Home / Romansa / KAWIN LARI / Bab 3. Teman Makan Malam

Share

Bab 3. Teman Makan Malam

Author: Chida
last update Last Updated: 2024-11-06 09:49:34

"Hasil MRI nya menunjukkan adanya saraf terjepit di leher, ruas C-5 dan C-6. Ini termasuk salah satu yang riskan ya, Bu. Kita ada dua solusi, keputusan saya kembalikan ke Ibu," ujar dokter Zainal, dokter senior itu.

"Apa, Dok?"

"Operasi atau—"

"Operasi? Waduh, Dok." Wajah Bu Sum seketika panik.

"Tenang dulu, Bu." Dara mengusap pundak wanita tua itu.

"Atau kita observasi, selain dengan obat, Ibu harus tetap memakai collar neck. Penyangga leher hingga waktu yang ditentukan."

"Kalau di lihat dari hasil MRI Ibu, tonjolan pada bantalan sendi hampir mengenai saraf utama," ucap Rizal.

"Bahaya?" Kali ini Dara menunjukkan wajah paniknya.

"Bahaya kalo nggak di tanggulangi dengan cepat." Rizal menahan senyumnya saat melihat wajah Dara.

"Jadi gimana Dok, baiknya?" 

"Kita observasi dulu saja ya, dengan obat dan collar neck. Satu bulan lagi kontrol, kalo masih belum ada perubahan, mau tidak mau kita ambil tindakan operasi."

"Observasi. Ok, enggak apa-apa, kan Bu?"

"Ibu mana baiknya aja, Ra. Ibu udah nggak bisa mikir."

"Tapi dengan satu syarat, Bu Sum harus benar-benar menghindari pekerjaan berat. Usahakan selalu olahraga ringan dan stretching tubuh," ucap Rizal. 

"Baik, Dok." 

"Ibu sudah dengarkan apa kata dokter tadi, istirahat dulu. Jangan kerja berat dulu, sementara kerjaannya biar Dara yang kerjakan, kan Dara juga setelah wisuda nggak langsung kerja. Jadi Ibu nggak usah khawatir," ucap Dara saat mereka sudah sampai di parkiran motor.

Terkadang hidup itu memang cuma harus di jalani, apa-apa mengenai rejeki semua sudah di atur oleh Yang Maha Kuasa. Bu Sum tersenyum, bersyukurnya dia mempunyai anak-anak yang penurut dan tidak banyak menuntut seperti Dara dan Bagas.

"Maaf ya, Dara jadi harus mengalah lagi." Bu Sum membelai wajah Dara.

"Sekarang pakai helmnya, peluk Dara erat-erat, kita cari collar neck terbaik buat Ibu, biar Ibu cepat sembuh dan nggak harus operasi."

*****

"Gimana Ibu Sum?" Isi pesan Rizal malam itu.

"Baik."

"Udah dapet collar neck-nya?"

"Sudah."

"Kamu pelit banget jawabnya." Isi pesan Rizal di sertai emot datar.

"Ibu baik, sudah enakan setelah pakai collar neck."

"Nah, gitu dong. Kamu sudah makan?" 

"Belum, baru selesai setrika baju Pak Dokter Rizal. Mungkin besok Bagas yang antar ke sana."

"Lengkap banget jawabnya."

"Tadi katanya di suruh jawab panjang-panjang." Dara mengulum senyum.

Rizal mengirimkan emoticon senyum tersipu.

"Makan dulu, nanti malah nggak ada tenaga buat besok."

"Males sih, udah malem juga."

Lama pesan itu tak kunjung di jawab oleh Rizal. Pikir Dara mungkin lelaki itu tertidur.

"Dara." Rizal kembali mengirimkan pesan untuknya. "Sekitar setengah jam lagi, ada ojek online datang antar makanan ke rumah kamu."

"Hah?"

"Jangan nggak di makan, ya. Selamat makan dan selamat malam." 

Dara terpaku, darimana Rizal tahu alamat rumahnya hingga lelaki itu bisa-bisanya mengirimkan dia makanan di saat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam lebih.

Pintu kamar Dara terbuka, Bagas memajukan kepalanya. 

"Mbak, ada kiriman makanan," ujar Bagas. "Dari Rizal kata abang ojol nya."

"Ya ampun." Dara beranjak dari tempat tidurnya dan melangkah menuju ruang makan.

"Enak lagi ini Mbak, tau aja aku suka nasi goreng ini. Rizal siapa, Mbak?"

"Langganan laundry ibu," ucap Dara pelan takut membangunkan Bu Sum.

"Baru ya, kok baru denger namanya."

Dara hanya mengangguk sambil membuka beberapa kotak makan di hadapannya.

"Kok dia bisa tau alamat rumah kita ya, Gas."

"Loh, nggak tau. Kan Mbak Dara yang kenal."

"Iya tapi Mbak nggak pernah kasih tau kita tinggal dimana."

"Oh, mungkin dari nota laundry Mbak," tebak Bagas.

"Oh, iya juga ya. Ya sudahlah, makasih orang baik, makan Gas mumpung hangat." Dara tersenyum melihat adiknya langsung menarik kursi meja makan dan menikmati nasi goreng seafood kesukaannya.

"Bagas, besok pulang sekolah bisa bantu Mbak antar baju-baju laundry, ya?"

"Ok, Mbak. Banyak ya?"

"Ada delapan packing-an, tapi semua ke kost Paradigma. Bantu Mbak ya, karena siang Mbak harus ke kampus urus persiapan wisuda."

"Motor di tinggal ya, Mbak." Bagas kembali menyuapkan sendok terakhir nasi goreng ke mulutnya.

"Iya, nanti biar Mbak naik Trans aja."

"Ok."

"Abis makan di beresin, ya. Mbak ngantuk." 

Dara merebahkan tubuhnya, di raihnya ponsel yang tergeletak di sisi kanannya.

"Makasih kiriman makanannya, kapan-kapan gantian saya yang traktir."

Tanpa menunggu balasan dari pesan yang dia kirimkan, Dara pun terlelap karena lelahnya.

*****

Matahari semakin mencondongkan dirinya ke arah barat. Dara berjalan di bawah rindangnya pohon-pohon kampus menuju halte Trans. Sesekali rambut yang terjuntai itu pun berayun tertiup angin sore.

Motor sport itu berhenti di depannya. Dara mengerutkan keningnya, lelaki itu pun membuka helm full facenya.

"Dokter?"

"Hai." Rizal tersenyum. 

"Kok bisa di sini?"

"Bisa dong, kan ini jalan umum. Kebetulan tadi liat kamu, ya udah aku samperin. Mau pulang?"

"I—iya sih." 

"Ayo, bareng aja. Kan searah ...." Rizal menurunkan footstep. "Ayo ... aku nggak gigit kok."

"Tapi itu motornya—" Dara memperhatikan tempat duduk penumpang motor sport milik Rizal.

"Kenapa? Enggak masalah, kan? atau kamu di depan aku di belakang?" 

Rizal sudah tak tahan lagi menyembunyikan tawanya. Gadis yang baru beberapa waktu dia temui ini sungguh membuat benang kusut di kepalanya, perlahan-lahan mulai terurai.

"Terserah kamu mau duduk seperti apa, senyamannya aja, ayo."

Dara terdiam, dalam diamnya pun dia masih memikirkan bagaimana caranya dia bisa berada di atas jok yg lumayan tinggi untuknya.

"Taruh sini tangannya." Rizal menepuk pundaknya.

"Sorry," kata Dara lalu meletakkan tangannya di pundak Rizal. 

"Senyamannya," batin Dara kemudian tas yang dia bawa pun dia letakkan di tengah, diantara punggung Rizal dan tubuhnya.

"Kita makan dulu ya," ucap Rizal sebelum menutup helm wajahnya.

"Hah?"

"Kamu janji bakal traktir kan kemarin. Jadi hari ini giliran kamu yang traktir aku."

Tanpa menunggu jawaban, motor Rizal melaju dengan kecepatan tinggi memecah keramaian jalan raya sore itu.

Comments (11)
goodnovel comment avatar
Umie
nah lo....Dara ditagih
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
hah mulu dara.....hehehe
goodnovel comment avatar
Muti
menyalaaa Pak dokter
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KAWIN LARI    Bab 4. Mari Kita Rayakan

