Beranda / Romansa / KAWIN LARI / Bab 6. Melting

Share

Bab 6. Melting

Penulis: Chida
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-06 09:49:34

"Bawa ini." Bu Sum menyerahkan kantung plastik berisi bubur ayam pagi itu.

"Apa ini, Bu?"

"Bubur ayam buat sarapan dokter Rizal."

"Loh kan Dara cuma mau anter baju ke Mas Teguh, Bu. Enggak ke tempat dokter Rizal."

"Sekalian, Ra. Kan satu tempat juga, lagian kasian anak rantau sakit tuh nggak ada yang ngurus. Mosok kamu tega, mana sakitnya tipes kan nggak bisa makan yang keras-keras dulu "

Dara menghela napasnya, dirapihkannya kembali baju-baju yang akan dia antar pagi ini.

"Ya sudah, Dara pergi dulu." Dara meraih kunci motornya. "Oh iya Bu, nanti Dara pulang agak sore ya. Dara mau ketemu temen di kampus, katanya ada lowongan kerjaan di tempat dia kerja."

Motor Mio itu berhenti di bangunan tiga lantai yang berisi para anak rantau. Dara mengetik pintu kamar Teguh, salah satu pelanggan laundry Bu Sum yang sangat baik padanya. 

"Pagi Dara," sapa lelaki itu masih dengan wajah bangun tidur.

"Pagi Mas Teguh," balas Dara sambil tersenyum. "Mau antar baju, Mas." Dara memberikan tas laundry berisi dua packing baju pada pada Teguh. 

"Makasih ya, Ra. Oh iya selamat atas wisudanya ya."

"Makasih, Mas. Kalo gitu lanjutin lagi aja Mas tidur nya, maaf ya Dara ganggu." Dara memutar tubuhnya dan melangkah menuju tangga.

"Eh iya, Ra. Makasih ya." Teguh melambaikan tangan pada Dara. "Loh Ra, mau kemana?" Teguh mengurungkan niatnya menutup pintu kamar.

"Ke atas Mas, mau anter pesanan ibu." Dara mengangkat kantung plastik berisi tempat makan.

"Hhmm." Teguh tersenyum usil. "Ke Pak dokter itu, ya? Pepet terus Ra ...." Teguh memberikan semangat pada Dara. Nyatanya kata-kata Teguh berhasil membuat wajahnya merona.

"Apaan sih, Mas Teguh. Ada-ada aja, udah ya Dara naik dulu." 

Dara tersenyum simpul, langkah kakinya menaiki anak tangga, terus melangkah hingga berhenti di depan pintu kamar Rizal. Sebelum mengetuk pintu itu Dara memberanikan diri terlebih dahulu dan sedikit menebalkan mukanya lantaran ide Bu Sum pagi ini.

Pintu kamar terbuka, Rizal menyipitkan kedua matanya. Mimpi apa dia hingga gadis manis yang semalam berhasil membuat jantungnya berdebar itu sudah kembali berdiri di depan pintu kamarnya.

"Dara?'

"Pagi, Dok. Saya mau antar ini. Ibu bilang kalo sakit tipes belom boleh makan yang keras-keras. Ini buat Dokter sarapan." 

Dara mengulurkan tangannya, memberikan bingkisan dari Bu Sum.

"Oh." Rizal mengacak rambutnya. Sejujurnya dia serba salah dengan penampilannya sekarang. Hanya mengenakan kaos oblong dan celana jogger yang sudah usang.

"Masuk dulu." Rizal membuka pintu kamarnya lebar-lebar.

"Hhmm ... sepertinya saya pamit saja. Dokter juga kelihatan sudah baikan." Dara sedikit menundukkan kepalanya untuk berpamitan pada Rizal.

"Dara." Rizal menahan tangan Dara. "Sebenarnya aku masih belum baikan, kepalaku masih pusing. Kamu bisa tolongin aku buatkan teh? Please ...." Wajah tampan itu memohon meskipun hanya untuk mengelabui Dara agar tetap bersamanya pagi itu.

