KAWIN LARI

KAWIN LARI

Oleh:  Chida  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
7 Peringkat
11Bab
100Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Nyatanya bukan hanya tokoh Siti Nurbaya saja yang mengalami nasib miris. Rizal, seorang dokter residen juga harus memperjuangkan Dara, gadis yang dia cintai demi meluluhkan ego keluarganya. Mampukah Rizal dan Dara menembus tembok besar di antara hubungan mereka. Atau mereka harus menyerah karena banyak hati yang harus mereka sakiti. "Aku nggak pernah salah dengan pilihan dan keputusanku. Dara, ayo kita menikah ...." Rizal menatap sendu gadis berbulu mata lentik yang tengah berdiri dihadapannya. "Jika memang ini yang terbaik, maka aku akan dengan ikhlas melepaskanmu," bisik Dara lembut di telinga Rizal malam itu.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Enisensi Klara
Yeeay ... Welcome back kak Chida ,senang deh dia kembali dgn karya barunya
2024-11-06 14:56:42
0
user avatar
Indarini Rini
alhamdulillah.....setelah sekian purnama mak chida akhirnya keluar juga novel terbarunya,welcome mak
2024-11-06 12:57:40
0
user avatar
Siti Kotijah
welcome dara rizal,,akhrnya semangat mba chida,,
2024-11-06 12:39:39
0
user avatar
🍁Mam 2R🍁
Akhirnya setelah sekian lama menunggu karya kak Chida mecutul lagi,bacanya bikin senyum2 sendiri............
2024-11-06 12:37:32
0
user avatar
Yanti Aching
sekian purnama dan berkelana akhir nya pulang rmh jg..dgn karya terbaru, kangen banget dgn kak chida... jgn berpetualang lg ya kak..
2024-11-06 10:41:41
1
user avatar
Anies
wohooooo akhirnya datang juga yang udah 1,5th ini ngilang, kejutan banget asli.. welcome kak Chida author kesayangan, Siap kawal Kawin Lari sampe hatam
2024-11-06 10:03:55
1
user avatar
Chida
Karya terbaru dari aku untuk teman-teman pembaca semua... Selamat membaca semoga menghibur ya ... Dukung terus karya Chida ......
2024-11-06 09:52:52
0
11 Bab

Bab 1. Dara

"Pagi Mas Teguh, mau antar laundry." sapa Dara gadis 24 tahun itu tersenyum saat pintu kamar terbuka."Eh Dara, kok tumben?" Teguh salah satu penghuni kost-kostan eksklusif di daerah Seturan itu semakin membuka lebar pintu kamarnya."Ibu sakit, Dara nganggur ... ya udah jadinya Dara yang antar."Teguh mengangguk-angguk, "eh iya sebentar." Dia kemudian masuk sebentar tak berapa lama sudah kembali dengan membawa uang ratusan beberapa lembar. "Ini uang laundry bulan ini," ujar Teguh memberikan empat lembar uang ratusan. "Dan ini buat Dara, kata Ibu Sum ... Dara wisuda akhir bulan kan?""Eh ...." Dara menolak."Cuma segini, buat persiapan wisuda," ujar lelaki beranak satu yang jauh dari keluarga kecilnya lantaran kembali menuntut ilmu di kota melanjutkan jenjang S2 nya. "Dapat salam juga dari istriku, mudah-mudahan bulan depan bisa ketemu kamu katanya.""Wah, Mas ... Dara jadi nggak enak.""Terima, kalo belum dibutuhkan ya di tabung." "Makasih ya Mas," ucap Dara dengan mata berkaca-kaca.
Baca selengkapnya

