Home / Romansa / Gairah Liar Istriku / Bab 3. Jejak Jejak Arka

Share

Bab 3. Jejak Jejak Arka

last update Huling Na-update: 2025-01-17 07:06:07

Hujan deras mengguyur kota malam itu, membungkus suasana dalam keheningan yang penuh misteri. Nara duduk di ruang tamu rumahnya, memandangi ponsel yang tergeletak di meja. Layarnya yang retak benar-benar menjadi simbol dari hatinya yang sekarang sedang hancur berkeping-keping. Dalam pikirannya, pertengkaran dengan Rama masih terulang seperti film yang buruk, diputar berulang-ulang tanpa berkesudahan. Sejak pertengkaran itu, Rama seolah menghilang, tak pernah lagi menunjukkan batang hidungnya.

Ketukan di pintu membuat Nara tersentak. Ia bangkit dengan ragu, bertanya-tanya siapa yang datang di tengah malam seperti ini. Hatinya diliputi tanda tanya, "Apakah Rama pulang?" Saat pintu terbuka, sosok pria yang berdiri di sana membuat darahnya membeku. Arka.

"Hai, Nara," suaranya berat, serak, dan dalam, menggema lembut di tengah gemuruh hujan yang membasahi malam. Tubuhnya basah kuyup, tetesan air hujan mengalir pelan di sepanjang rahangnya yang tajam. Tatapannya tepat menghunjam langsung ke dalam jiwa Nara. Seketika, udara di antara mereka terasa panas, seperti bara yang tak terlihat namun siap menyala.

Tanpa tahu siapa yang lebih dulu memulai, bibir mereka bertemu—rakus, berpagutan meliuk, saling menghisap penuh gairah yang menggebu, seperti badai yang meledakkan segala yang menghadang. Napas mereka berpacu, serak dan mendalam, menciptakan harmoni yang liar di tengah kekacauan dan hujan yang semakin lebat.

Namun tiba-tiba, Nara mendorong tubuh Arka. Dorongan itu membuatnya tersentak, terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang, berujung tubuh Arka bersandar ke dinding. Napas Nara terengah, matanya penuh keraguan yang bercampur rasa bersalah.

"Stop! Jangan dulu, Arka. Please," ucapnya dengan suara bergetar. Ada kekuatan dalam permintaannya, namun juga ketakutan yang nyata di balik sorot matanya. Hujan terus mengguyur tanpa peduli siapa pun. Tanpa peduli dua insan yang sedang meredam renjana yang mulai meluap ke permukaan.

"Tapi ... tapi Nara," protes Arka setengah kecewa, merasakan bongkahan-bongkahan nafsu mulai memenuhi rongga dadanya. Sementara Nara berusaha sekuat mungkin memendam hasrat yang semakin meletup-letup di dadanya, membuat napasnya terasa berat menahan gejolak itu.

"Timing-nya nggak pas, Arka. Dan kenapa kau ke sini?" Nara berbisik, setengah panik. Ia melirik ke dalam rumah, memastikan Rama tidak ada di sekitar. Perlahan, Nara mengatur napasnya, dan bebannya pun memudar.

Arka hanya bisa menelan ludah sambil sesekali berusaha merengkuh Nara, tapi Nara menepisnya. Kini, Arka hanya bisa tersenyum getir yang perlahan dia paksakan menjadi senyuman yang paling menakjubkan bagi Nara. Senyuman yang dulu membuat Nara merasa aman, tetapi kini hanya membawa kecemasan.

"Aku dengar tentang pertengkaranmu dengan Rama. Aku ingin memastikan kamu baik-baik saja," ucap Arka, parau.

Nara memutar otaknya dengan cepat. Bagaimana Arka bisa tahu? Apakah Dita yang memberitahunya? Sayangnya, ia tidak punya waktu untuk bertanya.

"Aku baik-baik saja," jawabnya dingin. "Kamu tidak seharusnya datang ke sini."

"Nara," suara Arka melembut, membuat pertahanan Nara hampir runtuh. "Aku hanya ingin membantu. Aku tahu ini berat untukmu."