Dara mengerutkan alisnya, rasa-rasanya lelaki dihadapannya ini sudah berangsur baik tapi mengapa tiba-tiba wajah itu memelas memohon.

"Hanya membuatkan teh?" Dara memicingkan sudut matanya.

"Dan juga temani sarapan." Rizal menahan senyum. "Ya?" Wajahnya memastikan lawan bicaranya setuju dengan idenya.

"Tambah lama dong." Dara melangkahkan kakinya masuk ke ruangan itu.

"Malah bagus," jawab Rizal nyaris tak terdengar.

"Saya dengar loh." Dara berdiri di sisi meja kerja Rizal.

"Haha ... itu dispensernya nyalain biar airnya panas, di rak itu teh dan gulanya. Lalu cangkirnya di sana," ujar Rizal yang duduk santai di sisi tempat tidur. 

Dara meletakkan secangkir teh di atas nakas, dia menarik kursi, matanya mengedar melihat tumpukan-tumpukan buku di atas meja. Beberapa judul tentang buku medis, ah manalah mengerti Dara. Ruangan ini cukup besar, dengan adanya dapur kecil di sudut ruangan. Diatas meja dapur ada kompor listrik, magic com dan rak piring kecil. Sudah bisa dipastikan lelaki bergelar dokter ini hanya makan sesekali di dalam kamarnya. 

"Buburnya nggak di makan?"

Tatapan Rizal tak lepas dari gadis itu, padahal Dara hanya menawarkan bubur yang dia bawa.

"Apa?" tanya Dara serba salah.

"Berharap aku di suapin sih sebenarnya," ucap Rizal malu.

"Astaga." Dara membuang wajahnya ke arah lain sambil mengulum senyum. 

"Boleh?"

Dara meraih kotak makan berisi bubur ayam khas Jakarta yang sebenarnya adalah bubur kesukaannya.

"Mau di aduk atau nggak?" tanya Dara.

"Apanya?"

"Buburnya," ucap gadis itu.

"Oh, aku kira perasaanku." Rizal tersenyum manis membuat wajah Dara merona. "Karena kalo perasaanku sudah teraduk-aduk dari semalam."

Dara ikut tersenyum, sumpah demi apapun debar jantungnya seperti ingin meloncat keluar.

"Melting ya? Sama, aku juga." Rizal kembali menggodanya.

"Aku pulang aja ya."

"Aku? Oh akhirnya ...," ucap Rizal lega saat Dara menggunakan kata aku untuk dirinya. "Jangan pakai kata saya lagi ya? Aku ngerasa kayak di ruangan interview," kekehnya.

"Kayaknya memang Dokter udah sembuh." Sambil menahan senyumnya Dara beranjak dari tempat duduknya.

"Eh mau kemana? belum juga makan." Rizal ikut berdiri. "Ok, aku janji nggak gitu lagi. Tapi aku lapar, suapin ya," ujarnya dengan nada manja. "Aku belom sembuh, serius." 

Dara kembali duduk, kali ini dia ikut duduk di sisi tempat tidur. Suapan demi suapan dari tangan Dara habis di lahap Rizal. Rizal menghentikan suapan terakhir dari Dara. Dia menahan tangan gadis itu.

"Ini suapan terakhir, sedangkan aku belum tanya kamu udah makan atau belum."

"Aku sudah makan tadi, jadi selesaikan ini aku harus ke kampus," ujar Dara. 

Rizal kembali membuka mulutnya seperti anak kecil. Kemudian Dara memberikan cangkir berisi teh tadi.

"Karena sudah selesai, aku pulang ya. Jangan lupa minum obatnya." Dara meraih totebag berwarna hitam miliknya di atas meja.

"Ngapain ke kampus? Bukannya urusan semua sudah selesai?" tanya Rizal ikut mengantarkan Dara menuju pintu.

"Ada teman nawarin kerja, aku mau coba. Semakin cepat dapet kerja semakin baik buat ibu, nggak harus terima banyak laundry lagi jadi dia bisa banyak istirahat."

"Oh. Kerja dimana?" tanya Rizal penasaran.

"Belum tau, aku pamit ya. Cepat sehat." Dara meninggalkan seutas senyum saat itu. Rizal melihat dari lantai dua kamar kostnya hingga gadis itu melaju dan tak lagi nampak.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Muti
ikutan melting woiiii
goodnovel comment avatar
Anies
pak dokter oooh pak dokter bisa banget bikin melting
goodnovel comment avatar
DyazRini Janardhani
yang dibaperin mas dokter dara,,kok ak yang senyum² ya,,astaga......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • KAWIN LARI    Bab 7. Butterfly Era

    "Kamu sibuk besok malam?"Isi pesan dari Rizal untuk Dara. Sudah hampir satu minggu ini lelaki itu tak mendapat kabar bahkan bertemu dengan Dara. Yang datang mengantarkan atau mengambil baju kotornya hanya Bagas. Bertanya pada Bagas pun, pemuda itu hanya mengatakan sang Kakak sedang sibuk."Kebetulan aku nggak ada jadwal jaga, kita bisa ketemu?" Lagi pesan itu masuk namun belum mendapat balasan dari Dara. Hanya saja tanda centangnya sudah berwarna biru itu artinya Dara membaca pesannya.Kesal menunggu, Rizal meraih jaketnya kemudian berjalan menuju parkiran motor rumah sakit. Untung saja hari ini jam jaganya hanya sampai setelah Magrib.Motor sport itu berhenti di depan pagar rumah Dara. Lampu rumah pun sudah menyala, kios kecil tempat Bu Sum menerima pakaian laundry juga sudah di tutup. Hanya saja motor Mio milik Dara tak terlihat di sana, bisa jadi motor itu sedang di pakai oleh Bagas. Rizal mendorong motornya masuk ke halaman rumah Bu Sum. Dia letakkan helm full facenya di meja y

  • KAWIN LARI    Bab 8. Siapa Dia?

    "Mama ada di Jogja? Sejak kapan?" tanya Rizal yang bergegas ke parkiran motor Rumah Sakit, dia harus segera menuju hotel tempat kedua orangtuanya menginap.Memasuki sebuah hotel berbintang lima di pusat kota Jogja, Rizal melangkahkan kakinya menuju restoran hotel itu. Wanita cantik berumur 50 puluh tahunan itu sedang berbincang dengan dua orang pria yang jelas sekali Rizal kenal, ayah dan pamannya. Entah dalam rangka apa ketiga orang yang dituakan ini datang tiba-tiba ke Jogja. "Ma, Pa." Rizal berdiri di antara mereka yang duduk di meja makan besar mengulurkan tangannya, menyalami kedua orangtuanya. Matanya melirik ke arah lelaki berkacamata dengan tatapan datar."Mamak, apa kabar?" Rizal kembali sedikit membungkuk, menyalami kakak pertama dari sang Ibu."Haa ...tumben Ichal langsuang tibo manamui Mama Papa, biasonyo tunggu sahari duo hari dulu baru ka tibo kamari, itupun kalau indak tapaso ndak ka tibo do," sindir Donna, ibu Rizal.(Tumben langsung nemuin Mama sama Papa, biasanya Ma

