Orang-orang bilang jika pernikahan adalah sebuah bahtera, dan rumah tangga adalah samuderanya. Begitulah yang dipikirkan oleh Arya saat memilih Mila sebagai istrinya. Demi menjadikan sebagai istrinya, Arya berani mempertaruhkan segalanya, termasuk hartanya agar impiannya tentang berkeluarga aman tentram bisa tercapai. Namun, keadaan berbalik saat Mila mengkhianati cinta Arya pada seorang laki-laki. Pengkhianatannya Mila sembunyikan dengan baik, hingga Arya harus membuktikan dengan mata kepalanya sendiri. Pencarian bukti itu tidaklah mudah, ditambah lagi Arya adalah seorang kepala rumah tangga yang harus menghidupi keluarganya. Bagaimanakah pencarian bukti pengkhianatan Mila yang dilakukan Arya? Apakah akan berhasil? Apakah benar Mila berkhianat? Bagaimanakah akhir dari pernikahan Arya dan Mila? (Sebuah kisah fiksi yang terinspirasi dari kisah nyata. Semoga menghibur para pembaca sekalian. -TUNDRA-)
View MoreAryasatya kini bercerita, untuk Mila. Yang telah hancur hatinya.Mil, mohon maaf. Ku tulis kabar ini kala pelayaranku dimulai kembali. Namaku yang telah kau jadikan sejarah usanglah sudah. Ku bawa kabar dari utara bukan dari Lokapala. Sejenak angin sepoi dari barat membawa cerita nan ceria, namun juga hujaman bengis angkara murka.Indira sang sastrawati meracuniku dengan kata-kata puitisnya. Prosa yang jadi surat penutup ini bukanlah lahir dari Batu Belah Batangkup, melainkan lahir atas kesadaran diriku yang sedang memaafkan jati diri pribadi. Semoga engkaupun serupa.Edwin sang pemersatu antara aku dan Indira yang sering bertengkar sering menanyakan kabarmu, Mil. Aku tak tahu harus menjawab apa. Karena kisah kita sudah selesai, begitu saja. Ku harap, Ancol membuatmu baik-baik saja. Bersama Seruni di meja kecil itu, kita duduk bersama membahas segala perasaanmu setelah setahun tanpaku. Aku senang kau baik-baik saja Mil. Aku bisa bercerita pada Edwi
Waktu yang bergulir tak terasa menyisakan semesta yang kian memaksa orang-orang untuk tetap hidup. Menyisakan kehidupan lampau yang ada yang mengenakan maupun tidak. Puing-puing memori yang terseok-seok enggan dilupakan hangus dimakan waktu. Hal ini berlaku juga untuk Arya. Sisa-sisa memorinya bersama Mila yang menyesakkan dada perlahan hangus dimakan waktu. Tak terasa, sudah setengah tahun ia menyandang statusnya sebagai orang yang sudah bercerai. Setengah tahun sudah juga ia mengobati luka menganga yang disebabkan oleh Mila. Saat ini di bawah teriknya surya, Arya menatap rumahnya yang sudah berganti warna. Kurang lebih satu tahun ia tinggalkan, kini terasa asing. Rumah modern minimalis yang ia buat atas dasar dream house Mila kini hilang jati dirinya. Berganti menjadi jati diri Arya. Kepala Arya menoleh ke sisi kanan, angkreknya yang tampak sehat dan baik-baik berjajar indah.&
“Saya sudah berada di restoran yang Bapak sebut. Mohon maaf bila Bapak menunggu. Saya kejebak macet.” Tukas Alexis Sinaga yang serasa berbincang langsung dengan Arya 5 menit lalu. Meski lewat sambungan telepon suaranya yang serak-serak basah tengiang-ngiang. Meninggalkan ciri khas dari Alex. Resto Tanah Betawi yang pernah dipesan Ardi Purnomo saat awal kerja sama dengan Arya dan rekan-rekan ini adalah pilihan. Duduk di sebuah kursi kayu mahoni, Arya dengan santai menunggu Alex tiba. Di meja yang sudah tersedia secangkir penuh bir pletok dan juga salad buah. Cangkir dan mangkok itu ditemani oleh amplop coklat yang berisikan ‘bukti’ perselingkuhan Mila dan Donny Lazuardi. Sebuah mobil sedan berwarna merah maroon dengan deru mesin yang halus sampai di parkiran resto. Alex yang perlente dengan jaket hitam mengilap, sepatu yang
inggu siang, Papa mengajak Arya untuk membantunya membetulkan rak buku kesayangan Papa yang alas belakangnya retak juga usang dimakan usia. Tripleks yang sudah tipis, dengan retakan lebar di sana-sini juga lembab karena terciprat air hujan. Anak dan Bapak ini sibuk berjibaku memotong, memukul, memasang paku, mengukur dan juga mengecat ulang. Meskipun satu barang, namun ukuran besar melelahkan Arya dan Papa juga. “Beli baru aja kenapa si Pa?” Saran Indira sembari menyimpan nampan berisikan dua gelas air kelapa jeruk yang ia beli dari pedagang di ujung jalan. Lalu duduk bersila menyaksikan Papa dan Abangnya ini berjibaku memasang tripleks. “Eh, ini hadiah dari Engkongmu. Mana bisa Papa beli lagi.” “Sama Bang Edw
Haji Gumilar mematung di depan pintu kamar Indira. Semenjak meja tulis baru datang kemarin siang, Indira tak lagi menulis skripsi di ruang makan. Sesekali suara-suara lagu dari Kunto Aji, Payung Teduh, Fourtwnty, Blackpink, maupun Treasure sayup-sayup bergantian. Papa mengetuk pintu kamar Indira. Hingga anak bontotnya yang tengah semedi di dalam teriak “Apa?” “Mau makan apa? Arya mau beli makan.” Dari posisinya berdiri, Papa mendengar suara langkah kaki yang bersahutan dengan lagu How You Like That. Pintu kamar terbuka, menampakan Indira dengan celana panjang yang menyapu lantai, rambut dicepol tinggi, dan kaos kebesaran. Dalam benak Papa, ‘apakah begini yang namanya fashion skripsian?’ “Papa pesen
Donny enggan pergi. Kala malam yang sudah larut ini, ia kukuh menunggui Mila. Mila sudah menolak namun sudah terlalu larut untuk pulang. Hingga akhirnya Mila tak tega untuk tak mengijinkan menginap. Perbincangan antar mereka kini beralih kembali ke masalah kehamilan Mila. Dalam semilir angin malam yang katanya dapat membuat orang sakit, Donny menatap Mila dalam. “Bagaimana bisa Arya tahu jika kau hamil bukan anaknya?” Mila mendengus pelan. “Bukannya sudah ku jelaskan waktu di telepon?” Donny mengangguk. “Aku tahu, tapi kenapa?” “Karena kita melakukan hal itu saat aku mencoba program hamil dengan Abang. Aku juga tidak tahu aku sedang hami
Tidak ada yang lebih nyaman kala Jakarta yang turun suhunya menurun juga segelas teh hangat. Mila dengan perutnya yang mulai membuncit membungkus diri dengan selimut tipis agar tidak terlalu dingin. Dengan nafas yang sering terbuang bersamaan dengan rasa kesedihan yang menumpuk di dada, ia menatap layar Tv yang mati. Di seberang Mila, ada Arini yang tengah menggarisbawahi kalimat-kalimat dengan warna kuning neon di empat lembar kertas HVS. Dalihnya untuk presentasi esok hari. Mahasiswa semester 5 ini tengah serius mempelajari segala materi. Dalam diam, Mila kembali mengelus perutnya yang terasa bergerak dari dalam. Perkembangan sang jabang bayi yang kian membaik banyak dipuji dokter. Namun baginya, ini menjadi beban pikiran yang benar-benar memusingkan. Terlebih yang menjadi beban pikiran adalah statusnya sendiri. Secara sah masih jadi istri Arya, namun Arya juga tak memerlakukan dirinya bak istri. Sedangkan dengan Donny, ia belum sah menjadi istri
Hari sudah Senin kembali. Dari waktu yang bergulir begitu cepat, lamat-lamat doa yang terus terpanjat, Mila tetap berdua di rumah megah ini bersama Arini. Sejak ia yang ‘memergoki’ Arya yang tengah tertawa dengan Kinasih di rumah sakit itu, Mila tak bisa lagi merasakan cinta. Perkembangan janinnya pun sering ia abaikan jika sang jabang bayi bergerak atau menendang. Perut yang sudah membesar itu kian hari kian tak diperhatikan keberadaannya. Mila sering stress sendiri. Terlebih ayah si jabang bayi, Donny Lazuardi tak kunjung menghadiahi kabar tentang hubungan mereka. Menyesal sudah bagaikan sahabat bagi Mila. Kala Arini memergoki Mila yang menangis menjadi-jadi, ia hanya mampu memeluknya. Tidak berkata apa-apa. Hingga pada akhirnya hanya “Nasi wes dadi bubur Mbak.” Adalah kalimat andalan Arini karena ia sendiri tak mampu merubah takdir. Dengan begini, Mila hanya mampu mengiklaskan. Juga segala cerita yang Tuhan berikan karena ia pikir salah Tuhan me
Di tengah keterasingan Arini ini, ia menatap Mila tajam. Mila meraung-raung dengan muka yang ditutupi kedua telapak tangan. Suara tangis yang ia tahan selama ini akhirnya pecah bagaikan jeritan orang tersakiti. Arini menatap Mila nanar. Ia masih bingung bagaimana ia bereaksi terhadap saluran emosi sang kakak. Arini menyimpan tangannya ke meja. Masih menatap Mila yang sudah tidak terisak. Air matanya sudah mereda. “Mas Arya tahu masalah Mbak sama cowok itu?” Bagaikan anak panah, pertanyaan Arini ini langsung menuju jantung Mila. Untuk saat ini, Arini tidak mempertimbangkan ilmu masalah kesehatan mental yang ia pelajari mati-matian, kejelasan masalah rumah tangga kakaknya ini adalah prioritas. Arini menatap tajam Mila yang mendongakan kepalanya perlahan. Penyamaran terhadap hati dan jiwanya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments