Home / Romansa / KAWIN LARI / Bab 2. Ketemu Lagi

Share

Bab 2. Ketemu Lagi

Author: Chida
last update Last Updated: 2024-10-28 10:03:07

"Bu Sum?" 

Dokter bernama Rizal itu terkejut ketika dia melihat Bu Sum berada satu ruangan dengannya. Sama halnya dengan Dara yang terkejut berjumpa kembali dengan lelaki bertubuh tinggi saat mengantarkan laundry-nya kemarin siang.

"Benar Bu Sum, kan?" Rizal memastikan lagi karena dia baru dua kali bertemu dengan wanita paruh baya itu.

"Mas Rizal? Oh Mas Rizal dokter?" Bu Sum pun terkejut. 

"Sudah saling kenal rupanya," ujar dokter senior. 

"Iya, Dok. Ini Bu Sum tempat saya langganan laundry. Silahkan duduk di sini Bu biar saya periksa," kata Rizal mempersilahkan Bu Sum berbaring di tempat tidur pasien.

Beberapa kali dokter Rizal menyentuh bagian leher, pundak dan tulang belikat Bu Sum. Semakin di tekan pun membuat Bu Sum semakin meringis.

"Sering angkat beban berat kah, Bu? Atau sering melakukan kegiatan yang tiba-tiba?" tanya Rizal.

"Namanya bakul cuci, Mas eh Dok. Saya pasti sering angkat beban berat," jawab Bu Sum.

"Bisa diberikan diagnosanya, Dok?" tanya dokter senior pada Rizal.

"Ada kemungkinan saraf terjepit, Dokter," jawab Rizal. "Tapi untuk pastinya bagaimana jika dilakukan pemeriksaan lebih lanjut."

"Pemeriksaan lebih lanjut?" tanya Dara khawatir.

"Iya, selain nanti diberikan obat, kita harus tahu dimana saraf yang bermasalah, apalagi ini sudah berjalan dia bulan dan nggak kunjung sembuh," kata Rizal.

"Benar apa yang dikatakan Dokter Rizal, nanti saya berikan surat rujuk untuk MRI. Gunanya agar kita tahu saraf yang bermasalah dan tindakan selanjutnya yang harus kita lakukan." Dokter senior itu pun menuliskan resep obat dan surat rujukan lalu memberikannya kepada Dara.

"Semoga semakin cepat di obati maka semakin cepat sembuh," ujarnya lagi. 

"Terimakasih, Dok." Dara pun beranjak membantu Bu Sum.

"Nanti kebagian administrasi minta dijadwalkan untuk MRI, setelah ada hasil MRI datang lagi kemari sesuai jadwal praktek dokter Zainal," ujar Rizal membukakan pintu untuk Dara dan Ibunya. "Semoga semakin sehat dan hindari mengangkat beban berat, ya," ujarnya lagi dan tersenyum pada Dara.

"MRI itu apa, Ra?" tanya Bu Sum saat mereka menunggu obat di bagian apotek Rumah Sakit.

"Kayak alat pendeteksi, untuk mengetahui bagian tubuh kita yang mana yang bermasalah, Bu. Sebentar Dara lihatkan alatnya," kata Dara lalu membuka aplikasi pencarian.

"Masuk ke tempat seperti itu, Ra? Ibu takut." Bu Sum mulai panik saat melihat alat medis seperti tabung.

"Ibu ... Ibu tenang ya, semakin cepat kita tahu semakin baik. Semakin cepat juga Ibu kembali sehat. Sekarang jangan pikirkan ini. Satu minggu lagi kita kesini ya, Ibu harus tenang." Dara merangkul Bu Sum dan mengusap lembut bahu wanita itu.

*****

Satu minggu berlalu pun perasaan Bu Sum masih belum menentu karena dirinya takut akan penyakit yang lebih parah.

"Pagi Bu Sum." Seseorang menyapa Bu Sum dan Dara saat menuju ruangan MRI.

"Eh Mas— dokter Rizal," jawab Bu Sum.

"Panggil biasa saja, Bu. Enggak usah pake dokter," ujarnya tersenyum. "MRI hari ini?"

"Iya, saya deg deg an," ujar Bu Sum dengan wajah panik.

"Berdoa ya Bu, semoga bukan sesuatu yang mengkhawatirkan."

"Ibu duduk di sini ya, Dara kasih ini dulu ke administrasinya." Dara sedikit menunduk pada Rizal sebelum meninggalkan Bu Sum.

