Elise Bowman menginginkan perceraian setelah melewati tiga tahun pernikahan tanpa cinta bersama Theodore Blake. Meskipun jauh di lubuk hatinya ia sangat mencintai suaminya yang dingin itu. Keinginan istrinya untuk bercerai membuat Theodore Blake, yang diam-diam jatuh hati pada istrinya, menjadi frustrasi. Kehadiran orang ketiga, seseorang dari masa lalunya, membuat segalanya semakin runyam. Apakah mereka akan mempertahankan rumah tangganya? Atau justru memilih untuk membuang perasaan sesungguhnya yang tersembunyi dalam diri mereka masing-masing?
Lihat lebih banyak"Sial! Kenapa aku harus bertemu dengannya di sini?" gerutu Cellina dengan wajah memberengut.Setelah pertemuannya dengan Kelly Dempsey, ia dan Liam akhirnya memutuskan untuk keluar mencari udara segar. Mereka berjalan-jalan di taman dan berakhir duduk di sebuah bangku kayu. Taman itu dulunya adalah tempat di mana ia dan kedua sepupunya, Theo dan Mia, bermain bersama-sama. Malam itu, suasana taman di belakang mansion sepi, berbeda dengan suasana di dalam mansion yang begitu meriah. Rasanya mereka tak salah memilih tempat itu untuk mencari ketenangan sejenak.Liam yang duduk di sampingnya menepuk-nepuk punggung tangannya dengan lembut. "Jadi kalian memang bukan teman baik?" tanyanya polos."Jelas tidak!" sahut Cellina cepat. Ia benar-benar tak sudi disebut sebagai teman baik Kelly Dempsey.Liam terkekeh pelan. Sikap Cellina barusan sangat lucu baginya. Ia belum pernah melihat sisi Cellina yang seperti ini.Cellina yang melihat Liam tertawa, seketika memberengut. "Kenapa kau malah tertaw
Cellina Rose sesekali melirik ponselnya, berharap jika Mia atau Elise akan segera membalas pesannya. Ia datang terlambat ke acara ulang tahun kakeknya karena harus menemui seorang klien sore ini. Dan saat tiba di mansion, ia sama sekali tidak melihat Mia, maupun Elise. Ia sudah mencoba menghubungi keduanya. Namun tak satu pun dari mereka yang menjawab."Kau menunggu seseorang?" tanya lelaki yang saat itu bersamanya.Cellina tersenyum kecil. "Ya, aku sedang mencari sepupuku. Dia belum membalas pesanku," sahutnya. "Maaf kalau ini membuatmu terganggu, Liam."Liam Milner, putra salah seorang rekan bisnis ayah Cellina yang cukup akrab dengannya. Kedua orang itu saling menyukai. Namun mereka belum meresmikan hubungan mereka."Oh," Liam tersenyum. "Tidak masalah. Aku sama sekali tidak merasa terganggu." Lelaki itu kemudian mengangkat gelas champagne-nya ke arah Cellina, mengajaknya untuk bersulang. Kemudian terdengar suara dentingan gelas yang beradu pelan.Cellina dan Liam mengobrol ringan,
Theo menghentikan gerakannya ketika ponsel dalam saku jasnya bergetar untuk kesekian kalinya. Suasana nyaman yang dirasakannya bersama Elise saat itu membuatnya lupa bahwa dirinya adalah seorang dokter, yang itu berarti ia harus selalu siap-sedia ketika ponselnya berdering di luar jam kerja.Ia mengajak Elise menepi. "Maaf, ada telepon dari rumah sakit." gumamnya pada Elise.Elise mengangguk, menunjukkan bahwa dirinya tak keberatan jika Theo menjawab teleponnya sekarang.Sementara Theo berbicara di telepon, Elise mengedarkan pandangan ke sekitar. Ia belum melihat Mia, juga Cellina, sejak tadi. Ia berharap bisa bertemu dengan kedua wanita itu malam ini, di tengah lautan manusia yang ada di sana.Namun pandangannya justru berhasil menemukan sosok ibu mertuanya, Jessica Blake. Jessica berada di lantai dua, terlihat sedang mengobrol dengan seorang perempuan muda yang tak menunjukkan seluruh wajahnya. Sejenak Elise tertegun. Perempuan berambut blonde bergelombang itu terasa tak asing bagin
Suara gelas yang berdenting, disusul suara tawa dan senyuman yang sopan menjadi akhir dari obrolan Jessica Blake dengan salah seorang pebisnis yang dijumpainya di acara ulang tahun ayah mertuanya, Dalton Blake, malam itu.Meskipun usianya sudah menginjak 60 tahun, tapi Jessica tidak serta merta kehilangan jiwa modisnya. Ia mengenakan cocktail dress berwarna merah hati, memperlihatkan lekukan tubuhnya yang terawat. Aura berkelasnya terpancar jelas oleh rasa percaya dirinya yang masih kuat.Jessica berdiri di tepi koridor lantai dua, memperhatikan para tamu yang sedang berdansa sambil meneguk champagne-nya, ketika seorang pria berusia sebayanya dan seorang perempuan muda berpenampilan tak kalah modis datang menghampirinya."Selamat malam, Nyonya Blake." sapa pria itu sopan."Oh," Jessica terkesiap. "Edwin Dempsey?" Pria itu adalah teman sekolahnya, yang juga seorang pebisnis ternama dengan banyak bidang usaha. Lalu pandangan Jessica beralih ke perempuan muda yang berdiri tepat di sebela
Mansion milik keluarga Blake tampak begitu meriah malam itu. Jejeran mobil-mobil mewah terlihat hampir memenuhi pekarangannya yang luas. Puluhan pelayan berpakaian senada tampak mondar-mandir melayani ratusan tamu yang hadir. Dan mereka tak lain adalah kerabat sekaligus rekan bisnis keluarga Blake. Pesta malam itu bisa dikatakan seperti malam perkumpulan orang-orang kalangan atas.Theo membukakan pintu sekaligus menuntut Elise saat turun dari mobil. Meskipun hubungan mereka sebenarnya sedang tidak baik-baik saja, tapi Elise berusaha untuk tetap bersikap biasa saja di hadapan orang-orang, terutama keluarga Blake.Pandangan mata para tamu tertuju ke arah Elise ketika ia dan Theo berjalan berdampingan memasuki mansion. Beberapa diantaranya ada yang langsung berbisik, ada juga yang terpaku."Kau berhasil membuat mereka semua terpana dengan penampilanmu." bisik Theo yang mendekatkan wajahnya ke telinga Elise saat tahu bahwa istrinya tengah dilanda rasa gugup karena respon sekitar yang menu
Hari itu Theo pulang lebih awal dari biasanya karena hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun kakeknya, Dalton Blake, yang ke-82 tahun.Elise sedang mengobrak-abrik lemari pakaiannya ketika Theo membuka pintu kamar. Wanita itu hanya menoleh sekilas ke arahnya saat mendengar suara pintu, lalu kembali melihat ke dalam isi lemari pakaiannya tanpa mengatakan apa pun.Sudah beberapa hari terakhir Elise terlihat agak diam, tidak seperti biasanya. Sebelumnya ia akan bertanya tentang keseharian Theo di rumah sakit saat melihatnya pulang. Meskipun Theo selalu memberikan jawaban singkat dengan sikap yang terkesan dingin. Namun sudah dua hari terakhir, Elise bersikap seolah mengabaikannya. Apa istrinya ini sudah mulai lelah dengannya? Theo bertanya-tanya dalam hati.Theo berhenti dan kemudian berdiri di samping lemari, berharap agar mendapatkan perhatian Elise. Benar saja, istrinya itu menoleh dan menatapnya heran."Ada apa?" tanya Elise dengan nada terkesan datar."Kau sedang memilih baju?"
Kepalanya seolah dihantam oleh rasa sakit yang luar biasa ketika Jonathan Nilsson membuka matanya. Ia memegangi kepalanya seraya menyeret tubuhnya dan berhasil duduk di atas kasur. Butuh waktu selama beberapa detik untuk tubuhnya terasa membaik, meskipun kepalanya masih sedikit berat karena pengaruh alkohol yang diminumnya kemarin malam.Nathan menunduk menatap tubuhnya yang saat itu tidak mengenakan apa-apa. Hanya sebuah selimut tebal yang menutupi bagian bawah tubuhnya."Tidur nyenyak?"Suara seorang wanita yang tiba-tiba memecah keheningan membuat Nathan menoleh ke arah asal suara. Ya, jelas. Suara itu berasal tak jauh darinya. Siapa lagi jika bukan Kelly Dempsey yang semalaman tidur di sampingnya. Wanita itu tampaknya masih tak berbusana. Kelly menatap Nathan dengan seulas senyum semeringah. Sama sepertinya, tubuh Kelly hanya tertutup oleh selimut."Malam yang luar biasa, bukan?" goda wanita itu lagi seraya merapat ke arah Nathan.Nathan mendengus mengabaikan ucapan Kelly barusan,
Jonathan Nilsson menganggap dirinya benar-benar sudah dibawah pengaruh alkohol. Malam itu ia habiskan di kamar hotel yang ditempati oleh Kelly Dempsey, wanita yang tiba-tiba mendatanginya beberapa minggu lalu untuk mengajaknya bekerja sama.Ya, bekerja sama untuk menghancurkan rumah tangga Elise dan Theo.Setelah pintu di belakangnya tertutup rapat, Nathan langsung mendorong tubuh Kelly hingga menabrak tembok. Tanpa mengatakan apa pun, ia langsung mendaratkan bibirnya ke leher wanita itu.Kelly tak menolak. Helaan nafas, juga desahan ringan yang meluncur dari mulutnya seolah menyiratkan bahwa ia sudah siap dengan permainan yang akan diberikan Nathan untuknya.Gerakan bibir Nathan semakin liar karena desahan Kelly di telinganya. Tanpa ragu ia melucuti pakaian kurang bahan yang dikenakan wanita itu. Hal yang sama juga dilakukan oleh Kelly. Sambil menikmati cumbuan Nathan, tangannya ikut bergerak cepat melepas pakaian yang dikenakan Nathan.Tanpa sedikit pun melepas sentuhan satu sama la
Ini bukan pertama kalinya Jonathan Nilsson menginjakkan kakinya di tempat dengan cahaya remang dan alunan musik kencang yang menarik sebagian orang untuk menari ria tanpa beban. Asap rokok, juga aroma alkohol bukan sesuatu yang asing baginya.Nathan berjalan menuju meja bartender dan tanpa butuh waktu lama, ia berhasil menemukan sosok yang dicarinya. Wanita berambut pirang panjang terurai dengan pakaiannya yang terbuka terlihat sedang mengobrol dengan bartender. Ia terlihat seperti sedang menggoda pria muda itu."Oh, kau sudah datang." sapa wanita itu ringan ketika Nathan langsung mengambil posisi duduk di sampingnya."Beri aku Tequila." ujar Nathan pada si bartender.Wanita yang duduk di sampingnya itu tersengir mendengar apa yang baru saja diucapkan Nathan. "Kupikir semua dokter tidak akan minum minuman beralkohol." ledeknya.Nathan tersenyum simpul. "Kau lupa? Aku ini dokter hewan," balasnya tak peduli. "Aku bukan dokter jantung, seperti Theodore Blake."Wanita itu menatapnya tajam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen