Home / Romansa / Gairah Liar Istriku / Bab 5. Ternyata Dia

Share

Bab 5. Ternyata Dia

last update Last Updated: 2025-01-19 21:37:40

Lampu redup di dalam gedung tua itu memunculkan bayangan panjang yang seolah merayap di dinding. Nara menatap lekat sosok di depannya, berusaha lebih cepat memahami siapa dia. Sosok itu melangkah lebih dekat, memperlihatkan wajah yang tidak asing bagi Nara.

… Reno, pria yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya, seseorang yang seharusnya tidak lagi muncul di kehidupannya.

"Reno?!" Nara berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam suara detak jantungnya sendiri. "Apa yang kamu lakukan di sini?"

Reno menatapnya tajam, senyum tipis terbentuk di bibirnya, "Aku tahu lebih banyak dari yang kamu pikirkan, Nara. Tentang Arka, tentang Dita, dan tentang rahasiamu. Ha-ha-ha."

Kata-kata itu menghantam seperti palu godam. Nara menahan napas, tubuhnya terasa membeku. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara yang hampir tidak keluar.

Reno mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memperlihatkan sebuah video. Dalam video itu, terlihat Nara dan Arka bertemu di tempat yang tampak seperti kafe kecil. Percakapan mereka tidak terdengar, tetapi ekspresi di wajah mereka cukup untuk membuat segalanya tampak mencurigakan.

"Ini baru sebagian kecil, Nara. Ha-ha-ha," ujar Reno memojokkan, "Aku punya lebih banyak. Dan aku yakin Rama akan sangat tertarik untuk melihat semuanya. Ha-ha-ha."

"Apa yang kamu inginkan, hah!?" Nara memandangnya dengan tatapan penuh kebencian, meskipun hatinya dipenuhi rasa takut.

"Sederhana saja," jawab Reno sambil menyilangkan tangannya di dada, "Aku ingin kebenaran. Apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian bertiga? Dan apa hubunganmu dengan Dita, Manis?"

Nara mengalihkan pandangannya, mencoba mengumpulkan pikirannya yang tercerai-berai. "Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan," elaknya. Tetapi ia tahu kebohongan itu terdengar begitu rapuh.

Reno tertawa kecil. "Nara… Nara. Kamu masih sama seperti dulu. Terlihat lugu tapi pandai menyembunyikan sesuatu. Ha-ha-ha. Tapi kali ini, kamu tidak bisa lari, Sayang. Kamu tidak akan bisa lari. Ha-ha-ha."

Nara menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya, "kenapa kamu peduli? Apa untungnya buatmu, hah?"

"Karena aku juga punya taruhan dalam permainan ini," kata Reno dengan nada serius, "kamu pikir hanya kamu yang menjadi korban di sini, hmm? Semua ini adalah bagian dari rencana besar yang melibatkan kita semua. Dan aku tidak akan membiarkan mereka memanipulasiku lagi. Tidak akan."

"Mereka?" Nara mengerutkan kening, "maksudmu siapa?"

"Arka dan Dita," jawab Reno tegas, "Mereka tidak seperti yang kamu pikirkan, Nara. Dan jika kamu ingin keluar dari semua ini dengan selamat, kamu harus bekerja sama denganku. Kamu mengerti maksudku, kan?" Reno memutar tubuhnya, berjalan menjauh. "Oh dunia, ha-ha-ha…"

Setelah pertemuan itu, Nara pulang dengan pikiran yang penuh teka teki tak terjawab. Kata-kata Reno terus terngiang di kepalanya. Siapa sebenarnya yang ia bisa percayai sekarang? Dita, sahabatnya selama ini? Atau Arka, pria yang diakui atau tidak, menjadi bagian dari hidupnya? Dan sekarang Reno muncul, membawa rahasia yang tampaknya lebih besar dari yang ia bayangkan.