"Nanti di dalam ada beberapa prosedur yang harus Ibu ikuti. Ibu tenang saja, ya," ujar Rizal sebelum dia berpamitan.

Lebih dari dua jam menunggu, akhirnya giliran Bu Sum yang memasuki ruangan pemeriksaan MRI.

"Bu Sum sudah di dalam?" Sebuah suara mengagetkan Dara yang sedang duduk tertunduk. Sosok lelaki gagah itu berdiri di depannya. Dara mengangkat kepalanya.

"Oh Dokter ... Sudah— sudah, ibu baru saja masuk ke dalam," kata Dara gugup.

"Boleh saya duduk di sini?" ujar Rizal.

"Silahkan, Dokter." Dara menggeser tubuhnya.

"Ibu kamu pasti sering angkat beban yang berat ya?"

"Iya, Dok. Kalau saya dan Bagas sekolah, ibu mengerjakan semuanya sendiri."

"Sebisa mungkin dengan kejadian ini, apapun yang berat tolong usahakan jangan sampai beliau yang mengangkat."

"Baik, Dok."

"Kamu— kuliah?"

"Iya, Dok."

"Hhmm ... semester berapa?"

"Akhir...."

"Oh ...." Rizal mulai bingung mencari bahan pembicaraan yang lain. "Mm ... berarti sudah seminggu ini laundry Bu Sum libur?" 

"Oh nggak Dok, semua saya yang kerjakan. Bagas yang antar-antar."

"Loh, aku kira libur ...."

"Loh kenapa, Dok?"

"Tau gitu kan aku nggak ngucek sendiri," ujar Rizal dengan wajah kecewa.

Dara tertawa kecil.

"Nanti biar diambil sama Bagas. Atau Dokter bisa—".

"Bisa apa?"

"Bisa— mm ...."

"Apa?" 

"Hubungi saya aja." Dara menyodorkan ponselnya pada Rizal.

"Ooh ... mau ngomong gitu aja lama banget." Rizal mengulum senyumnya sambil meraih ponsel Dara menghubungkan ke ponselnya. "Save nomer saya eh aku ya, nanti kalo bajunya sudah aku packing, aku hubungi kamu. Dara, kan?"

"Iya, Dara," ucapnya malu.

"Oh ya Dara, kalau hasil MRI nya sudah ada langsung bawa ke aku ya, biar kita cari solusinya. Mudah-mudahan enggak sampai tahap operasi."

"Operasi, Dok?"

"Semoga nggak, doa aja." Rizal berdiri lalu berpamitan.

******

"Bisa ambil baju di kost aku? -Rizal-"

Isi pesan itu baru saja Dara baca setelah dia selesai menyetrika baju-baju laundry.

"Capeknya ... mana Bagas belum pulang," batin Dara lalu kembali keluar dari kamarnya.

"Mau kemana?" tanya Bu Sum.

"Mau ambil baju Pak Dokter, Bu."

"Tunggu Bagas pulang saja, kamu pasti capek."

"Bagas belum tau pulang jam berapa, Bu. Hari ini dia ada kegiatan di sekolah. Biar Dara aja sekalian beli makan untuk malam ini. Dara laper," ucapnya sambil menepuk perutnya.

Cukup waktu 20 menit, Dara sudah sampai di depan pintu kost Rizal yang tak tertutup rapat. Lagi-lagi dia mendengar percakapan lelaki itu dengan bahasa daerahnya.

"Ichal alah gadang lah, Ma. Ndak ado makasuik Ichal untuak durako ka Mama Papa. Tolonglah, Ichal alun nio nikah lai. Bia Ichal tantukan surang pilihan Ichal, nio inyo urang awak maupun indak." (Ichal ini sudah dewasa, Ma. Bukan maksud Ichal jadi anak durhaka ke Mama dan Papa. Tapi tolonglah Ichal belum mau menikah. Ichal juga ingin menentukan pilihan Ichal sendiri terlepas dia orang kita ataupun bukan.)

"Iyo Ma, Ichal mangarati. Adaik harus dijunjuang tapi maso Ichal ndak buliah manantukan surang, sia yang manjadi pasangan iduik Ichal iya." (Ma. Ichal paham. Adat kita memang harus di junjung tapi bukan berarti Ichal nggak boleh nentuin sendiri siapa teman hidup Ichal.)

"Sudahlah, jan dibahas juo masalah iko lai. Mama nio Ichal angkek kaki pai dari rumah baliak?" (Sudahlah, jangan lagi di bahas masalah ini. Mama mau Ichal kabur lagi?) Kata-kata ini bagai senjata bagi Rizal untuk melindungi dirinya.

Dara memberanikan diri mengetuk pintu kamar itu. 

"Sudah dulu, Ichal ada tamu," ucapnya lalu membuka lebar pintu kamar itu.

"Mau ambil baju, Dok." 

"Oh iya, sebentar." Rizal kembali keluar dengan loundry bag. "Bisa bawanya?"

"Bisa," ucap Dara lalu mengangkat laundry bag yang terisi setengah itu.

"Udah biar aku aja." Rizal dengan sigap mengangkat laundry bag itu lalu berjalan mendahului Dara.

"Loh? Gimana sih?" Dara kebingungan.

"Kamu udah makan?" tanya Rizal.

"Gimana?"

"Kamu udah makan belum?" ulang Rizal.

"Oh belum."

"Makan yuk?"

"Hah?"

"Kunci motornya mana?"

"Tap—"

"Ayo." Tangan Rizal terulur meminta kunci motor Dara.

Motor Mio itu berhenti di warung tenda pinggir jalan.

"Suka seafood?"

"Hah?"

"Kamu banyak hah nya." Rizal tersenyum. "Ayo."

Beberapa lama menunggu, menu yang mereka pesan pun datang. Rizal dengan santainya melahap menu-menu yang berada di hadapannya. Sementara Dara, rasanya makanan itu susah sekali lewat di tenggorokannya.

"Aku pesenin buat Bu Sum," ujar Rizal memanggil pelayan warung tenda itu.

"Enggak usah, Dok."

"Jangan nolak, ini buat Ibu kok."

Dara hanya menghela napas panjang dan kembali meneruskan makannya.

"Semester berapa?"

"Minggu depan wisuda."

"Oh ya? jurusan apa?" 

"Psikologi."

"Keren."

"Rencana setelah ini?"

"Belum tau, pokus ke ibu dulu. Kalo ibu sudah sembuh, baru mikir harus gimananya."

Rizal mengangguk angguk, sekilas di tatapnya gadis yang sedang menikmati cumi asam manis itu.

"Sudah lama ibu kerja nge laundry?"

"Semenjak bapak meninggal enam tahun lalu."

"Oh, maaf ...."

"Enggak apa-apa ... Ibu banting tulang sendiri untuk biayain sekolah saya dan Bagas. Saya juga harus berbesar hati dua tahun menunggu perekonomian keluarga kami kembali stabil baru bisa kuliah. Tapi, syukurnya semua di permudah."

"Ya, syukurlah." 

"Dok, saya sudah selesai. Kasian Ibu sendirian di rumah. Terimakasih makan malamnya. Dokter mau saya antar pulang?"

"Oh, nggak usah. Makasih ya sudah nemenin makan, malam ini. Semoga hasil MRI besok baik-baik saja. Dan ini buat Bu Sum." Rizal menyerahkan dua bungkus menu untuk Dara bawa pulang.

Dara tersenyum, meraih bungkusan itu lalu menyalakan motornya.

"Mm ... Dara."

"Ya."

Dara mengurungkan motornya yang akan melaju.

"Kapan-kapan, mau kan temenin saya makan malam lagi."

"Hah?" 

Comments (14)
goodnovel comment avatar
Yanti Aching
gesit niat dokter rizal nih. 2z pertemuan sdh tancap gas pdkt.. yg di pdkt cuma hah hah hah aja......
goodnovel comment avatar
Umie
haaaahhh makan malam lagi?? saya maunya nemenin sarapan dok ...
goodnovel comment avatar
endah dskarmani
kok hah hoh hah hoh...anak gadis jombloo lugu pulak...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KAWIN LARI    Bab 3. Teman Makan Malam

    "Hasil MRI nya menunjukkan adanya saraf terjepit di leher, ruas C-5 dan C-6. Ini termasuk salah satu yang riskan ya, Bu. Kita ada dua solusi, keputusan saya kembalikan ke Ibu," ujar dokter Zainal, dokter senior itu."Apa, Dok?""Operasi atau—""Operasi? Waduh, Dok." Wajah Bu Sum seketika panik."Tenang dulu, Bu." Dara mengusap pundak wanita tua itu."Atau kita observasi, selain dengan obat, Ibu harus tetap memakai collar neck. Penyangga leher hingga waktu yang ditentukan.""Kalau di lihat dari hasil MRI Ibu, tonjolan pada bantalan sendi hampir mengenai saraf utama," ucap Rizal."Bahaya?" Kali ini Dara menunjukkan wajah paniknya."Bahaya kalo nggak di tanggulangi dengan cepat." Rizal menahan senyumnya saat melihat wajah Dara."Jadi gimana Dok, baiknya?" "Kita observasi dulu saja ya, dengan obat dan collar neck. Satu bulan lagi kontrol, kalo masih belum ada perubahan, mau tidak mau kita ambil tindakan operasi.""Observasi. Ok, enggak apa-apa, kan Bu?""Ibu mana baiknya aja, Ra. Ibu uda

    Last Updated : 2024-10-28
  • KAWIN LARI    Bab 4. Mari Kita Rayakan

    "Ayo," ajak Rizal.Dara berdiri terpaku, di tatapnya kafe yang ada di hadapannya. Setahu Dara, kafe yang mereka kunjungi ini harga makanannya cukup mahal, sedangkan uang yang ada di dompetnya hanya tersisa seratus ribu rupiah."Karena saya yang traktir, jadi sebaiknya saya yang menentukan kita makan dimana," ujar Dara."Tapi kita sudah terlanjur sampai sini. Jadi, daripada menghabiskan waktu untuk mencari kafe yang lain lebih baik kita di sini aja.""I-iya, tapi ....""Aku udah laper, denger-denger makanan di sini enak-enak. Ayo." Rizal me lebih dulu."Seratus ribuku," lirih Dara dengan wajah sedih."Makan apa?" tanya Rizal pada Dara saat pelayan menghampiri mereka."Hhmm.... air mineral aja," jawab Dara."Loh kok air mineral?""Saya nggak laper. Yang makan Dokter aja, enggak apa-apa.""Ah, enggak gitu konsepnya." Alis Rizal bertaut. "Aku pesenin, satu beef carbonara, onion ring, dimsum satu porsi, lalu ... satu beef steak, saya minta cheese sauce-nya, terus minumannya saya minta yang

    Last Updated : 2024-10-28
  • KAWIN LARI    Bab 5. Kan Aku Jadi Suka

    "Pagi, Dokter," sapa Bu Sum memasuki ruangan dokter spesialis saraf dengan senyum sumringah berbeda dengan saat waktu Bu Sum datang pertama kali ke ruangan itu. Ditemani Bagas, Bu Sum menceritakan perkembangan yang dia rasakan selama sebulan ini semenjak menggunakan collar neck secara rutin. "Coba saya periksa dulu, ya," ucap Dokter Zainal, dokter senior di ruangan itu selain dokter berkacamata yang lain."Udah aman ya ini, syukurlah masih bisa kita observasi kemarin ya. Diingatkan lagi ibunya untuk tidak mengangkat atau mengerjakan pekerjaan yang berat.""Terimakasih, Dokter." Mata Bu Sum masih mencari-cari. "Kalo dokter Rizal, hhmm maksud saya dokter residen yang waktu itu enggak kelihatan ya, Dokter?""Oh dokter Rizal, hari ini memang mengambil cuti ijin sakit, Bu Sum.""Oh sakit." Bu Sum terdiam. "Bu, ayo." Bagas menyentuh lengan ibunya agar bergegas meninggalkan tempat itu."Mbak-mu pulang jam berapa, Gas?" tanya Bu Sum setiba mereka di rumah."Bagas kurang tahu, Bu. Kenapa?"

    Last Updated : 2024-10-28
  • KAWIN LARI    Bab 6. Melting

    "Bawa ini." Bu Sum menyerahkan kantung plastik berisi bubur ayam pagi itu."Apa ini, Bu?""Bubur ayam buat sarapan dokter Rizal.""Loh kan Dara cuma mau anter baju ke Mas Teguh, Bu. Enggak ke tempat dokter Rizal.""Sekalian, Ra. Kan satu tempat juga, lagian kasian anak rantau sakit tuh nggak ada yang ngurus. Mosok kamu tega, mana sakitnya tipes kan nggak bisa makan yang keras-keras dulu "Dara menghela napasnya, dirapihkannya kembali baju-baju yang akan dia antar pagi ini."Ya sudah, Dara pergi dulu." Dara meraih kunci motornya. "Oh iya Bu, nanti Dara pulang agak sore ya. Dara mau ketemu temen di kampus, katanya ada lowongan kerjaan di tempat dia kerja."Motor Mio itu berhenti di bangunan tiga lantai yang berisi para anak rantau. Dara mengetik pintu kamar Teguh, salah satu pelanggan laundry Bu Sum yang sangat baik padanya. "Pagi Dara," sapa lelaki itu masih dengan wajah bangun tidur."Pagi Mas Teguh," balas Dara sambil tersenyum. "Mau antar baju, Mas." Dara memberikan tas laundry ber

    Last Updated : 2024-10-28
  • KAWIN LARI    Bab 7. Butterfly Era

    "Kamu sibuk besok malam?"Isi pesan dari Rizal untuk Dara. Sudah hampir satu minggu ini lelaki itu tak mendapat kabar bahkan bertemu dengan Dara. Yang datang mengantarkan atau mengambil baju kotornya hanya Bagas. Bertanya pada Bagas pun, pemuda itu hanya mengatakan sang Kakak sedang sibuk."Kebetulan aku nggak ada jadwal jaga, kita bisa ketemu?" Lagi pesan itu masuk namun belum mendapat balasan dari Dara. Hanya saja tanda centangnya sudah berwarna biru itu artinya Dara membaca pesannya.Kesal menunggu, Rizal meraih jaketnya kemudian berjalan menuju parkiran motor rumah sakit. Untung saja hari ini jam jaganya hanya sampai setelah Magrib.Motor sport itu berhenti di depan pagar rumah Dara. Lampu rumah pun sudah menyala, kios kecil tempat Bu Sum menerima pakaian laundry juga sudah di tutup. Hanya saja motor Mio milik Dara tak terlihat di sana, bisa jadi motor itu sedang di pakai oleh Bagas. Rizal mendorong motornya masuk ke halaman rumah Bu Sum. Dia letakkan helm full facenya di meja y

    Last Updated : 2024-10-28
  • KAWIN LARI    Bab 8. Siapa Dia?

    "Mama ada di Jogja? Sejak kapan?" tanya Rizal yang bergegas ke parkiran motor Rumah Sakit, dia harus segera menuju hotel tempat kedua orangtuanya menginap.Memasuki sebuah hotel berbintang lima di pusat kota Jogja, Rizal melangkahkan kakinya menuju restoran hotel itu. Wanita cantik berumur 50 puluh tahunan itu sedang berbincang dengan dua orang pria yang jelas sekali Rizal kenal, ayah dan pamannya. Entah dalam rangka apa ketiga orang yang dituakan ini datang tiba-tiba ke Jogja. "Ma, Pa." Rizal berdiri di antara mereka yang duduk di meja makan besar mengulurkan tangannya, menyalami kedua orangtuanya. Matanya melirik ke arah lelaki berkacamata dengan tatapan datar."Mamak, apa kabar?" Rizal kembali sedikit membungkuk, menyalami kakak pertama dari sang Ibu."Haa ...tumben Ichal langsuang tibo manamui Mama Papa, biasonyo tunggu sahari duo hari dulu baru ka tibo kamari, itupun kalau indak tapaso ndak ka tibo do," sindir Donna, ibu Rizal.(Tumben langsung nemuin Mama sama Papa, biasanya Ma

    Last Updated : 2024-10-28
  • KAWIN LARI    Bab 9. Salah Menaruh Hati

    "Ini Synthia, anak dari Datuk Basri Alam," ujar Donna. "Kamu masih ingat kan, Synthia kecil dulu sering ke rumah kita."Rizal pun tersenyum, tidak pernah terbesit di ingatannya tentang wanita di hadapannya ini pernah datang ke rumahnya. Atau memang dia yang sudah lupa."Enggak sering Tante, cuma beberapa kali sebelum Bunda bawa Synthia ke Australia."Wanita yang umurnya mungkin hanya berbeda satu tahun di bawah Rizal ini pun mengulurkan tangannya."Apa kabar?""Baik," jawab Rizal canggung."Jadi pertemuan kali ini memang sangat mendadak," ujar lelaki yang umurnya di atas lebih tua dari Rizal. Mungkin hampir memasuki 40 tahun. Lelaki itu Amar kakak laki laki tertua Synthia."Kebetulan kami juga ada perjalanan bisnis ke Jogja, dan Bunda memberi tahu kalau Tante Donna dan Om Andreas sedang berada di Jogja. Mengenai kerjasama perusahaan yang pernah kita bahas tempo hari, kami selalu wakil dari perusahaan menyetujui persyaratan dan perjanjiannya.""Mengenai kelanjutannya, kita bicarakan de

    Last Updated : 2024-10-28
  • KAWIN LARI    Bab 10. Ya Udah

    Rizal menuntun motornya masuk ke pekarangan rumah Dara. Sudah menjadi kebiasaannya selama bertamu ke rumah gadis itu, Rizal psti mematikan motornya, maklum saja suara motor sport milik Rizal memang terdengar sedikit berisik."Loh, Mas Dokter." Bagas yang baru saja masuk ke pekarangan rumah kaget melihat Rizal juga baru datang."Gas," sapa Rizal. "Dara ada?""Ada, aku panggil dulu." Bagas memarkirkan motornya."Eh, Gas ... ini buat kamu dan ibu." Rizal memberikan satu kantung plastik berwarna putih."Makasih, Mas Dokter. Aku panggil Mbak Dara dulu." Bagas masuk ke dalam rumah dengan hati senang membawa bungkusan yang dari harumnya saja sudah bisa dia tebak."Emang rejeki anak soleh," ujar Bagas menaruh kantung plastik berisi dua tempat martabak manis dan martabak telur. "Tau aja ngambil hatinya," kekeh Bagas lalu melangkah menuju kamar Dara."Mbak." Suara Bagas terdengar dari balik pintu, pintu pun dia buka. "Ada yang cari tuh."Dara gelagapan, "siapa?""Pake nanya ... sana temuin dulu

    Last Updated : 2024-10-28

Latest chapter

  • KAWIN LARI    Bab 47. Kedatangan Rizal

    Dara duduk di kursi tunggu pasien, tepat di depan ruangan ICU. Ya, Bu Sum terkena stroke. Diagnosa sementara Bu Sum terkena stroke ringan. Menurut dokter Budi yang saat itu kebetulan berada di IGD, bisa jadi Bu Sum terlalu stress atau terlalu banyak pikiran."Kamu bisa ceritain ke Mbak, kenapa ibu tiba-tiba seperti ini, Gas?" tanya Dara pada Bagas yang duduk menelungkupkan wajahnya."Mbak Siti bilang, saat kejadian ada dua orang laki-laki yang datang ke rumah. Kata Mbak Siti, dua orang itu marah-marah sama Ibu.""Marah-marah kenapa? Apa ibu punya sangkutan hutang?" tanya Dara heran."Enggak lah Mbak, semiskin miskinnya kita, ibu selalu nggak mau ngutang sama orang. Dia pasti memilih bekerja siang malam buat kita daripada ada urusan hutang piutang," tegas Dara."Ya lalu kenapa ibu bisa begini?" Dara frustasi."Mbak Siti sempat bilang, lelaki itu sempat mengancam ibu.""Mengancam?" Rizal mengerutkan alisnya."Gas, coba kamu cerita yang benar. Dari awal!" Dara mulai terpancing emosi."Sa

  • KAWIN LARI    Bab 46. Kekesalan Synthia.

    "Butuh apa lagi?' tanya Rizal sambil mendorong troli belanjaan mereka."Daging, Mas. Sama buah-buahan." Dara melangkah ke area daging-daging segar. Baru saja dia memilih-milih daging, suara seseorang membuat dia dan Rizal menoleh ke asal suara."Kebetulan sekali bisa bertemu di sini," sapa Synthia sambil menenteng tas belanja. "Apa kabar?" "Synthia?" Rizal terperanjat. Dara menoleh pada suaminya."Suatu kebetulan banget bisa ketemu dengan kalian," ucap Synthia basa basi."Lagi di Jogja?" tanya Rizal."Yup, liburan ... belakangan ini Jogja lebih sering menyita perhatian." Synthia menatap Dara dengan sinis."Oh, enjoy holiday. Maaf kami sepertinya sudah selesai. Sudah selesai kan, Sayang?" tanya Rizal dengan penekanan kata Sayang pada Dara."Mm ... sudah." Dara pun mengangguk sambil memasukkan kantung berisi daging yang dia pilih tadi."Kapan ada waktu untuk bicara, Zal?" tanya Synthia tanpa memperdulikan Dara."Aku belum tau kapan, karena minggu-minggu ini masih persiapan untuk ujian

  • KAWIN LARI    Bab 45. Terbongkar

    "Mau apalagi Anda datang ke rumah ini?"Bu Sum berdiri dengan tangan bersedekap di depan dada. Dahlan siang itu sudah berada di serambi teras rumah Bu Sum."Saya akan terus datang ke rumah ini sampai anak ibu dan keponakan saya berpisah.""Anda ini nggak waras ya. Atau Anda memang di ciptakan Tuhan nggak punya hati. Bisa bisanya Anda yang hanya seorang manusia mau memisahkan dua orang yang saling mencintai berpisah. Entah dimana harga diri Anda.""Jangan bicarakan harga diri, jika Ibu sendiri merendahkan harga diri Ibu hanya untuk mempermantukan keponakan saya.""Benar-benar nggak waras Anda. Pergi dari sini sebelum saya teriak dan orang kampung semua datang.""Silahkan saja, saya yakin orang kampung aka tau skandal ini.""Ini bukan skandal! Mereka saling mencintai, saya dan anak saya tidak pernah memandang orang dengan materi mereka asal Anda tau!""Bu ...." Siti yang baru datang dari mengantarkan baju berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Bu Sum."Sebaiknya Anda pergi!" Wajah Bu Sum t

  • KAWIN LARI    Bab 44. Sisi Lain Synthia

    Hingar bingar suara musik membisingkan telinga. Tubuh Synthia meliuk bergerak mengikuti irama lagu. Sambil memegang gelas berisi wine, tubuh indah itu bergerak begitu erotis. Semakin alunan irama itu mengalun kencang semakin tubuh indah Synthia bergerak seperti lepas kendali."Rugi banget laki-laki yang nggak bisa milikin kamu," bisik suara itu dari belakang telinganya membuat Synthia memutar tubuhnya."Apa?" tanyanya dengan suara lebih keras."Aku boleh temenin kamu malam ini?" tanya lelaki bertubuh atletis dengan wajah blasteran."Boleh," ujar Synthia sambil menghisap rokoknya lalu kembali memutar tubuhnya membelakangi lelaki tadi dan bergerak menempel pada tubuh lelaki itu."Kamu sendirian?" tanya lelaki itu ikut bergerak mengikuti gerak tubuh Synthia yang jujur saja membuatnya berhasrat pada gadis berwajah cantik dan seksi itu."Iya, kamu?""Aku juga, gimana kalo malam ini kita habiskan waktu berdua, mau?"Synthia membalikkan tubuhnya menghadap sang lelaki. Tangannya sudah bergela

  • KAWIN LARI    Bab 43. Uda atau Mas?

    "Aku khawatir dengan ibu," ujar Dara saat perjalanan pulang ke rumah mereka."Aman, Ra. Tadi aku udah ke rumah Pak RT minta pengamanan jaga malamnya lebih di perketat. Mudah-mudahan semua warga juga lebih perduli dengan keamanan kampung.""Iya, mudah-mudahan ya Mas.""Atau kamu mau Ibu ikut tinggal sama kita?""Ibu yang nggak mau, Mas. Dia bilang gimana dengan usaha laundry nya.""Ya sudah, artinya kita tetap seperti ini aja. Kalo aku jadwal jaga malam ya tidur tempat ibu. Sesekali weekend ibu kita ajak tidur di rumah." Rizal mengusak rambut istrinya. "Ini kita mau pulang atau belanja bulanan dulu?"*****Satu minggu berlalu setelah kejadian sore itu, Dara dan Rizal masih melakukan rutinitas yang sama dan sering menginap di rumah Bu Sum. Bagas sudah mulai persiapan ujian akhir di sekolahnya. Lelaki berusia 18 tahun itu sekarang lebih sibuk dari biasanya bimbingan belajar serta pelajaran tambahan di sekolah."Gimana keadaan, sudah aman?" tanya Budi siang itu saat mereka sedang makan si

  • KAWIN LARI    Bab 42. Hampir Ketahuan

    "Ibu sakit," kata Bagas saat menyambut kedatangan Dara dan Rizal."Sejak kapan?""Kemarin siang waktu aku pulang, ibu udah di kamar aja tapi untungnya masih mau makan."Dara membuka pintu kamar Bu Sum, wanita paruh baya itu meringkuk menghadap dinding dengan selimut yang menutupi hingga pinggang.Dara melangkah masuk disusk Rizal da Bagas. Duduk di sisi ranjang, Dara membelai lembut lengan sang Ibu."Bu ....""Hhmm ...."Dara meletakkan tangannya pada kening Bu Sum, tidak panas malah teraba dingin. "Ibu sudah makan?" Bu Sum mengangguk. "Aku buatin teh hangat ya, biar enakan badannya."Bu Sum menggeleng."Ibu ngerasain sakit dimana?" tanya Dara lagi."Ibu nggak kenapa-kenapa. Ibu baik-baik aja, cuma butuh istirahat," ujar Bu Sum tanpa menoleh ke arah Dara.Ya, sebenarnya mata wanita tua itu sembab, semalaman dia menangis ketakutan meratapi nasib putrinya. Dan pada akhirnya Bu Sum memutuskan untuk tidak menceritakan kedatangan Dahlan ke rumah mereka kemarin. Biarlah dia yang menghada

  • KAWIN LARI    Bab 41. Kedatangan Dahlan

    Jogja di guyur hujan dari malam hingga pagi ini. Mobil Brio hitam milik Rizal terparkir di halaman rumah Bu Sum. Pintu depan rumah itu sudah terbuka dari jam enam pagi tadi. Tumbuhan-tumbuhan hijau di pekarangan rumah Bu Sum tambah menyejukkan pagi ini.Jam tiga pagi tadi Rizal sampai di rumah Bu Sum. Seperti biasa, jika Rizal jadwal malam di rumah sakit sudah pasti Dara tidur di rumah Bu Sum. "Ibu bawakan bekal aja ya buat kalian," ujar Bu Sum mengantarkan anak dan menantunya kembali berangkat kerja. "Enggak usah Bu, kami makan di luar aja," jawab Dara sambil mencium tangan ibunya diikuti Rizal."Nanti kami pulang ke rumah ya, Bu," kata Rizal."Iya, pokoknya kalo kalian ke rumah Ibu pasti senang."Rizal dan Dara masuk ke mobil di payungi oleh Bu Sum. Bu Sum melambaikan tangan ketika mobil melaju keluar dari pekarangan rumahnya."Ini rumah ibu nya, Pak. Sepertinya mereka memang tinggal di sini bersama orangtua wanita itu," ujar informan yang di bayar oleh Synthia pada Dahlan.Ya, mo

  • KAWIN LARI    Bab 40. Rencana Licik Synthia

    "Liat ini." Anna menyodorkan ponselnya pada Synthia. "Anaknya teman Bunda yang kasih tau." Anna menarik kursi makan di hadapan Synthia.Sebuah poto pernikahan di sebuah resto daerah pinggir pantai di Jogja yang menunjukkan pasangan pengantin baru sedang berciuman usai acara pernikahan mereka."Rizal?" Synthia terkejut."Poto itu sempat viral ternyata beberapa hari lalu. Resto itu seperti mendapatkan promo untuk acara pernikahan lantaran poto mereka di antara senja di daerah pantai." Bibir itu tersenyum sinis tak suka."Mereka menikah, Bun. Aku harus gimana?" Synthia panik."Mereka menikah tanpa restu orang tua Rizal lah. Kamu masih ada kesempatan untuk membuat mereka berpisah, Syn. Sudah jelas keluarga Rizal nggak setuju sama wanita itu.""Ya ampun, mereka sudah menikah, Bun." Synthia mengacak rambutnya frustasi."Enggak usah lebay, enggak usah ngeluh. Usaha kamu nggak cukup besar dalam memisahkan mereka. Sekarang apa buktinya, kamu kalah.""Harusnya kemarin aku buat mati saja gadis J

  • KAWIN LARI    Bab 39. Utusan dari Padang

    Pagi itu Dara masih mengenaka baju tidur berbahan satin, dia tengah sibuk di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya. Rambut yang dia gulung tinggi ke atas memperlihatkan leher jenjangnya, nampak beberapa warna kemerahan menghiasi leher miliknya. Ya, tiga hari menjadi istri Rizal banyak hal-hal baru yang dia ketahui mengenai sifat dan sikap Rizal. Bukan hanya romantis, suaminya terlalu sering memanjakannya, apalagi dalam hal makanan. Sering memberinya hadiah, meski sekecil apapun. Hanya satu yang tidak di sukai oleh Dara, jika Rizal buang angin sembarangan. Hal yang lucu, kadang bisa membuat mereka saling menyalahkan. "Masak apa?" Rizal memeluk Dara dari belakang. Tangannya bergerak bebas kesana kemari menelusuri tubuh istrinya hingga Dara kegelian."Cuma masak mie instan," jawab Dara menoleh hingga mengenai hidung mancung milik Rizal. "Mie instan sering-sering nggak baik loh, Sayang.""Kan nggak setiap hari, Mas. Emang yang baik setiap hari apa?" goda Dara."Ini." Rizal memba

DMCA.com Protection Status