    "Ayo," ajak Rizal.Dara berdiri terpaku, di tatapnya kafe yang ada di hadapannya. Setahu Dara, kafe yang mereka kunjungi ini harga makanannya cukup mahal, sedangkan uang yang ada di dompetnya hanya tersisa seratus ribu rupiah."Karena saya yang traktir, jadi sebaiknya saya yang menentukan kita makan dimana," ujar Dara."Tapi kita sudah terlanjur sampai sini. Jadi, daripada menghabiskan waktu untuk mencari kafe yang lain lebih baik kita di sini aja.""I-iya, tapi ....""Aku udah laper, denger-denger makanan di sini enak-enak. Ayo." Rizal me lebih dulu."Seratus ribuku," lirih Dara dengan wajah sedih."Makan apa?" tanya Rizal pada Dara saat pelayan menghampiri mereka."Hhmm.... air mineral aja," jawab Dara."Loh kok air mineral?""Saya nggak laper. Yang makan Dokter aja, enggak apa-apa.""Ah, enggak gitu konsepnya." Alis Rizal bertaut. "Aku pesenin, satu beef carbonara, onion ring, dimsum satu porsi, lalu ... satu beef steak, saya minta cheese sauce-nya, terus minumannya saya minta yang

  • KAWIN LARI    Bab 5. Kan Aku Jadi Suka

    "Pagi, Dokter," sapa Bu Sum memasuki ruangan dokter spesialis saraf dengan senyum sumringah berbeda dengan saat waktu Bu Sum datang pertama kali ke ruangan itu. Ditemani Bagas, Bu Sum menceritakan perkembangan yang dia rasakan selama sebulan ini semenjak menggunakan collar neck secara rutin. "Coba saya periksa dulu, ya," ucap Dokter Zainal, dokter senior di ruangan itu selain dokter berkacamata yang lain."Udah aman ya ini, syukurlah masih bisa kita observasi kemarin ya. Diingatkan lagi ibunya untuk tidak mengangkat atau mengerjakan pekerjaan yang berat.""Terimakasih, Dokter." Mata Bu Sum masih mencari-cari. "Kalo dokter Rizal, hhmm maksud saya dokter residen yang waktu itu enggak kelihatan ya, Dokter?""Oh dokter Rizal, hari ini memang mengambil cuti ijin sakit, Bu Sum.""Oh sakit." Bu Sum terdiam. "Bu, ayo." Bagas menyentuh lengan ibunya agar bergegas meninggalkan tempat itu."Mbak-mu pulang jam berapa, Gas?" tanya Bu Sum setiba mereka di rumah."Bagas kurang tahu, Bu. Kenapa?"

  • KAWIN LARI    Bab 6. Melting

    "Bawa ini." Bu Sum menyerahkan kantung plastik berisi bubur ayam pagi itu."Apa ini, Bu?""Bubur ayam buat sarapan dokter Rizal.""Loh kan Dara cuma mau anter baju ke Mas Teguh, Bu. Enggak ke tempat dokter Rizal.""Sekalian, Ra. Kan satu tempat juga, lagian kasian anak rantau sakit tuh nggak ada yang ngurus. Mosok kamu tega, mana sakitnya tipes kan nggak bisa makan yang keras-keras dulu "Dara menghela napasnya, dirapihkannya kembali baju-baju yang akan dia antar pagi ini."Ya sudah, Dara pergi dulu." Dara meraih kunci motornya. "Oh iya Bu, nanti Dara pulang agak sore ya. Dara mau ketemu temen di kampus, katanya ada lowongan kerjaan di tempat dia kerja."Motor Mio itu berhenti di bangunan tiga lantai yang berisi para anak rantau. Dara mengetik pintu kamar Teguh, salah satu pelanggan laundry Bu Sum yang sangat baik padanya. "Pagi Dara," sapa lelaki itu masih dengan wajah bangun tidur."Pagi Mas Teguh," balas Dara sambil tersenyum. "Mau antar baju, Mas." Dara memberikan tas laundry ber

  • KAWIN LARI    Bab 7. Butterfly Era

    "Kamu sibuk besok malam?"Isi pesan dari Rizal untuk Dara. Sudah hampir satu minggu ini lelaki itu tak mendapat kabar bahkan bertemu dengan Dara. Yang datang mengantarkan atau mengambil baju kotornya hanya Bagas. Bertanya pada Bagas pun, pemuda itu hanya mengatakan sang Kakak sedang sibuk."Kebetulan aku nggak ada jadwal jaga, kita bisa ketemu?" Lagi pesan itu masuk namun belum mendapat balasan dari Dara. Hanya saja tanda centangnya sudah berwarna biru itu artinya Dara membaca pesannya.Kesal menunggu, Rizal meraih jaketnya kemudian berjalan menuju parkiran motor rumah sakit. Untung saja hari ini jam jaganya hanya sampai setelah Magrib.Motor sport itu berhenti di depan pagar rumah Dara. Lampu rumah pun sudah menyala, kios kecil tempat Bu Sum menerima pakaian laundry juga sudah di tutup. Hanya saja motor Mio milik Dara tak terlihat di sana, bisa jadi motor itu sedang di pakai oleh Bagas. Rizal mendorong motornya masuk ke halaman rumah Bu Sum. Dia letakkan helm full facenya di meja y

  • KAWIN LARI    Bab 8. Siapa Dia?

