KUKEMBALIKAN GAJI SUAMI PADA IBUNYA

KUKEMBALIKAN GAJI SUAMI PADA IBUNYA

last updateHuling Na-update : 2022-10-24
By:  NawankWulanKumpleto
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
6 Mga Ratings. 6 Rebyu
71Mga Kabanata
106.5Kviews
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Kisah Arina yang rela mengembalikan gaji suami pada ibunya sebab tak ingin selalu difitnah dan dihina, hingga akhirnya Arina berjuang dan membuktikan pada sang mertua akan kemampuannya. Bagaimana sikap suami dan keluarganya setelah melihat keberhasilan Arina? Bagaimana pula rumah tangga Arina dan Feri selanjutnya, setelah kedatangan teman kecil sekaligus cinta pertama Arina? Laki-laki tampan, kaya dan lajang yang tak lain adalah bos di tempat Feri bekerja?

view more

Kabanata 1

Bab 1

Kamu sih enak, punya menantu sudah pinter masak, pinter cari duit pula. Nggak kayak aku ini, nasib punya menantu perempuan cuma satu tapi nggak ada kerjaan, bisanya cuma nodong gaji suami. Nggak ada inisiatif untuk cari tambahan sendiri," ucap ibu di depan para tetangga yang memang sering kali ngumpul di depan rumah. Suaranya terdengar cukup keras hingga aku yang ada di kebun belakang pun mendengarnya. Sepertinya ibu memang sengaja menaikkan volume suaranya agar aku tahu perbincangan mereka.

Aku tertegun sejenak, memandangi kebun yang dulu kosong kini tumbuh dengan aneka sayuran. Ada bayam, kangkung, sawi, cabai, tomat, pare dan lainnya. Kalau hanya sekadar untuk masak sendiri sudah lebih dari cukup, bahkan sering kali ibu menjualnya ke pasar. Aku jarang sekali beli sayuran, ke pasar hanya sering beli ikan, ayam atau bumbu dapur atau sabun yang kebetulan habis. 

Mungkin ini bukan dari 'bekerja' menurut ibu. Membereskan rumah, mencuci pakaian, memasak dan lainnya bukan pula bagian dari bekerja. Baginya bekerja adalah mereka yang berangkat pagi pulang sore, berseragam dan mendapatkan gaji bulanan. Bukan pengangguran sepertiku yang hanya di rumah saja tanpa penghasilan apa-apa.

"Menantuku itu kan belum ada anak, harusnya bantu suami kerja di luar. Kasihan Feri kalau tiap hari lembur tapi habis oleh istrinya. Dasarnya dia pemboros juga, dikasih duit berapa saja selalu habis," ucap ibu mertuaku lagi. 

"Memangnya gaji Feri berapa sih, Bu?" Suara Ibu RT ikut bertanya. Wanita yang mungkin berusia setengah abad itu pun fokus mendengarkan cerita ibu, sesekali mengupas kacang rebus di atas piring lalu memasukkannya ke dalam mulut.

"Gajinya lima juta, belum lembur itu. Nah kalian pikir sendiri masak gaji segitu selalu habis tiap bulan?" Ibu semakin menggebu, menceritakan sikapku menurut penglihatannya. Meski semua tak seperti yang dia ceritakan.

"Mungkin ditabung, Bu. Atau barang kali nggak semua gaji Feri diberikan pada Arin. Bisa saja buat kebutuhan pribadi Feri juga," timpal ibu lain entah siapa aku tak terlalu hafal suaranya. Yang pasti, tak semua tamu ibu mengiyakan ceritanya. Ada beberapa yang mengiyakan, ada beberapa pula yang menyanggah.

"Mana mungkin, jelas aku lihat tiap gajian amplop coklat itu selalu diberikan ke Arin kok. Di depan mataku, makanya aku bisa bilang begini," ucap ibu lagi, masih terus membenarkan ucapannya. 

Kenapa ibu harus bilang seperti itu pada para tetangga, padahal dia juga tahu kalau hanya satu juta gaji Mas Feri yang diberikan untukku. Mas Feri tahu kalau aku jarang beli sayuran, makanya jatah sayur yang 200ribu itu dia tarik kembali. Protes? Dulu sering, namun sekarang tak pernah lagi karena Mas Feri selalu meyakinkanku jika sisa gaji itu sengaja dia tabung untuk membeli rumah impian, agar aku tak selalu cekcok dengan ibu.

Aku juga tak habis pikir, mengapa ibu selalu saja menjelek-jelekkanku di depan para saudara dan tetangga, padahal ibu juga mendengar sendiri kalau Mas Feri hanya memberiku satu juta tiap bulan. Itu pun sebagian untuk membeli token listrik dan air. Bahkan ibu juga sering minta untuk membayar arisannya. Mungkinkah ibu pura-pura amnesia?

Bayar arisan, jajan atau yang lain itu bukan karena ibu tak punya uang, tapi entah dikemanakan uang pemberian Mas Feri karena tiap bulan ibu juga diberi jatah bulanan sendiri. Entah berapa, aku tak pernah lagi bertanya. Mas Feri kurang suka jika aku menanyakan soal itu, dianggap terlalu perhitungan pada ibu sendiri, katanya. 

"Bu Sari nggak coba tanya sama Mas Feri saja, barang kali memang beneran ditabung, Bu. Aku lihat Arin juga jarang ke luar rumah, baju yang dia pakai juga itu-itu saja bahkan perhiasan pun dia tak punya. Eh tak punya apa sengaja tak memakainya, Bu?" Ibu RT kembali menimpali.

Aku hanya menghembuskan napas panjang mendengar obrolan mereka. Ingin rasanya pergi dari rumah ini sejenak, tapi ke mana? Aku tak punya sanak saudara. Aku memang sebatang kara di kota Jogja ini, setelah Emakku meninggal dua tahun yang lalu, dua bulan sebelum Mas Feri datang melamar. Dia laki-laki yang baik dan tanggungjawab, hanya saja dia belum mampu memberikan nafkah yang adil untukku dan ibu tiap bulannya. Itu saja kelemahan yang dia punya.

Teringat kembali obrolanku dengan Mas Feri waktu itu. Aku yang mulai tak nyaman karena selalu diremehkan, dicap boros bahkan disindir menghabiskan gaji suami. Rasanya aku benar-benar ingin kerja saat itu juga. Setidaknya untuk membuktikan pada ibu jika aku juga mampu menghasilkan uang sendiri. Tanpa harus meminta gaji dari suami seperti yang selalu digembor-gemborkannya selama ini.

"Mas, aku mau kerja boleh ya? Daripada di rumah terus, suntuk. Lagipula aku juga belum ada anak, nanti kalau sudah ada anak, tak perlu disuruh berhenti pun aku pasti berhenti sendiri, Mas," ucapku saat itu pada Mas Feri. Dia yang sedang duduk santai sembari melihat video youtube dari ponselnya. Seketika dia menoleh.

"Buat apa? Seorang perempuan baiknya di rumah, sedangkan laki-laki tugasnya mencari nafkah. Lagipula kamu masih program hamil kan, Sayang? Di rumah saja, aku tak suka jika kecantikanmu dinikmati banyak orang di luar sana," ucapnya lagi. Kembali melarang ku untuk ke sekian kali.

"Tapi, Mas ...." 

"Kenapa? Jatah bulanannya kurang? Nanti aku tambah sedikit kalau memang kurang." 

"Apa, Fer? Jatah bulanan segitu masih kurang? Padahal sayuran juga sudah ambil di kebun. Istrimu memang pemboros, makanya nggak bisa nabung. Mau kamu tambah dua juta lagi kalau dasarnya boros ya boros," ucap ibu cepat. Tiba-tiba dia sudah berada di belakang kami, entah sejak kapan. 

"Tapi itu buat bayar air sama listrik juga loh, Bu. Listrik kita nggak pakai subsidi-subsidian," ucapku lagi. 

"Tetap saja boros, coba hitung berapa pengeluaranmu tiap bulan. Kalau memang jatah Arin ditambah, ibu juga dong, Fer. Masak cuma kamu kasih satu setengah juta? Genapi dua juta sekalian!" ucap ibu lagi. 

Mas Feri melirikku sekilas. Dia mendadak bisu. Oh jadi jatah bulanan ibu selama ini satu setengah juta tiap bulan? Lantas dia ke manakan uang segitu banyak? Kenapa ibu bilang selalu habis tiap bulan? Bahkan bayar arisan saja sering kali merecoki jatah bulananku yang pas-pasan bahkan sering kurang.

Aku hanya dikasih satu juta untuk mencukupi semua kebutuhan di rumah ini, sementara ibu dikasih lebih banyak Padahal untuk kebutuhannya sendiri. Mendadak kedua mataku berkaca-kaca, ada nyeri di dalam dada. 

Apa jatah bulanan ibu sengaja dia transfer untuk Mbak Vira? Kakak perempuan Mas Feri yang beberapa bulan belakangan ini suaminya terkena PHK?

~

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

user avatar
Intan Yulistiani
nunggu cerita bukan preman biasa di up di sini.. kayak nya seru.
2023-12-23 19:28:53
1
user avatar
Boim Bob
ka cerita selamat tinggal mantan up di sini dong
2023-03-13 23:23:12
1
user avatar
Wahyuni
kisah arbian dania itu di mana Thor, ketik judulnya ga Nemu juga
2023-03-05 17:22:09
5
user avatar
sully wira
udh tamat apa blm y
2022-08-27 11:52:26
2
user avatar
Septina Ariyani
bagus........
2022-07-08 03:04:45
1
default avatar
vinocibitung
nice story
2022-07-04 04:19:33
1
71 Kabanata
Bab 1
Kamu sih enak, punya menantu sudah pinter masak, pinter cari duit pula. Nggak kayak aku ini, nasib punya menantu perempuan cuma satu tapi nggak ada kerjaan, bisanya cuma nodong gaji suami. Nggak ada inisiatif untuk cari tambahan sendiri," ucap ibu di depan para tetangga yang memang sering kali ngumpul di depan rumah. Suaranya terdengar cukup keras hingga aku yang ada di kebun belakang pun mendengarnya. Sepertinya ibu memang sengaja menaikkan volume suaranya agar aku tahu perbincangan mereka. Aku tertegun sejenak, memandangi kebun yang dulu kosong kini tumbuh dengan aneka sayuran. Ada bayam, kangkung, sawi, cabai, tomat, pare dan lainnya. Kalau hanya sekadar untuk masak sendiri sudah lebih dari cukup, bahkan sering kali ibu menjualnya ke pasar. Aku jarang sekali beli sayuran, ke pasar hanya sering beli ikan, ayam atau bumbu dapur atau sabun yang kebetulan habis. Mungkin ini bukan dari 'bekerja' menurut ibu. Membereskan rumah, mencuci pakaian, memasak dan lainnya bukan pula bagian dar
last updateHuling Na-update : 2022-05-09
Magbasa pa
Bab 2
Aku kembali menatap wajah Mas Feri beberapa saat lamanya, berusaha mengeja apa yang sebenarnya terjadi. Namun tetap saja tak mengerti. Bahkan Mas Feri pun tak ada keberanian untuk menatapku balik. Percuma menunggunya bicara di sini. Lebih baik aku pergi. Gegas melangkah menuju kamar lalu mendekati jendela yang mengarah ke kebun sayuran yang kutanam beberapa bulan terakhir. Kebun yang menghijau, cukup sejuk dan menenangkan. Pintu kamar terbuka. Aku tak menoleh. Tetap bergeming sebab aku sudah bisa menebak jika Mas Feri akan menyusulku ke sini. Kedua mataku masih fokus memandang hamparan sayur-sayuran yang menghijau di sana. Ada rasa bahagia tiap kali aku memandang dan memetik tiap helai daunnya. Teringat saat aku belajar dari nol lewat video youtube demi menghasilkan tanaman yang subur. Setidaknya agar ibu tak kembali mengejek dan mengatakanku boros dengan menghamburkan uang untuk membeli benih dan pupuk, namun tak ada hasilnya. "Kamu marah karena aku kasih jatah ibu lebih banyak dar
last updateHuling Na-update : 2022-05-09
Magbasa pa
Bab 3
Malam semakin larut, namun aku belum juga bisa memejamkan mata. Omelan ibu dan ucapan Mas Feri kembali terngiang di benak. Ada banyak hal yang lalu-lalang di depan mata. Aku tak bisa terus menerus bergantung pada gaji satu juta dari Mas Feri itu. Mungkin memang sebaiknya aku mencari pekerjaan. Setidaknya yang bisa dibawa pulang agar Mas Feri tak kembali komplen. Apa aku jualan online saja? Tapi modalnya? Jatah dari Mas Feri untukku bulan ini hanya tersisa dua ratus ribu saja. Itu pun buat jatah beli token listrik dan lauk minggu ini. Aku nggak mungkin memakainya untuk modal usaha yang belum tentu langsung bisa mendapatkan laba. Mungkin besok aku cerita ke Mas Feri saja tentang rencanaku ini. Barang kali aku bisa pinjam tabungannya lebih dulu atau bisa saja dia justri mendukungku untuk berwirausaha dan memberiku modal cuma-cuma untuk membeli barang-barang yang kebutuhkan. Iya, kan? "Kenapa belum tidur? Gelisah dari tadi membuatku tak bisa tidur juga," ucap lelaki di sampingku. Kupiki
last updateHuling Na-update : 2022-05-09
Magbasa pa
Bab 4
|Yas, kamu ada uang 300ribu? Kalau ada aku mau pinjam dulu. Aku ingin jualan cimol atau gorengan gitu, Yas. Aku ingin seperti kamu yang mandiri, bisa menghasilkan duit sendiri.|Kukirimkan pesan itu pada Yasmin, teman f******k yang ternyata rumahnya tak terlalu jauh dari desaku. Dia berjualan online, pakaian, akesoris dan perabotan. Sering kali kirim-kirim paket ke dalam maupun luar negeri. Kulihat nyaman sekali hidupnya. Dia bilang, gaji bulanan dari suaminya semua ditabung karena hasil online yang dia dapat sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan bulanannya. MasyaAllah."Jualan saja, Rin. Istri yang nggak punya penghasilan sendiri terkadang memang diremehkan mertua. Tapi kalau suaminya juga dzalim, dia juga sama saja tak menganggap kita ada. Bekerja versi mereka ya yang menghasilkan rupiah, kalau sekadar cuci baju, masak, berkebun, beres-beres rumah dan lainnya, itu bukan definisi kerja menurut mereka. Lucu memang, tapi begitu lah yang diamini masyarakat. Kita bisa apa?" Be
last updateHuling Na-update : 2022-05-09
Magbasa pa
Bab 5
Dari dulu, aku memang terbiasa hidup sengsara. Sebagai yatim piatu, aku sudah melewati banyak hal dan ujian. Mulai dikucilkan teman-teman karena tak bisa ikut jalan-jalan dengan mereka atau sekadar makan bakso di kantin sekolah. Sering juga dihina karena tas bertahun-tahun belum ganti juga. Caci maki seolah menjadi makanan sehari-hari. Mereka membenciku atas kemiskinan ini. Aku seolah sudah kebal mendengar cacian mereka, karena sering hutang di warung tetangga saat kehabisan duit. Aku juga seakan sudah mati rasa, saat para tetangga justru asyik menontonku dari halaman rumah mereka, saat aku ditagih ibu RT karena dia butuh duit untuk membayar kuliah anaknya. Iya, dia menagihku karena ternyata rumah peninggalan bapak ini memang sudah digadaikan padanya. Entah buat apa, aku pun tak tahu. Bahkan ibu juga sempat shock saat ibu RT membeberkan bukti gadainya. Sepuluh juta bukan uang yang sedikit buat kami saat itu, karena itulah ibu mencicilnya tiap bulan demi rumah ini kembali jatuh ke
last updateHuling Na-update : 2022-05-09
Magbasa pa
Bab 6
Pov : Feri 1 "Aku yatim piatu, Mas. Tak punya apa-apa, pun tak punya sanak saudara. Kamu nggak malu menikah denganku? Secara kamu berpendidikan dan mapan, sementara aku hanya lulusan sekolah menengah atas yang kerja serabutan asalkan halal," ucap perempuan sederhana itu dua tahun yang lalu, saat aku berencana untuk melamarnya tiga bulan setelah berkenalan dengannya. Sebuah perkenalan tak disengaja. Mungkin memang begitulah cara Allah menyatukan hambaNya. Tak kenal, tak disengaja bertemu dan jatuh cinta. "Kenapa ngomong begitu?" tanyaku singkat. Haruskah laki-laki yang berpendidikan dan mapan mencari istri yang selevel juga? Kupikir nggak begitu. Karena hati tak bisa dibohongi. "Beberapa teman begitu. Orang tuanya tak ada yang setuju jika anak lelakinya dekat denganku. Karena itu pula mulai detik itu aku sadar diri. Siapa lah aku? Mas juga sama. Lebih baik mundur saja, daripada nanti hatiku patah di saat aku mulai ada rasa," ucapnya polos sembari memainkan ujung sedotan di gelasn
last updateHuling Na-update : 2022-05-09
Magbasa pa
Bab 7
Pov : Feri 2 Aku tak tahu kenapa ibu sering kali menguping pembicaraanku dengan Arina. Tak hanya sekali namun sudah berulang kali. Mungkin karena itu pula Arina menjadi lebih tertutup dan pendiam. Sering kutanya kenapa dia semakin berubah, namun dia hanya tersenyum lalu menggeleng pelan. Senyum yang begitu dipaksakan, menurutku. "Kamu cekcok lagi sama ibu, Rin?" tanyaku lirih saat Arin terlihat begitu pusing. Dia masih terus memijit kening. "Kamu pusing, Rin? Atau mau pijit karena kecapekan?" sambungku lagi. Kulihat dia hanya menggeleng pelan. Tak ada sepatah kata pun yang dia ucapkan, membuatku semakin bingung. Berulang kali kutanyakan dia mau apa, jalan-jalan atau apa tapi tetap saja Arin hanya menggelengkan kepalanya. Tiap weekend kuajak jalan pun dia nggak mau. "Kamu kenapa sih, Rin? Nggak pernah mau jalan-jalan atau sekadar makan di luar? Bukannya aku kasih duit sama kamu pas-pas an? Atau kamu sudah sering jajan, makanya nggak mau tiap kali kuajak ke luar?" tanyaku su
last updateHuling Na-update : 2022-05-09
Magbasa pa
Bab 8
Pov : Feri 3 "Sesekali pulang awal nggak apa-apa, Fer. Kali saja ada sesuatu yang bisa kamu ketahui saat kamu pulang mendadak nanti. Dua orang wanita terutama menantu dan mertua memang sering kali cekcok, karena sama-sama ingin mendapat perhatian kamu, Fer," ucap Ogi kemarin saat aku menceritakan permasalahanku. Kebingunganku soal sikap ibu yang selalu menjelekkan Arina di depanku dan sikap Arina yang tak mau jujur soal perubahannya. Arina tak pernah mau menjawab pertanyanku soal perlakuan ibu padanya. Dia simpan semua tangis dan luka itu sendiri, mungkin karena itu pula yang membuatnya selalu tampak berduka. "Ibumu nggak ingin kamu melupakan dia setelah kamu menikah, karena walau bagaimanapun dia merasa yang membuat kamu semapan sekarang. Dia yang mengandung, melahirkan, membesarkan dan memberikan pendidikan. Sementara istrimu juga butuh perhatian, karena dia juga tak pernah melupakan namamu di setiap doanya. Dia yang akan menjadi madrasah utama anak-anakmu. Jangan sampai kamu
last updateHuling Na-update : 2022-05-16
Magbasa pa
Bab 9
Pov : Feri 4 Di Rumah Sakit "Kata Dokter, Arina kena radang lambung, Bu. Kemungkinan besar karena dia sering telat makan. Apa selama ini dia memang sering makan telat?" tanyaku pada ibu yang masih duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. "Apa, Fer? Arina terkena radang lambung karena sering telat makan?" tanya ibu kemudian. Aku mengangguk pelan, memandang wajah Arina yang tampak begitu tenang. "Iya, Bu. Dokter bilang begitu. Apa di rumah pekerjaannya terlalu banyak?" "Pekerjaan apa? Kalau sekadar beberes rumah, masak atau nyuci 'kan memang tugas seorang ibu rumah tangga. Harusnya dia bisa atur kapan waktunya makan dan kapan waktunya kerja," jawab ibu kemudian. "Kalau dia lupa makan, tolong ingatkan ya, Bu. Feri takut dia nanti kambuh lagi kalau telat makan terus." "Dia sudah tua, Fer. Ngapain juga sekhawatir itu. Harusnya dia tahu diri, kalau nggak mau sakit ya bisa jaga diri baik-baik. Akhir-akhir ini dia memang sering mainan ponsel berjam-jam di kamarnya. Mungkin karena
last updateHuling Na-update : 2022-05-16
Magbasa pa
Bab 10
Pov : Arina "Rin, semoga kamu cepet sehat, ya?/Aku berangkat kerja dulu. Kalau buruh sesuatu atau ada apa-apa bilang ke ibu saja. Kalau ibu nggak ada, kamu bisa tekan belnya untuk memanggil perawat. Akhir bulan begini pekerjaan numpuk, pulang kerja nanti langsung ke sini. Kamu mau makan apa? Biar nanti sekalian aku belikan," ucap Mas Feri pelan padaku yang masih terbaring di atas ranjang. Hari ini adalah hari keduaku dirawat. Tensiku memang sudah normal, namun masih cukup lemas jadi kemungkinan satu atau dua hari ke depan, aku masih di sini untuk mendapatkan infus dan perawatan."Kamu mau makan apa? Atau kalau pengin sesuatu bilang aja, biar nanti aku bawakan sekalian setelah pulang kerja," ucap Mas Feri lagi. Lagi-lagi aku tak bisa menjawab apa pun. Aku tak ingin kembali kena omel ibu kalau sampai request sesuatu padanya. "Dasar istri pemboros. Kalau mau minta ini dan itu, harusnya kamu bantu cari duit. Kerja nggak cuma nodong saja!" Ucapan ibu tempo hari masih terngiang-ngiang, ka
last updateHuling Na-update : 2022-05-16
Magbasa pa
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status