnya dengan mata berbinar itu adalah Zara, perempuan biasa saja yang tinggal di depan apartemennya. Mereka baru mulai membuka kata saat selesai dari pekerjaan, setelah akhirnya Anya dan Adit kembali bersama. Jazz dan Baron keluar dari restoran. Keduanya tersenyum,
"Aku sangat puas dengan kamu, bagaimana kalau extend satu minggu lagi?" ucap seorang lelaki sambil memegang tangan perempuan di hadapannya. "Makasih, tapi seminggu ke depan jadwal aku full. Kamu bisa tanya agency ya kapan free time nya aku..." "Pasti, aku pasti akan menghubungi kamu lagi!" "Iya, kutunggu. Terima kasih Reno sudah pakai jasa sewa pacar di Faux Love. Nanti kasih aku bintang lima ya di aplikasi. See you..." Perempuan itu mengecup pipi laki-laki yang duduk di depannya. Mereka baru selesai makan siang bersama, tapi harus berpisah karena jam rental sudah habis. Kisah kasih antara talent dan klien yang disatukan oleh Faux Love Agency sedang menjadi topik hot di sosial media. Muda-mudi kesepian yang ingin merasakan sensasi berpacaran bisa menyewa pacar di agensi tersebut. Tidak hanya pacar, tapi ada juga sewa teman curhat online. Hanya menginstal sebuah aplikasi, masalah sepi hati mudah teratasi. Adalah Jazz, salah satu pilihan talent terbaik yang sering dipilih se
"Aku duduk sini aja. Kamu mau pesan apa? Tadi aku pesan lasagna, kamu mau juga?" "Boleh, kamu suapin aku ya?" sahut Baron manja, mulutnya terbuka seperti balita minta makan. Salah paham, maksudnya Jazz menawari untuk pesan seporsi lasagna lagi, bukan mengajak berbagi makanan. But this guy is too cute, dia pun menyuapi Baron memakai sendok yang sama. Baru tiga puluh menit kencan tapi sudah berulang kali perempuan itu melamun terpana memandangi Baron yang sedang menikmati pizza. Dia sama sekali tak paham kenapa manusia dalam keindahan sempurna seperti Baron terjun ke dunia fiksi ini. Aura mahal personality nya begitu kuat, desakan faktor ekonomi sepertinya bukan alasan yang membuatnya mau jadi pacar sewaan. "Jadi sekarang pacaran kemana lagi kita, sayang?" "Hei, bisakah jangan bersikap terlalu manis? Aku jadi meleleh..." "Haha, chill. Aku bisa kurangi manisnya. Nggak mau kamu meleleh kayak es krim di bawah sinar matahari." ucap lelaki itu, jarinya mengelus merapikan poni
Lelucon apalagi ini? Jazz tidak menyangka kalau kliennya hari ini akan membuatnya bertemu dengan Baron. Lelaki itu benar-benar duduk di depannya, memandangnya lekat, entah karena terpesona atau ada yang aneh di wajahnya. Sangat tidak nyaman. Ia jadi lebih sering menunduk dan menghindari kontak mata dengan membuat aktivitas kecil seperti memutar-mutar sendok, memainkan bibir, dan menatap luar kaca jendela. Jazz seorang talent yang percaya diri dan selalu mengutamakan kontak mata dalam komunikasi, tapi kali ini ia seperti gadis yang baru pertama kali kencan, gugup akut. Berada cukup lama dan berjarak dekat dengan Baron, membuatnya takut jika identitasnya akan terbongkar. Ia belum siap kalau Baron tahu perempuan yang dilihatnya dengan mata berbinar itu adalah Zara, perempuan biasa saja yang tinggal di depan apartemennya. Mereka baru mulai membuka kata saat selesai dari pekerjaan, setelah akhirnya Anya dan Adit kembali bersama. Jazz dan Baron keluar dari restoran. Keduanya tersenyum,
Mengapa tentang mantan, selalu sulit dilupakan? Ini hanya pertanyaan yang muncul dari persepsi Baron, atas banyaknya klien yang memakai jasanya untuk memanasi mantan. Dalam satu minggu ini ia sudah kencan dengan tiga perempuan yang ingin menunjukkan pada mantan, kalau hidupnya lebih baik setelah putus. Tidak bisakah membiarkan berlalu, lalu fokus memulai lembaran hidup baru? Namanya Anya, usia dua puluh empat tahun, mengajak Baron menjadi pacar pura-pura untuk datang ke restoran tempat mantannya biasa makan siang. "Kenapa kamu sebenci itu dengan mantan?" tanya Baron, memandang perempuan yang sedang sibuk make up. Mereka berdua sudah duduk di restoran, menunggu target datang. Anya menghela nafas, menutup cushion nya. "Dia memutuskan aku demi membela perempuan lain, sahabatnya sendiri." "Jadi dia ada affair dengan sahabatnya sendiri?" "Entah," Anya mengangkat pundak. Ia membuka cermin kecil lalu memasang soft lens di matanya. "Aku tidak suka siapapun perempuan dekat dengan Adi
Kairi. Semua talent mempunyai nick palsu, alasan ia memberikan nama Baron karena teringat nama peliharaannya yang sudah mati. Seekor anjing Siberian bernama Baron. Baron, nama yang lebih keren dan maskulin dibandingkan Kairi. Kairi artinya laut yang dalam, diberikan oleh mamanya yang berdarah Jepang. Matanya monolid dengan lipatan epikantik, jika pergi ke Jepang maka ia selalu terlihat sebagai warga lokal asli. Menyesap rokok, lalu mengepulkan asapnya ke atas. Baron duduk di kursi bar ditemani sebotol beer. Beberapa kali melirik ke jam tangan. Sudah sejak tiga puluh menit lalu ia duduk disitu, menunggu seseorang.Satu sosok datang mendekat, Baron menoleh ke samping dan melihat seorang lelaki menarik kursi, lalu duduk di sampingnya. Lelaki itu mengambil gelas whiskey di depan Baron, lalu menenggaknya. "Mind if I join you?" lelaki itu bertanya dengan suara yang dalam.Baron menggelengkan kepala, merebut lagi gelasnya. Ia menenggak minuman dari sisi yang sama, bekas lelaki itu minum.
"Aku kecewa." Seseorang menghadang Jazz masuk ke dalam kamarnya. Baron sudah berdiri di depan pintu, dengan tangan terlipat diatas dada. Laki-laki itu memandangnya dingin. Jazz terkejut dan bingung. "Kecewa, kenapa?" "Kamu tidak tertarik lagi menyewaku sebagai pacar," ucapnya memasang raut sedih. "Tadi aku melihatmu dengan talent lain, berciuman." Sepertinya Baron melihat saat Josh menciumnya. Tapi itu hanya ciuman pipi biasa sebagai ungkapan terima kasih. Kenapa reaksinya begitu berlebihan? Bukankah Baron juga memperlakukan kliennya seperti itu? "Maaf, aku pikir kamu sibuk." "Aku sengaja mengosongkan jadwal minggu demi kencan denganmu. Setiap minggu, untuk kamu." Ah, hati Jazz meleleh dengan ucapan lembut itu. Menyesal telah ingkar, ia pun mendekat pada Baron lalu memegang pipinya. "Sekali lagi, maafkan aku." "Maaf saja tidak cukup," jawab Baron ketus, tapi tetap cute di mata Jazz. "Cara apa yang bisa membuatmu memaafkanku?" Baron melepaskan tangan Jazz dari pipinya, men
"Jadi bagaimana hubungan dengan Baron?" tanya Sena, penuh rasa ingin tahu. Jazz memutar-mutar pulpen diantara selipan jarinya. Pertanyaan yang dilontarkan Sena sama dengan keraguan di hatinya. Beberapa hari ini hubungan keduanya berjarak, lebih tepatnya Jazz sengaja tidak membuka komunikasi dengan Baron setelah tahu hubungan lelaki itu dengan boss nya. "Kan sebatas hubungan satu hari, pacar rental. Ya nggak ada apa-apa." "Iya sih, Baron mana mungkin tertarik dengan perempuan biasa aja seperti kita. Dia terlalu seleb nggak sih?" Jarinya kini sibuk scrolling sosial media, penasaran dengan sosok Kairi. Benar, influencer dengan pengikut lima juta ini sosok yang sama dengan Baron. Dia baru benar-benar sadar kalau dunia mereka berbeda, Baron dalam versi nyata seorang selebritis, sementara dirinya hanya perempuan biasa yang tidak menarik. Jangankan untuk cinta, berteman biasa pun Baron pasti akan berpikir ulang, tidak ada benefit yang bisa didapatkan dari Jazz. Sebetulnya ia ingin m
Satu hari, setiap bulan, Faux Love agency mengadakan meeting bagi seluruh talent. Ada pembahasan tentang informasi terupdate, sharing dan diskusi, perkenalan talent baru, dan juga pengumuman Best Talent of the Month. Jazz sudah berada di kantor agency satu jam sebelum acara, dia sengaja berangkat lebih awal agar tidak terpergok Baron yang pasti akan datang kesini juga. Dihadiri sekitar lima puluh talent, Jazz harus bersiap dengan makeup dan penampilan terbaik karena dia yakin akan menjadi pusat perhatian mereka. Penghargaan Best Talent of the Month akan diraihnya, seperti biasa, seperti bulan-bulan sebelumnya. "Kamu sudah dengar tentang Karina dan cowok barunya?" tanya Melisa pada Jazz saat keduanya sedang merapikan make up di toilet. Melisa salah satu talent agency yang cukup dekat dengan Jazz. Ratu Gosip. Melisa selalu jadi pembuka gosip dan hal-hal terupdate di dalam Faux Love. Matanya berkilau penuh rasa ingin tahu. Suaranya pelan, tapi penuh dengan rasa penasaran."Loh, Karina
"Sepanjang acara, kita harus bergandeng tangan. Awas, jangan menghilang dari pandanganku!" ucap Jazz pada Baron, dengan wajah serius. Festival Musik ini sebuah event tahunan yang melibatkan seluruh civitas akademika kampus. Penampilan band mahasiswa, dance competition, bazzar, guess star band indie, dan kemeriahan lainnya. Acara ini hanya seru bagi mereka yang populer dan keren. Jazz sebagai Zara, hanya mahasiswa biasa tanpa prestasi dan bakat, tentu keberadaannya hanya dianggap bagai hembusan kentut yang berlalu. Baron tidak pernah terlihat tidak keren. Dia memakai kaos hitam sleeveless bertuliskan Nirvana, jogger pants green army, sneakers, dan kacamata hitam. Berjalan di sampingnya membuat Jazz minder, aura seleb lelaki itu terlalu kuat, sepanjang langkah sudah banyak mata mengaguminya. Sementara dirinya hanya memakai kaos gambar sablon Sailor Moon dan jeans biasa. "Zara!" Seorang perempuan berambut bob melambai, berlari ke arah Jazz. Nafasnya ngos-ngosan, dia memandang b
Hai, Baron! Jangan lupa hari ini ada jadwal kencan paket standar dengan klien bernama Zara, di apartemen Cendana Hill, jam sepuluh pagi. Suara notifikasi pengingat jadwal milik Faux Love sangat berisik. Sudah seharusnya agency mengganti jenis suara personal assistant Ai dengan suara perempuan yang lebih dewasa, feminim, dan lembut. Bukan suara khas loli anime yang nyaring memekik telinga seperti sekarang. Baron membaca layar berulang-ulang, memastikan kalau kliennya hari ini benar-benar the girl next door. Ada apa lagi dengan perempuan itu? Bekas gigitan yang lalu belum memudar, apa mau ditambah lagi? Ia menghela nafas panjang, menarik selimut, melanjutkan lagi tidur setelah melihat jam masih menunjukkan pukul delapan. Seperti masih berada di alam tengah-tengah mimpi, antara sadar dan tidak sadar, Baron merasa jempol tangan kirinya basah lalu menyentuh sesuatu yang lembut dan hangat. Sentuhan lembut dengan ritme hisap berulang. Krawk "AGGHH..." Tiba-tiba jempolnya digigit. Ba
"Hai, aku Baron. Boleh aku panggil kamu 'baby'?" Klien Baron hari ini bernama Alita, gadis yang masih high school namun depresi karena baru saja cintanya ditolak. Tinggi seratus lima puluh lima sentimeter, kacamata tebal, banyak komedo di hidung, muka kusam, dan mudah gugup. Melihat sekilas saja ia langsung tahu alasan kenapa gadis itu mengalami penolakan. "Hai, Kak. Maaf ya, aku nangis..." Alita duduk di bangku taman kota, menatap tanah dengan mata yang merah bengkak. Melihat kesedihan di wajahnya, Baron mengeluarkan tissu lalu menyapu air mata yang menetes di pipi kliennya. "Apa yang sudah membuat baby ku sedih?" Alita menatap Baron dengan mata yang berair. Genangan air mata terbentuk di sudut matanya. "Aku ditolak oleh Adi, seniorku," katanya dengan suara yang lembut. "Aku menyukainya sejak setahun yang lalu, tapi dia bilang aku tidak cantik dan berdada rata." Gadis itu menunduk, malu. Baron mengangkat dagu Alita dan memandangnya dengan mata yang hangat. "Kamu tidak perlu