Home / Romansa / Gairah Liar Istriku / Bab 4. Gairah Dari Masa Lalu

Share

Bab 4. Gairah Dari Masa Lalu

last update Last Updated: 2025-01-18 09:10:07

Hujan telah reda, meninggalkan aroma tanah basah dan lembap yang memenuhi udara pagi. Kontras dengan suasana di rumah Nara yang tetap muram. Ia duduk di meja makan, secangkir kopi yang sudah dingin di hadapannya. Pandangannya kosong, pikirannya sibuk memutar ulang kejadian semalam. Mulai dari kehadiran Arka, pesan misterius, saran-saran dari Dita, dan kemarahan Rama yang hampir tak terkendali. Semuanya seperti pusaran badai pasir yang menggulungnya semakin jauh tanpa arah.

“Kamu nggak tidur semalam?” suara Rama memecah keheningan. Ia berdiri di ambang pintu dapur, mengenakan kemeja kerja yang rapi. Matanya tajam mengamati Nara, seperti mencoba membaca pikiran istrinya.

Nara tersentak kaget karena tidak menyadari jika Rama sudah pulang. Entah kapan. Ia sekuat tenaga menyembunyikan keheranannya.

Nara menggeleng pelan. “Nggak bisa tidur.”

Rama mendekat, duduk di seberang meja. “Aku juga.”

Nara mengangkat alis, sedikit terkejut mendengar pengakuan itu. Biasanya, Rama adalah tipe pria yang bisa menyembunyikan perasaannya dengan sempurna. Tetapi pagi ini, ada sesuatu yang berbeda. “Mencurigakan,” gumamnya dalam hati.

“Kita perlu bicara, Nara,” kata Rama akhirnya, suaranya terdengar lebih parau dan berat dari sebelumnya.

“Tentang apa?” Nara mencoba terdengar tenang dengan detak jantung yang berdetak kencang.

“Tentang Arka.” Tatapan Rama memindai wajah Nara, membaca perubahan gesturnya.

Nama itu meluncur dari bibir Rama seperti pisau yang langsung menghujam deras ke jantung Nara. Ia menatap suaminya dengan mata melebar, mencoba mencari petunjuk apakah Rama benar-benar tahu sesuatu atau hanya menebak-nebak saja.

“Apa maksudmu?” tanyanya, suaranya hampir berbisik.

Rama menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Nara tanpa berkedip. “Aku tahu dia ada di sini semalam. Dan aku tahu ini bukan pertama kalinya, iya kan?”

Nara merasa dunia sekitarnya berhenti berputar. Waktu seperti berhenti seketika. “Kamu salah paham,” katanya cepat. “Arka hanya .…”

“Hanya apa?” potong Rama tajam. “Hanya mampir? Hanya kebetulan? Begitu, hah? Dengar, Nara, aku bukan orang bodoh.”

Nara terdiam. Ia tahu jika ia membantah, itu hanya akan memperburuk keadaan saja. Bahkan bisa lebih buruk. Tetapi bagaimana ia bisa menjelaskan semuanya tanpa membuat Rama semakin curiga? Sedangkan alasan yang membenarkan bahwa ia tidak benar-benar bersalah belum ia dapatkan. “Aku nggak tahu harus bilang apa,” suaranya hampir putus. “Aku hanya … aku hanya butuh waktu, Rama. Mengertilah. Ini sungguh jauh dari apa yang kamu tuduhkan. Please …” Nara mulai terisak. Tepatnya, Nara hanya mendramatisir supaya asumsi Rama berubah.

Rama menghela napas panjang, lalu berdiri. “Aku juga butuh waktu. Tapi satu hal yang pasti, Nara, aku nggak akan diam begitu saja kalau kamu terus mempermainkan aku seperti ini.”

Tanpa menunggu jawaban, Rama bangkit dari meja makan dan pergi, meninggalkan Nara yang masih terpaku di tempatnya.