    "Mama ada di Jogja? Sejak kapan?" tanya Rizal yang bergegas ke parkiran motor Rumah Sakit, dia harus segera menuju hotel tempat kedua orangtuanya menginap.Memasuki sebuah hotel berbintang lima di pusat kota Jogja, Rizal melangkahkan kakinya menuju restoran hotel itu. Wanita cantik berumur 50 puluh tahunan itu sedang berbincang dengan dua orang pria yang jelas sekali Rizal kenal, ayah dan pamannya. Entah dalam rangka apa ketiga orang yang dituakan ini datang tiba-tiba ke Jogja. "Ma, Pa." Rizal berdiri di antara mereka yang duduk di meja makan besar mengulurkan tangannya, menyalami kedua orangtuanya. Matanya melirik ke arah lelaki berkacamata dengan tatapan datar."Mamak, apa kabar?" Rizal kembali sedikit membungkuk, menyalami kakak pertama dari sang Ibu."Haa ...tumben Ichal langsuang tibo manamui Mama Papa, biasonyo tunggu sahari duo hari dulu baru ka tibo kamari, itupun kalau indak tapaso ndak ka tibo do," sindir Donna, ibu Rizal.(Tumben langsung nemuin Mama sama Papa, biasanya Ma

  • KAWIN LARI    Bab 9. Salah Menaruh Hati

    "Ini Synthia, anak dari Datuk Basri Alam," ujar Donna. "Kamu masih ingat kan, Synthia kecil dulu sering ke rumah kita."Rizal pun tersenyum, tidak pernah terbesit di ingatannya tentang wanita di hadapannya ini pernah datang ke rumahnya. Atau memang dia yang sudah lupa."Enggak sering Tante, cuma beberapa kali sebelum Bunda bawa Synthia ke Australia."Wanita yang umurnya mungkin hanya berbeda satu tahun di bawah Rizal ini pun mengulurkan tangannya."Apa kabar?""Baik," jawab Rizal canggung."Jadi pertemuan kali ini memang sangat mendadak," ujar lelaki yang umurnya di atas lebih tua dari Rizal. Mungkin hampir memasuki 40 tahun. Lelaki itu Amar kakak laki laki tertua Synthia."Kebetulan kami juga ada perjalanan bisnis ke Jogja, dan Bunda memberi tahu kalau Tante Donna dan Om Andreas sedang berada di Jogja. Mengenai kerjasama perusahaan yang pernah kita bahas tempo hari, kami selalu wakil dari perusahaan menyetujui persyaratan dan perjanjiannya.""Mengenai kelanjutannya, kita bicarakan de

  • KAWIN LARI    Bab 10. Ya Udah

    Rizal menuntun motornya masuk ke pekarangan rumah Dara. Sudah menjadi kebiasaannya selama bertamu ke rumah gadis itu, Rizal psti mematikan motornya, maklum saja suara motor sport milik Rizal memang terdengar sedikit berisik."Loh, Mas Dokter." Bagas yang baru saja masuk ke pekarangan rumah kaget melihat Rizal juga baru datang."Gas," sapa Rizal. "Dara ada?""Ada, aku panggil dulu." Bagas memarkirkan motornya."Eh, Gas ... ini buat kamu dan ibu." Rizal memberikan satu kantung plastik berwarna putih."Makasih, Mas Dokter. Aku panggil Mbak Dara dulu." Bagas masuk ke dalam rumah dengan hati senang membawa bungkusan yang dari harumnya saja sudah bisa dia tebak."Emang rejeki anak soleh," ujar Bagas menaruh kantung plastik berisi dua tempat martabak manis dan martabak telur. "Tau aja ngambil hatinya," kekeh Bagas lalu melangkah menuju kamar Dara."Mbak." Suara Bagas terdengar dari balik pintu, pintu pun dia buka. "Ada yang cari tuh."Dara gelagapan, "siapa?""Pake nanya ... sana temuin dulu

