Nara hidup dalam pernikahan yang tampak sempurna dari luar bersama Rama, suaminya. Akan tetapi, kesepian yang mendera membuatnya terjerat dalam gairah terlarang dengan seorang pria bernama Arka. Hingga sebuah pesan singkat dari Arka membuka rahasia yang selama ini ia sembunyikan. Sebuah kisah tentang cinta yang penuh luka, pengkhianatan yang membara, dan perjuangan menemukan diri di tengah badai kehidupan.
View MoreBegitu suara pintu tertutup dan langkah Rama menjauh di lorong hotel, Soraya membuka matanya perlahan.Ia tak langsung bangkit. Matanya menatap langit-langit kamar hotel yang dihiasi bayangan samar dari lampu temaram. Nafasnya tertahan dalam dada, seolah sedang menimbang sesuatu yang terlalu berat untuk ditelan, tapi terlalu dalam untuk dimuntahkan.Detik demi detik berlalu, dan kesunyian kamar menjadi semakin menyesakkan. Rasa perih yang tak terlihat merayap dari dadanya ke tenggorokan. Mata itu—mata yang tadi tampak kosong—kini mulai berair. Tapi air itu bukan tangis sedih… melainkan bara. Bara cemburu yang membakar lambat-lambat.Rama pergi.Pergi karena wanita itu.Pergi... untuk Nara.“Bangsat...” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar. Tapi nada itu mengandung muatan penuh luka.Ia menggulingkan tubuhnya pelan, memunggungi sisi ranjang yang dingin karena hanya separuhnya yang digunakan. Ia memejamkan mata sejenak, seakan berharap perasaan itu mereda. Tapi tidak. Perasaan itu justr
Jalanan gelap itu berakhir di pelataran luas sebuah Bangunan gudang tua dengan container container kosong teronggok di sana-sini. Cahaya dari lampu motor Reno menyapu permukaan aspal kasar yang retak. Kijang hitam yang ia kejar kini berhenti di ujung halaman, di depan salah satu bangunan tak berplakat.Reno memperlambat laju motornya, jantungnya berdetak keras. Naluri petarungnya mulai menyala.Saat ia bersiap turun dari motor, terdengar suara pintu mobil dibanting.Satu persatu, sosok-sosok gelap bermunculan dari balik bayangan gudang. Lima orang. Enam. Mungkin lebih. Mereka menyebar dengan langkah lambat namun pasti, seperti kawanan serigala yang mengendus mangsa. Beberapa di antara mereka menggenggam pentungan besi. Ada juga yang memegang samurai, kilatan baja menari di bawah sinar bulan.Reno berdiri di samping motornya, matanya menyapu wajah-wajah mereka. Tidak ada yang dikenalnya. Tapi dari sikap mereka, ia bisa menebak, mereka bukan sekadar penjaga gudang.Salah satu dari mere
Hening.Sunyi itu seperti menjalari seluruh dinding kamar, meresap ke pori-pori malam dan menyesakkan dada.Nara membuka matanya perlahan. Cahaya lampu redup dari sisi tempat tidur membuat pandangannya tak langsung fous, tapi kesadarannya berangsur kembali ketika jemarinya menyentuh sisi ranjang yang dingin. Kosong. Tidak ada siapa pun di sana.Ia bangkit, duduk perlahan dengan selimut melorot ke pangkuannya. Sejenak matanya menelusuri seisi ruangan, mencari sosok Reno. Tapi yang ditemukannya hanya keheningan dan denting samar jam dinding digital yang menunjukkan pukul 02.16."Nggak mungkin dia pulang tanpa bilang apa-apa," gumamnya pelan, lebih untuk dirinya sendiri. Suaranya terdengar lelah, berat, dan sarat kebingungan.Nara menatap ke arah meja kecil di samping tempat tidur. Tidak ada catatan. Tidak ada ponsel. Tidak ada jejak keberadaan Reno. Hanya kehangatan samar di bantal sebelah, menyisakan pertanda bahwa Reno memang sempat bersamanya—tapi entah sejak kapan ia pergi.Ia mengh
Reno melangkah dengan cepat ke arah Arka, tubuhnya tegang menahan emosi yang sudah mengendap terlalu lama. Langkah-langkahnya menggema di atas aspal basah, seperti dentang palu penghakiman yang tak bisa dihindari. Arka menoleh sesaat—dan hanya sesaat—lalu kembali menatap ke depan, seolah enggan mengakui keberadaan Reno di hadapannya.“Kau masih juga mengganggunya, hah?” suara Reno parau namun dingin, mengiris malam yang hening. “Nara sudah lama melupakanmu, Arka. Dan kau… kau masih saja berkeliaran seperti bayangan masa lalu yang busuk.”Arka tak menjawab. Tatapannya kosong, matanya tampak lelah… atau barangkali hancur dari dalam. Ia seperti seseorang yang kehilangan arah—bukan hanya dari Nara, tapi juga dari dirinya sendiri.Reno melangkah lebih dekat. Tanpa aba-aba, tangan kanannya mendorong dada Arka dengan kasar. Tubuh Arka terhuyung ke belakang, nyaris kehilangan keseimbangan. Jika bukan karena mobil di belakangnya, mungkin ia sudah jatuh ke tanah. Tapi tetap saja—tak ada reaksi.
Soraya berjalan perlahan menuju jendela kamar, tubuhnya masih terbalut selimut tipis yang tadi sempat ia tarik cepat saat menerima telepon dari Dita. Di belakangnya, Rama telah tertidur pulas di atas ranjang king size—napasnya teratur, pundaknya terangkat turun dalam ritme yang menandakan kelelahan yang dalam. Soraya sempat menatapnya beberapa detik sebelum kembali fokus pada suara di seberang telepon."Jadi, apa maksudmu Nara ada di hotel ini juga?" tanya Soraya dengan nada pelan namun waspada.Dita terdengar menarik napas panjang dari seberang sambungan. "Aku belum bisa memastikan seratus persen, Tapi berdasarkan pergerakan GPS yang sempat terlacak dari ponsel Arka sebelum sinyalnya menghilang, aku cukup yakin Nara berada di gedung yang sama dengan kalian."Soraya menahan diri untuk tidak mengeluarkan sumpah serapah. Ia menoleh sejenak ke arah Rama yang masih tertidur, lalu kembali memfokuskan suaranya. "Tenang saja, tidak akan ada masalah yang berarti. Rama sudah berada di sini, be
Arka melirik sekilas ponselnya yang bergetar di lantai. Nomor tak dikenal. Atau mungkin nomor yang ia tahu, tapi terlalu enggan untuk dilihat sekarang.Ia tidak mengangkatnya. Ia hanya menatap layar yang terus bergetar sebelum akhirnya diam dengan sendirinya.Seperti dirinya.Arka lalu merebahkan diri ke lantai, menatap kosong ke atas.Dan untuk pertama kalinya sejak semua kekacauan ini dimulai, ia benar-benar merasa… kalah.Kamar hotel itu remang, lampu gantung redup menggelantung di tengah langit-langit, menciptakan bayangan lembut di dinding. Tirai tebal menutup seluruh jendela, membuat dunia luar terasa begitu jauh dari apa yang sedang terjadi di dalam ruangan. Aroma parfum mahal melayang tipis, bercampur dengan desahan lembut AC yang bekerja tanpa suara.Rama berbaring di atas ranjang king-size, tubuhnya masih lengkap berpakaian, tapi pikirannya sudah melayang entah ke mana. Matanya menatap kosong ke langit-langit, sementara di hadapannya, Soraya bergerak dengan penuh kelenturan
Pintu kamar 715 tertutup rapat di belakang mereka.Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Nara. Hanya langkah pelan, penuh kemarahan yang terpendam, menuju Reno—yang kini Tengah berdiri mematung, mencoba menebak-nebak arah badai yang sedang datang mendekat. Tapi belum sempat ia berkata apa pun, Tiba-tiba Nara telah mendorong tubuhnya ke dinding. Keras. Tapi bukan kebencian yang terlihat di matanya—melainkan sesuatu yang lebih berbahaya.Dendam.“Brengsek! dia memilih Wanita pelacur itu,” ucap Nara pelan, hampir seperti gumaman. “Setelah semua yang kulakukan untuknya... dia memilih wanita lain. Babi Anjing!”Reno mengangkat tangan, menyentuh pipi Nara. “Nara—sabar.”“Aku nggak butuh belas kasihanmu,” potong Nara cepat. Suaranya tajam, tapi tubuhnya tetap dekat. Napas mereka menyatu. “Yang aku butuh sekarang... cuma satu.”Tatapannya menembus mata Reno, liar tapi jelas. Reno tak bergerak. Ia tahu ini bukan sekedar tentang cinta. Ini bukan sekedar tentang kasih. Ini adalah sisa-sis
