Share

Bab 2 - His Dark Side

Elise terjaga dari tidurnya. Suara petir yang keras di luar sana seketika membuatnya tersadar. Cahaya kilat yang menembus masuk dari balik korden membuat ruangan gelap itu terang selama beberapa detik. Ia ketiduran setelah bertengkar dengan Theo.

Hujan turun deras di luar sana. Dengan bersusah payah Elise menegakkan tubuh. Saat melihat ke sebelah, ia tak menemukan sosok Theo di ranjang. Sementara jam analog di atas nakas sudah menunjukkan hampir pukul dua pagi.

"Ke mana dia?" Elise bertanya pada dirinya sendiri. Ternyata pria itu belum pulang sejak pertengkaran mereka sore tadi.

Elise menyibakkan selimut ke tepi dan turun dari ranjang. Ia berjalan ke arah jendela besar di kamarnya dan berdiri di tepi jendela sambil menatap keluar.

Malam itu terasa cukup mencekam. Petir menyambar sangat keras di tengah derasnya hujan. Dalam hati, Elise merasa bersyukur karena malam ini tidak ada pasien yang dirawat inap di kliniknya. Pasien terakhirnya yang dirawat inap, seekor anjing Chow Chow tua berbadan gembul, sudah dibawa pulang oleh pemiliknya sore tadi.

Suara derit halus pintu kamar yang terbuka seketika membuyarkan perhatian Elise. Ia menoleh ke belakang dan mendapati seorang pria bertubuh tinggi tegap masuk ke dalam kamar. Pria itu melepas jas yang dikenakannya dan menggantungnya di tiang gantungan di sudut kamar.

Pria itu berdiri sejenak menatap ke arah Elise. Ia terlihat sedang melepaskan kancing di ujung lengan kemejanya. Dan tak lama setelah itu, ia berjalan ke arah Elise.

"Kau sudah pulang?" tanya Elise dengan seulas senyum, meskipun ia tak yakin apakah suaminya bisa melihat senyumannya di tengah kegelapan.

Theo berhenti tepat di hadapannya tanpa memberi jawaban apa pun. Elise mendongak dan kini ia bisa melihat wajah suaminya lebih jelas.

Elise menelan ludah ketika sepasang mata berwarna coklat gelap di hadapannya itu menatapnya. Sayang sekali. Padahal Theo memiliki sepasang mata yang indah menurutnya. Namun sorot mata dingin dan gelap yang selalu ditujukannya pada Elise membuat wanita itu takut dan gugup. Tatapan matanya seolah menyiratkan kebencian yang begitu besar pada Elise.

Elise tersentak kaget ketika Theo tiba-tiba menariknya. Theo menempelkan wajahnya di sebelah telinga Elise dan berbisik, "Kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu sore tadi."

Tanpa pikir panjang Theo langsung melucuti gaun tidur yang dikenakan Elise dan mendorongnya ke atas tempat tidur. Jemari panjangnya dengan cepat bergerak melepas satu per satu kancing kemejanya. Tanpa ada perlawanan, Elise membiarkan Theo berada di atas tubuhnya, melumat bibirnya dan memberikan sentuhan panas yang membuatnya mengerang.

"Kau ingat apa peraturan utama di pernikahan ini?" bisik Theo yang terus bergerak di atas tubuh Elise dengan nafas memburu.

Gerakannya semakin cepat, hingga membuat Elise terengah-engah. "Ak... aku... harus melayanimu..."

"Bagus, kau masih mengingatnya." gumam Theo disertai sekali dorongan keras. "Lantas mengapa kau melanggarnya?"

"M-ma.. maafkan aku. A-aku tidak bermaksud melanggarnya!"

Elise tak tahu sampai sejauh apa tubuh kecilnya bisa menahan semua ini. Tapi yang jelas, ia akan tetap bertahan. Karena ini satu-satunya yang bisa membuatnya lebih dekat dengan suaminya, Theodore Blake.

***

Theo terlelap tanpa busana di sampingnya setelah apa yang terjadi di antara mereka malam itu, di tengah derasnya hujan yang mengguyur. Ia sedikit mendengkur.

Elise menatap punggung kekar di hadapannya itu seraya menghela nafas pelan. Tanpa terasa ia sudah sampai di titik ini sejak hari pernikahannya dengan Theodore Blake. Sudah tiga tahun ia menikah dengan pria itu.

Namun sayangnya, pernikahan mereka bukan didasari oleh cinta. Melainkan demi memenuhi kepentingan masing-masing.

Elise butuh dana besar untuk membayar seluruh hutang yang ditinggalkan oleh mendiang ibunya. Ia sampai dipecat dari klinik hewan tempatnya bekerja karena para lintah darat itu sering mengacau di sana.

Sedangkan Theo yang hidup bergelimang harta, ia butuh seorang wanita untuk menghapus rumor tentang dirinya yang mengatakan bahwa ia adalah seorang penyuka sesama jenis. Selain itu, jika ia tidak memberikan pembuktian dengan menikahi seorang wanita, kakeknya tidak akan menyerahkan Rumah Sakit St. Louis padanya.

Mereka bertemu di salah satu gang kumuh di pusat kota. Kala itu, Elise dikepung oleh tiga orang lintah darat yang ingin menangkapnya. Mereka ingin menjualnya ke pria hidung belang kaya raya, sebagai bayaran atas hutang-hutang mendiang ibunya.

Namun Elise bernasib mujur malam itu. Theo yang baru saja keluar dari sebuah bar yang letaknya tak jauh dari sana, berlalu dan melihat kejadian itu. Tanpa pikir panjang, ia langsung menghajar ketiga pria itu seorang diri dan membuat mereka lari terbirit-birit.

"Hm..."

Suara gumam Theo yang seketika membalikkan badannya ke arah Elise membuat ingatan masa lalunya buyar. Elise langsung mematung dan menelan ludah saat sepasang mata gelap itu menatapnya. Hanya beberapa detik, sebelum akhirnya sepasang mata indah itu kembali terpejam.

Elise memejamkan mata. Tatapan mata Theo terbayang-bayang dalam benaknya. Dingin, tanpa perasaan apa pun.

Ia tak ingin mengasihani dirinya. Tapi ia tak bisa memungkiri bahwa ia merasa sedih dengan pernikahan ini. Hatinya sakit setiap kali mengingat bahwa Theo tidak mencintainya. Tidak sepertinya dirinya yang diam-diam telah jatuh hati pada pria itu.

Pesona yang dimiliki Theo, juga sikapnya yang tegas membuat hati Elise luluh. Namun sayangnya, pria itu hanya mencarinya demi memuaskan nafsunya.

"Andai kau juga mencintaiku..." batin Elise sebelum dirinya terlelap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status