Seulas senyum aneh perlahan terbit di wajah Nara saat ia menatap punggung Rama yang semakin menjauh. Tapi entah mengapa, Nara masih memperlihatkan kesedihan dan ketakutan yang seolah-olah bercampur menjadi satu, seperti menanggung beban yang semakin sulit ia tanggung, dan … dia pun menangis.

Rama yang mendengar tangisan Nara sempat berhenti sejenak. Ia menoleh ke belakang seperti ingin menghampiri Nara. Tapi Rama hanya menghela napas berat, lalu melanjutkan langkahnya.

Di sisi lain kota, Dita duduk di dalam sebuah kafe mewah, menyesap latte-nya dengan santai. Ia memandangi layar ponselnya, membaca ulang pesan-pesan yang ia kirim dan terima semalam. Semuanya berjalan sesuai rencana, pikirnya. Rama sudah terpancing, dan Nara semakin terpojok. Kini, tinggal menunggu langkah berikutnya.

“Kamu kelihatan puas,” suara seorang pria membuat Dita mendongak. Arka berdiri di depannya, mengenakan jaket kulit hitam yang sedikit lembap karena sisa basah semalam. Ia menarik kursi dan duduk di seberang meja tanpa menunggu undangan basa-basi dari Dita.

“Kenapa nggak? Semua berjalan sesuai rencana, kan?” jawab Dita sambil tersenyum tipis.

Arka mengangkat alis. “Aku nggak yakin Nara akan setuju kalau tahu kamu memanfaatkannya seperti ini.”

Dita tertawa kecil. “Setuju atau nggak, itu nggak begitu penting. Yang terpenting, dia tetap mengikuti permainan ini.”

“Dan kalau dia berhenti?” tanya Arka, nadanya menantang.

Dita menatap Arka dengan tajam. “Dia nggak akan berhenti. Dia terlalu dalam untuk mundur sekarang.”

Arka terdiam, tetapi ekspresinya menunjukkan bahwa ia tidak sepenuhnya setuju. “Aku harap kamu tahu apa yang kamu lakukan, Dita. Karena kalau ini gagal, kita semua akan hancur.”

Dita tersenyum lagi, tetapi kali ini ada sesuatu yang dingin dalam senyumnya. “Percayalah, Arka. Aku selalu tahu apa yang aku lakukan.”

Di rumah Nara, Nara duduk di kamarnya, mencoba mengumpulkan pikirannya. Ia tahu ia harus mengambil langkah sebelum semuanya semakin kacau. Tetapi apa yang harus ia lakukan? Menghadapi Rama? Berbicara dengan Dita? Atau ….

Pikirannya terhenti saat ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal.

"Aku tahu rahasiamu. Kalau kamu ingin semuanya tetap aman, temui aku di tempat biasa."

Nara membaca pesan itu berulang kali, mencoba memahami siapa pengirimnya. “Tempat biasa? Apa maksudnya? Dan apa yang dia tahu?” gumamnya, penuh tanda tanya.

Hatinya berdebar kencang saat ia menyadari bahwa ini bukanlah sebuah ancaman kosong belaka. Seseorang benar-benar tahu sesuatu, dan seseorang itu ingin bertemu dengannya. Tetapi siapa? Dan apa yang diinginkannya?

Dengan tangan gemetar, Nara mengetik balasan.

"Siapa ini?"

Jawabannya datang hampir seketika.

"Kamu tahu siapa aku. Jangan terlambat."

Nara merasa seluruh tubuhnya gemetar. Ia tahu ia tidak bisa mengabaikan pesan ini. Tetapi apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus memberi tahu Dita? Atau Rama?

Sebelum ia sempat memutuskan, sebuah kenangan lama muncul di benaknya. Tempat biasa. Itu adalah kode yang hanya ia dan satu orang lain yang tahu. “Mungkinkah dia?” pikir Nara keras. Tapi, hanya pertanyaan tanpa jawaban yang ia dapatkan.

Nara menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu ia harus pergi, meskipun ia juga tahu ini bisa jadi hanya sebuah jebakan. Sayangnya, ia tidak punya pilihan lain. Jika seseorang benar-benar tahu rahasianya, ia harus memastikan apa yang dia ketahui dan apa yang dia inginkan.

Malam itu, Nara meninggalkan rumah dengan hati yang berat. Ia tidak tahu siapa yang menunggunya di tempat biasa. Nara hanya bisa menebak-nebak.

Di tempat lain, Dita menerima pesan di ponselnya. Sebuah foto, menunjukkan Nara sedang masuk ke sebuah gedung tua yang tampak sepi.

“Bagus,” gumam Dita sambil tersenyum. Ia tahu permainan ini baru saja naik ke level berikutnya.

Namun, senyum itu memudar saat ia menerima pesan lain, kali ini dari nomor yang tidak ia kenal.

"Kamu pikir kamu mengendalikan semuanya, tapi kamu salah. Aku akan memastikan semuanya berakhir sesuai keinginanku. Bukan keinginanmu."

Dita menatap layar ponselnya dengan ekspresi tegang. Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa permainan ini mungkin tidak sepenuhnya berada di tangannya.

Di dalam gedung tua itu, Nara melangkah dengan hati-hati. Lampu remang-remang dan aroma lembap membuat suasana semakin mencekam. Ia menahan napas saat mendengar langkah kaki mendekat.

"Kamu datang," suara itu membuatnya membeku. Ia menoleh, dan melihat sosok tengah berdiri menjulang di balik bayangan gelap, yang hanya terlihat kaki jenjang dengan celana bahan panjang, tanpa bisa ia lihat rupa dari laki-laki itu.

"Apa yang kamu inginkan?" tanyanya, suaranya bergetar.

Sosok itu melangkah mendekat, sehingga wajahnya terlihat lebih jelas di bawah cahaya lampu. Nara merasa darahnya berhenti mengalir saat ia menyadari siapa orang itu.

"Kita perlu bicara, Nara. Tentang dosa-dosamu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Liar Istriku   Bab 5. Ternyata Dia

    Lampu redup di dalam gedung tua itu memunculkan bayangan panjang yang seolah merayap di dinding. Nara menatap lekat sosok di depannya, berusaha lebih cepat memahami siapa dia. Sosok itu melangkah lebih dekat, memperlihatkan wajah yang tidak asing bagi Nara.… Reno, pria yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya, seseorang yang seharusnya tidak lagi muncul di kehidupannya."Reno?!" Nara berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam suara detak jantungnya sendiri. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Reno menatapnya tajam, senyum tipis terbentuk di bibirnya, "Aku tahu lebih banyak dari yang kamu pikirkan, Nara. Tentang Arka, tentang Dita, dan tentang rahasiamu. Ha-ha-ha."Kata-kata itu menghantam seperti palu godam. Nara menahan napas, tubuhnya terasa membeku. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara yang hampir tidak keluar.Reno mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memperlihatkan sebuah video. Dalam video itu, terlihat Nara dan Arka bertemu di tempat yang tampak seperti kafe kecil. Percakapan

    Last Updated : 2025-01-19
  • Gairah Liar Istriku   Bab 6. ???

    Nara duduk di dalam mobil, jari-jarinya menggenggam setir dengan erat. Ia menatap ke luar jendela, memperhatikan bayangan gedung tua tempat ia berjanji bertemu dengan seseorang. Hatinya berdebar kencang. Apakah ini keputusan yang tepat?Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk: "Aku sudah di dalam. Masuklah. Jangan coba-coba membawa orang lain."Menelan ludah, Nara menarik napas dalam sebelum keluar dari mobil dan melangkah ke dalam gedung. Cahaya lampu redup membuat suasana terasa lebih menekan. Setiap langkahnya bergema di lorong sempit itu.Di sebuah ruangan kecil, seseorang duduk dengan tenang, menunggunya. Wajah itu tersamar oleh bayangan, Ada sedikit rasa was-was dalam hati Nara. Tetapi ketika ia melangkah lebih dekat, ia merasa lega setelah melihat orang itu dengan jelas."Kamu sudah datang," ujar orang itu dengan nada tenang.Nara mengangguk, menatapnya tanpa keraguan. "Aku ingin tahu semuanya. Jangan ada yang disembunyikan dariku."Orang itu menyeringai, matanya menelusuri waja

    Last Updated : 2025-02-16
  • Gairah Liar Istriku   Bab 7. "Kau Gila Reno"

    Nara menatap sosok yang berdiri di bawah cahaya lampu jalan itu dengan jantung berdegup kencang. Ia mengeratkan genggaman pada kunci mobilnya, bersiap jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."Siapa kau?" suaranya tegas, meski ada sedikit getaran di dalamnya.Sosok itu melangkah maju, membuat bayangannya semakin jelas. Dan ketika wajah itu tampak di bawah cahaya, napas Nara tercekat."Aku tidak menyangka kau akan pulang selarut ini, Nara," suara itu akrab, tetapi ada nada dingin yang membuatnya menggigil."Arka?" Mata Nara membulat, tubuhnya menegang.Pria itu berdiri dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana, matanya menatap lurus padanya. Sorot matanya tajam, seakan sedang menghakiminya."Kau dari mana?" tanyanya dengan nada rendah, nyaris seperti bisikan, tetapi penuh tekanan.Nara berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Bukan urusanmu."Arka tertawa kecil, tetapi tidak ada kehangatan di dalamnya. "Bukan urusanku? Kau yakin?"Nara mendengus. "Sejak kapan aku harus melapor

    Last Updated : 2025-02-18
  • Gairah Liar Istriku   Bab 8. "Jika suamiku tahu, matilah kita"

    “Stop, Reno!” pinta Nara di tengah kepanikannya.Tapi Reno tidak sedikitpun menggubrisnya. Matanya memancarkan gairah liar yang tak dapat dibendung. Dia seperti seekor singa yang kelaparan, buas dan tak terkontrol. Underwear Nara telah direnggutnya dengan mudah. Nafas Reno semakin berat, dadanya naik turun tak beraturan. Kini dia memposisikan dirinya di antara kedua kaki Nara yang jenjang.Nara menggigit bibir bawahnya. Hatinya berperang hebat, antara ketakutan dan keinginan yang saling bertabrakan. Kedua tangannya mencengkeram sudut belakang sofa dengan kuat, mencoba mencari pijakan di tengah kekacauan yang melanda batinnya.Reno menatap tubuh Nara dengan intens, seakan ingin menghafal setiap lekuk yang terpampang jelas di hadapannya. Matanya gelap, penuh obsesi. Perlahan, dia membungkuk, mendekatkan wajahnya ke leher Nara. Kehangatan nafasnya menyapu kulit halus Wanita itu, membuat bulu kuduknya meremang.“Reno, kau emang gila. Kalau suamiku tahu, bisa mati kita berdua.”Tetapii, s

    Last Updated : 2025-02-22
  • Gairah Liar Istriku   Bab 9.

    Arka berdiri di balik pohon besar, pandangannya tak lepas dari sosok Reno yang menjauh. Senyum licik terukir di wajahnya. “Jadi kau masih belum bisa melepaskannya, Reno?” gumam Arka dengan suara pelan. “Bagus. Ini akan menjadi lebih mudah bagiku.”Sementara di tempat lain, Dita berjalan mondar-mandir di dalam ruangan, ponselnya digenggam erat di satu tangan, sementara tangan lainnya mengepal-ngepal. Wajahnya merah padam, rahangnya mengeras, dan matanya menyala penuh amarah."Keterlaluan! Hanya mengurus hal sepele begini saja kalian gak becus! Percuma kalian aku bayar!" suaranya melengking, memenuhi ruangan.Ia menekan ponselnya lebih erat ke telinga, napasnya memburu. "Aku gak mau dengar alasan! Pokoknya ini harus beres hari ini juga, titik!" katanya tajam.Kakinya menghentak lantai dengan kasar, seolah bisa menyalurkan kemarahan yang meledak-ledak di dadanya. Matanya melirik sekilas ke meja, seolah ingin membanting sesuatu, tapi ia menahan diri. Tangannya gemetar, dan semakin lama,

    Last Updated : 2025-02-22
  • Gairah Liar Istriku   Bab 10. "Pergi Kamu, Bajingan!"

    Nara dengan penuh keraguan meraih ponsel itu, lama ia tertegun. Sementara Arka menyandarkan sisi tubuhnya ke dinding dan menyulut rokoknya. “Ayo angkatlah, Nara. Siapa tahu Reno-mu itu sedang kangen sama kamu,” sindir Arka, menghembuskan asap rokoknya ke langit-langit ruangan. senyumnya seperti mengejek tapi penuh perhatian.Nara tidak segera mengangkat panggilan dari Reno. Ponsel itu pun berhenti berdering. Mendadak, ada sesuatu terbersit di benak Nara. Dengan langkah mantap, ia mendekat ke arah Arka yang masih berdiri dengan sikap santainya.Tanpa peringatan, Nara melingkarkan lengannya di leher Arka, tubuhnya rapat menyatu. Matanya menatap lekat, penuh gairah yang tak biasa. “Nara...?” Arka merasa kaget dan tertegun, merasa kejadian yang di depan matanya sama sekali di luar gugaannya. Arka pun tak sempat melanjutkan kata-katanya saat bibir Nara sudah menyergap bibirnya.Tidak ada kelembutan di sana. Tidak seperti biasanya. Ciuman Nara liar, seakan ingin menghancurkan segala batas y

    Last Updated : 2025-02-24
  • Gairah Liar Istriku   Bab 11. "Kamu Sama Saja Dengan Pria Lainnya. "Tolol"

    Di tempat lain.Dita sedang berdiri di depan jendela besar apartemennya, menatap rinai hujan yang jatuh deras mengguyur di luar. Tangannya memegang gelas anggur merah, tapi bibirnya tak sedikit pun menyentuh tepian gelasnya. Pikirannya penuh dengan berbagai skenario tentang Nara, tentang rencana-rencana yang sudah ia disusun rapi. Semuanya seharusnya berjalan sempurna.Terdengar ketukan di pintu.Tanpa menoleh, Dita tahu siapa yang datang. Suara ketukan yang ragu-ragu, nyaris tak terdengar. Arka. Ia menghela napas panjang sebelum mengucapkan, “Masuk.”Pintu terbuka perlahan. Arka melangkah masuk dengan wajah tertunduk. Tubuhnya basah kuyup, rambutnya meneteskan air ke lantai marmer putih. Pakaiannya kusut, dan ada semburat kegelisahan di matanya. Sejenak, ia hanya berdiri di ambang pintu, seakan sedang Menyusun dan menimbang kata-kata yang akan diucapkannya kepada Dita."Aku... aku perlu bicara, Dita"Dita tetap diam, pandangannya masih terpaku pada jendela. “Kenapa tidak langsung sa

    Last Updated : 2025-02-25
  • Gairah Liar Istriku   Bab 12. "Buka Pintunya! Atau Aku Dobrak!"

    Pintu terbuka perlahan, engselnya berderit pelan, memecah keheningan di dalam apartemen. Dita menahan napas, tubuhnya tegang. Namun, saat pintu terbuka sepenuhnya, tak ada siapa pun di sana. Koridor apartemen tampak kosong, hanya suara hujan yang samar terdengar dari luar jendela di ujung lorong.Dita melangkah maju, menatap ke kanan dan kiri. Sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Ia menghela napas, mencoba meredam detak jantungnya yang masih berdetak kencang. Tapi rasa waspada tak kunjung hilang. Seseorang baru saja berdiri di depan pintunya. Seseorang yang tahu terlalu banyak.Saat hendak kembali ke dalam, matanya menangkap sesuatu yang aneh di lantai depan pintu. Sebuah amplop cokelat kusam tergeletak di sana. Tak ada nama atau alamat. Hanya amplop lusuh yang tampak terburu-buru dilemparkan.Dita memungut amplop itu, merasakan bobotnya yang ringan. Ia melangkah masuk dan menutup pintu dengan cepat, mengunci rapat-rapat seolah ketakutan sesuatu akan menyelinap masuk.Jari-jarinya gem

    Last Updated : 2025-02-25

Latest chapter

  • Gairah Liar Istriku   Bab 30. Dendam Soraya

    Suasana di apartemen Soraya terasa sunyi, meskipun televisi di ruang tamu menyala, menampilkan film laga yang diputar di saluran televisi kabel. Rama duduk di sofa dengan santai, satu tangan memegang remot dan tangan lainnya menggenggam kaleng bir yang sudah setengah kosong. Pandangannya tertuju pada layar, tetapi pikirannya melayang entah ke mana. Ia tidak benar-benar memperhatikan adegan demi adegan yang berlangsung.Sementara itu, di dalam kamar mandi, Soraya berdiri di depan wastafel dengan ponsel di tangannya. Jemarinya bergerak cepat di atas layar, mengetik pesan yang penuh dengan kemarahan terselubung.“Kalian gagal? Bagaimana mungkin dia bisa lolos? Bukankah kalian sudah menyusun rencana dengan matang?”Pesan itu terkirim, dan beberapa detik kemudian, tanda centang biru muncul. Tidak butuh waktu lama sebelum balasan tiba.“Kami hampir berhasil, tetapi Reno tiba-tiba muncul. Itu di luar dugaan.”Soraya mendengus pelan, rahangnya mengeras. Ia mengetik lagi, kali ini dengan lebih

  • Gairah Liar Istriku   Bab 29. Buih -Buih Cinta

    Nara yang awalnya hanya merasa gelisah kini benar-benar ketakutan. Suara motor Reno yang meraung di depan rumahnya membuatnya refleks berlari keluar, tanpa menyadari bahaya yang ada di belakangnya.Sosok pria bercadar yang hampir menyergapnya terhenti sejenak. Ia menyadari bahwa rencananya gagal kali ini. Dengan cepat, ia berbalik menuju jendela yang digunakannya untuk masuk. Tanpa suara, ia melesat keluar, menyelinap ke dalam gelapnya malam sebelum Reno sempat melihatnya.Begitu Nara membuka pintu depan, Reno sudah turun dari motornya dengan ekspresi cemas. “Nara! Kamu baik-baik saja?” tanyanya, langkahnya cepat mendekat.Nara mengangguk, meskipun hatinya masih berdebar. “Aku merasa ada sesuatu yang aneh malam ini, Reno. Seperti ada yang mengawasiku…”Reno melirik ke sekeliling dengan tatapan tajam dan tampak waspada. Lampu-lampu jalanan yang temaram membuat bayangan-bayangan panjang berkelebat di sudut-sudut halaman. Ia merasakan sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak melihat siapa

  • Gairah Liar Istriku   Bab 29. "Miliki Aku, Rama"

    Apartemen Soraya yang terletak di lantai tinggi sebuah gedung mewah itu diselimuti aura keintiman yang memabukkan. Lampu-lampu redup menerangi ruangan dengan nuansa hangat, sementara aroma parfum mewah yang lembut menguar di udara, menciptakan atmosfer yang penuh gairah.Di dalam kamar tidur yang luas, Rama berdiri diam beberapa detik, mengamati Soraya yang sedang berbaring santai di atas ranjang besar berlapis sprei satin berwarna merah tua. Soraya mengenakan gaun tidur tipis yang nyaris transparan, memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya tergerai liar di atas bantal, sementara bibirnya yang merah merekah melengkung dalam senyuman penuh godaan.“Kau hanya akan berdiri di sana, Rama?” tanyanya dengan suara serak yang dipenuhi nada menggoda.Rama tersenyum kecil, matanya menyapu tubuh Soraya dengan tatapan penuh hasrat. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia mulai melangkah mendekat, gerakannya perlahan namun penuh kepastian, seperti seorang pemburu yang sedang mendeka

  • Gairah Liar Istriku   Bab 27. "Lelaki Mana Yang Menolak Kemolekan Tubuhmu... "

    Di sebuah gudang tua yang remang-remang, suara sepatu hak tinggi Dita menggema di lantai beton. Wajahnya merah padam, matanya menyala penuh amarah. Di hadapannya, seorang pria bertubuh kekar berdiri dengan ekspresi datar, sama sekali tak terpengaruh oleh amukan Dita. Beberapa anak buah lainnya berdiri di sekitar, memperhatikan dengan cermat. Mereka tahu Dita bukan orang yang mudah diajak kompromi, tapi kali ini situasinya berbeda."Kalian itu bodoh atau memang sengaja mau cari mati?" suara Dita melengking tajam, gemanya terdengar jelas di dalam gudang yang nyaris kosong. "Aku menyuruh kalian merebut ponselnya, bukan menjualnya, tolol!"Pria yang dipanggil Bandi itu mengangkat bahunya dengan santai. "Kami cuma menjalankan perintah, Bu Dita. Anda bilang rebut ponselnya, tapi tidak bilang kalau ponsel itu harus diserahkan ke Anda. Lagipula, kami butuh uang, dan menjual ponsel itu keputusan terbaik saat itu." Suaranya tetap tenang, nyaris tanpa rasa bersalah.Dita mengepalkan tangan, raha

  • Gairah Liar Istriku   Bab 26. Berubah

    "Kamu seharusnya lebih berhati-hati, Nara..."Suara itu terdengar begitu dingin, menusuk langsung ke dalam tulang-tulangnya. Nara menahan napas, tubuhnya membeku seketika. Perlahan, ia menoleh ke belakang, dan jantungnya seolah berhenti berdetak saat melihat wajah yang begitu familiar. Arka."Kamu?" bisik Nara, matanya melebar penuh keterkejutan dan ketidakpercayaan.Arka tersenyum miring, tetapi senyuman itu tidak lagi seperti dulu. Tidak ada kelembutan, tidak ada kasih sayang. Hanya ada sesuatu yang gelap, sesuatu yang mengancam."Kamu kenapa ada di sini, hah?" suara Nara bergetar, amarah dan kekecewaan bercampur menjadi satu.Arka melepaskan cengkeramannya, tetapi tidak mundur. Ia menatap Nara dengan intens, seolah ingin membaca isi kepalanya. "Aku datang untuk memastikan sesuatu, Nara."Nara mengerutkan kening. "Memastikan apa? Bahwa aku masih bisa kamu permainkan?" suaranya meninggi, kini didorong oleh emosi yang sudah tak terbendung. "Aku pikir kamu berbeda, Arka. Aku pikir kamu

  • Gairah Liar Istriku   Bab 25. Two in One

    Di rumah Reno.Reno menatap Dita dengan ekspresi datar, meskipun dalam kepalanya berbagai kemungkinan mulai ia susun. Wanita di hadapannya ini tidak pernah datang tanpa maksud-maksud tertentu. Dan kali ini, ia tak akan membiarkan Dita mengendalikan situasi."Masuklah," ucap Reno akhirnya, sedikit melangkah ke samping agar Dita bisa masuk.Dita tersenyum kecil, melangkah masuk dengan anggun seolah ia sudah menguasai keadaan. "Ehm, akhirnya, kamu mulai belajar bisa menerima kehadiranku, Reno."Reno tak menggubrisnya. Ia berjalan ke meja, menuangkan dua gelas anggur. Ia tak menawarkan, tapi menaruh salah satunya di depan Dita. Wanita itu hanya tersenyum, lalu duduk dengan santai di sofa seolah tempat ini adalah miliknya."Aku datang bukan hanya untuk basa-basi, Reno." Dita menatapnya tajam. "Aku hanya ingin tahu, apakah kamu benar-benar ingin membantu Nara?"Reno menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyesap anggurnya pelan. "Aku ingin Nara sadar siapa suaminya sebenarnya. Itu saja."Dita ter

  • Gairah Liar Istriku   Bab 24. "Dapatkan kartu As-nya..."

    Dalam perjalanan pulang, Nara menatap layar ponselnya yang masih kosong dari balasan pesan Dita. Berkali-kali ia mencoba menelepon, namun tak ada jawaban. Ia mendesah pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri."Kemana Dita? Kenapa ponselnya masih tidak aktif? Dia bilang sedang di luar kota. Kemana sebenarnya? Apakah memang tidak ada sinyal di sana? Aneh." Nara menghela napas dengan kesal, mencoba menghilangkan rasa gelisah yang kian meradang. "Dita tak biasanya sulit dihubungi. Apa mungkin ada hal lain yang sedang terjadi?"Pertanyaan demi pertanyaan yang tak terjawab selalu memenuhi pikirannya hingga Nara tiba di rumah. Ia meletakkan tasnya di sofa dan mulai mengamati sekeliling. Perasaan aneh itu masih ada.Langkahnya melambat saat ia berjalan menuju ruang tamu, matanya menelisik tiap sudut ruangan dengan lebih teliti dari biasanya. Ada sesuatu yang terasa ganjil, sesuatu yang tidak seperti biasanya.Perhatiannya tiba-tiba tertuju pada rak buku di sudut ruangan. Dahinya berkerut saa

  • Gairah Liar Istriku   Bab 23. "Aku Akan Menunggumu, Rama,"

    Sementara di ruang kerja Rama, Soraya masih berdiri di tempatnya, kedua tangannya saling menggenggam erat, berusaha meredakan kegugupan yang tiba-tiba muncul saat Nara datang tadi. Akan tetapi, begitu pintu tertutup dan kehadiran Nara tak lagi menjadi ancaman lagi, Soraya menoleh ke arah Rama dengan ekspresi yang lebih santai, bahkan sedikit menggoda."Kamu terlalu tegang, Pak," gumamnya pelan, melangkah mendekati Rama. "Dia hanya datang sebentar, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Rama menghela napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang maki kalut. "Nara bukan wanita bodoh, Soraya. Aku tak bisa terus bermain-main tanpa risiko ketahuan oleh dia."Soraya tersenyum tipis, jemarinya dengan luwes menyusuri dada Rama yang masih tertutup kemeja. "Lalu? Apa itu berarti kita harus berhenti padahal kita baru memulainya, hm?" bisiknya, matanya menatap lekat ke dalam mata Rama, penuh dengan tantangan.Rama menggenggam tangan Soraya, menghentikan gerakannya. "Dengar Soraya, aku tak mau

  • Gairah Liar Istriku   Bab 22. Libido

    Suara ketukan pintu menggema di ruangan. Rama dan Soraya saling bertukar pandang, sekilas ketegangan tersirat di mata Soraya sebelum ia menunduk dan memasang ekspresi profesional. Dengan cepat, ia merapikan rok dan blazernya, sementara Rama mengambil napas dalam, menyesuaikan kembali kemejanya agar terlihat lebih rapi."Masuk!" suara Rama terdengar berat, masih menyisakan sisa gairah yang belum tersalurkan.Pintu terbuka, dan seorang wanita dengan setelan kasual melangkah masuk. Nara, istrinya, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi yang sulit diartikan. Tatapan matanya langsung menangkap ekspresi tegang Soraya dan wajah Rama yang masih sedikit merah. Ada sesuatu di ruangan ini, sesuatu yang membuat dadanya terasa sesak.Sejak pagi, Nara sudah merasa ada yang tidak beres. Perkataan Dita, sahabatnya, terus terngiang di kepalanya. "Aku tahu sesuatu tentang Rama," kata Dita tadi malam dengan nada misterius. "Tapi aku tidak bisa bilang begitu saja. Aku cuma ingin kamu lebih peka."Nara m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status