Di dalam lift yang sedang naik perlahan, Rama bersandar sejenak ke dinding logam dingin. Sorot matanya kosong, namun jari-jarinya menggenggam ponsel dengan kuat. Suara dengung mekanik lift bergema pelan, bercampur dengan suara elektronik dari angka digital yang berubah—lantai 4… 5… 6.Ia menatap layar ponselnya sekali lagi. Pesan dari Nara masih terbuka.715.Namun saat lift melambat dan bunyi denting halus menandai berhentinya di lantai enam, pintu terbuka.Soraya masuk—dengan langkah ringan dan senyum yang langsung memenuhi ruang sempit itu."Rama!" serunya antusias, seperti baru menemukan kejutan menyenangkan. "Pas banget."Rama, sedikit terkejut, mengangkat alis dan membalas dengan senyum tipis. "Kamu udah sampai duluan?""Iya dong," balas Soraya riang sambil masuk dan berdiri di sampingnya. "Aku kira kamu udah nyampe dari tadi. Aku udah nunggu sambil nyiapin semuanya." Suaranya ringan, seperti percakapan biasa. Tapi dari mata berbinar dan aroma parfum elegan yang menguar dari tub
“Apa? Hubungan ini?” Nara memundurkan diri setengah langkah. “Kalau kamu nyebut ini hubungan, maka kamu harus tahu: sekarang sudah berakhir.”Arka diam. Matanya sedikit membelalak, seolah baru sadar bahwa kata-kata Nara kali ini berbeda. Lebih tegas. Lebih akhir.“Kalau kamu masih punya sedikit harga diri, Arka…” lanjut Nara, suaranya lebih tenang tapi dingin, “hapus file itu. Sekarang juga. Di hadapanku. Kalau kamu benar-benar peduli sama aku, kalau kamu punya sedikit rasa hormat... kamu tahu apa yang harus kamu lakukan.”Arka menggeleng perlahan, menunduk, lalu mengambil ponselnya dari meja kecil di samping ranjang. Jari-jarinya sempat berhenti, ragu, saat membuka satu folder tersembunyi di galeri. Tapi akhirnya, layar itu menampilkan beberapa video. Ada satu file yang judulnya membuat dada Nara seperti diremas: "NRA-BLCK".“Cuma satu ini,” ucap Arka pelan.Nara menahan napas. “Hapus.”Arka menatap layar ponselnya dalam beberapa detik terakhir. Lalu, dengan satu sapuan jari, ia meng
Nara berdiri di depan cermin besar di kamar tidurnya. Gaun satin hitam yang membalut tubuhnya mempertegas keanggunan sekaligus aura sensualnya. Dengan tangan terampil, ia menyisir rambut panjangnya, menyiapkan diri untuk menghabiskan malam yang dijanjikan penuh petualangan. Akan tetapi, sorot matanya tak memandang pantulan dirinya di cermin. Ia hanya terpaku pada layar ponsel di atas meja rias yang baru saja menampilkan sebuah pesan singkat dari Arka:“Sudah siap, sayang? Aku di lobi.”Dehaman kecil keluar dari bibirnya, setengah menikmati getaran-getaran dan bayangan-bayabgan sensasi yang mendebarkan dari situasi ini, Hati Nara serasa dikepung oleh ketegangan tak kasat mata."Arka, aku sungguh merindukan semua sentuhanmu. Dan aku tidak sabar malam ini kita akan kembali bertemu," gumam Nara dengan hati berdebar kencang saat membaca pesan yang baru saja Arka kirimkan.Untuk sesaat, gairah liarnya tak bisa lagi ia padamkan, Nara bahkan bisa membayangkan setiap sentuhan memabukkan yang s...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments