Home / Romansa / Gairah Liar Istriku / Bab 2. Bayang-Bayang Sahabat

Share

Bab 2. Bayang-Bayang Sahabat

last update Last Updated: 2025-01-16 06:35:25

Ternyata yang muncul bukan Rama. Di depan pintu telah  berdiri Dita, sahabatnya yang beberapa hari ini baru pulang dari luar negeri. Sahabat sedari masa SMA dulu. Nara memandang sosok itu dengan perasaan campur aduk. Ia merasa lega karena ternyata yang mengetuk pintu bukanlah Rama, Meski perasaan yang gak keruan bercampur dengan kegelisahan masih menguasai hatinya. Dita tersenyum tipis, membawa aura tenang yang anehnya menenangkan sekaligus mengintimidasi. Ia tampak seperti seseorang yang tahu lebih banyak daripada yang seharusnya.

"Dita? Malam-malam begini, ada apa?" tanya Nara, mencoba menyembunyikan kegugupannya di balik nada terkejut.

"Maaf jika aku membuatmu terkejut, Nara. Aku tahu ini mendadak," jawab Dita lembut, matanya tajam menatap Nara, "Tapi aku harus membicarakan semua ini ke kamu. Ada hal penting yang perlu kamu tahu."

Nara terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan, memberi isyarat agar Dita masuk ke kamarnya. Ia melirik ponsel yang masih tergeletak di lantai dengan layar pecah, berusaha memastikan sahabatnya untuk tidak memperhatikan buah dari kemarahan Rama tadi. Kehadiran Dita membawa suasana baru di dalam kamar yang sebelumnya penuh dengan ketegangan, meskipun pikiran sedang kacau dan perasaan tidak nyaman di hati Nara masih belum sepenuhnya reda.

"Saat kamu bertengkar dengan Rama tadi, aku sudah di ruang tamu bersama pembantumu. Jadi, aku mendengar semuanya, Oops gak semua sih" ujar Dita mengambil posisi duduk di tepi tempat tidur, matanya menjelajahi ruangan dengan tenang, "Aku nggak sengaja lewat dan dengar suara kalian. Ada apa, Na? Apa yang sebenarnya tengah terjadi?"

Pertanyaan itu membuat Nara terpaku. Pandangannya teralihkan lagi pada ponsel di lantai, seperti berharap benda itu bisa memberinya jawaban. Setelah menarik napas panjang, ia berkata dengan suara bergetar, "Aku ketahuan, Dit. Rama tahu soal Arka."

Ekspresi Dita tetap tenang, hampir tanpa perubahan. Ia hanya mengangkat alis tipisnya sedikit, seolah berita itu bukanlah sesuatu yang mengejutan, "Ketahuan? Hm, aku nggak bilang aku senang mendengarnya, tapi ... aku sudah menduga. Cepat atau lambat, pasti terbongkar juga."

"Kamu malah terlihat santai," ujar Nara, menatap Dita dengan bingung sekaligus sedikit kesal,  "Aku hampir kehilangan segalanya, Dit. Pernikahan ini, semuanya ..."

Dita tersenyum kecil, tetapi ada ketegasan di balik senyumnya, "Nara, dengarkan aku. Kamu tahu kan, aku pernah berada di posisi yang lebih buruk dari posisimu saat ini? Dan aku belajar satu hal; selama kita belum benar-benar jatuh, pasti selalu ada cara untuk kita bisa bangkit kembali"

"Apa maksudmu?" Nara bertanya dengan agak ragu. Ia tahu Dita selalu memiliki jawaban yang tak terduga, tetapi di saat seperti ini, ia tidak yakin apakah jawaban Dita akan cukup membantu.

Dita mencondongkan tubuhnya ke depan, wajahnya kini lebih dekat dengan wajah Nara. Ia berbicara dengan nada rendah seolah membisikkan sebuah rahasia besar. "Selama Rama belum punya bukti konkret atas perselingkuhanmu, kamu masih bisa membalikkan keadaan. Kamu hanya perlu memainkan peranmu dengan cerdik."

Nara mengerutkan kening, "Memainkan peran … maksudmu bagaimana?"

"Begini. Pertama, buat Rama merasa bersalah," kata Dita tanpa ragu,"Jika dia merasa kamu adalah korban dari rasa curiganya, dia akan lebih mudah memaafkanmu. Pria cenderung ingin melindungi, bahkan ketika mereka marah. Kamu harus manfaatkan kemarahannya itu."

Nara masih bingung, tetapi ia membiarkan Dita melanjutkan.

"Kedua, kamu harus punya ‘kartu As’—sesuatu yang bisa mengimbangi kesalahanmu atau bahkan mengalihkan perhatian Rama."

"Kartu As? Kamu menyuruhku mencari kesalahan Rama?" Nara bertanya dengan nada skeptis.

Dita tersenyum lebih lebar, kali ini hampir terlihat licik, "Kalau nggak ada, ciptakan. Percayalah, setiap orang punya sisi gelap. Kamu hanya perlu menemukannya."

Kata-kata itu membuat Nara terdiam. Ia tahu Dita bukan orang yang sembarangan memberikan nasihat, tetapi rencana itu terdengar berisiko dan bertentangan dengan apa yang ia yakini. "Tapi aku nggak tahu kalau Rama punya rahasia. Dia terlalu sibuk untuk itu."

"Itulah kelemahan pria sibuk," jawab Dita cepat, seolah-olah sudah menyiapkan jawaban itu sebelumnya. "Mereka mudah dibohongi. Kita hanya perlu trik kecil untuk menemukan celahnya. Percayalah, Na, aku tahu apa yang aku bicarakan."

"Tapi ..." Nara masih ragu. Ada bagian dari dirinya yang ingin menolak ide itu, tetapi ada juga bagian yang merasa tidak punya pilihan lain.

"Tidak ada tapi, Na," potong Dita dengan nada tegas. "Kalau kamu ingin menyelamatkan hidupmu, kamu harus bertindak sekarang. Dunia ini bukan untuk orang yang ragu-ragu."

Perkataan itu membuat Nara terdiam lebih lama. Ia merenung, mencoba menimbang-nimbang apakah saran Dita adalah jalan keluar atau justru jalan menuju kehancuran yang lebih besar.

Melihat keraguan di wajah Nara, Dita berdiri, mengambil tasnya, dan berjalan menuju pintu. "Kita bicarakan detail rencana ini besok. Malam ini, tenangkan dirimu dulu. Jangan biarkan emosi menguasai pikiranmu."

"Terima kasih, Dit. Aku nggak tahu apa jadinya tanpa kamu," ujar Nara akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan.

Dita hanya tersenyum samar, sebuah senyuman yang sulit ditebak artinya. "Santai saja. Kita baru akan memulainya."

Setelah Dita pergi, Nara terduduk di tempat tidur. Kata-kata sahabatnya terus terngiang-ngiang di pikirannya, membentuk pusaran kebingungan dan ketakutan yang tak berujung.

Di luar sana, di lorong yang sepi, Dita berjalan dengan senyum misterius di wajahnya. Dalam pikirannya, permainan baru saja dimulai, dan Nara adalah bidak yang sempurna dalam rencana yang lebih besar. Ia merogoh ponsel di dalam tasnya, mengirimkan pesan singkat kepada seseorang dengan nama yang disembunyikan di kontak.

“Langkah pertama selesai. Dia akan mengikuti skenario kita.”

Pesan terkirim. Dita menatap layar ponselnya sejenak sebelum memasukkannya kembali ke dalam tas. Ia melangkah dengan percaya diri, seolah-olah dunia ini adalah panggungnya, dan setiap orang di sekitarnya hanyalah para Viguran.

Tiba-tiba, langkahnya terhenti di ujung lorong. Ponselnya kembali bergetar, sebuah notifikasi baru muncul. Kali ini, pesan yang masuk membuat senyumnya memudar. Matanya menyipit, tak habis pikir. Ia pun membaca deretan kata-kata yang singkat tapi penuh ancaman:

"Hi Cantik, Kamu pikir aku nggak tahu apa yang kamu rencanakan hmm? Hati-hati, Dita. Aku lebih dekat daripada urat lehermu"

Dita mendongak, menoleh ke belakang, curiga jika ada yang sedang mengikutinya, sepasang bola matamya memindai  seantero Lorong yang minim penerangan itu. Hatinya berdesir, perasaan takut seperti mulai memenuhi rongga dadanya. Udara terasa menjadi lebih berat, dan untuk pertama kalinya, aura percaya dirinya sedikit terguncang hebat, “siapa orang ini, seakan akan dia sudah tahu seluruh rencanaku. Tidak mungkin yang mengirimkan pesan barusan itu Arka, lantas siapa …”

Permainan baru saja dimulai, tapi siapa sebenarnya yang mengendalikan papan catur ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Liar Istriku   Bab 3. Jejak Jejak Arka

    Hujan deras mengguyur kota malam itu, membungkus suasana dalam keheningan yang penuh misteri. Nara duduk di ruang tamu rumahnya, memandangi ponsel yang tergeletak di meja. Layarnya yang retak benar-benar menjadi simbol dari hatinya yang sekarang sedang hancur berkeping-keping. Dalam pikirannya, pertengkaran dengan Rama masih terulang seperti film yang buruk, diputar berulang-ulang tanpa berkesudahan. Sejak pertengkaran itu, Rama seolah menghilang, tak pernah lagi menunjukkan batang hidungnya.Ketukan di pintu membuat Nara tersentak. Ia bangkit dengan ragu, bertanya-tanya siapa yang datang di tengah malam seperti ini. Hatinya diliputi tanda tanya, "Apakah Rama pulang?" Saat pintu terbuka, sosok pria yang berdiri di sana membuat darahnya membeku. Arka."Hai, Nara," suaranya berat, serak, dan dalam, menggema lembut di tengah gemuruh hujan yang membasahi malam. Tubuhnya basah kuyup, tetesan air hujan mengalir pelan di sepanjang rahangnya yang tajam. Tatapannya tepat menghunjam langsung ke

    Last Updated : 2025-01-17
  • Gairah Liar Istriku   Bab 4. Gairah Dari Masa Lalu

    Hujan telah reda, meninggalkan aroma tanah basah dan lembap yang memenuhi udara pagi. Kontras dengan suasana di rumah Nara yang tetap muram. Ia duduk di meja makan, secangkir kopi yang sudah dingin di hadapannya. Pandangannya kosong, pikirannya sibuk memutar ulang kejadian semalam. Mulai dari kehadiran Arka, pesan misterius, saran-saran dari Dita, dan kemarahan Rama yang hampir tak terkendali. Semuanya seperti pusaran badai pasir yang menggulungnya semakin jauh tanpa arah.“Kamu nggak tidur semalam?” suara Rama memecah keheningan. Ia berdiri di ambang pintu dapur, mengenakan kemeja kerja yang rapi. Matanya tajam mengamati Nara, seperti mencoba membaca pikiran istrinya.Nara tersentak kaget karena tidak menyadari jika Rama sudah pulang. Entah kapan. Ia sekuat tenaga menyembunyikan keheranannya.Nara menggeleng pelan. “Nggak bisa tidur.”Rama mendekat, duduk di seberang meja. “Aku juga.”Nara mengangkat alis, sedikit terkejut mendengar pengakuan itu. Biasanya, Rama adalah tipe pria yang

    Last Updated : 2025-01-18
  • Gairah Liar Istriku   Bab 5. Ternyata Dia

    Lampu redup di dalam gedung tua itu memunculkan bayangan panjang yang seolah merayap di dinding. Nara menatap lekat sosok di depannya, berusaha lebih cepat memahami siapa dia. Sosok itu melangkah lebih dekat, memperlihatkan wajah yang tidak asing bagi Nara.… Reno, pria yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya, seseorang yang seharusnya tidak lagi muncul di kehidupannya."Reno?!" Nara berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam suara detak jantungnya sendiri. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Reno menatapnya tajam, senyum tipis terbentuk di bibirnya, "Aku tahu lebih banyak dari yang kamu pikirkan, Nara. Tentang Arka, tentang Dita, dan tentang rahasiamu. Ha-ha-ha."Kata-kata itu menghantam seperti palu godam. Nara menahan napas, tubuhnya terasa membeku. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara yang hampir tidak keluar.Reno mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memperlihatkan sebuah video. Dalam video itu, terlihat Nara dan Arka bertemu di tempat yang tampak seperti kafe kecil. Percakapan

    Last Updated : 2025-01-19
  • Gairah Liar Istriku   Bab 6. ???

    Nara duduk di dalam mobil, jari-jarinya menggenggam setir dengan erat. Ia menatap ke luar jendela, memperhatikan bayangan gedung tua tempat ia berjanji bertemu dengan seseorang. Hatinya berdebar kencang. Apakah ini keputusan yang tepat?Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk: "Aku sudah di dalam. Masuklah. Jangan coba-coba membawa orang lain."Menelan ludah, Nara menarik napas dalam sebelum keluar dari mobil dan melangkah ke dalam gedung. Cahaya lampu redup membuat suasana terasa lebih menekan. Setiap langkahnya bergema di lorong sempit itu.Di sebuah ruangan kecil, seseorang duduk dengan tenang, menunggunya. Wajah itu tersamar oleh bayangan, Ada sedikit rasa was-was dalam hati Nara. Tetapi ketika ia melangkah lebih dekat, ia merasa lega setelah melihat orang itu dengan jelas."Kamu sudah datang," ujar orang itu dengan nada tenang.Nara mengangguk, menatapnya tanpa keraguan. "Aku ingin tahu semuanya. Jangan ada yang disembunyikan dariku."Orang itu menyeringai, matanya menelusuri waja

    Last Updated : 2025-02-16
  • Gairah Liar Istriku   Bab 7. "Kau Gila Reno"

    Nara menatap sosok yang berdiri di bawah cahaya lampu jalan itu dengan jantung berdegup kencang. Ia mengeratkan genggaman pada kunci mobilnya, bersiap jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."Siapa kau?" suaranya tegas, meski ada sedikit getaran di dalamnya.Sosok itu melangkah maju, membuat bayangannya semakin jelas. Dan ketika wajah itu tampak di bawah cahaya, napas Nara tercekat."Aku tidak menyangka kau akan pulang selarut ini, Nara," suara itu akrab, tetapi ada nada dingin yang membuatnya menggigil."Arka?" Mata Nara membulat, tubuhnya menegang.Pria itu berdiri dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana, matanya menatap lurus padanya. Sorot matanya tajam, seakan sedang menghakiminya."Kau dari mana?" tanyanya dengan nada rendah, nyaris seperti bisikan, tetapi penuh tekanan.Nara berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Bukan urusanmu."Arka tertawa kecil, tetapi tidak ada kehangatan di dalamnya. "Bukan urusanku? Kau yakin?"Nara mendengus. "Sejak kapan aku harus melapor

    Last Updated : 2025-02-18
  • Gairah Liar Istriku   Bab 8. "Jika suamiku tahu, matilah kita"

    “Stop, Reno!” pinta Nara di tengah kepanikannya.Tapi Reno tidak sedikitpun menggubrisnya. Matanya memancarkan gairah liar yang tak dapat dibendung. Dia seperti seekor singa yang kelaparan, buas dan tak terkontrol. Underwear Nara telah direnggutnya dengan mudah. Nafas Reno semakin berat, dadanya naik turun tak beraturan. Kini dia memposisikan dirinya di antara kedua kaki Nara yang jenjang.Nara menggigit bibir bawahnya. Hatinya berperang hebat, antara ketakutan dan keinginan yang saling bertabrakan. Kedua tangannya mencengkeram sudut belakang sofa dengan kuat, mencoba mencari pijakan di tengah kekacauan yang melanda batinnya.Reno menatap tubuh Nara dengan intens, seakan ingin menghafal setiap lekuk yang terpampang jelas di hadapannya. Matanya gelap, penuh obsesi. Perlahan, dia membungkuk, mendekatkan wajahnya ke leher Nara. Kehangatan nafasnya menyapu kulit halus Wanita itu, membuat bulu kuduknya meremang.“Reno, kau emang gila. Kalau suamiku tahu, bisa mati kita berdua.”Tetapii, s

    Last Updated : 2025-02-22
  • Gairah Liar Istriku   Bab 9.

    Arka berdiri di balik pohon besar, pandangannya tak lepas dari sosok Reno yang menjauh. Senyum licik terukir di wajahnya. “Jadi kau masih belum bisa melepaskannya, Reno?” gumam Arka dengan suara pelan. “Bagus. Ini akan menjadi lebih mudah bagiku.”Sementara di tempat lain, Dita berjalan mondar-mandir di dalam ruangan, ponselnya digenggam erat di satu tangan, sementara tangan lainnya mengepal-ngepal. Wajahnya merah padam, rahangnya mengeras, dan matanya menyala penuh amarah."Keterlaluan! Hanya mengurus hal sepele begini saja kalian gak becus! Percuma kalian aku bayar!" suaranya melengking, memenuhi ruangan.Ia menekan ponselnya lebih erat ke telinga, napasnya memburu. "Aku gak mau dengar alasan! Pokoknya ini harus beres hari ini juga, titik!" katanya tajam.Kakinya menghentak lantai dengan kasar, seolah bisa menyalurkan kemarahan yang meledak-ledak di dadanya. Matanya melirik sekilas ke meja, seolah ingin membanting sesuatu, tapi ia menahan diri. Tangannya gemetar, dan semakin lama,

    Last Updated : 2025-02-22
  • Gairah Liar Istriku   Bab 10. "Pergi Kamu, Bajingan!"

    Nara dengan penuh keraguan meraih ponsel itu, lama ia tertegun. Sementara Arka menyandarkan sisi tubuhnya ke dinding dan menyulut rokoknya. “Ayo angkatlah, Nara. Siapa tahu Reno-mu itu sedang kangen sama kamu,” sindir Arka, menghembuskan asap rokoknya ke langit-langit ruangan. senyumnya seperti mengejek tapi penuh perhatian.Nara tidak segera mengangkat panggilan dari Reno. Ponsel itu pun berhenti berdering. Mendadak, ada sesuatu terbersit di benak Nara. Dengan langkah mantap, ia mendekat ke arah Arka yang masih berdiri dengan sikap santainya.Tanpa peringatan, Nara melingkarkan lengannya di leher Arka, tubuhnya rapat menyatu. Matanya menatap lekat, penuh gairah yang tak biasa. “Nara...?” Arka merasa kaget dan tertegun, merasa kejadian yang di depan matanya sama sekali di luar gugaannya. Arka pun tak sempat melanjutkan kata-katanya saat bibir Nara sudah menyergap bibirnya.Tidak ada kelembutan di sana. Tidak seperti biasanya. Ciuman Nara liar, seakan ingin menghancurkan segala batas y

    Last Updated : 2025-02-24

Latest chapter

  • Gairah Liar Istriku   Bab 30. Dendam Soraya

    Suasana di apartemen Soraya terasa sunyi, meskipun televisi di ruang tamu menyala, menampilkan film laga yang diputar di saluran televisi kabel. Rama duduk di sofa dengan santai, satu tangan memegang remot dan tangan lainnya menggenggam kaleng bir yang sudah setengah kosong. Pandangannya tertuju pada layar, tetapi pikirannya melayang entah ke mana. Ia tidak benar-benar memperhatikan adegan demi adegan yang berlangsung.Sementara itu, di dalam kamar mandi, Soraya berdiri di depan wastafel dengan ponsel di tangannya. Jemarinya bergerak cepat di atas layar, mengetik pesan yang penuh dengan kemarahan terselubung.“Kalian gagal? Bagaimana mungkin dia bisa lolos? Bukankah kalian sudah menyusun rencana dengan matang?”Pesan itu terkirim, dan beberapa detik kemudian, tanda centang biru muncul. Tidak butuh waktu lama sebelum balasan tiba.“Kami hampir berhasil, tetapi Reno tiba-tiba muncul. Itu di luar dugaan.”Soraya mendengus pelan, rahangnya mengeras. Ia mengetik lagi, kali ini dengan lebih

  • Gairah Liar Istriku   Bab 29. Buih -Buih Cinta

    Nara yang awalnya hanya merasa gelisah kini benar-benar ketakutan. Suara motor Reno yang meraung di depan rumahnya membuatnya refleks berlari keluar, tanpa menyadari bahaya yang ada di belakangnya.Sosok pria bercadar yang hampir menyergapnya terhenti sejenak. Ia menyadari bahwa rencananya gagal kali ini. Dengan cepat, ia berbalik menuju jendela yang digunakannya untuk masuk. Tanpa suara, ia melesat keluar, menyelinap ke dalam gelapnya malam sebelum Reno sempat melihatnya.Begitu Nara membuka pintu depan, Reno sudah turun dari motornya dengan ekspresi cemas. “Nara! Kamu baik-baik saja?” tanyanya, langkahnya cepat mendekat.Nara mengangguk, meskipun hatinya masih berdebar. “Aku merasa ada sesuatu yang aneh malam ini, Reno. Seperti ada yang mengawasiku…”Reno melirik ke sekeliling dengan tatapan tajam dan tampak waspada. Lampu-lampu jalanan yang temaram membuat bayangan-bayangan panjang berkelebat di sudut-sudut halaman. Ia merasakan sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak melihat siapa

  • Gairah Liar Istriku   Bab 29. "Miliki Aku, Rama"

    Apartemen Soraya yang terletak di lantai tinggi sebuah gedung mewah itu diselimuti aura keintiman yang memabukkan. Lampu-lampu redup menerangi ruangan dengan nuansa hangat, sementara aroma parfum mewah yang lembut menguar di udara, menciptakan atmosfer yang penuh gairah.Di dalam kamar tidur yang luas, Rama berdiri diam beberapa detik, mengamati Soraya yang sedang berbaring santai di atas ranjang besar berlapis sprei satin berwarna merah tua. Soraya mengenakan gaun tidur tipis yang nyaris transparan, memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya tergerai liar di atas bantal, sementara bibirnya yang merah merekah melengkung dalam senyuman penuh godaan.“Kau hanya akan berdiri di sana, Rama?” tanyanya dengan suara serak yang dipenuhi nada menggoda.Rama tersenyum kecil, matanya menyapu tubuh Soraya dengan tatapan penuh hasrat. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia mulai melangkah mendekat, gerakannya perlahan namun penuh kepastian, seperti seorang pemburu yang sedang mendeka

  • Gairah Liar Istriku   Bab 27. "Lelaki Mana Yang Menolak Kemolekan Tubuhmu... "

    Di sebuah gudang tua yang remang-remang, suara sepatu hak tinggi Dita menggema di lantai beton. Wajahnya merah padam, matanya menyala penuh amarah. Di hadapannya, seorang pria bertubuh kekar berdiri dengan ekspresi datar, sama sekali tak terpengaruh oleh amukan Dita. Beberapa anak buah lainnya berdiri di sekitar, memperhatikan dengan cermat. Mereka tahu Dita bukan orang yang mudah diajak kompromi, tapi kali ini situasinya berbeda."Kalian itu bodoh atau memang sengaja mau cari mati?" suara Dita melengking tajam, gemanya terdengar jelas di dalam gudang yang nyaris kosong. "Aku menyuruh kalian merebut ponselnya, bukan menjualnya, tolol!"Pria yang dipanggil Bandi itu mengangkat bahunya dengan santai. "Kami cuma menjalankan perintah, Bu Dita. Anda bilang rebut ponselnya, tapi tidak bilang kalau ponsel itu harus diserahkan ke Anda. Lagipula, kami butuh uang, dan menjual ponsel itu keputusan terbaik saat itu." Suaranya tetap tenang, nyaris tanpa rasa bersalah.Dita mengepalkan tangan, raha

  • Gairah Liar Istriku   Bab 26. Berubah

    "Kamu seharusnya lebih berhati-hati, Nara..."Suara itu terdengar begitu dingin, menusuk langsung ke dalam tulang-tulangnya. Nara menahan napas, tubuhnya membeku seketika. Perlahan, ia menoleh ke belakang, dan jantungnya seolah berhenti berdetak saat melihat wajah yang begitu familiar. Arka."Kamu?" bisik Nara, matanya melebar penuh keterkejutan dan ketidakpercayaan.Arka tersenyum miring, tetapi senyuman itu tidak lagi seperti dulu. Tidak ada kelembutan, tidak ada kasih sayang. Hanya ada sesuatu yang gelap, sesuatu yang mengancam."Kamu kenapa ada di sini, hah?" suara Nara bergetar, amarah dan kekecewaan bercampur menjadi satu.Arka melepaskan cengkeramannya, tetapi tidak mundur. Ia menatap Nara dengan intens, seolah ingin membaca isi kepalanya. "Aku datang untuk memastikan sesuatu, Nara."Nara mengerutkan kening. "Memastikan apa? Bahwa aku masih bisa kamu permainkan?" suaranya meninggi, kini didorong oleh emosi yang sudah tak terbendung. "Aku pikir kamu berbeda, Arka. Aku pikir kamu

  • Gairah Liar Istriku   Bab 25. Two in One

    Di rumah Reno.Reno menatap Dita dengan ekspresi datar, meskipun dalam kepalanya berbagai kemungkinan mulai ia susun. Wanita di hadapannya ini tidak pernah datang tanpa maksud-maksud tertentu. Dan kali ini, ia tak akan membiarkan Dita mengendalikan situasi."Masuklah," ucap Reno akhirnya, sedikit melangkah ke samping agar Dita bisa masuk.Dita tersenyum kecil, melangkah masuk dengan anggun seolah ia sudah menguasai keadaan. "Ehm, akhirnya, kamu mulai belajar bisa menerima kehadiranku, Reno."Reno tak menggubrisnya. Ia berjalan ke meja, menuangkan dua gelas anggur. Ia tak menawarkan, tapi menaruh salah satunya di depan Dita. Wanita itu hanya tersenyum, lalu duduk dengan santai di sofa seolah tempat ini adalah miliknya."Aku datang bukan hanya untuk basa-basi, Reno." Dita menatapnya tajam. "Aku hanya ingin tahu, apakah kamu benar-benar ingin membantu Nara?"Reno menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyesap anggurnya pelan. "Aku ingin Nara sadar siapa suaminya sebenarnya. Itu saja."Dita ter

  • Gairah Liar Istriku   Bab 24. "Dapatkan kartu As-nya..."

    Dalam perjalanan pulang, Nara menatap layar ponselnya yang masih kosong dari balasan pesan Dita. Berkali-kali ia mencoba menelepon, namun tak ada jawaban. Ia mendesah pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri."Kemana Dita? Kenapa ponselnya masih tidak aktif? Dia bilang sedang di luar kota. Kemana sebenarnya? Apakah memang tidak ada sinyal di sana? Aneh." Nara menghela napas dengan kesal, mencoba menghilangkan rasa gelisah yang kian meradang. "Dita tak biasanya sulit dihubungi. Apa mungkin ada hal lain yang sedang terjadi?"Pertanyaan demi pertanyaan yang tak terjawab selalu memenuhi pikirannya hingga Nara tiba di rumah. Ia meletakkan tasnya di sofa dan mulai mengamati sekeliling. Perasaan aneh itu masih ada.Langkahnya melambat saat ia berjalan menuju ruang tamu, matanya menelisik tiap sudut ruangan dengan lebih teliti dari biasanya. Ada sesuatu yang terasa ganjil, sesuatu yang tidak seperti biasanya.Perhatiannya tiba-tiba tertuju pada rak buku di sudut ruangan. Dahinya berkerut saa

  • Gairah Liar Istriku   Bab 23. "Aku Akan Menunggumu, Rama,"

    Sementara di ruang kerja Rama, Soraya masih berdiri di tempatnya, kedua tangannya saling menggenggam erat, berusaha meredakan kegugupan yang tiba-tiba muncul saat Nara datang tadi. Akan tetapi, begitu pintu tertutup dan kehadiran Nara tak lagi menjadi ancaman lagi, Soraya menoleh ke arah Rama dengan ekspresi yang lebih santai, bahkan sedikit menggoda."Kamu terlalu tegang, Pak," gumamnya pelan, melangkah mendekati Rama. "Dia hanya datang sebentar, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Rama menghela napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang maki kalut. "Nara bukan wanita bodoh, Soraya. Aku tak bisa terus bermain-main tanpa risiko ketahuan oleh dia."Soraya tersenyum tipis, jemarinya dengan luwes menyusuri dada Rama yang masih tertutup kemeja. "Lalu? Apa itu berarti kita harus berhenti padahal kita baru memulainya, hm?" bisiknya, matanya menatap lekat ke dalam mata Rama, penuh dengan tantangan.Rama menggenggam tangan Soraya, menghentikan gerakannya. "Dengar Soraya, aku tak mau

  • Gairah Liar Istriku   Bab 22. Libido

    Suara ketukan pintu menggema di ruangan. Rama dan Soraya saling bertukar pandang, sekilas ketegangan tersirat di mata Soraya sebelum ia menunduk dan memasang ekspresi profesional. Dengan cepat, ia merapikan rok dan blazernya, sementara Rama mengambil napas dalam, menyesuaikan kembali kemejanya agar terlihat lebih rapi."Masuk!" suara Rama terdengar berat, masih menyisakan sisa gairah yang belum tersalurkan.Pintu terbuka, dan seorang wanita dengan setelan kasual melangkah masuk. Nara, istrinya, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi yang sulit diartikan. Tatapan matanya langsung menangkap ekspresi tegang Soraya dan wajah Rama yang masih sedikit merah. Ada sesuatu di ruangan ini, sesuatu yang membuat dadanya terasa sesak.Sejak pagi, Nara sudah merasa ada yang tidak beres. Perkataan Dita, sahabatnya, terus terngiang di kepalanya. "Aku tahu sesuatu tentang Rama," kata Dita tadi malam dengan nada misterius. "Tapi aku tidak bisa bilang begitu saja. Aku cuma ingin kamu lebih peka."Nara m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status