Di rumah, Nara menemukan Rama yang sedang duduk di ruang tamu, wajahnya terlihat tegang. Ia tahu sesuatu sedang mengganggu pikiran suaminya, tetapi ia terlalu lelah untuk memulai percakapan.

"Dari mana saja kamu?" tanya Rama tanpa menoleh.

"Hanya keluar mencari udara segar," jawab Nara sambil melepas mantelnya. Ia mencoba terdengar santai, meskipun ia tahu suara gemetarannya tidak bisa disembunyikan.

Rama berbalik, menatapnya tajam, "Udara segar di gedung tua yang sepi itu, hah?"

Jantung Nara berdegup semakin kencang, "Apa maksudmu, Rama?"

Rama berdiri, berjalan mendekatinya, "Aku tahu kamu pergi ke sana, Nara. Dan aku tahu kamu bertemu dengan seseorang. Siapa dia?!"

Nara terdiam. Ia merasa seperti terpojok, seperti seekor hewan yang dikepung oleh para pemburu.

"Siapa dia, Nara?" tanya Rama dengan nada yang lebih keras, "Apa yang dia katakan padamu?"

"Itu bukan urusanmu," balas Nara, mencoba mempertahankan ketenangannya. Meski ia tahu itu hanya akan memperburuk keadaan saja.

"Apa kamu bilang? Bukan urusanku? Aku ini suamimu, Nara! Apa pun yang terjadi dalam hidupmu adalah urusanku juga!" Rama membentak, membuat Nara mundur selangkah.

"Aku tidak punya waktu untuk ini, Rama," kata Nara sambil berjalan ke arah tangga, "Aku lelah."

"Lelah karena apa? Karena mencoba menyembunyikan sesuatu dariku, hah?" Rama mengejar, tangannya mencengkeram lengan Nara dengan kuat.

"Lepaskan!" seru Nara, berusaha melepaskan diri, "Le-pas-kan!," Ia menyeringai, rasa sakit mulai menjalar di lengannya.

"Tidak akan kulepaskan, sampai kamu memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi!" Rama menatapnya dengan mata yang penuh amarah, tetapi di balik itu ada sesuatu yang lain. Rasa sakit dan ketidakberdayaan.

Nara terdiam, air mata mulai mengalir di pipinya, "Aku tidak tahu harus bilang apa padamu, Rama. Aku bahkan tidak tahu siapa yang bisa aku percaya sekarang ini."

Rama melepas cengkeramannya, terkejut oleh tangisan Nara. Ia mundur selangkah, menatap istrinya dengan bingung, "Apa maksudmu?"

"Ada terlalu banyak yang sedang terjadi," bisik Nara, hampir tidak terdengar, "Terlalu banyak yang tidak aku pahami. Aku butuh waktu untuk mencari tahu segalanya."

Rama menghela napas panjang, lalu berjalan pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi. Sementara Nara hanya berdiri di tempatnya, merasa seperti dunia di sekitarnya perlahan mulai runtuh.


Di tempat lain, Dita duduk di meja kerjanya, menatap layar ponselnya. Sebuah pesan masuk, membuatnya tersenyum tipis. Itu adalah foto Nara dan Reno di gedung tua. Semuanya berjalan sesuai rencana.

Namun, senyumnya memudar saat ia menerima pesan lain dari nomor tak dikenal.

"Kamu pikir kamu bisa mengendalikan segalanya, tapi kamu salah. Aku tahu apa yang kamu lakukan."

Dita memandang layar ponselnya dengan tatapan tajam. Siapa yang berani mengancamnya seperti ini? Ia mengetik balasan dengan cepat.

"Siapa ini?"

Jawaban datang hampir seketika.

"Seseorang yang akan memastikan kamu tidak akan pernah menang."

Untuk pertama kalinya, Dita merasa bahwa permainannya seperti tidak sepenuhnya berada dalam kendalinya. Akan tetapi ia bukan seseorang yang mudah menyerah. Dengan senyum dingin, ia mulai merencanakan langkah berikutnya. Jika seseorang ingin bermain melawannya, maka ia akan memastikan dia menyesali keputusannya itu.


Di kamar tidurnya, Nara merenungkan semuanya yang telah terjadi. Pesan misterius, pertemuan dengan Reno, dan pertentangan dengan Rama semuanya terasa seperti potongan teka-teki yang tidak bisa ia satukan. Nara mulai mengerti, satu-satunya jalan yaitu ia harus bisa menemukan kebenaran sebelum semuanya menjadi hancur.

Dengan tekad baru, ia membuka ponselnya dan mengetik pesan kepada seseorang yang ia tahu bisa membantunya.

"Aku butuh bantuanmu. Kita harus bicara."

Pesan terkirim, dan tidak lama kemudian balasan datang.

"Tentu saja, Nara. Aku selalu ada untukmu."

Dan Nara pun mengigit bibirnya. Takut dengan keputusannya menghubungi seseorang itu. Apakah keputusannya kali ini benar atau justru keliru. Sungguh Nara merasa sangat gelisah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Liar Istriku   Bab 6. ???

    Nara duduk di dalam mobil, jari-jarinya menggenggam setir dengan erat. Ia menatap ke luar jendela, memperhatikan bayangan gedung tua tempat ia berjanji bertemu dengan seseorang. Hatinya berdebar kencang. Apakah ini keputusan yang tepat?Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk: "Aku sudah di dalam. Masuklah. Jangan coba-coba membawa orang lain."Menelan ludah, Nara menarik napas dalam sebelum keluar dari mobil dan melangkah ke dalam gedung. Cahaya lampu redup membuat suasana terasa lebih menekan. Setiap langkahnya bergema di lorong sempit itu.Di sebuah ruangan kecil, seseorang duduk dengan tenang, menunggunya. Wajah itu tersamar oleh bayangan, Ada sedikit rasa was-was dalam hati Nara. Tetapi ketika ia melangkah lebih dekat, ia merasa lega setelah melihat orang itu dengan jelas."Kamu sudah datang," ujar orang itu dengan nada tenang.Nara mengangguk, menatapnya tanpa keraguan. "Aku ingin tahu semuanya. Jangan ada yang disembunyikan dariku."Orang itu menyeringai, matanya menelusuri waja

    Last Updated : 2025-02-16
  • Gairah Liar Istriku   Bab 7. "Kau Gila Reno"

    Nara menatap sosok yang berdiri di bawah cahaya lampu jalan itu dengan jantung berdegup kencang. Ia mengeratkan genggaman pada kunci mobilnya, bersiap jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."Siapa kau?" suaranya tegas, meski ada sedikit getaran di dalamnya.Sosok itu melangkah maju, membuat bayangannya semakin jelas. Dan ketika wajah itu tampak di bawah cahaya, napas Nara tercekat."Aku tidak menyangka kau akan pulang selarut ini, Nara," suara itu akrab, tetapi ada nada dingin yang membuatnya menggigil."Arka?" Mata Nara membulat, tubuhnya menegang.Pria itu berdiri dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana, matanya menatap lurus padanya. Sorot matanya tajam, seakan sedang menghakiminya."Kau dari mana?" tanyanya dengan nada rendah, nyaris seperti bisikan, tetapi penuh tekanan.Nara berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Bukan urusanmu."Arka tertawa kecil, tetapi tidak ada kehangatan di dalamnya. "Bukan urusanku? Kau yakin?"Nara mendengus. "Sejak kapan aku harus melapor

    Last Updated : 2025-02-18
  • Gairah Liar Istriku   Bab 8. "Jika suamiku tahu, matilah kita"

    “Stop, Reno!” pinta Nara di tengah kepanikannya.Tapi Reno tidak sedikitpun menggubrisnya. Matanya memancarkan gairah liar yang tak dapat dibendung. Dia seperti seekor singa yang kelaparan, buas dan tak terkontrol. Underwear Nara telah direnggutnya dengan mudah. Nafas Reno semakin berat, dadanya naik turun tak beraturan. Kini dia memposisikan dirinya di antara kedua kaki Nara yang jenjang.Nara menggigit bibir bawahnya. Hatinya berperang hebat, antara ketakutan dan keinginan yang saling bertabrakan. Kedua tangannya mencengkeram sudut belakang sofa dengan kuat, mencoba mencari pijakan di tengah kekacauan yang melanda batinnya.Reno menatap tubuh Nara dengan intens, seakan ingin menghafal setiap lekuk yang terpampang jelas di hadapannya. Matanya gelap, penuh obsesi. Perlahan, dia membungkuk, mendekatkan wajahnya ke leher Nara. Kehangatan nafasnya menyapu kulit halus Wanita itu, membuat bulu kuduknya meremang.“Reno, kau emang gila. Kalau suamiku tahu, bisa mati kita berdua.”Tetapii, s

    Last Updated : 2025-02-22
  • Gairah Liar Istriku   Bab 9.

    Arka berdiri di balik pohon besar, pandangannya tak lepas dari sosok Reno yang menjauh. Senyum licik terukir di wajahnya. “Jadi kau masih belum bisa melepaskannya, Reno?” gumam Arka dengan suara pelan. “Bagus. Ini akan menjadi lebih mudah bagiku.”Sementara di tempat lain, Dita berjalan mondar-mandir di dalam ruangan, ponselnya digenggam erat di satu tangan, sementara tangan lainnya mengepal-ngepal. Wajahnya merah padam, rahangnya mengeras, dan matanya menyala penuh amarah."Keterlaluan! Hanya mengurus hal sepele begini saja kalian gak becus! Percuma kalian aku bayar!" suaranya melengking, memenuhi ruangan.Ia menekan ponselnya lebih erat ke telinga, napasnya memburu. "Aku gak mau dengar alasan! Pokoknya ini harus beres hari ini juga, titik!" katanya tajam.Kakinya menghentak lantai dengan kasar, seolah bisa menyalurkan kemarahan yang meledak-ledak di dadanya. Matanya melirik sekilas ke meja, seolah ingin membanting sesuatu, tapi ia menahan diri. Tangannya gemetar, dan semakin lama,

    Last Updated : 2025-02-22
  • Gairah Liar Istriku   Bab 10. "Pergi Kamu, Bajingan!"

    Nara dengan penuh keraguan meraih ponsel itu, lama ia tertegun. Sementara Arka menyandarkan sisi tubuhnya ke dinding dan menyulut rokoknya. “Ayo angkatlah, Nara. Siapa tahu Reno-mu itu sedang kangen sama kamu,” sindir Arka, menghembuskan asap rokoknya ke langit-langit ruangan. senyumnya seperti mengejek tapi penuh perhatian.Nara tidak segera mengangkat panggilan dari Reno. Ponsel itu pun berhenti berdering. Mendadak, ada sesuatu terbersit di benak Nara. Dengan langkah mantap, ia mendekat ke arah Arka yang masih berdiri dengan sikap santainya.Tanpa peringatan, Nara melingkarkan lengannya di leher Arka, tubuhnya rapat menyatu. Matanya menatap lekat, penuh gairah yang tak biasa. “Nara...?” Arka merasa kaget dan tertegun, merasa kejadian yang di depan matanya sama sekali di luar gugaannya. Arka pun tak sempat melanjutkan kata-katanya saat bibir Nara sudah menyergap bibirnya.Tidak ada kelembutan di sana. Tidak seperti biasanya. Ciuman Nara liar, seakan ingin menghancurkan segala batas y

    Last Updated : 2025-02-24
  • Gairah Liar Istriku   Bab 11. "Kamu Sama Saja Dengan Pria Lainnya. "Tolol"