Nara menghela napas panjang. "Kamu tidak bisa membantu, Arka. Kehadiranmu di sini hanya akan membuat semuanya lebih buruk. Kumohon, pergilah segera!"

Arka menatapnya dengan mata yang penuh kesungguhan. "Aku tahu, aku membuat kesalahan dengan menemuimu ke sini. Tapi aku nggak bisa diam saja melihat kamu menderita, Na."

"Aku nggak menderita," potong Nara cepat. Ia tahu itu kebohongan, tetapi ia tidak ingin Arka berpikir bahwa ia wanita lemah. "Aku sudah memilih jalanku. Dan itu bukan kamu."

Arka terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Kalau itu memang yang kamu inginkan, aku akan pergi. Tapi kalau kamu butuh aku, kamu tahu di mana harus mencariku."

Tanpa menunggu jawaban, Arka berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Nara yang berdiri di depan pintu dengan perasaan campur aduk. Hujan masih deras, suara langkah Arka semakin menjauh, tenggelam dalam gemuruh air hujan yang menghantam tanah.

"Aaaaaargh!" Nara berteriak sekeras-kerasnya, berusaha melepaskan beban yang terasa menghimpitnya. Gemuruh halilintar yang seakan ingin meruntuhkan langit menyahut teriakan Nara.

Nara menutup pintu dan menyandarkan tubuhnya. Ia menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Namun, pikirannya tidak bisa berhenti memutar ulang momen  Kehadiran Arka tadi,  "Kamu memang lelaki pemberani, Arka. Aku semakin mengagumimu," gumam Nara, menggigit bibirnya dengan mata yang berbinar. Namun, suara guntur yang menggelegar seketika membuat Nara tersentak dan bergelut dengan pikiran dan hatinya yang sedang kacau.

Guntur yang menggelegar seketika membuat Nara tersentak dan kembali bergelut dengan pikiran dan hatinya yang sedang kacau.

Di tempat lain, Rama duduk di tepi tempat tidur, menatap ponselnya dengan ekspresi serius. Ia baru saja menerima pesan dari seseorang yang tak ia duga: Dita. Pesan itu hanya berisi satu kalimat, tetapi cukup untuk membuat hatinya berdebar hebat..

" Istrimu bersam seseorang malam ini."

Rama mengepalkan tangannya begitu keras hingga buku-bukunya memutih, gemetar menahan badai amarah yang berkecamuk dalam dadanya. Napasnya memburu, setiap tarikannya terasa seperti bara api yang menyulut panas lebih dalam. "Itu pasti Arka, seseorang yang akan ditemui Nara di kamar hotel," desisnya dengan suara rendah penuh kebencian. Nama itu keluar dari bibirnya seperti racun, menusuk-nusuk hatinya yang telah terkoyak. Matanya berkilat, penuh dengan murka yang tak terbendung. "BAJINGAN!" teriaknya, memecahkan kesunyian dengan gemuruh kemarahan. Tanpa ragu, Rama melemparkan ponsel di tangannya ke dinding, menghantamnya dengan keras hingga serpihan kecil berhamburan. Suara itu memantul di ruangan, menggema seperti perasaannya yang semakin berantakan.

Sementara itu, di tempat lain, Dita menatap layar ponselnya dengan senyum tipis. Ia tahu pesan itu pasti akan memicu sesuatu, dan ia menikmati setiap momennya. Dalam pikirannya, ini bukan hanya soal membantu Nara atau menghancurkan Rama. Ini adalah permainan, dan ia adalah dalangnya.

Di sisi lain, Nara mencoba tidur, tetapi pikirannya tidak bisa tenang. Ia memikirkan Arka, Rama, dan Dita, mencoba memahami bagaimana semuanya bisa menjadi serumit ini. Ia tahu harus membuat keputusan, tetapi setiap pilihan tampak seperti jalan buntu.

Ketika pagi tiba, Nara memutuskan untuk menghubungi Dita. Ia tahu sahabatnya itu mungkin memiliki jawaban, atau setidaknya solusi sementara untuk kekacauan yang sedang ia hadapi. Namun, jauh di dalam hatinya, Nara merasa bahwa kehadiran Arka malam itu bukanlah kebetulan. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, dan ia hanya bisa berharap bahwa ia cukup kuat untuk menghadapinya.

Belum sempat Nara menghubungi Dita, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal: "Jangan percaya siapa pun, bahkan sahabatmu."

Nara terdiam, menatap pesan itu dengan jantung berdebar. Siapa yang mengirim pesan itu? Lalu apa maksudnya? Ia merasa seolah-olah terperangkap dalam permainan yang lebih besar, tanpa tahu siapa yang dapat ia percayai.

Tepat ketika ia sedang merenungkan pesan tersebut, ponselnya berbunyi lagi. Kali ini, panggilan masuk dari Dita. Nara ragu sejenak sebelum mengangkatnya.

“Halo, Dita,” suaranya terdengar serak.

“Nara, kamu baik-baik saja?” tanya Dita, suaranya terdengar seperti biasa—tenang dan penuh perhatian.

“Aku nggak tahu, Dit. Ada terlalu banyak hal yang terjadi,” jawab Nara jujur. “Dan sekarang, aku bahkan nggak tahu siapa yang harus aku percaya.”

Dita terdiam sejenak sebelum berkata, “Aku mengerti. Tapi kamu harus kuat, Na. Apa pun yang terjadi, ingatlah bahwa aku ada di pihakmu.”

Kata-kata itu seharusnya menenangkan, tetapi malah membuat Nara semakin gelisah. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Dita, sesuatu yang tidak ingin sahabatnya ungkapkan. Namun, Nara tidak tahu bagaimana cara menanyakannya. Ia takut Dita salah paham dan keadaan semakin runyam.

Setelah panggilan itu berakhir, Nara duduk termenung di sofa. Ia tahu harus menemukan jawaban, tetapi ia tidak tahu harus mulai dari mana. Pikirannya terus berputar-putar, mencoba merunut kejadian demi kejadian, menyusun potongan-potongan teka-teki yang semakin rumit, tetapi selalu berujung kebuntuan.

Di luar rumah, seorang pria berdiri di bawah hujan, mengamati rumah Nara dari kejauhan. Wajahnya tersembunyi di balik bayangan, kilatan matanya tajam bak elang pemburu. Ia mengeluarkan ponsel dari saku, mengetik sesuatu dengan cepat, lalu menghilang ditelan kegelapan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Gairah Liar Istriku   Bab 4. Gairah Dari Masa Lalu

    Hujan telah reda, meninggalkan aroma tanah basah dan lembap yang memenuhi udara pagi. Kontras dengan suasana di rumah Nara yang tetap muram. Ia duduk di meja makan, secangkir kopi yang sudah dingin di hadapannya. Pandangannya kosong, pikirannya sibuk memutar ulang kejadian semalam. Mulai dari kehadiran Arka, pesan misterius, saran-saran dari Dita, dan kemarahan Rama yang hampir tak terkendali. Semuanya seperti pusaran badai pasir yang menggulungnya semakin jauh tanpa arah.“Kamu nggak tidur semalam?” suara Rama memecah keheningan. Ia berdiri di ambang pintu dapur, mengenakan kemeja kerja yang rapi. Matanya tajam mengamati Nara, seperti mencoba membaca pikiran istrinya.Nara tersentak kaget karena tidak menyadari jika Rama sudah pulang. Entah kapan. Ia sekuat tenaga menyembunyikan keheranannya.Nara menggeleng pelan. “Nggak bisa tidur.”Rama mendekat, duduk di seberang meja. “Aku juga.”Nara mengangkat alis, sedikit terkejut mendengar pengakuan itu. Biasanya, Rama adalah tipe pria yang

    Huling Na-update : 2025-01-18
  • Gairah Liar Istriku   Bab 5. Ternyata Dia

    Lampu redup di dalam gedung tua itu memunculkan bayangan panjang yang seolah merayap di dinding. Nara menatap lekat sosok di depannya, berusaha lebih cepat memahami siapa dia. Sosok itu melangkah lebih dekat, memperlihatkan wajah yang tidak asing bagi Nara.… Reno, pria yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya, seseorang yang seharusnya tidak lagi muncul di kehidupannya."Reno?!" Nara berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam suara detak jantungnya sendiri. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Reno menatapnya tajam, senyum tipis terbentuk di bibirnya, "Aku tahu lebih banyak dari yang kamu pikirkan, Nara. Tentang Arka, tentang Dita, dan tentang rahasiamu. Ha-ha-ha."Kata-kata itu menghantam seperti palu godam. Nara menahan napas, tubuhnya terasa membeku. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara yang hampir tidak keluar.Reno mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memperlihatkan sebuah video. Dalam video itu, terlihat Nara dan Arka bertemu di tempat yang tampak seperti kafe kecil. Percakapan

    Huling Na-update : 2025-01-19
  • Gairah Liar Istriku   Bab 6. ???

    Nara duduk di dalam mobil, jari-jarinya menggenggam setir dengan erat. Ia menatap ke luar jendela, memperhatikan bayangan gedung tua tempat ia berjanji bertemu dengan seseorang. Hatinya berdebar kencang. Apakah ini keputusan yang tepat?Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk: "Aku sudah di dalam. Masuklah. Jangan coba-coba membawa orang lain."Menelan ludah, Nara menarik napas dalam sebelum keluar dari mobil dan melangkah ke dalam gedung. Cahaya lampu redup membuat suasana terasa lebih menekan. Setiap langkahnya bergema di lorong sempit itu.Di sebuah ruangan kecil, seseorang duduk dengan tenang, menunggunya. Wajah itu tersamar oleh bayangan, Ada sedikit rasa was-was dalam hati Nara. Tetapi ketika ia melangkah lebih dekat, ia merasa lega setelah melihat orang itu dengan jelas."Kamu sudah datang," ujar orang itu dengan nada tenang.Nara mengangguk, menatapnya tanpa keraguan. "Aku ingin tahu semuanya. Jangan ada yang disembunyikan dariku."Orang itu menyeringai, matanya menelusuri waja

    Huling Na-update : 2025-02-16
  • Gairah Liar Istriku   Bab 7. "Kau Gila Reno"

    Nara menatap sosok yang berdiri di bawah cahaya lampu jalan itu dengan jantung berdegup kencang. Ia mengeratkan genggaman pada kunci mobilnya, bersiap jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."Siapa kau?" suaranya tegas, meski ada sedikit getaran di dalamnya.Sosok itu melangkah maju, membuat bayangannya semakin jelas. Dan ketika wajah itu tampak di bawah cahaya, napas Nara tercekat."Aku tidak menyangka kau akan pulang selarut ini, Nara," suara itu akrab, tetapi ada nada dingin yang membuatnya menggigil."Arka?" Mata Nara membulat, tubuhnya menegang.Pria itu berdiri dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana, matanya menatap lurus padanya. Sorot matanya tajam, seakan sedang menghakiminya."Kau dari mana?" tanyanya dengan nada rendah, nyaris seperti bisikan, tetapi penuh tekanan.Nara berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Bukan urusanmu."Arka tertawa kecil, tetapi tidak ada kehangatan di dalamnya. "Bukan urusanku? Kau yakin?"Nara mendengus. "Sejak kapan aku harus melapor

    Huling Na-update : 2025-02-18
  • Gairah Liar Istriku   Bab 8. "Jika suamiku tahu, matilah kita"

    “Stop, Reno!” pinta Nara di tengah kepanikannya.Tapi Reno tidak sedikitpun menggubrisnya. Matanya memancarkan gairah liar yang tak dapat dibendung. Dia seperti seekor singa yang kelaparan, buas dan tak terkontrol. Underwear Nara telah direnggutnya dengan mudah. Nafas Reno semakin berat, dadanya naik turun tak beraturan. Kini dia memposisikan dirinya di antara kedua kaki Nara yang jenjang.Nara menggigit bibir bawahnya. Hatinya berperang hebat, antara ketakutan dan keinginan yang saling bertabrakan. Kedua tangannya mencengkeram sudut belakang sofa dengan kuat, mencoba mencari pijakan di tengah kekacauan yang melanda batinnya.Reno menatap tubuh Nara dengan intens, seakan ingin menghafal setiap lekuk yang terpampang jelas di hadapannya. Matanya gelap, penuh obsesi. Perlahan, dia membungkuk, mendekatkan wajahnya ke leher Nara. Kehangatan nafasnya menyapu kulit halus Wanita itu, membuat bulu kuduknya meremang.“Reno, kau emang gila. Kalau suamiku tahu, bisa mati kita berdua.”Tetapii, s

    Huling Na-update : 2025-02-22
  • Gairah Liar Istriku   Bab 9.

    Arka berdiri di balik pohon besar, pandangannya tak lepas dari sosok Reno yang menjauh. Senyum licik terukir di wajahnya. “Jadi kau masih belum bisa melepaskannya, Reno?” gumam Arka dengan suara pelan. “Bagus. Ini akan menjadi lebih mudah bagiku.”Sementara di tempat lain, Dita berjalan mondar-mandir di dalam ruangan, ponselnya digenggam erat di satu tangan, sementara tangan lainnya mengepal-ngepal. Wajahnya merah padam, rahangnya mengeras, dan matanya menyala penuh amarah."Keterlaluan! Hanya mengurus hal sepele begini saja kalian gak becus! Percuma kalian aku bayar!" suaranya melengking, memenuhi ruangan.Ia menekan ponselnya lebih erat ke telinga, napasnya memburu. "Aku gak mau dengar alasan! Pokoknya ini harus beres hari ini juga, titik!" katanya tajam.Kakinya menghentak lantai dengan kasar, seolah bisa menyalurkan kemarahan yang meledak-ledak di dadanya. Matanya melirik sekilas ke meja, seolah ingin membanting sesuatu, tapi ia menahan diri. Tangannya gemetar, dan semakin lama,

    Huling Na-update : 2025-02-22
  • Gairah Liar Istriku   Bab 10. "Pergi Kamu, Bajingan!"

    Nara dengan penuh keraguan meraih ponsel itu, lama ia tertegun. Sementara Arka menyandarkan sisi tubuhnya ke dinding dan menyulut rokoknya. “Ayo angkatlah, Nara. Siapa tahu Reno-mu itu sedang kangen sama kamu,” sindir Arka, menghembuskan asap rokoknya ke langit-langit ruangan. senyumnya seperti mengejek tapi penuh perhatian.Nara tidak segera mengangkat panggilan dari Reno. Ponsel itu pun berhenti berdering. Mendadak, ada sesuatu terbersit di benak Nara. Dengan langkah mantap, ia mendekat ke arah Arka yang masih berdiri dengan sikap santainya.Tanpa peringatan, Nara melingkarkan lengannya di leher Arka, tubuhnya rapat menyatu. Matanya menatap lekat, penuh gairah yang tak biasa. “Nara...?” Arka merasa kaget dan tertegun, merasa kejadian yang di depan matanya sama sekali di luar gugaannya. Arka pun tak sempat melanjutkan kata-katanya saat bibir Nara sudah menyergap bibirnya.Tidak ada kelembutan di sana. Tidak seperti biasanya. Ciuman Nara liar, seakan ingin menghancurkan segala batas y

    Huling Na-update : 2025-02-24
  • Gairah Liar Istriku   Bab 11. "Kamu Sama Saja Dengan Pria Lainnya. "Tolol"

    Di tempat lain.Dita sedang berdiri di depan jendela besar apartemennya, menatap rinai hujan yang jatuh deras mengguyur di luar. Tangannya memegang gelas anggur merah, tapi bibirnya tak sedikit pun menyentuh tepian gelasnya. Pikirannya penuh dengan berbagai skenario tentang Nara, tentang rencana-rencana yang sudah ia disusun rapi. Semuanya seharusnya berjalan sempurna.Terdengar ketukan di pintu.Tanpa menoleh, Dita tahu siapa yang datang. Suara ketukan yang ragu-ragu, nyaris tak terdengar. Arka. Ia menghela napas panjang sebelum mengucapkan, “Masuk.”Pintu terbuka perlahan. Arka melangkah masuk dengan wajah tertunduk. Tubuhnya basah kuyup, rambutnya meneteskan air ke lantai marmer putih. Pakaiannya kusut, dan ada semburat kegelisahan di matanya. Sejenak, ia hanya berdiri di ambang pintu, seakan sedang Menyusun dan menimbang kata-kata yang akan diucapkannya kepada Dita."Aku... aku perlu bicara, Dita"Dita tetap diam, pandangannya masih terpaku pada jendela. “Kenapa tidak langsung sa

    Huling Na-update : 2025-02-25

Pinakabagong kabanata

  • Gairah Liar Istriku   Bab 55. Kerja Bagus

    Tubuh Nara membeku di ambang pintu.Dua orang pria berdiri di depannya. Salah satunya tampak mengenakan seragam hitam sederhana, jelas seorang staf hotel—mendorong sebuah kursi roda perlahan.Dan di atas kursi roda itu...Nara menelan ludah. Matanya membelalak, napas tercekat di tenggorokan.Rama.Suaminya sendiri, duduk limbung di kursi roda, tubuhnya terkulai dengan kepala tertuinduk. Kemejanya kusut, beberapa kancing terbuka, dan wajahnya merah padam karena alkohol."Apa yang terjadi…?" gumam Nara, setengah tidak percaya.“Maaf, Ibu. Tadi beliau berada di bar dan… tampaknya terlalu banyak minum. Beliau sempat berpesan kepada bartender untuk diantar ke kamar ini kalau sudah tidak sanggup berdiri,” ucap staf hotel itu, sopan, sedikit tergesa.Tanpa pikir panjang, Nara membuka pintu lebar-lebar. “Cepat bawa masuk, Pak”Mereka mendorong kursi roda perlahan melewati ambang pintu.Nara menyingkirkan tas dan sepatu yang berserakan di lantai, lalu membantu staf bar itu memindahkan Rama ke

  • Gairah Liar Istriku   Bab 54. Rencana Kecil Rama

    Tujuannya adalah ke bar hotel.Tempat ia pernah duduk seorang diri bertahun-tahun lalu… saat konflik dalam hidupnya tak bisa ia lawan dengan logika.Dan malam ini, ia kembali kesana.Lift naik perlahan.Di dalam kotak sempit itu, Rama menyandarkan punggungnya ke dinding baja, menunduk."Aku pengecut, ya?" batinnya lirih."Aku tidak sanggup berhadapan dengan Nara?"Angka terus berganti di panel: 10... 14... 19..."Tapi di bar… setidaknya aku bisa diam. Mungkin ada satu gelas yang bisa bikin semua ini berhenti sebentar."Denting lift terdengar.Pintu terbuka pelan.22.Udara berbeda menyambutnya. Lampu remang, suara musik jazz dari kejauhan, aroma alkohol dan kayu tua.Langkah Rama pelan saat menyusuri lorong.Ia tidak lagi memikirkan alasan atau kata maaf.Ia hanya ingin duduk.Dan lupa.Bar hotel tampak sepi.Seorang bartender tengah membersihkan gelas di sudut meja panjang.Beberapa kursi kosong berjejer di depan cermin besar yang memantulkan pantulan kelam wajah Rama sendiri.Ia men

  • Gairah Liar Istriku   Bab 53. Tragis

    Udara malam menyusup masuk dari celah jaket Reno yang belum ia rapatkan sepenuhnya. Lampu-lampu jalan menari di visor helmnya, sementara motornya melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota yang sepi. Tapi pikirannya sama sekali tak tenang.Pertanyaan demi pertanyaan menumpuk di kepalanya, seperti kabut pekat yang menolak tersingkap."Siapa mereka tadi?""Apakah ini semua berkaitan dengan Dita… atau bahkan seseorang yang lebih punya pengaruh di balik semua ini?"Reno menggeleng pelan, mencoba menepis kekalutan itu. Tapi semakin ia menepis, semakin kuat firasatnya bahwa ini bukan hanya soal peringatan biasa.Apalagi saat bayangan mobil Kijang gelap yang menabraknya beberapa hari lalu adalah mobil yanmg sama dengan mobil yang ia kejar tadi. Dan kini, ia yakin, mobil itu tidak muncul secara kebetulan. Ada maksud tertentu. Ada mata yang terus mengawasinya, menunggu momen lengahnya."Sial… ini bukan main-main lagi," gumamnya.Baru saja ia hendak mengalihkan perhatian ke jalan, pa

  • Gairah Liar Istriku   Bab 52. Berbalik Arah

    Begitu suara pintu tertutup dan langkah Rama menjauh di lorong hotel, Soraya membuka matanya perlahan.Ia tak langsung bangkit. Matanya menatap langit-langit kamar hotel yang dihiasi bayangan samar dari lampu temaram. Nafasnya tertahan dalam dada, seolah sedang menimbang sesuatu yang terlalu berat untuk ditelan, tapi terlalu dalam untuk dimuntahkan.Detik demi detik berlalu, dan kesunyian kamar menjadi semakin menyesakkan. Rasa perih yang tak terlihat merayap dari dadanya ke tenggorokan. Mata itu—mata yang tadi tampak kosong—kini mulai berair. Tapi air itu bukan tangis sedih… melainkan bara. Bara cemburu yang membakar lambat-lambat.Rama pergi.Pergi karena wanita itu.Pergi... untuk Nara.“Bangsat...” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar. Tapi nada itu mengandung muatan penuh luka.Ia menggulingkan tubuhnya pelan, memunggungi sisi ranjang yang dingin karena hanya separuhnya yang digunakan. Ia memejamkan mata sejenak, seakan berharap perasaan itu mereda. Tapi tidak. Perasaan itu justr

  • Gairah Liar Istriku   Bab 51. Sipa Mereka?

    Jalanan gelap itu berakhir di pelataran luas sebuah Bangunan gudang tua dengan container container kosong teronggok di sana-sini. Cahaya dari lampu motor Reno menyapu permukaan aspal kasar yang retak. Kijang hitam yang ia kejar kini berhenti di ujung halaman, di depan salah satu bangunan tak berplakat.Reno memperlambat laju motornya, jantungnya berdetak keras. Naluri petarungnya mulai menyala.Saat ia bersiap turun dari motor, terdengar suara pintu mobil dibanting.Satu persatu, sosok-sosok gelap bermunculan dari balik bayangan gudang. Lima orang. Enam. Mungkin lebih. Mereka menyebar dengan langkah lambat namun pasti, seperti kawanan serigala yang mengendus mangsa. Beberapa di antara mereka menggenggam pentungan besi. Ada juga yang memegang samurai, kilatan baja menari di bawah sinar bulan.Reno berdiri di samping motornya, matanya menyapu wajah-wajah mereka. Tidak ada yang dikenalnya. Tapi dari sikap mereka, ia bisa menebak, mereka bukan sekadar penjaga gudang.Salah satu dari mere

  • Gairah Liar Istriku   Bab 50. Bayangan Pengkhianatan

    Hening.Sunyi itu seperti menjalari seluruh dinding kamar, meresap ke pori-pori malam dan menyesakkan dada.Nara membuka matanya perlahan. Cahaya lampu redup dari sisi tempat tidur membuat pandangannya tak langsung fous, tapi kesadarannya berangsur kembali ketika jemarinya menyentuh sisi ranjang yang dingin. Kosong. Tidak ada siapa pun di sana.Ia bangkit, duduk perlahan dengan selimut melorot ke pangkuannya. Sejenak matanya menelusuri seisi ruangan, mencari sosok Reno. Tapi yang ditemukannya hanya keheningan dan denting samar jam dinding digital yang menunjukkan pukul 02.16."Nggak mungkin dia pulang tanpa bilang apa-apa," gumamnya pelan, lebih untuk dirinya sendiri. Suaranya terdengar lelah, berat, dan sarat kebingungan.Nara menatap ke arah meja kecil di samping tempat tidur. Tidak ada catatan. Tidak ada ponsel. Tidak ada jejak keberadaan Reno. Hanya kehangatan samar di bantal sebelah, menyisakan pertanda bahwa Reno memang sempat bersamanya—tapi entah sejak kapan ia pergi.Ia mengh

  • Gairah Liar Istriku   Bab 48. "Aku Tidak Akan Membiarkan Kau Lolos Malam Ini."

    Reno melangkah dengan cepat ke arah Arka, tubuhnya tegang menahan emosi yang sudah mengendap terlalu lama. Langkah-langkahnya menggema di atas aspal basah, seperti dentang palu penghakiman yang tak bisa dihindari. Arka menoleh sesaat—dan hanya sesaat—lalu kembali menatap ke depan, seolah enggan mengakui keberadaan Reno di hadapannya.“Kau masih juga mengganggunya, hah?” suara Reno parau namun dingin, mengiris malam yang hening. “Nara sudah lama melupakanmu, Arka. Dan kau… kau masih saja berkeliaran seperti bayangan masa lalu yang busuk.”Arka tak menjawab. Tatapannya kosong, matanya tampak lelah… atau barangkali hancur dari dalam. Ia seperti seseorang yang kehilangan arah—bukan hanya dari Nara, tapi juga dari dirinya sendiri.Reno melangkah lebih dekat. Tanpa aba-aba, tangan kanannya mendorong dada Arka dengan kasar. Tubuh Arka terhuyung ke belakang, nyaris kehilangan keseimbangan. Jika bukan karena mobil di belakangnya, mungkin ia sudah jatuh ke tanah. Tapi tetap saja—tak ada reaksi.

  • Gairah Liar Istriku   Bab 48. "Aku Harus Menyelasaikannya Di Sini"

    Soraya berjalan perlahan menuju jendela kamar, tubuhnya masih terbalut selimut tipis yang tadi sempat ia tarik cepat saat menerima telepon dari Dita. Di belakangnya, Rama telah tertidur pulas di atas ranjang king size—napasnya teratur, pundaknya terangkat turun dalam ritme yang menandakan kelelahan yang dalam. Soraya sempat menatapnya beberapa detik sebelum kembali fokus pada suara di seberang telepon."Jadi, apa maksudmu Nara ada di hotel ini juga?" tanya Soraya dengan nada pelan namun waspada.Dita terdengar menarik napas panjang dari seberang sambungan. "Aku belum bisa memastikan seratus persen, Tapi berdasarkan pergerakan GPS yang sempat terlacak dari ponsel Arka sebelum sinyalnya menghilang, aku cukup yakin Nara berada di gedung yang sama dengan kalian."Soraya menahan diri untuk tidak mengeluarkan sumpah serapah. Ia menoleh sejenak ke arah Rama yang masih tertidur, lalu kembali memfokuskan suaranya. "Tenang saja, tidak akan ada masalah yang berarti. Rama sudah berada di sini, be

  • Gairah Liar Istriku   Bab 47. Dita dan Soraya Bersekongkol?

    Arka melirik sekilas ponselnya yang bergetar di lantai. Nomor tak dikenal. Atau mungkin nomor yang ia tahu, tapi terlalu enggan untuk dilihat sekarang.Ia tidak mengangkatnya. Ia hanya menatap layar yang terus bergetar sebelum akhirnya diam dengan sendirinya.Seperti dirinya.Arka lalu merebahkan diri ke lantai, menatap kosong ke atas.Dan untuk pertama kalinya sejak semua kekacauan ini dimulai, ia benar-benar merasa… kalah.Kamar hotel itu remang, lampu gantung redup menggelantung di tengah langit-langit, menciptakan bayangan lembut di dinding. Tirai tebal menutup seluruh jendela, membuat dunia luar terasa begitu jauh dari apa yang sedang terjadi di dalam ruangan. Aroma parfum mahal melayang tipis, bercampur dengan desahan lembut AC yang bekerja tanpa suara.Rama berbaring di atas ranjang king-size, tubuhnya masih lengkap berpakaian, tapi pikirannya sudah melayang entah ke mana. Matanya menatap kosong ke langit-langit, sementara di hadapannya, Soraya bergerak dengan penuh kelenturan

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status