  • KAWIN LARI    Bab 11. Lama-lama Terasa Nyaman

    Senyum Rizal kembali terukir, ingatannya masih melekat saat tadi dirinya memberanikan diri menyatakan perasaannya pada Dara. Tiba-tiba memeluk gadis itu, bahkan wajah mereka sempat dekat beberapa inci lagi, saling menatap sendu.Lamunannya buyar saat pesan masuk ke ponselnya dari sang Mama."Mama besok pagi pulang, penerbangan jam tujuh pagi. Malam ini sempatkan bertemu Mama dan Papa." Isi pesan itu rasanya enggan Rizal baca, toh selama ini juga orangtuanya datang dan pergi sesuka hati. Datang dengan melimpahkan masalah padanya, dan pergi meninggalkan masalah baru.Seperti pertemuan malam itu dengan Synthia dan Amar. Rizal baru mengetahui kalau ada rencana paman dan orangtuanya menjodohkannya dengan Synthia dengan alasan menjadikan kerajaan bisnis mereka khususnya rumah sakit berkembang lebih pesat lagi. Salah satunya menambah jangkauan bisnis sang Ayah yang mencoba bermain di pertambangan. Dan Synthia siang itu mengatakan sendiri pada Rizal. "Ya aku nggak bisa memaksa kamu, tapi ad

Latest chapter

  • KAWIN LARI    Bab 25. Mendamaikan Hati

    Sore menjelang, ini adalah hari kedua Rizal mengikuti seminar kedokteran yang diadakan di hotel ini. Setiap sore, Rizal akan berdiri di teras lobby hanya untuk menunggu motor Dara keluar dari area hotel, setelahnya dia akan merasa lega. Namun sore ini, sudah hampir satu jam Rizal menunggu tetapi Dara belum juga muncul.Rizal berjalan pada sisi hotel, mengitari area itu hingga sampai pada area pintu masuk kantor Dara. Sudah terlihat sepi, Dara belum juga muncul. Rizal menghampiri seorang sekuriti menanyakan apakah masih ada karyawan yang berada di dalam."Sepertinya masih ada, Pak. Mungkin lembur," jawab sekuriti tadi."Makasih, Mas." Rizal meninggalkan tempat itu. Alih-alih masuk ke dalam hotel untuk mengambil barang-barangnya, Rizal memilih duduk di bawah pohon tepat sebelum jalan ke arah basement.Dara keluar dari kantor setengah jam kemudian, dia berjalan ke arah parkir basement khusus karyawan. Rizal memperhatikan gerak-gerik Dara, hingga mimik mukanya berubah ketika sebuah mobil

  • KAWIN LARI    Bab 24. Mencuri Hatinya Kembali

    "Halo Ra," ujar Sari di seberang sana."Halo Bu." Dara baru saja meletakkan tas kerjanya di atas meja pagi itu."Kamu udah di kantor?" tanya Sari."Sudah Bu, ada yang bisa saya bantu?""Mobil saya tiba-tiba mogok, kamu bisa bawakan berkas saya ke restoran hotel, ya.""Oh baik, Bu.""Ada dua berkas di atas meja saya, satu berbahasa Inggris satu lagi bahasa Indonesia. Keduanya isinya sama, nanti tolong kamu berikan pada Mr. Richard. Dia minta laporan itu pagi ini, kebetulan dia sarapan pagi di hotel. Nanti di sana sudah ada Pak Rudi yang menemaninya. Dua berkas itu berikan saja pada Pak Rudi, biar dia yang menjelaskan semuanya," ujar Sari panjang lebar."Baik, Bu. Segera saya ke restoran nanti, apa ada lagi?" "Enggak itu aja, ini saya masih nunggu taksi online. Setengah jam lagi mungkin saya sudah di kantor. Tolong kamu handle dulu ya, Ra."Dara mengangguk tanpa menjawab dan kembali meletakkan ponselnya setelah pembicaraan selesai. Gegas dia ke ruangan Sari untuk membawa berkas laporan

  • KAWIN LARI    Bab 23. Break

    "Kita putus!"Dara beranjak dari kursi panjang itu. Cepat-cepat Rizal menahan tangan Dara, lalu menggandengnya pergi dari taman. Masih dengan tangan yang menggenggam erat tangan Dara, Rizal berjalan bersisian. Semua mata menatap mereka, apalagi para perawat-perawat muda yang kesehariannya sering tebar pesona pada Rizal. Beberapa berbisik, beberapa hanya memandang, mungkin saja mereka patah hati.Rizal naik ke atas motornya, dia taruh di depan tas punggung berisi laptop berikut jas putih yang biasa dia pakai saat bekerja sudah dia masukkan lebih dulu ke dalam tas itu."Naik," kata Rizal masih dengan nada lembut.Dara bergeming."Please, naik Ra. Nanti aku jelaskan semuanya saat kita tiba di kost." Rizal memohon."Aku mau pulang," ujar Dara masih memandang ke arah lain."Nanti kuantar pulang kalo kamu sudah mendengarkan penjelasanku. Ayo naik dulu," pinta Rizal.Pada akhirnya Dara mengikuti kata-kata Rizal, meski hatinya bergemuruh karena emosi namun otaknya mengatakan sebaliknya, Dara

  • KAWIN LARI    Bab 22. Menuntut Penjelasan

    Dara mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan di kamarnya. Pikirannya masih bergejolak mencoba menghubungkan satu demi satu cerita yang dia dengar dan dia baca. Rasanya tidak mungkin Rizal membohonginya, tapi jika ini semua ternyata benar jelas Dara merasa selama ini dipermainkan oleh Rizal.Apakah dengan Rizal berbohong, maka Rizal bisa seenaknya mempermainkan perasaannya. Atau dengan jangan-jangan Rizal akan mengira jika Dara tahu dia dari keluarga berada maka Dara akan memanfaatkan kekayaan lelaki itu."Aku bukan cewek matre!" geram Dara.Kesal rasa hati Dara, lalu dia beranjak membuka lemari pakaiannya. Kemeja oversize berwarna nude dan celana jeans dia keluarkan dari sana. Setelah mengganti pakaiannya, Dara meraih tas selempangnya dan keluar dari kamar."Mau kemana, Ra?" tanya Bu Sum dengan membawa pewangi setrika yang akan dia berikan pada Siti."Ke rumah sakit Rizal, Bu," jawab Dara sambil memakai sepatu kets."Loh, ngapain? bukannya Nak Rizal hari ini ada jadwal kerja.""Bi

  • KAWIN LARI    Bab 21. Bukti Sebuah Foto

    "Kalo boleh tau, ada berapa dokter di sana yang namanya sama dengan kamu." Dara menatap mata itu penuh dengan rasa penasaran berusaha mencari kebenaran di dalam sana."Maksudnya gimana?" Rizal melepas pelukannya, membawa Dara duduk di sisi tempat tidur sementara dia menarik kursi kerjanya."Ya aku mau tau, Rizal yang dimaksud Mbak-mbak perawat tadi itu dokter Rizal kamu atau ada Rizal yang lain.""Memangnya kenapa dengan Rizal yang mereka bicarakan?""Meraka bilang Rizal yang ini adalah anak seorang pengusaha, old money, kaya tujuh turunan, punya rumah sakit besar di Padang dan menjadi dokter residen di rumah sakit itu bukan dengan beasiswa tapi biaya sendiri," urai Dara.Rizal menelan salivanya kasar, jakunnya turun naik, ada kegugupan di sana. Bagaimana jika memberitahu Dara jika yang dia dengar adalah benar. Apa Dara masih tetap menerimanya atau malah sebaliknya meninggalkan Rizal karena kebohongan yang dia lakukan."Mas?" Dara membuyarkan lamunan Rizal. "Jadi, Rizal yang mereka ma

  • KAWIN LARI    Bab 20. Mulai Terbongkar

    Dara terbangun dari tidurnya saat ini waktu menunjukkan jam dua siang. Cumbuan Rizal membuatnya terlena dari pagi hingga tengah hari tadi. Pelampiasan kerinduan itu nyatanya hampir saja membuat mereka lupa diri.Tangan Rizal masih berada di atas perutnya. Kekasihnya itu sebenarnya masih nampak kelelahan dan juga kurang tidur. Dara meraih ponselnya, memesan makan siang mereka melalui aplikasi online. Perutnya sudah berbunyi sedari tadi.Kembali Dara memandangi wajah Rizal, bulu-bulu halus itu dibiarkan Rizal untuk tumbuh di sana menambah ketampanan lelaki Minang ini."Ganteng, ya?" Dengan mata yang sedikit terbuka dia berhasil mengagetkan Dara yang tengah asyik menikmati wajah tampannya."Ge-er banget." Dara tertawa kecil.Rizal merapatkan tubuhnya kembali pada Dara, memperhatikan gadisnya itu yang sedang memainkan jarinya di antara bulu-bulu halus wajah Rizal."Anak siapa sih kok bisa cantik kayak gini," ucap Rizal."Anak Bu Sumiati," jawab Dara tertawa. "Enggak nyangka ya, punya pacar

  • KAWIN LARI    Bab 19. Boleh Merindu

    "Pesawatku transit dan sepertinya delay." Isi pesan Rizal untuk Dara.Sementara waktu menunjukkan pukul tiga sore, hampir dua jam Rizal menunggu di bandara Soekarno-Hatta. Bisa-bisa dia sampai Jogja malam hari, dengan begitu dia akan bertemu Dara sudah pasti keesokan harinya."Rizal?" Suara itu membuat Rizal menoleh."Maya?" "Ya ampun, tadinya aku ragu. Ternyata benar ini kamu," ujarnya dengan mata berbinar."Apa kabar?" Rizal mengulurkan tangan pada Maya, terakhir bertemu empat tahun yang lalu sebelum mereka berpisah."Baik. Aku baik, kamu?" Senyum itu masih sama, wajahnya semakin dewasa, namun matanya masih menyisakan luka. "Kemana?" tanya Rizal menelan salivanya kasar. Siapa sangka akan bertemu dengan gadis yang pernah bertahta di hatinya selama hampir lima tahun."Bali," ucapnya. "Kamu sendiri?""Jogja." Senyum Rizal nampak samar. "Duduk." Rizal menawarkan tempat duduk di ruang tunggu itu."PPDS?" tanya Maya."Begitulah, kamu sendiri ke Bali?""Oh, ada pekerjaan yang harus di s

  • KAWIN LARI    Bab 18. Ambisi

    Prosesi pernikahan Hana dan Hasan begitu sakral. Bertempat di hotel bintang lima, para tamu undangan bukan hanya dari kalangan pengusaha, tapi juga dari kalangan pejabat serta beberapa artis di negara ini.Rizal berdiri menikmati jamuan makan malam sambil mendengarkan alunan suara merdu dari salah satu artis yang di minta untuk mengisi acara. Hana begitu cantik duduk di pelaminan memakai suntiang, senyumnya terpancar. Namun entah itu sebuah senyum kepura-puraan atau nyata dia bahagia. Tidak dapat Rizal bayangkan bagaimana Hana akan mengarungi rumah tangganya nanti."Bukankah acara pernikahan dengan prosesi adat seperti ini sangat indah," ujar Anna, ibu Synthia. Wanita berbalut kebaya berwarna silver itu menghampiri Rizal.Rizal membalikkan tubuhnya, lalu dia menunduk memberi hormat pada Anna."Iya indah, Tante," jawab Rizal."Keinginan setiap orang tua itu ingin melihat anak-anaknya bukan hanya sampai dengan tercapai cita-cita mereka. Namun salah satunya seperti ini, melihat anak-anak

  • KAWIN LARI    Bab 17. Pertemuan Dua Keluarga

    Rizal mematut dirinya di depan kaca, bulu-bulu halus di rahangnya dia biarkan tumbuh. Penampilannya malam ini hanya mengenakan kemeja berwarna maroon dan celana chinos berwarna krem. Di lantai bawah keluarga besarnya sedang berkumpul, riuh suara gelak tawa terdengar hingga ke kamarnya. Terakhir rumahnya ini ramai seperti sekarang adalah saat dia wisuda mendapatkan gelar dokter. Menjadi kebanggaan kedua orangtuanya adalah mimpi Rizal namun bukan berarti orangtuanya bisa mengatur hidup serta menentukan jalan hidupnya sesuka hati.Rizal meraih ponselnya, kemarin dia hanya tiga kali mengirimkan pesan pada Dara. Keramaian di rumahnya memang menyita waktu, hingga malam kemarin Rizal berjanji untuk video call saja akhirnya gagal karena dia terlanjur ketiduran."Lagi apa?" Isi chat Rizal yang terkirim untuk Dara."Di rumah sedang ramai, malam ini ada acara Malam Bainai. Aku telpon kamu mungkin agak tengah malam, ya." "Jangan tidur dulu, Ra. Aku kangen."Tiga pesan terkirim, Rizal melangkah

DMCA.com Protection Status