    Di tempat lain.Dita sedang berdiri di depan jendela besar apartemennya, menatap rinai hujan yang jatuh deras mengguyur di luar. Tangannya memegang gelas anggur merah, tapi bibirnya tak sedikit pun menyentuh tepian gelasnya. Pikirannya penuh dengan berbagai skenario tentang Nara, tentang rencana-rencana yang sudah ia disusun rapi. Semuanya seharusnya berjalan sempurna.Terdengar ketukan di pintu.Tanpa menoleh, Dita tahu siapa yang datang. Suara ketukan yang ragu-ragu, nyaris tak terdengar. Arka. Ia menghela napas panjang sebelum mengucapkan, “Masuk.”Pintu terbuka perlahan. Arka melangkah masuk dengan wajah tertunduk. Tubuhnya basah kuyup, rambutnya meneteskan air ke lantai marmer putih. Pakaiannya kusut, dan ada semburat kegelisahan di matanya. Sejenak, ia hanya berdiri di ambang pintu, seakan sedang Menyusun dan menimbang kata-kata yang akan diucapkannya kepada Dita."Aku... aku perlu bicara, Dita"Dita tetap diam, pandangannya masih terpaku pada jendela. “Kenapa tidak langsung sa

    Last Updated : 2025-02-25
  • Gairah Liar Istriku   Bab 12. "Buka Pintunya! Atau Aku Dobrak!"

    Pintu terbuka perlahan, engselnya berderit pelan, memecah keheningan di dalam apartemen. Dita menahan napas, tubuhnya tegang. Namun, saat pintu terbuka sepenuhnya, tak ada siapa pun di sana. Koridor apartemen tampak kosong, hanya suara hujan yang samar terdengar dari luar jendela di ujung lorong.Dita melangkah maju, menatap ke kanan dan kiri. Sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Ia menghela napas, mencoba meredam detak jantungnya yang masih berdetak kencang. Tapi rasa waspada tak kunjung hilang. Seseorang baru saja berdiri di depan pintunya. Seseorang yang tahu terlalu banyak.Saat hendak kembali ke dalam, matanya menangkap sesuatu yang aneh di lantai depan pintu. Sebuah amplop cokelat kusam tergeletak di sana. Tak ada nama atau alamat. Hanya amplop lusuh yang tampak terburu-buru dilemparkan.Dita memungut amplop itu, merasakan bobotnya yang ringan. Ia melangkah masuk dan menutup pintu dengan cepat, mengunci rapat-rapat seolah ketakutan sesuatu akan menyelinap masuk.Jari-jarinya gem

    Last Updated : 2025-02-25
  • Gairah Liar Istriku   Bab 13. Wajahnya Terkubur di kedua Telapak Tangannya

    Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Rama yang berdiri tegap dengan rahang mengeras dan mata tajam yang menyala penuh kemarahan. Dita menelan ludah, menyembunyikan pisau lipat di belakang punggungnya dengan tangan yang sedikit gemetar.“Kau…” suara Rama rendah dan tajam seperti bilah pisau. “Katakan, Di mana Nara?”Dita mencoba mengatur ekspresinya, berusaha terlihat tenang meski dadanya berdegup kencang. “Nara? Maksudmu apa, Rama?”“Jangan pura-pura bodoh, Dita!” Rama melangkah masuk tanpa diundang, bahunya menyenggol keras bahu Dita hingga ia hampir terhuyung mundur. “Mobilnya masih di garasi. Tapi dia tidak ada di rumah. Ponselnya mati. Kau pasti tahu sesuatu.”Dita berdiri kaku di ambang pintu, mencoba menyembunyikan keterkejutannya. “Aku... aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak bertemu dengannya sejak terakhir kali kita—”“Hallah! Jangan bohong!” Rama berbalik, menatapnya tajam. Matanya merah, garis wajahnya tegang seperti siap meledak kapan saja. “Nara sering datang ke sini,

    Last Updated : 2025-02-26

Latest chapter

  • Gairah Liar Istriku   Bab 55. Kerja Bagus

    Tubuh Nara membeku di ambang pintu.Dua orang pria berdiri di depannya. Salah satunya tampak mengenakan seragam hitam sederhana, jelas seorang staf hotel—mendorong sebuah kursi roda perlahan.Dan di atas kursi roda itu...Nara menelan ludah. Matanya membelalak, napas tercekat di tenggorokan.Rama.Suaminya sendiri, duduk limbung di kursi roda, tubuhnya terkulai dengan kepala tertuinduk. Kemejanya kusut, beberapa kancing terbuka, dan wajahnya merah padam karena alkohol."Apa yang terjadi…?" gumam Nara, setengah tidak percaya.“Maaf, Ibu. Tadi beliau berada di bar dan… tampaknya terlalu banyak minum. Beliau sempat berpesan kepada bartender untuk diantar ke kamar ini kalau sudah tidak sanggup berdiri,” ucap staf hotel itu, sopan, sedikit tergesa.Tanpa pikir panjang, Nara membuka pintu lebar-lebar. “Cepat bawa masuk, Pak”Mereka mendorong kursi roda perlahan melewati ambang pintu.Nara menyingkirkan tas dan sepatu yang berserakan di lantai, lalu membantu staf bar itu memindahkan Rama ke

  • Gairah Liar Istriku   Bab 54. Rencana Kecil Rama

    Tujuannya adalah ke bar hotel.Tempat ia pernah duduk seorang diri bertahun-tahun lalu… saat konflik dalam hidupnya tak bisa ia lawan dengan logika.Dan malam ini, ia kembali kesana.Lift naik perlahan.Di dalam kotak sempit itu, Rama menyandarkan punggungnya ke dinding baja, menunduk."Aku pengecut, ya?" batinnya lirih."Aku tidak sanggup berhadapan dengan Nara?"Angka terus berganti di panel: 10... 14... 19..."Tapi di bar… setidaknya aku bisa diam. Mungkin ada satu gelas yang bisa bikin semua ini berhenti sebentar."Denting lift terdengar.Pintu terbuka pelan.22.Udara berbeda menyambutnya. Lampu remang, suara musik jazz dari kejauhan, aroma alkohol dan kayu tua.Langkah Rama pelan saat menyusuri lorong.Ia tidak lagi memikirkan alasan atau kata maaf.Ia hanya ingin duduk.Dan lupa.Bar hotel tampak sepi.Seorang bartender tengah membersihkan gelas di sudut meja panjang.Beberapa kursi kosong berjejer di depan cermin besar yang memantulkan pantulan kelam wajah Rama sendiri.Ia men

  • Gairah Liar Istriku   Bab 53. Tragis

    Udara malam menyusup masuk dari celah jaket Reno yang belum ia rapatkan sepenuhnya. Lampu-lampu jalan menari di visor helmnya, sementara motornya melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota yang sepi. Tapi pikirannya sama sekali tak tenang.Pertanyaan demi pertanyaan menumpuk di kepalanya, seperti kabut pekat yang menolak tersingkap."Siapa mereka tadi?""Apakah ini semua berkaitan dengan Dita… atau bahkan seseorang yang lebih punya pengaruh di balik semua ini?"Reno menggeleng pelan, mencoba menepis kekalutan itu. Tapi semakin ia menepis, semakin kuat firasatnya bahwa ini bukan hanya soal peringatan biasa.Apalagi saat bayangan mobil Kijang gelap yang menabraknya beberapa hari lalu adalah mobil yanmg sama dengan mobil yang ia kejar tadi. Dan kini, ia yakin, mobil itu tidak muncul secara kebetulan. Ada maksud tertentu. Ada mata yang terus mengawasinya, menunggu momen lengahnya."Sial… ini bukan main-main lagi," gumamnya.Baru saja ia hendak mengalihkan perhatian ke jalan, pa

  • Gairah Liar Istriku   Bab 52. Berbalik Arah

    Begitu suara pintu tertutup dan langkah Rama menjauh di lorong hotel, Soraya membuka matanya perlahan.Ia tak langsung bangkit. Matanya menatap langit-langit kamar hotel yang dihiasi bayangan samar dari lampu temaram. Nafasnya tertahan dalam dada, seolah sedang menimbang sesuatu yang terlalu berat untuk ditelan, tapi terlalu dalam untuk dimuntahkan.Detik demi detik berlalu, dan kesunyian kamar menjadi semakin menyesakkan. Rasa perih yang tak terlihat merayap dari dadanya ke tenggorokan. Mata itu—mata yang tadi tampak kosong—kini mulai berair. Tapi air itu bukan tangis sedih… melainkan bara. Bara cemburu yang membakar lambat-lambat.Rama pergi.Pergi karena wanita itu.Pergi... untuk Nara.“Bangsat...” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar. Tapi nada itu mengandung muatan penuh luka.Ia menggulingkan tubuhnya pelan, memunggungi sisi ranjang yang dingin karena hanya separuhnya yang digunakan. Ia memejamkan mata sejenak, seakan berharap perasaan itu mereda. Tapi tidak. Perasaan itu justr

  • Gairah Liar Istriku   Bab 51. Sipa Mereka?

    Jalanan gelap itu berakhir di pelataran luas sebuah Bangunan gudang tua dengan container container kosong teronggok di sana-sini. Cahaya dari lampu motor Reno menyapu permukaan aspal kasar yang retak. Kijang hitam yang ia kejar kini berhenti di ujung halaman, di depan salah satu bangunan tak berplakat.Reno memperlambat laju motornya, jantungnya berdetak keras. Naluri petarungnya mulai menyala.Saat ia bersiap turun dari motor, terdengar suara pintu mobil dibanting.Satu persatu, sosok-sosok gelap bermunculan dari balik bayangan gudang. Lima orang. Enam. Mungkin lebih. Mereka menyebar dengan langkah lambat namun pasti, seperti kawanan serigala yang mengendus mangsa. Beberapa di antara mereka menggenggam pentungan besi. Ada juga yang memegang samurai, kilatan baja menari di bawah sinar bulan.Reno berdiri di samping motornya, matanya menyapu wajah-wajah mereka. Tidak ada yang dikenalnya. Tapi dari sikap mereka, ia bisa menebak, mereka bukan sekadar penjaga gudang.Salah satu dari mere

  • Gairah Liar Istriku   Bab 50. Bayangan Pengkhianatan

    Hening.Sunyi itu seperti menjalari seluruh dinding kamar, meresap ke pori-pori malam dan menyesakkan dada.Nara membuka matanya perlahan. Cahaya lampu redup dari sisi tempat tidur membuat pandangannya tak langsung fous, tapi kesadarannya berangsur kembali ketika jemarinya menyentuh sisi ranjang yang dingin. Kosong. Tidak ada siapa pun di sana.Ia bangkit, duduk perlahan dengan selimut melorot ke pangkuannya. Sejenak matanya menelusuri seisi ruangan, mencari sosok Reno. Tapi yang ditemukannya hanya keheningan dan denting samar jam dinding digital yang menunjukkan pukul 02.16."Nggak mungkin dia pulang tanpa bilang apa-apa," gumamnya pelan, lebih untuk dirinya sendiri. Suaranya terdengar lelah, berat, dan sarat kebingungan.Nara menatap ke arah meja kecil di samping tempat tidur. Tidak ada catatan. Tidak ada ponsel. Tidak ada jejak keberadaan Reno. Hanya kehangatan samar di bantal sebelah, menyisakan pertanda bahwa Reno memang sempat bersamanya—tapi entah sejak kapan ia pergi.Ia mengh

  • Gairah Liar Istriku   Bab 48. "Aku Tidak Akan Membiarkan Kau Lolos Malam Ini."

    Reno melangkah dengan cepat ke arah Arka, tubuhnya tegang menahan emosi yang sudah mengendap terlalu lama. Langkah-langkahnya menggema di atas aspal basah, seperti dentang palu penghakiman yang tak bisa dihindari. Arka menoleh sesaat—dan hanya sesaat—lalu kembali menatap ke depan, seolah enggan mengakui keberadaan Reno di hadapannya.“Kau masih juga mengganggunya, hah?” suara Reno parau namun dingin, mengiris malam yang hening. “Nara sudah lama melupakanmu, Arka. Dan kau… kau masih saja berkeliaran seperti bayangan masa lalu yang busuk.”Arka tak menjawab. Tatapannya kosong, matanya tampak lelah… atau barangkali hancur dari dalam. Ia seperti seseorang yang kehilangan arah—bukan hanya dari Nara, tapi juga dari dirinya sendiri.Reno melangkah lebih dekat. Tanpa aba-aba, tangan kanannya mendorong dada Arka dengan kasar. Tubuh Arka terhuyung ke belakang, nyaris kehilangan keseimbangan. Jika bukan karena mobil di belakangnya, mungkin ia sudah jatuh ke tanah. Tapi tetap saja—tak ada reaksi.

  • Gairah Liar Istriku   Bab 48. "Aku Harus Menyelasaikannya Di Sini"

    Soraya berjalan perlahan menuju jendela kamar, tubuhnya masih terbalut selimut tipis yang tadi sempat ia tarik cepat saat menerima telepon dari Dita. Di belakangnya, Rama telah tertidur pulas di atas ranjang king size—napasnya teratur, pundaknya terangkat turun dalam ritme yang menandakan kelelahan yang dalam. Soraya sempat menatapnya beberapa detik sebelum kembali fokus pada suara di seberang telepon."Jadi, apa maksudmu Nara ada di hotel ini juga?" tanya Soraya dengan nada pelan namun waspada.Dita terdengar menarik napas panjang dari seberang sambungan. "Aku belum bisa memastikan seratus persen, Tapi berdasarkan pergerakan GPS yang sempat terlacak dari ponsel Arka sebelum sinyalnya menghilang, aku cukup yakin Nara berada di gedung yang sama dengan kalian."Soraya menahan diri untuk tidak mengeluarkan sumpah serapah. Ia menoleh sejenak ke arah Rama yang masih tertidur, lalu kembali memfokuskan suaranya. "Tenang saja, tidak akan ada masalah yang berarti. Rama sudah berada di sini, be

  • Gairah Liar Istriku   Bab 47. Dita dan Soraya Bersekongkol?

    Arka melirik sekilas ponselnya yang bergetar di lantai. Nomor tak dikenal. Atau mungkin nomor yang ia tahu, tapi terlalu enggan untuk dilihat sekarang.Ia tidak mengangkatnya. Ia hanya menatap layar yang terus bergetar sebelum akhirnya diam dengan sendirinya.Seperti dirinya.Arka lalu merebahkan diri ke lantai, menatap kosong ke atas.Dan untuk pertama kalinya sejak semua kekacauan ini dimulai, ia benar-benar merasa… kalah.Kamar hotel itu remang, lampu gantung redup menggelantung di tengah langit-langit, menciptakan bayangan lembut di dinding. Tirai tebal menutup seluruh jendela, membuat dunia luar terasa begitu jauh dari apa yang sedang terjadi di dalam ruangan. Aroma parfum mahal melayang tipis, bercampur dengan desahan lembut AC yang bekerja tanpa suara.Rama berbaring di atas ranjang king-size, tubuhnya masih lengkap berpakaian, tapi pikirannya sudah melayang entah ke mana. Matanya menatap kosong ke langit-langit, sementara di hadapannya, Soraya bergerak dengan penuh kelenturan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status