Bab 2. Ketemu Lagi

"Bu Sum?" Dokter bernama Rizal itu terkejut ketika dia melihat Bu Sum berada satu ruangan dengannya. Sama halnya dengan Dara yang terkejut berjumpa kembali dengan lelaki bertubuh tinggi saat mengantarkan laundry-nya kemarin siang."Benar Bu Sum, kan?" Rizal memastikan lagi karena dia baru dua kali bertemu dengan wanita paruh baya itu."Mas Rizal? Oh Mas Rizal dokter?" Bu Sum pun terkejut. "Sudah saling kenal rupanya," ujar dokter senior. "Iya, Dok. Ini Bu Sum tempat saya langganan laundry. Silahkan duduk di sini Bu biar saya periksa," kata Rizal mempersilahkan Bu Sum berbaring di tempat tidur pasien.Beberapa kali dokter Rizal menyentuh bagian leher, pundak dan tulang belikat Bu Sum. Semakin di tekan pun membuat Bu Sum semakin meringis."Sering angkat beban berat kah, Bu? Atau sering melakukan kegiatan yang tiba-tiba?" tanya Rizal."Namanya bakul cuci, Mas eh Dok. Saya pasti sering angkat beban berat," jawab Bu Sum."Bisa diberikan diagnosanya, Dok?" tanya dokter senior pada Rizal.
Baca selengkapnya

Bab 3. Teman Makan Malam

"Hasil MRI nya menunjukkan adanya saraf terjepit di leher, ruas C-5 dan C-6. Ini termasuk salah satu yang riskan ya, Bu. Kita ada dua solusi, keputusan saya kembalikan ke Ibu," ujar dokter Zainal, dokter senior itu."Apa, Dok?""Operasi atau—""Operasi? Waduh, Dok." Wajah Bu Sum seketika panik."Tenang dulu, Bu." Dara mengusap pundak wanita tua itu."Atau kita observasi, selain dengan obat, Ibu harus tetap memakai collar neck. Penyangga leher hingga waktu yang ditentukan.""Kalau di lihat dari hasil MRI Ibu, tonjolan pada bantalan sendi hampir mengenai saraf utama," ucap Rizal."Bahaya?" Kali ini Dara menunjukkan wajah paniknya."Bahaya kalo nggak di tanggulangi dengan cepat." Rizal menahan senyumnya saat melihat wajah Dara."Jadi gimana Dok, baiknya?" "Kita observasi dulu saja ya, dengan obat dan collar neck. Satu bulan lagi kontrol, kalo masih belum ada perubahan, mau tidak mau kita ambil tindakan operasi.""Observasi. Ok, enggak apa-apa, kan Bu?""Ibu mana baiknya aja, Ra. Ibu uda
Baca selengkapnya

Bab 4. Mari Kita Rayakan

"Ayo," ajak Rizal.Dara berdiri terpaku, di tatapnya kafe yang ada di hadapannya. Setahu Dara, kafe yang mereka kunjungi ini harga makanannya cukup mahal, sedangkan uang yang ada di dompetnya hanya tersisa seratus ribu rupiah."Karena saya yang traktir, jadi sebaiknya saya yang menentukan kita makan dimana," ujar Dara."Tapi kita sudah terlanjur sampai sini. Jadi, daripada menghabiskan waktu untuk mencari kafe yang lain lebih baik kita di sini aja.""I-iya, tapi ....""Aku udah laper, denger-denger makanan di sini enak-enak. Ayo." Rizal me lebih dulu."Seratus ribuku," lirih Dara dengan wajah sedih."Makan apa?" tanya Rizal pada Dara saat pelayan menghampiri mereka."Hhmm.... air mineral aja," jawab Dara."Loh kok air mineral?""Saya nggak laper. Yang makan Dokter aja, enggak apa-apa.""Ah, enggak gitu konsepnya." Alis Rizal bertaut. "Aku pesenin, satu beef carbonara, onion ring, dimsum satu porsi, lalu ... satu beef steak, saya minta cheese sauce-nya, terus minumannya saya minta yang
Baca selengkapnya

