ISTRIKU YANG MULAI MANDIRI

ISTRIKU YANG MULAI MANDIRI

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-14
Oleh:  Sity MariahTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.5
6 Peringkat. 6 Ulasan-ulasan
47Bab
40.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Istri yang dulu manja, penurut dan hangat. Apa-apa selalu butuh bantuan suaminya. Namun, tiba-tiba semua berubah. Setelah sang istri berjualan dan memiliki penghasilan. Semua tak sama setelah sang istri menjelma menjadi sosok yang mandiri. Bagaimana sang suami mengambil sikap? Akankah perubahan sang istri, juga berdampak pada rumah tangga mereka?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab.1

Istriku Yang Mulai Mandiri (1)

****

"Dek, kamu beli motor?" tanyaku pada istriku.

"Iya Mas," jawabnya singkat.

"Berapa Dek?" tanyaku lagi.

"3 juta Mas." jawabnya membuatku kaget.

"Ha?! 3 juta? Motor harga 3 juta? Motor apa yang dijual dengan harga segitu? Jangan-jangan motor rusak, Dek?" cecarku. 

"Enak aja kamu, Mas! Sebelum deal aku cek dan coba dulu motornya, masih bagus kok," sangkalnya. 

"Bisa aja kan sekarang bagus, eh besok udah hancur, Dek," cicitku.

"Apa sih kamu, Mas. Aku emang beli motor bekas dan murah bukan berarti motor itu rusak, lagian dijual segitu karena si penjual lagi butuh banget uang!" sengitnya tak terima dengan ucapanku.

"Emang kamu beli motor buat apa toh dek? Motor Mas kan ada malah masih bagus." 

"Loh, ya 'kan aku butuh buat kepasar mas! Males aku ngandelin Mas terus."

Aku mendecak. "Dek, Dek, kalau ada uang kenapa gak kamu tabung aja Dek, ngapain dibelikan motor?"

"Ya ampun Mas, aku beli motor pake uangku sendiri! Gak minta ke kamu!"

"Emang berapa sih keuntungan kamu jualan? Mas gak percaya bisa sampai beli motor, atau jangan jangan kamu pinjam uangnya sama si Mila?" tuduhku. Aku tak percaya, istriku yang baru 8 bulan berjualan aneka jajanan bisa membeli motor, walaupun bekas.

"Ah terserah kamu, capek ngomong sama kamu, Mas!" ucapnya. Lalu dia masuk ke dalam kamar. 

Begitulah istriku, Farida. Akhir-akhir ini sikapnya mulai berbeda. Ya, dia mulai dingin padaku. Padahal sejak awal aku mendekatinya, ia adalah perempuan yang manja dan lemah lembut. Setelah menikah pun, ia masih sangat manja. Jika saat mendekatinya dulu, aku suka dengan sikap manjanya, maka setelah menikah aku merasa bosan.

Ya, setelah menikah, dia selalu memintaku untuk membantu pekerjaan rumah. Seperti menjemur pakaian, menjemur bed cover, memasang tabung gas, mengangkat galon. Saat tidur pun, ia selalu ingin aku peluk. Ia akan marah, ketika aku bermain PS sampai tengah malam dan tertidur di ruang televisi. 

Ia selalu memintaku untuk memijit kakinya sebelum tidur, karena katanya pijitanku lumayan enak. Sebelum tidur, ia selalu ingin ditemani mengobrol, apapun yang terjadi ia selalu ceritakan padaku, meski aku tidak menanggapi nya karena malas. Namun, akhir-akhir ini, tepatnya setelah ia berjualan, ia seperti berubah. Ia bukan lagi Farida-ku yang dulu.

Bahkan setelah berjualan, ia tidak lagi mengeluh uang yang kuberikan sedikit dan sudah habis sebelum waktunya aku gajian. Aku bekerja di pabrik garmen sebagai staff administrasi. Gajiku sebesar 4 juta perbulannya dan aku memberikan 1,5 juta pada istriku. Sisanya kupegang sendiri.

Sebelum berjualan, istriku selalu mengeluh kalau uang yang aku berikan tidak cukup sampai satu bulan. Sampai ia ingin bekerja lagi sebagai operator jahit di pabrik garmen. Tentu saja aku melarang keras, aku masih mampu untuk mencari uang, buat apa dia ikut-ikutan bekerja?

Akhirnya ia memutuskan berjualan aneka jajanan di teras rumah. Entah apa saja yang ia jual, sekarang pelanggannya sudah banyak. Kuakui tangan istriku itu memang pandai mengolah makanan. Masakan buatannya selalu enak di lidahku.

Farida masih belum keluar dari kamar, padahal biasanya jika aku pulang kerja begini, ia selalu menyiapkan teh manis hangat. Tapi ini, air putih saja tak diberikan. Aah, dengan malas aku melangkah ke dapur untuk mengambil air putih.

Saat menuangkan air galon, aku terkesiap. Dispenser baru? Dispenser dengan galon bawah. Aku yakin, tadi pagi masih dispenser lama. Aku meninggalkan dispenser dengan galon kosong, karena aku yang menghabiskan airnya. Jika harus membelinya airnya dulu, aku bisa terlambat ke pabrik. Jadi, aku biarkan saja tadi pagi.

Aku lalu memperhatikan sekeliling dapur, lagi-lagi aku terkesiap. Bagaimana tidak? Di meja penyimpanan terdapat 2 kotak teh celup, 2 kemasan gula pasir, 2 kemasan minyak goreng ukuran 2 liter, beras ukuran 5 kilo, bumbu dapur semua lengkap. Aku benar-benar dibuat melongo. Darimana Farida bisa membeli semua ini?

Gegas aku menyusul Farida ke dalam kamar. Ternyata dia sedang duduk di kasur sambil memainkan ponsel. Lantas aku duduk di depannya. "Dek, kok gak siapin teh manis hangat buat Mas, sih? tanyaku.

"Buat sendiri saja, semua sudah lengkap kok," jawabnya. Masih menatap ponselnya.

"Gak, Mas capek, baru pulang, kamu dong layani Mas, Dek!" perintahku.

"Aku juga capek, Mas! Layani banyak pembeli," jawabnya tak mau kalah.

"Oh, ya, Dek, yang beli dispenser kamu?"

Dia hanya mengangguk.

"Uang darimana, Dek?"

"Untung jualan," jawabnya tanpa beralih dari layar ponsel.

"Terus … yang beli keperluan dapur, kamu juga?" Aku bertanya pelan.

"Kalau bukan aku, siapa yang beli?"

"Emang keuntungan jualanmu banyak, ya, Dek?"

"Gak perlu tahu!"

"Loh, ya, Mas kan pengen tahu aja, Dek. Sekarang kamu gak pernah ngeluh lagi dengan uang yang Mas kasih."

"Ngeluh buat apa, Mas gak peka!"

"Ya … bukan gak peka, tapi kan Mas sudah kasih sesuai dengan yang diperlukan, Dek. Mas saja, dulu saat masih sendiri sebulan cuma pegang 500 ribu, Dek. Kamu hanya perlu mengatur pengeluarannya saja," ucapku menjelaskan.

"Kalau duitnya gak ada, gimana ngaturnya, Mas? Kamu kira, listrik jerit-jerit bisa diem sendiri? Air galon kosong, bisa penuh sendiri? Beras, sabun mandi, sabun cuci, semua gak dibeli apa, Mas?

"Gak ada gimana sih, Dek? Tiap bulan sudah Mas kasih."

"Aku kan sudah sering bilang, uang yang Mas kasih itu gak cukup sampai satu bulan! Bulan ini, Mas belum kasih aku uang. Ini sudah tanggal 10, Mas. Padahal, Mas gajian setiap tanggal satu! Jangan mulai melupakan kewajibanmu, Mas!"

"Itu karena kamu gak bisa ngaturnya, Dek. Sekarang buktinya kamu bisa, Dek! Berarti sekarang kamu sudah pandai mengatur keuangan!"

"Aku memang pandai mengatur keuangan, Mas! Aku tahu mana yang dibutuhkan, mana yang tidak! Itupun karena uangnya ada! Kalau tidak ada, aku mau mengatur apa? Daun? Kertas?" Farida menjawab dengan menggebu-gebu. Kemudian dia turun dari kasur.

"Mas, aku titip warung. Mau antar pesanan ke bengkel Jana!" pintanya. Istriku itu lalu keluar dari kamar.

Aku menyusulnya. "Memang Jana pesan apa?"

"10 Roti bakar."

"Biar Mas saja nanti yang antar."

"Gak usah, Mas belum mandi. Aku selalu kena omel pelanggan, karena Mas terlalu lama dalam mengantar pesanan. Mas kalau mandi bisa sampai sejam, entah apa yang Mas bersihkan. Sudah, aku pergi, Mas. Assalamu'alaikum!"

"Waalaikumsalam." Farida pergi dengan motor bekasnya. Biasanya ia menyuruhku yang mengantarkan pesanan. Setelah ada motor, ia bisa lakukan sendiri. Baguslah, jadi aku bisa mandi dengan santai.

Saat aku hendak masuk, ternyata ada yang ingin membeli.

"Bang, beli sosis goreng!" ucapnya menyodorkan uang dua ribu.

"Mbak Rida nya gak ada. Abang gak bisa buatnya!" jawabku.

"Tinggal di goreng, ini sosisnya Bang!" perintahnya. Dia menunjukkan sosis yang sudah ditusuk.

Mau tidak mau aku layani saja, sepertinya dia sering jajan ke sini. Selama berjualan, aku tidak pernah membantu istriku melayani pembeli. Aku hanya mengantarnya ke pasar dan kadang mengantarkan pesanan. Makanya aku tidak tahu jika ada yang membeli seperti ini. Tapi aku coba saja, biar dia cepat pergi, dan aku bisa segera mandi. Setelah selesai, akhirnya dia pergi.

Gegas aku ke kamar mandi. Begitu sampai di kamar mandi, aku terkejut. Ada stok pasta gigi, sabun mandi, sampo, deterjen, pewangi pakaian, pencuci piring. Cepat kuambil wadah lulurku, aah tinggal sedikit. Kenapa Farida tidak membelinya sekalian? Meski lelaki, aku sangat merawat kulit dan tubuhku. Makanya Farida bilang, kalau mandiku lama. Sebab, aku tidak suka tubuhku bau asap dan keringat setelah seharian bekerja. Aku kemudian memakai lulur dan memakai sampo.

"Mas Risfaaannnnn!!!"

Saat sedang asik memakai sampo, suara teriakan dari luar mengangetkanku. Hingga tangan yang penuh busa mengenai mataku. Duh, kenapa Farida ini?

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Fajar Wati
Bagus cerita nya
2024-04-08 10:40:37
0
user avatar
Isabella
cerita bagus makasih thoer menghibur banget
2024-03-23 20:59:45
0
user avatar
Kimberlin Tan
bagus ceritanya
2023-04-07 08:51:46
0
user avatar
liza sarah
bagus kok ceritanya, ringan. wlopun gada komplik yg berat, tp gk monoton. bahasanya jg enak, mudah dipahami. btw kayanya gk tuntas ato blm tuntas ya ini ceritanya. semoga slesai ya kak. semngat kak.
2022-08-17 08:46:41
0
user avatar
Alfia Widiyanti
bahasanya kurang enak di baca emosi Aku bacanya
2022-08-11 00:14:59
0
user avatar
Kowoh 87
oke. . . . .
2025-01-22 16:25:33
0
47 Bab
Bab.1
Istriku Yang Mulai Mandiri (1)****"Dek, kamu beli motor?" tanyaku pada istriku."Iya Mas," jawabnya singkat."Berapa Dek?" tanyaku lagi."3 juta Mas." jawabnya membuatku kaget."Ha?! 3 juta? Motor harga 3 juta? Motor apa yang dijual dengan harga segitu? Jangan-jangan motor rusak, Dek?" cecarku. "Enak aja kamu, Mas! Sebelum deal aku cek dan coba dulu motornya, masih bagus kok," sangkalnya. "Bisa aja kan sekarang bagus, eh besok udah hancur, Dek," cicitku."Apa sih kamu, Mas. Aku emang beli motor bekas dan murah bukan berarti motor itu rusak, lagian dijual segitu karena si penjual lagi butuh banget uang!" sengitnya tak terima dengan ucapanku."Emang kamu beli motor buat apa toh dek? Motor Mas kan ada malah masih bagus." "Loh, ya 'kan aku butuh buat kepasar mas! Males aku ngandelin Mas terus."Aku mendecak. "Dek, Dek, kalau ada uang kenapa gak kamu tabung aja Dek, ngapain dibelikan motor?""Ya ampun Mas, aku beli motor pake uangku sendiri! Gak minta ke kamu!""Emang berapa sih keunt
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-11
Baca selengkapnya
Bab.2
Pagi ini aku bangun jam 6. Menyambar handuk dan menuju kamar mandi. Namun, sepertinya Farida tidak ada. Kemana dia pagi-pagi beginiAku mencarinya di dapur, tidak ada. Kucari di halaman belakang, juga tidak ada. Hanya ada jemuran yang berjejer rapi. Biasanya jam 5 pagi dia sudah membangunkan ku dengan berbagai cara.Sekarang tidak lagi. Jemuran selalu sudah berjejer sepagi ini, dan Farida entah kemana. Aah, lebih baik aku mandi, jam setengah 8 aku harus segera berangkat.Keluar dari kamar mandi, kulihat Farida sedang mengeluarkan barang-barang dari kantong kresek."Dek, kamu dari mana?""Dari pasar.""Kok, gak minta antar Mas?""Aku bisa bawa motor sendiri, lebih cepet!"Aku hanya mengangguk. Farida lalu mengeluarkan satu penggorengan baru."Kamu beli penggorengan baru, Dek?""Iyalah, penggorengan kemaren gosong! Mana bisa dipake lagi!"Ya, kemarin saat kutinggal mandi, aku lupa mematikan kompor. Sampai penggorengan gosong, untung tidak terjadi kebakaran."Ya salah kamu, lagian mana p
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-11
Baca selengkapnya
Bab.3
Aku bangun jam 7 pagi. Sekarang hari minggu, aku libur bekerja. Kulirik, Malik sudah tidak ada, mungkin dia sudah pulang. Lekas aku bangkit dan menuju kamar, berharap Farida sudah membuka kuncinya.Klek! Pintu kamar memang sudah tidak dikunci. Namun, Farida juga tidak ada di kamar. Cepat aku keluar lagi, menyambar handuk dan bergegas mandi. Minggu pagi seperti ini, biasanya Farida akan membujukku untuk pergi ke Taman Sakura. Sebuah taman kecil. Namun, sepanjang jalan menuju taman itu ada pasar tumpah yang di adakan seminggu sekali.Farida selalu mengajakku untuk joging bersama atau sekadar mengantarnya. Namun, aku sering mengabaikannya, hingga Farida tak jadi pergi. Karena jika pergi, Farida suka sekali jajan, seperti anak kecil. Rupa-rupa jajanan ia beli, dan itu aku tidak suka. Ia yang suka jajan ia juga yang mengeluhkan uang dariku tidak cukup.Selesai mandi Farida belum juga pulang, ini sudah jam 8. Kemana Farida sebenarnya? Cepat aku ke dalam kamar, memilih baju kemudian memakain
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-11
Baca selengkapnya
Bab.4
Aku berbaring sendirian di atas kasur. Farida masih belum kembali padahal ini sudah lepas magrib. Bisa-bisanya Farida betah berteman dengan Mila, bahkan sampai merasa sudah seperti saudara. Belum tahu saja Farida, bagaimana Mila saat mengamuk. Ngeri!Drrt! Drrt!Ponselku bergetar. Tertera dilayar nama Mbak Eka, kakak pertamaku menelpon, segera saja kujawab."Assalamu'alaikum, Ris. Gimana kabarmu?" tanya Mbak Eka di ujung telpon."Waalaikumsalam, Mbak. Baik-baik saja Mbak. Ada apa?" balasku tanpa basa-basi."Oh, syukurlah. Gak papa, Ris, Mbak cuma kangen saja. Kamu kalo gak ditelpon duluan, manalah mau nelpon Mbak. Kamu 'kan orang sibuk," ujar Mbak Eka sembari tertawa."Kabar istrimu gimana, Ris?" tanyanya lagi."Farida baik, Mbak. Kami semua baik," jawabku."Ya, baguslah, Ris. Sudah isi belum Rida?""Isi apa?""Isi perutnya, Ris!""Ya sudah mungkin, Mbak. Mana aku tahu, Mbak.""Bener kamu, Ris? Rida sudah hamil?""Hamil? Tadi katanya isi perut? Gimana sih, Mbak! Isi perut itu, ya maka
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-11
Baca selengkapnya
Bab.5
Setelah 30 menit perjalanan, akhirnya aku dan Farida sampai juga di Pasar Malam. Ramai sekali pengunjungnya. Anak-anak, remaja hingga orangtua, semuanya mengunjungi Pasar Malam ini. Banyak juga orang yang berjualan.Cepat Farida turun dari motor, aku pun mengikutinya. Farida lalu menggenggam tanganku untuk berjalan di sampingnya. Ia lalu menatapku dan tersenyum. Senyuman yang sangat manis, senyuman yang dulu membuatku jatuh hati padanya. Senyuman yang ku rindukan, dan aku baru melihatnya lagi malam ini."Mas, mau naik wahana apa?" tanyanya sumringah."Nggaklah, Dek. Mas mau duduk di situ saja." Ku tunjuk bangku panjang yang berada dekat pedagang minuman kekinian."Oh … ayok," ajaknya menarik tanganku.Aku dan Farida lantas duduk. Raut wajah istriku itu terlihat sangat bahagia. Farida memperhatikan sekelilingnya, bibirnya tak henti tersenyum."Mas, tunggu sebentar!" perintahnya. Ia lalu pergi menuju pedagang permen kapas. Aku hanya menggeleng melihat kelakuannya. Ia lalu kembali dengan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-11
Baca selengkapnya
Bab.6
Hari ini aku bangun terlambat. Saat terbangun tadi, kulihat sudah jam setengah 8. Sudah tidak mungkin lagi aku berangkat ke pabrik. Mungkin semalam makanku terlalu banyak, sampai aku tidur terlalu nyenyak. Mungkin juga Farida sudah membangunkan ku, tapi karena tidurku kadang seperti kerbau, maka susah sekali dibangunkan.Aku lantas menyetel televisi sambil menikmati segelas susu jahe. Farida sudah sibuk di warungnya. Membersihkan meja dan kompor, serta menyiapkan bahan untuk berjualan nanti.Melihatku bangun kesiangan seperti ini, biasanya Farida akan menyuruhku membantunya. Mengupas bawang, memblender bumbu, merebus tulang ayam, menyapu, mengepel, atau apa saja yang menurutku bukan pekerjaan lelaki.Tapi tidak pagi ini, melihat ku bersantai di depan televisi begini, ia tidak manja lagi kepada ku. Ia justru sibuk sendirian.Aku mengucek siaran televisi, tidak ada yang seru untuk ditonton."PAKET!" Terdengar teriakan pengirim paket. Sepertinya paket yang kupesan tiba hari ini."Mas, pa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-15
Baca selengkapnya
Bab.7
Sore ini aku pulang dengan membawa oleh-oleh dari Malik yang baru pulang dari kampungnya. Saat sedang mengendarai motorku dan akan berbelok menuju gang masuk rumahku, di sebrang sana aku melihat istriku sedang mengobrol di bengkel dengan Jana.Aku menepikan motorku dan memperhatikan mereka dari sebrang jalan. Kenapa Jana akrab sekali dengan Farida? Begitu juga istriku itu. Entah apa yang mereka obrolkan sampai Farida tak henti tertawa. Tawa Farida yang akhir-akhir ini sudah tidak pernah lagi kulihat.Farida lalu melihat jam di tangannya, setelah itu ia seperti berpamitan pada Jana, kemudian ia mengendarai motor bekasnya. Jana tak henti menatap kearah perginya Farida dan sekilas kulihat ia tersenyum. Sampai punggung Farida tak terlihat lagi barulah Jana masuk ke dalam bengkelnya. Aku lalu melanjutkan perjalanan ku pulang ke rumah.Sesampainya di rumah, pintu rumah di kunci. Warung Farida pun di tutup. Terpaksa aku menunggu di luar karena pasti Farida bawa kuncinya yang hanya satu. Aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya
Bab.8
Malam ini, terpaksa aku keluar dengan motorku. Aku akan membeli nasi goreng kesukaanku saja yang tempatnya agak jauh dari rumahku. Farida benar-benar mengesalkan! Suami minta dimasakin tak digubris sama sekali. Makanan yang dibelinya pun, ia habiskan sendiri.Kalau begini, pengeluaran malah bertambah. Lalu untuk apa kemarin kuberikan uang bulanan. Apa dia tak takut berdosa pada suami? Benar-benar sudah berubah Farida sekarangPedagang nasi goreng spesial kesukaanku ternyata belum ramai pembeli, karena sekarang baru jam 7 malam. Aku memesan satu nasi goreng untuk makan ditempat. Rasanya malas untuk pulang. Biarlah nanti aku pulang larut malam. Biar Farida sadar, kalau dia sudah benar-benar keterlaluan.Lihat saja, pasti dia akan menelpon dan mengirim pesan berkali-kali agar aku cepat pulang. Biarkan Farida sadar, kalau aku sedang marah padanya."Risfan!" Seseorang memanggil namaku, dari suaranya aku sangat hafal itu suara siapa.Aku lalu menoleh, benar dugaanku. Itu suara Malik. Ia lal
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya
Bab.9
Kulihat jam dinding di kamar kontrakan Malik, menunjukan pukul setengah 11 malam. Kurogoh ponsel dalam saku celana yang sengaja aku silent. Aku ingin tahu, berapa kali Farida menghubungi untuk menyuruhku segera pulang.Aku menekan tombol kunci pada ponselku. Lalu mengaktifkan data selulernya. Hah? Aku membelalak. Apa ponselku rusak? Aku lalu mengibaskan ponselku di udara, mungkin jaringan di kontrakan Malik jelek. Aku mencoba keluar dari kamar kontrakan Malik. Kulihat jaringan juga stabil.Arrghhh … kenapa tidak ada satu pun chat dari Farida? Panggilan tak terjawab juga tidak ada. Aku mengusap wajahku dengan kasar … huh. Tidak mungkin! Tidak mungkin Farida mendiamkanku seperti ini. Mana berani Farida tinggal di rumah sendirian?Aku hafal betul istriku, ia tidak berani tinggal di rumah sendirian jika malam hari. Farida itu perempuan manja dan penakut. Jika aku belum pulang, dia pasti sudah mengirimku pesan berkali-kali. Tapi kenapa sekarang tidak?"Ris, mau kemana?" Malik memanggil dar
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya
Bab.10
Jam 10 aku baru selesai mandi. Aku duduk lemas di kursi meja makan. Di atas meja makan sudah tersaji makanan yang kemarin ingin sekali aku makan. Sop buntut. Ya, satu panci sedang sop buntut sudah Farida masak. Namun, aku tak berselera. Aku merogoh ponsel di saku celana jeans, lalu cepat mengaktifkan mode pesawat. Jangan sampai atasanku melihatku aktif di sosial media, sedangkan aku tak memberi kabar apapun hari ini tak masuk kerja.Tiba-tiba perutku meminta haknya untuk diisi. Aku lalu mengambl sedikit nasi dari magic com ke atas piring dan menuang sop buntutnya, itupun hanya sedikit.Aku lalu makan dengan tidak berselera. Masakan Farida yang selalu enak di lidahku, jadi tak terasa karena pikiranku gusar begini. Biasanya, aku paling lahap makan dengan sop buntut.Selesai makan, aku masih di meja makan. Tidak buru-buru beranjak. Aku bingung harus apa. Tiba-tiba Farida masuk ke dapur sambil membawa tabung gas melon. Ia lalu memasangkan regulator pada tabungnya.Cetrek! Kompor kembali
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status