  • KAWIN LARI    Bab 9. Salah Menaruh Hati

    "Ini Synthia, anak dari Datuk Basri Alam," ujar Donna. "Kamu masih ingat kan, Synthia kecil dulu sering ke rumah kita."Rizal pun tersenyum, tidak pernah terbesit di ingatannya tentang wanita di hadapannya ini pernah datang ke rumahnya. Atau memang dia yang sudah lupa."Enggak sering Tante, cuma beberapa kali sebelum Bunda bawa Synthia ke Australia."Wanita yang umurnya mungkin hanya berbeda satu tahun di bawah Rizal ini pun mengulurkan tangannya."Apa kabar?""Baik," jawab Rizal canggung."Jadi pertemuan kali ini memang sangat mendadak," ujar lelaki yang umurnya di atas lebih tua dari Rizal. Mungkin hampir memasuki 40 tahun. Lelaki itu Amar kakak laki laki tertua Synthia."Kebetulan kami juga ada perjalanan bisnis ke Jogja, dan Bunda memberi tahu kalau Tante Donna dan Om Andreas sedang berada di Jogja. Mengenai kerjasama perusahaan yang pernah kita bahas tempo hari, kami selalu wakil dari perusahaan menyetujui persyaratan dan perjanjiannya.""Mengenai kelanjutannya, kita bicarakan de

  • KAWIN LARI    Bab 10. Ya Udah

    Rizal menuntun motornya masuk ke pekarangan rumah Dara. Sudah menjadi kebiasaannya selama bertamu ke rumah gadis itu, Rizal psti mematikan motornya, maklum saja suara motor sport milik Rizal memang terdengar sedikit berisik."Loh, Mas Dokter." Bagas yang baru saja masuk ke pekarangan rumah kaget melihat Rizal juga baru datang."Gas," sapa Rizal. "Dara ada?""Ada, aku panggil dulu." Bagas memarkirkan motornya."Eh, Gas ... ini buat kamu dan ibu." Rizal memberikan satu kantung plastik berwarna putih."Makasih, Mas Dokter. Aku panggil Mbak Dara dulu." Bagas masuk ke dalam rumah dengan hati senang membawa bungkusan yang dari harumnya saja sudah bisa dia tebak."Emang rejeki anak soleh," ujar Bagas menaruh kantung plastik berisi dua tempat martabak manis dan martabak telur. "Tau aja ngambil hatinya," kekeh Bagas lalu melangkah menuju kamar Dara."Mbak." Suara Bagas terdengar dari balik pintu, pintu pun dia buka. "Ada yang cari tuh."Dara gelagapan, "siapa?""Pake nanya ... sana temuin dulu

  • KAWIN LARI    Bab 11. Lama-lama Terasa Nyaman

    Senyum Rizal kembali terukir, ingatannya masih melekat saat tadi dirinya memberanikan diri menyatakan perasaannya pada Dara. Tiba-tiba memeluk gadis itu, bahkan wajah mereka sempat dekat beberapa inci lagi, saling menatap sendu.Lamunannya buyar saat pesan masuk ke ponselnya dari sang Mama."Mama besok pagi pulang, penerbangan jam tujuh pagi. Malam ini sempatkan bertemu Mama dan Papa." Isi pesan itu rasanya enggan Rizal baca, toh selama ini juga orangtuanya datang dan pergi sesuka hati. Datang dengan melimpahkan masalah padanya, dan pergi meninggalkan masalah baru.Seperti pertemuan malam itu dengan Synthia dan Amar. Rizal baru mengetahui kalau ada rencana paman dan orangtuanya menjodohkannya dengan Synthia dengan alasan menjadikan kerajaan bisnis mereka khususnya rumah sakit berkembang lebih pesat lagi. Salah satunya menambah jangkauan bisnis sang Ayah yang mencoba bermain di pertambangan. Dan Synthia siang itu mengatakan sendiri pada Rizal. "Ya aku nggak bisa memaksa kamu, tapi ad

  • KAWIN LARI    Bab 12. Maunya Rizal

    "Ra, Ibu boleh tanya?" Bu Sum menarik kursi di ruang makan, dia memperhatikan Dara yang sedang mengunyah nasi goreng buatan Bu Sum pagi itu."Ya, Bu. Ibu mau tanya apa?" Dara meneguk air putih di dalam gelas."Kamu dan dokter Rizal, benar kalian pacaran?""Uhuk ... uhuk ...." Dara tersedak membuat dia pun terbatuk-batuk. "Pake acara batuk-batuk segala. Bilang aja iya, Mbak. Lagian Ibu juga pertanyaannya bikin ketawa, mana ada sih Bu, cowok tiap malem Minggu dateng ke rumah terus mau ketemu anak gadis Ibu." Bagas meletakkan tasnya di kursi lalu menerima piring berisi nasi goreng dari Bu Sum."Kan Ibu butuh kejelasan, Gas.""Mbak, pinjem motor ya. Bagas ada tugas P5, Mbak nggak kemana-mana kan hari ini?" tanya Bagas."Sabtu ini Mbak mau ke toko buku.""Yah, kirain nggak kemana-mana." Raut wajah Bagas kecewa."Pake aja, biar Mbak naik bis Trans." "Hhmm ... nggak sama ayang bebeb?" goda Bagas menahan senyumnya."Enggak, dia ada jadwal hari ini." "Jadi bener pacaran, Ra?" Bu Sum masih p

  • KAWIN LARI    Bab 13. Rizal Yang Misterius

    Kenapa sih, Mas?" tanya Dara lagi. "Mas ...." Dara membelalakkan matanya saat tubuh Rizal semakin mendekat. "Mas ... mau ngapain?' tangan Dara menahan dada Rizal."Mau ambil remote." Rizal meraih remote TV tepat berada di sebelah Dara."Ih." Dara menepuk pundak lelaki itu. "Kirain mau ngapain.' "Emang mau ngapain?' Rizal senyum-senyum, diapaling senang jika usil pada Dara. Tak tahan melihat wajah kekasihnya itu memerah jika dia goda.Rizal beranjak dari tempat duduknya setelah membaca pesan yang masuk."Mas mau kemana?" "Mau ambil pesanan di bawah," jawab Rizal. "Aku ikut." Dara ikut beranjak."Sebentar aja, Ra. Di sini aman, nggak ada apa-apa. Aku cuma sebentar."Tidak sampai 10 menit Rizal sudah kembali ke unit apartemen miliknya. Saat membuka pintu dia tidak menemukan Dara di sana. Terdengar aliran air dari kamar mandi, sudah pasti kekasihnya itu berada di sana. Rizal menyiapkan makan malam untuk mereka, sengaja dia memesan beef teriyaki, salad sayur dan salad buah, dan dua kot

  • KAWIN LARI    Bab 14. Jogja Dan Gadisnya

    "Bagaimana dengan project alat kesehatan yang masuk ke rumah sakit kita?" tanya Andreas pada Hana."Dari kesepakatan bersama mereka baru mengirimkan satu batch sesuai dengan perjanjian. Semua sudah di alokasikan ke bagian purchasing untuk di proses lebih lanjut, Pa," jawab Hana.Hana adalah anak yang di asuh oleh Andreas dan Donna sejak masih bayi, dua tahun sebelum Rizal lahir melengkapi kebahagiaan keluarga mereka."Han, persiapan pernikahan kamu sudah berapa persen?""Masih 80 persen, Ma. Hari ini rencananya kami akan meeting untuk resepsi wedding nya.""Bisa nggak kamu nggak terlalu sering pulang malam. Enggak pantas calon pengantin masih sibuk pekerjaan di kantor hingga harus lembur." Donna memoleskan selai cokelat di rotinya. "Pa, bisa kan di kurangi sedikit saja kerjaan Hanna. Bagaimanapun dia harus menjaga sikap dan sifatnya sebagai keturunan kita.""Ya kan memang kerjaan di kantor apalagi urusan rumah sakit memang harus Hanna yang handle. Siapa lagi kalo bukan Hanna, Rizal? a

Bab terbaru

  • KAWIN LARI    Bab 27. Keputusan Sebelah Pihak

    Mesin pendeteksi jantung masih berbunyi secara normal. Beberapa kali dokter Zainal meminta alat operasi kepada perawat, sementara Rizal sesekali membantu dan memperhatikan bagaimana dokter senior itu melakukan pekerjaannya dengan teliti dan seksama.Pagi ini operasi besar seorang pasien dengan rekam medis pecah pembuluh darah di bagian otak. Operasi yang dilakukan hampir berjalan selama empat jam. Kasus yang selalu rumit bagi dokter bedah saraf dan diperlukan ke hati-hatian dalam menindak lanjuti.Satu jam kemudian operasi pun selesai dilaksanakan. Dokter Zainal berdiskusi lebih dulu dengan dokter-dokter terkait yang lainnya mengenai keadaan pasien. Tugas yang harus dilakukan oleh Rizal adalah memberikan pengertian pada keluarga pasien, bahwa operasi ini berhasil namun kondisi pasien masih diantara 50-50 untuk kembali normal seperti semula."Bisa ya, Dok?" Dokter Zainal memastikan Rizal bisa mengendalikan kondisi saat ini."Bisa, Dok."Dokter Zainal menepuk pundak Rizal, dia keluar le

  • KAWIN LARI    Bab 26. Jodoh Nggak Lari Kemana

    "Ra, bangun Ra ... udah jam empat subuh. Mau liat matahari terbit nggak? Ra ...."Ini kali kedua Bu Sum membangunkan Dara. Gadis itu masih meringkuk di dalam selimut, sungguh ini ide Bu Sum membuat tulang-tulang nya rontok karena kedinginan."Ra, mau ikut nggak? Ibu tinggal ya, itu Bagas udah nunggu di depan. Sekalian Ibu ke Mushola nanti kamu nyusul ya.""Hhmm ...." Hanya itu yang terdengar dari jawaban Dara.Fajar mulai nampak, Bu Sum dan Bagas memutuskan berjalan menikmati udara pagi. Puncak gunung mulai terlihat, perkebunan sayur di kanan kiri jalan menjadi pemandangan alam yang tak dapat tergantikan dengan apapun.Sementara di bilik kamar villa, Dara masih meringkuk di dalam selimut putihnya. Bunyi alarm mau tak mau membuatnya membuka mata sedikit demi sedikit. Angka yang berada di layar ponselnya sontak membuatnya terkejut. Waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi sudah telat sepertinya untuk menikmati munculnya matahari pagi. Dara bergegas, meraih sweater tebalnya lalu masuk

  • KAWIN LARI    Bab 25. Mendamaikan Hati

    Sore menjelang, ini adalah hari kedua Rizal mengikuti seminar kedokteran yang diadakan di hotel ini. Setiap sore, Rizal akan berdiri di teras lobby hanya untuk menunggu motor Dara keluar dari area hotel, setelahnya dia akan merasa lega. Namun sore ini, sudah hampir satu jam Rizal menunggu tetapi Dara belum juga muncul.Rizal berjalan pada sisi hotel, mengitari area itu hingga sampai pada area pintu masuk kantor Dara. Sudah terlihat sepi, Dara belum juga muncul. Rizal menghampiri seorang sekuriti menanyakan apakah masih ada karyawan yang berada di dalam."Sepertinya masih ada, Pak. Mungkin lembur," jawab sekuriti tadi."Makasih, Mas." Rizal meninggalkan tempat itu. Alih-alih masuk ke dalam hotel untuk mengambil barang-barangnya, Rizal memilih duduk di bawah pohon tepat sebelum jalan ke arah basement.Dara keluar dari kantor setengah jam kemudian, dia berjalan ke arah parkir basement khusus karyawan. Rizal memperhatikan gerak-gerik Dara, hingga mimik mukanya berubah ketika sebuah mobil

  • KAWIN LARI    Bab 24. Mencuri Hatinya Kembali

    "Halo Ra," ujar Sari di seberang sana."Halo Bu." Dara baru saja meletakkan tas kerjanya di atas meja pagi itu."Kamu udah di kantor?" tanya Sari."Sudah Bu, ada yang bisa saya bantu?""Mobil saya tiba-tiba mogok, kamu bisa bawakan berkas saya ke restoran hotel, ya.""Oh baik, Bu.""Ada dua berkas di atas meja saya, satu berbahasa Inggris satu lagi bahasa Indonesia. Keduanya isinya sama, nanti tolong kamu berikan pada Mr. Richard. Dia minta laporan itu pagi ini, kebetulan dia sarapan pagi di hotel. Nanti di sana sudah ada Pak Rudi yang menemaninya. Dua berkas itu berikan saja pada Pak Rudi, biar dia yang menjelaskan semuanya," ujar Sari panjang lebar."Baik, Bu. Segera saya ke restoran nanti, apa ada lagi?" "Enggak itu aja, ini saya masih nunggu taksi online. Setengah jam lagi mungkin saya sudah di kantor. Tolong kamu handle dulu ya, Ra."Dara mengangguk tanpa menjawab dan kembali meletakkan ponselnya setelah pembicaraan selesai. Gegas dia ke ruangan Sari untuk membawa berkas laporan

  • KAWIN LARI    Bab 23. Break

    "Kita putus!"Dara beranjak dari kursi panjang itu. Cepat-cepat Rizal menahan tangan Dara, lalu menggandengnya pergi dari taman. Masih dengan tangan yang menggenggam erat tangan Dara, Rizal berjalan bersisian. Semua mata menatap mereka, apalagi para perawat-perawat muda yang kesehariannya sering tebar pesona pada Rizal. Beberapa berbisik, beberapa hanya memandang, mungkin saja mereka patah hati.Rizal naik ke atas motornya, dia taruh di depan tas punggung berisi laptop berikut jas putih yang biasa dia pakai saat bekerja sudah dia masukkan lebih dulu ke dalam tas itu."Naik," kata Rizal masih dengan nada lembut.Dara bergeming."Please, naik Ra. Nanti aku jelaskan semuanya saat kita tiba di kost." Rizal memohon."Aku mau pulang," ujar Dara masih memandang ke arah lain."Nanti kuantar pulang kalo kamu sudah mendengarkan penjelasanku. Ayo naik dulu," pinta Rizal.Pada akhirnya Dara mengikuti kata-kata Rizal, meski hatinya bergemuruh karena emosi namun otaknya mengatakan sebaliknya, Dara

  • KAWIN LARI    Bab 22. Menuntut Penjelasan

    Dara mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan di kamarnya. Pikirannya masih bergejolak mencoba menghubungkan satu demi satu cerita yang dia dengar dan dia baca. Rasanya tidak mungkin Rizal membohonginya, tapi jika ini semua ternyata benar jelas Dara merasa selama ini dipermainkan oleh Rizal.Apakah dengan Rizal berbohong, maka Rizal bisa seenaknya mempermainkan perasaannya. Atau dengan jangan-jangan Rizal akan mengira jika Dara tahu dia dari keluarga berada maka Dara akan memanfaatkan kekayaan lelaki itu."Aku bukan cewek matre!" geram Dara.Kesal rasa hati Dara, lalu dia beranjak membuka lemari pakaiannya. Kemeja oversize berwarna nude dan celana jeans dia keluarkan dari sana. Setelah mengganti pakaiannya, Dara meraih tas selempangnya dan keluar dari kamar."Mau kemana, Ra?" tanya Bu Sum dengan membawa pewangi setrika yang akan dia berikan pada Siti."Ke rumah sakit Rizal, Bu," jawab Dara sambil memakai sepatu kets."Loh, ngapain? bukannya Nak Rizal hari ini ada jadwal kerja.""Bi

  • KAWIN LARI    Bab 21. Bukti Sebuah Foto

    "Kalo boleh tau, ada berapa dokter di sana yang namanya sama dengan kamu." Dara menatap mata itu penuh dengan rasa penasaran berusaha mencari kebenaran di dalam sana."Maksudnya gimana?" Rizal melepas pelukannya, membawa Dara duduk di sisi tempat tidur sementara dia menarik kursi kerjanya."Ya aku mau tau, Rizal yang dimaksud Mbak-mbak perawat tadi itu dokter Rizal kamu atau ada Rizal yang lain.""Memangnya kenapa dengan Rizal yang mereka bicarakan?""Meraka bilang Rizal yang ini adalah anak seorang pengusaha, old money, kaya tujuh turunan, punya rumah sakit besar di Padang dan menjadi dokter residen di rumah sakit itu bukan dengan beasiswa tapi biaya sendiri," urai Dara.Rizal menelan salivanya kasar, jakunnya turun naik, ada kegugupan di sana. Bagaimana jika memberitahu Dara jika yang dia dengar adalah benar. Apa Dara masih tetap menerimanya atau malah sebaliknya meninggalkan Rizal karena kebohongan yang dia lakukan."Mas?" Dara membuyarkan lamunan Rizal. "Jadi, Rizal yang mereka ma

  • KAWIN LARI    Bab 20. Mulai Terbongkar

    Dara terbangun dari tidurnya saat ini waktu menunjukkan jam dua siang. Cumbuan Rizal membuatnya terlena dari pagi hingga tengah hari tadi. Pelampiasan kerinduan itu nyatanya hampir saja membuat mereka lupa diri.Tangan Rizal masih berada di atas perutnya. Kekasihnya itu sebenarnya masih nampak kelelahan dan juga kurang tidur. Dara meraih ponselnya, memesan makan siang mereka melalui aplikasi online. Perutnya sudah berbunyi sedari tadi.Kembali Dara memandangi wajah Rizal, bulu-bulu halus itu dibiarkan Rizal untuk tumbuh di sana menambah ketampanan lelaki Minang ini."Ganteng, ya?" Dengan mata yang sedikit terbuka dia berhasil mengagetkan Dara yang tengah asyik menikmati wajah tampannya."Ge-er banget." Dara tertawa kecil.Rizal merapatkan tubuhnya kembali pada Dara, memperhatikan gadisnya itu yang sedang memainkan jarinya di antara bulu-bulu halus wajah Rizal."Anak siapa sih kok bisa cantik kayak gini," ucap Rizal."Anak Bu Sumiati," jawab Dara tertawa. "Enggak nyangka ya, punya pacar

  • KAWIN LARI    Bab 19. Boleh Merindu

    "Pesawatku transit dan sepertinya delay." Isi pesan Rizal untuk Dara.Sementara waktu menunjukkan pukul tiga sore, hampir dua jam Rizal menunggu di bandara Soekarno-Hatta. Bisa-bisa dia sampai Jogja malam hari, dengan begitu dia akan bertemu Dara sudah pasti keesokan harinya."Rizal?" Suara itu membuat Rizal menoleh."Maya?" "Ya ampun, tadinya aku ragu. Ternyata benar ini kamu," ujarnya dengan mata berbinar."Apa kabar?" Rizal mengulurkan tangan pada Maya, terakhir bertemu empat tahun yang lalu sebelum mereka berpisah."Baik. Aku baik, kamu?" Senyum itu masih sama, wajahnya semakin dewasa, namun matanya masih menyisakan luka. "Kemana?" tanya Rizal menelan salivanya kasar. Siapa sangka akan bertemu dengan gadis yang pernah bertahta di hatinya selama hampir lima tahun."Bali," ucapnya. "Kamu sendiri?""Jogja." Senyum Rizal nampak samar. "Duduk." Rizal menawarkan tempat duduk di ruang tunggu itu."PPDS?" tanya Maya."Begitulah, kamu sendiri ke Bali?""Oh, ada pekerjaan yang harus di s

DMCA.com Protection Status