Bab 5. Kan Aku Jadi Suka

"Pagi, Dokter," sapa Bu Sum memasuki ruangan dokter spesialis saraf dengan senyum sumringah berbeda dengan saat waktu Bu Sum datang pertama kali ke ruangan itu. Ditemani Bagas, Bu Sum menceritakan perkembangan yang dia rasakan selama sebulan ini semenjak menggunakan collar neck secara rutin. "Coba saya periksa dulu, ya," ucap Dokter Zainal, dokter senior di ruangan itu selain dokter berkacamata yang lain."Udah aman ya ini, syukurlah masih bisa kita observasi kemarin ya. Diingatkan lagi ibunya untuk tidak mengangkat atau mengerjakan pekerjaan yang berat.""Terimakasih, Dokter." Mata Bu Sum masih mencari-cari. "Kalo dokter Rizal, hhmm maksud saya dokter residen yang waktu itu enggak kelihatan ya, Dokter?""Oh dokter Rizal, hari ini memang mengambil cuti ijin sakit, Bu Sum.""Oh sakit." Bu Sum terdiam. "Bu, ayo." Bagas menyentuh lengan ibunya agar bergegas meninggalkan tempat itu."Mbak-mu pulang jam berapa, Gas?" tanya Bu Sum setiba mereka di rumah."Bagas kurang tahu, Bu. Kenapa?"
Baca selengkapnya

Bab 6. Melting

"Bawa ini." Bu Sum menyerahkan kantung plastik berisi bubur ayam pagi itu."Apa ini, Bu?""Bubur ayam buat sarapan dokter Rizal.""Loh kan Dara cuma mau anter baju ke Mas Teguh, Bu. Enggak ke tempat dokter Rizal.""Sekalian, Ra. Kan satu tempat juga, lagian kasian anak rantau sakit tuh nggak ada yang ngurus. Mosok kamu tega, mana sakitnya tipes kan nggak bisa makan yang keras-keras dulu "Dara menghela napasnya, dirapihkannya kembali baju-baju yang akan dia antar pagi ini."Ya sudah, Dara pergi dulu." Dara meraih kunci motornya. "Oh iya Bu, nanti Dara pulang agak sore ya. Dara mau ketemu temen di kampus, katanya ada lowongan kerjaan di tempat dia kerja."Motor Mio itu berhenti di bangunan tiga lantai yang berisi para anak rantau. Dara mengetik pintu kamar Teguh, salah satu pelanggan laundry Bu Sum yang sangat baik padanya. "Pagi Dara," sapa lelaki itu masih dengan wajah bangun tidur."Pagi Mas Teguh," balas Dara sambil tersenyum. "Mau antar baju, Mas." Dara memberikan tas laundry ber
Baca selengkapnya

Bab 7. Butterfly Era

"Kamu sibuk besok malam?"Isi pesan dari Rizal untuk Dara. Sudah hampir satu minggu ini lelaki itu tak mendapat kabar bahkan bertemu dengan Dara. Yang datang mengantarkan atau mengambil baju kotornya hanya Bagas. Bertanya pada Bagas pun, pemuda itu hanya mengatakan sang Kakak sedang sibuk."Kebetulan aku nggak ada jadwal jaga, kita bisa ketemu?" Lagi pesan itu masuk namun belum mendapat balasan dari Dara. Hanya saja tanda centangnya sudah berwarna biru itu artinya Dara membaca pesannya.Kesal menunggu, Rizal meraih jaketnya kemudian berjalan menuju parkiran motor rumah sakit. Untung saja hari ini jam jaganya hanya sampai setelah Magrib.Motor sport itu berhenti di depan pagar rumah Dara. Lampu rumah pun sudah menyala, kios kecil tempat Bu Sum menerima pakaian laundry juga sudah di tutup. Hanya saja motor Mio milik Dara tak terlihat di sana, bisa jadi motor itu sedang di pakai oleh Bagas. Rizal mendorong motornya masuk ke halaman rumah Bu Sum. Dia letakkan helm full facenya di meja y
Baca selengkapnya

Bab 8. Siapa Dia?

"Mama ada di Jogja? Sejak kapan?" tanya Rizal yang bergegas ke parkiran motor Rumah Sakit, dia harus segera menuju hotel tempat kedua orangtuanya menginap.Memasuki sebuah hotel berbintang lima di pusat kota Jogja, Rizal melangkahkan kakinya menuju restoran hotel itu. Wanita cantik berumur 50 puluh tahunan itu sedang berbincang dengan dua orang pria yang jelas sekali Rizal kenal, ayah dan pamannya. Entah dalam rangka apa ketiga orang yang dituakan ini datang tiba-tiba ke Jogja. "Ma, Pa." Rizal berdiri di antara mereka yang duduk di meja makan besar mengulurkan tangannya, menyalami kedua orangtuanya. Matanya melirik ke arah lelaki berkacamata dengan tatapan datar."Mamak, apa kabar?" Rizal kembali sedikit membungkuk, menyalami kakak pertama dari sang Ibu."Haa ...tumben Ichal langsuang tibo manamui Mama Papa, biasonyo tunggu sahari duo hari dulu baru ka tibo kamari, itupun kalau indak tapaso ndak ka tibo do," sindir Donna, ibu Rizal.(Tumben langsung nemuin Mama sama Papa, biasanya Ma
Baca selengkapnya

Bab 9. Salah Menaruh Hati

"Ini Synthia, anak dari Datuk Basri Alam," ujar Donna. "Kamu masih ingat kan, Synthia kecil dulu sering ke rumah kita."Rizal pun tersenyum, tidak pernah terbesit di ingatannya tentang wanita di hadapannya ini pernah datang ke rumahnya. Atau memang dia yang sudah lupa."Enggak sering Tante, cuma beberapa kali sebelum Bunda bawa Synthia ke Australia."Wanita yang umurnya mungkin hanya berbeda satu tahun di bawah Rizal ini pun mengulurkan tangannya."Apa kabar?""Baik," jawab Rizal canggung."Jadi pertemuan kali ini memang sangat mendadak," ujar lelaki yang umurnya di atas lebih tua dari Rizal. Mungkin hampir memasuki 40 tahun. Lelaki itu Amar kakak laki laki tertua Synthia."Kebetulan kami juga ada perjalanan bisnis ke Jogja, dan Bunda memberi tahu kalau Tante Donna dan Om Andreas sedang berada di Jogja. Mengenai kerjasama perusahaan yang pernah kita bahas tempo hari, kami selalu wakil dari perusahaan menyetujui persyaratan dan perjanjiannya.""Mengenai kelanjutannya, kita bicarakan de
Baca selengkapnya

Bab 10. Ya Udah

Rizal menuntun motornya masuk ke pekarangan rumah Dara. Sudah menjadi kebiasaannya selama bertamu ke rumah gadis itu, Rizal psti mematikan motornya, maklum saja suara motor sport milik Rizal memang terdengar sedikit berisik."Loh, Mas Dokter." Bagas yang baru saja masuk ke pekarangan rumah kaget melihat Rizal juga baru datang."Gas," sapa Rizal. "Dara ada?""Ada, aku panggil dulu." Bagas memarkirkan motornya."Eh, Gas ... ini buat kamu dan ibu." Rizal memberikan satu kantung plastik berwarna putih."Makasih, Mas Dokter. Aku panggil Mbak Dara dulu." Bagas masuk ke dalam rumah dengan hati senang membawa bungkusan yang dari harumnya saja sudah bisa dia tebak."Emang rejeki anak soleh," ujar Bagas menaruh kantung plastik berisi dua tempat martabak manis dan martabak telur. "Tau aja ngambil hatinya," kekeh Bagas lalu melangkah menuju kamar Dara."Mbak." Suara Bagas terdengar dari balik pintu, pintu pun dia buka. "Ada yang cari tuh."Dara gelagapan, "siapa?""Pake nanya ... sana temuin dulu
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status