"Cerai? Aku pasti akan melakukannya nanti. Setelah aku membalas perbuatan kalian. Sebelum itu, aku tidak akan kemana-mana." Demi kebahagiaan suami dan ibu mertuanya, Alina terpaksa harus menerima suaminya menikah lagi dengan sahabat baiknya. Meski hati tak sepenuhnya ikhlas, Alina mencoba menerima pernikahan Reno dan Lily, karena desakan ibu mertuanya yang menginginkan seorang cucu. Sedangkan Alina dan Reno belum kunjung memiliki buah cinta, setelah 5 tahun menikah. Alina sangat naif, berpikir kalau cinta suaminya akan tetap sama padanya. Meski ada wanita lain dalam hidup suaminya yang harus dia bagi cintanya. Namun, tak lama setelah Reno menikah lagi, istri keduanya dinyatakan hamil dan Alina dilupakan oleh suami juga mertuanya. Dia dihina, ditindas dan diperlakukan semena-mena oleh ibu mertua serta istri kedua suaminya. Bahkan tak jarang mereka menjadikan Alina babu di rumahnya sendiri dan saat itulah Alina mulai lelah hati. Akankah Alina menyerah akan pernikahannya? Atau dia akan tetap bertahan walaupun pernikahan ini sudah banyak menyakitinya?
View More"Uhhh ... "
"Aarggh ... " Kedua mata Alina yang semula terpejam, langsung terbuka perlahan, begitu dia mendengar suara-suara aneh dari luar kamarnya. Wanita itu benar-benar terbangun, bertepatan dengan kerongkongannya yang kering dan perlu di basahi. Alina melangkah keluar dari kamarnya, sambil membawa botol minuman kosong, lalu dia berjalan menuju ke arah dapur. Semakin dia melangkah mendekati dapur, suara-suara aneh itu semakin terdengar keras. Namun, suara itu terdengar tidak asing di telinganya. Dia familiar dengan suara tersebut. Alangkah terkejutnya Alina, saat dia melihat dua insan manusia yang tengah memadu kasih, di atas meja dapur dengan sangat intim. Sontak saja, Alina menghentikan langkah dan memalingkan wajahnya, guna menghindari pemandangan tersebut. Niatnya, mengambil air pun menjadi urung. Dia kembali melangkahkan kakinya, menuju ke arah kamar dengan perasaan yang berkecamuk. Hatinya bak dihantam godam berat, sampai dadanya terasa sesak. Sebelum masuk ke dalam kamarnya, dia berpapasan dengan seorang pria berparas tampan tengah berdiri di salah satu anak tangga. Pria itu adalah Abimana, kakak ipar Alina. "Alina?" sapa Abimana pada adik iparnya sambil tersenyum. Namun, senyuman itu sirna kala dia melihat wajah Alina yang tampak pucat. "Bang Abi? A-aku habis ambil minum. Alina duluan, Bang." Alina tergagap, tanpa berani melihat ke arah kakak iparnya. Abimana melihat Alina yang terlihat buru-buru sambil membawa botol kosong ditangannya. Keningnya berkerut bingung. Sebenarnya apa yang membuat Alina terburu-buru seperti itu. Setibanya di dalam kamar. Alina langsung mendudukkan tubuhnya di atas ranjang. Dia berusaha menetralkan nafasnya yang masih belum stabil, setelah melihat kejadian barusan. Meskipun, dia sering melihat dan mendengar adegan tersebut selama 2 bulan ini, hatinya masih belum bisa menerima dengan ikhlas dan belum terbiasa. Menerima bahwa dia sudah dimadu oleh suaminya, karena kekurangan di dalam dirinya yang tidak bisa ditolerir oleh suami dan keluarga besar suaminya. 2 bulan yang lalu, suaminya, Reno menikah lagi dengan mantan pacarnya saat SMA, sekaligus sahabat baik Alina yang bernama Lily. Alina terpaksa harus menyetujui pernikahan itu, karena dia divonis tidak bisa melahirkan keturunan untuk Reno. Desakan dari ibu mertuanya yang saat itu sedang sakit keras, membuat Alina tak bisa menolak pernikahan itu. Reno juga berjanji, meskipun dia sudah menikah lagi, dia akan tetap mencintai Alina dan menganggap Alina sebagai prioritas utamanya, dibandingkan dengan Lily. Namun, apa buktinya? Sekarang, hampir setiap hari, bahkan setiap malam, Reno menikmati waktu bersama istri keduanya itu dengan alasan agar Lily cepat hamil. Cinta itu, sudah bukan hanya miliknya saja. Cinta yang dulu hanya untuk Alina, kini sudah terbagi untuk sahabatnya yang saat ini sudah menjadi madunya. Raga dan hati Reno, bukan hanya milik Alina lagi seperti dulu. Alina memandangi ranjang sebelahnya yang kosong, tangannya terulur membelai ranjang yang terasa dingin itu. "Bukan cuma raga kamu yang terbagi, Mas. Tapi hati kamu juga sepertinya sudah terbagi pada Lily. Kamu bukan milikku seutuhnya lagi, Mas. Atau ... memang kamu sudah tak ada hati kepadaku?" gumam Alina dengan senyuman getir terpatri di bibirnya. Ranjang yang dulu hangat itu, kini terasa dingin. Dia sudah terbiasa sendirian, sejak pernikahan kedua suaminya. Malam ini pun, sepertinya dia sendirian lagi. Wanita cantik berambut panjang itu, memutuskan untuk merebahkan tubuhnya kembali ke atas ranjang dan berusaha memejamkan matanya lagi. Menekan perasaan sakit hati dan cemburunya, berusaha melupakan bayangan suaminya bercumbu dengan madunya. Tapi semuanya percuma saja. *** Abimana berjalan menuruni tangga dan tujuannya adalah menuju ke dapur. Sama seperti Alina tadi, pria itu tampak syok melihat adegan tak senonoh di depannya. Tidak heran, wajah Alina tampak pucat barusan. Inilah alasan nya. "Apa kalian sudah tidak punya urat malu lagi, buat anak di tempat seperti ini?" Suara lantang itu mengagetkan Reno dan Lily, memisahkan mereka secara terpaksa, di saat mereka sedang enak-enaknya. "Bang Abi!" Reno terperangah, saat dia melihat kakaknya sudah berdiri di ambang pintu dapur. Buru-buru, Reno menjauhkan tubuhnya dari Lily, merapikan pakaiannya kembali. Abimana, kakak sulung Reno terlihat menatap sinis pada kedua insan yang baru saja selesai meraih kenikmatan surgawi dunia itu. "Pantas saja wajah Alina seperti itu, barusan," desis Abimana, kemudian lelaki itu memilih untuk kembali ke kamarnya karena kesal. Tak peduli dengan Reno dan istri keduanya itu. Lily terlihat merapikan rambutnya ke belakang, kemudian dia memegang tangan Reno dengan gemetar. "Mas, gimana ini? Apa Alina melihat kita berdua? A-aku jadi nggak enak sama dia, Mas." "Biar aku yang jelasin sama Alina, nanti." Reno mengusap kepala Lily dengan lembut, dia berusaha menenangkan istrinya yang merasa bersalah. "Tapi- ini salah aku Mas. Seharusnya aku maksa kamu main di kamar aja, bukan di sini!" ucap Lily lagi dengan wajah melas, menunjukkan rasa bersalahnya. Dia membayangkan, betapa sakitnya hati Alina saat menyaksikan percintaannya dan Reno barusan. "Aku harus minta maaf sama Alina, Mas. Aku sudah menyakiti hatinya lagi," ucapnya lagi dengan berderai air mata. Mendengar perkataan Lily dan melihat air mata wanita itu, Abimana tersenyum sinis. Sama sekali tidak menunjukkan simpati pada wanita cantik dengan wajah melas dan bersuara lembut ini. Berbeda dengan adiknya yang terlihat sangat mempedulikan Lily. "Udah Sayang, jangan merasa bersalah. Aku yang salah, aku yang nggak tahan lihat kamu dan malah ngelakuinnya di sini." Reno tampak merasa bersalah pada Lily dan Alina. Dua wanita yang menangis karenanya malam ini. Kemungkinan besar, Alina melihat aktivitas panasnya bersama Lily di dapur. *** Semalam, Reno tak bisa berbicara dengan Alina, karena Lily yang mendadak sakit perut dan dia harus menemani istri keduanya itu. Terlebih lagi, Lily kelelahan karena melayaninya semalam dan sebagai seorang suami, Reno merasa sangat berkewajiban untuk memberikan perhatian pada Lily. "Mas, apa Alina marah ya? Kenapa dia belum menyiapkan sarapan seperti biasanya?" tanya Lily, begitu dia sudah berada di ruang makan dan belum tersedia makanan seperti biasanya di meja makan, setiap pagi hari. Biasanya, Alina yang memasak. Kening Reno berkerut, lantas dia pun beranjak dari tempat duduknya. "Biar aku temuin dia di kamarnya." "Nah! Itu Alina, Mas!" seru Lily seraya melihat ke arah Alina yang sudah tampak rapi, bahkan wajahnya dipoles sedikit make up, dia tampak berbeda dari biasanya. "Alina, semalam kamu lihat aku sama Mas Reno di dapur ya? Maaf ya, ini semua salah aku. Seandainya aku bisa mencegah Mas Reno, supaya nggak main di dapur. Pasti kamu—" Tangan Alina terangkat ke atas, dan langsung menghentikan perkataan Lily. Atensi Reno, tertuju kepada istri pertamanya yang terlihat berbeda pagi ini. "Ini bukan pertama kalinya, aku mendengar bahkan melihat kalian bercinta. Jadi, nggak usah minta maaf!" Reno dan Lily tidak menyangka jika Alina akan berkata demikian. 'Dan ini juga bukan pertama kalinya ... aku terluka' sambungnya dalam hati. Bersambung...Alina dibawa ke rumah sakit setelah dirasa air ketubannya sudah pecah, dibantu oleh orang-orang yang ada di butik. Mereka naik ambulance agar lebih cepat sampai dan bisa menghindari kemacetan. Alina ditemani oleh Tira, sementara bayinya dititipkan pada ibu mertuanya lebih dulu. Disaat-saat seperti ini, Tira harus ada bersama dengan Alina. Bahkan saat Tira melahirkan putranya yang bernama Aksa, Alina ada di sana bersamanya."Bu, apa sudah dihubungi suaminya?" tanya seorang perawat pada Tira."Iya, ini mau saya telpon, Sus." Tira mengambil ponselnya yang ada di dalam tas. Dia bergegas menghubungi Abimana untuk memberitahukan kondisi istrinya.3 kali ditelpon, tapi Abimana tidak kunjung mengangkat telponnya. "Aduh, si pak Abi gimana sih? Biasanya juga gercep angkat telpon. Kok ini mendadak lemot."Hingga akhirnya dia menelpon suaminya, karena dia baru ingat kalau suaminya mungkin saat ini sedang bersama dengan Abimana untuk membahas masalah pekerjaan."Halo Mas Rey!""Ada apa yang?" tan
Apa yang sudah diputuskan Abimana harus terlaksana, apalagi jika itu mengenai istrinya. Siang itu, Abimana sudah berada di depan butik untuk menjemput istrinya. Meski istrinya sudah mengatakan padanya, kalau dia tidak mau pergi ke dokter."Mas, aku kan udah bilang sama Mas. Aku nggak mau periksa ke dokter. Ini cuma asam lambung doang," ucap Alina kesal.Abimana menggeleng-gelengkan kepalanya, wajahnya terlihat datar dan tatapan matanya menunjukkan kalau dia tidak menerima penolakan."Pokoknya kalau aku bilang pergi ke dokter, harus ke dokter.""Aku kan nggak kenapa-napa Mas.""Pokonya ke rumah sakit!" ujar Abimana tegas.Bibir Alina mencebik saat mendengar keras kepala suaminya. Abimana memang sulit diubah pikiran dan tekadnya. Jangan lupa, bahwa pria itu adalah pejuang yang keras kepala. Dia keras kepala dan bersikeras mendapatkan Alina. Dari awal sampai akhir, dia terus berusaha sampai dia bisa mendapatkannya. Inilah dia dan keras kepalanya yang tak bisa diganggu gugat.Dengan terpa
"Mas berangkat duluan ya Sayang." Pria itu memberikan kecupan mesra di kening istrinya seraya berpamitan."Kita barengan aja Mas. Aku juga kan mau ke butik," kata Alina sambil menyimpan gelas air minum yang sudah kosong ke atas meja. Dia juga sudah bersiap-siap untuk pergi ke butik.Abimana malah kembali membuatnya duduk di atas kursi. Padahal Alina sudah berdiri dan siap-siap pergi ke butik. "Kamu berangkatnya agak siangan aja Sayang. Semalam kan kita habis anu, kamu pasti masih capek."Lagi-lagi Abimana mengingatkan mereka akan malam panas mereka semalam. Meski sudah berkali-kali melakukannya dan membahas ini, Alina tetap merasa malu. "Mas...""Kenapa sih? Orang cuma ada kita berdua aja di sini. Kamu masih malu?" goda Abimana seraya memegang dagu sang istri.Matanya menatap istrinya dengan penuh cinta seperti biasa. Dia tidak pernah bosan melihat istrinya setiap hari dan hampir setiap detik, cintanya bertambah terus menerus seakan tak akan pernah habis dan selalu diisi ulang.Inikah
Rey melihat istrinya sedang jongkok sambil memegangi perutnya. Tak hanya itu, kedua mata istrinya berurai oleh cairan bening yang hangat. Suara tangisannya terdengar menyakitkan, sampai ke ulu hati Rey."Sayang? Kamu kenapa di sini?" tanya Rey yang tak kunjung membuat sang istri berhenti menangis dan mau melihat ke arahnya. Tira malah semakin menyembunyikan dirinya dari Rey."Maafin aku ya, Sayang." Pria yang akan segera jadi ayah itu, ikut berjongkok bersama istrinya dan disamping istrinya. Dengan tulus dia meminta maaf, tapi Tira sepertinya tidak mempercayai permintaan maafnya dan malah berkata lain-lain."Ngapain kamu ke sini? Pasti kamu mau marahin aku lagi kan? Sana pergi! Jangan ganggu aku sama bayiku," ujar Tira mengusir suaminya pergi dari sana dengan wajah bad mood."Eh? Kok gitu sih? Bayi kita ya, bukan bayi kamu aja. Orang aku kok yang nanam benihnya," celetuk Rey yang sontak saja mendapatkan pelototan maut dari istrinya. "Kenapa? Aku bicara benar kan? Benihnya dari aku loh
Ketika ibu dan ayah mertuanya menanyakan keadaannya, Tira hanya bisa menangis sambil mengatakan maaf. Mereka jadi kebingungan melihat Tira seperti ini. Hingga akhirnya Rey yang masih setengah sadar, tiba di dapur dan melihat asap mengepul di sana."Ada apa sih? Siapa orang yang masak malam-malam dan bikin dapur kebakar kayak gini?" tanya Rey pada semua orang yang sudah ada di sana.Papa Rey terlihat kesal dengan perkataan putranya. Dia terlihat santai, padahal istrinya bisa saja terluka saat berada di dapur. "Rey! Kamu ini gimana sih? Kenapa kamu biarkan istri kamu ke dapur sendiri hah?""Hah? Istriku ke dapur sendirian?" kata Rey dengan polosnya."Iya, sepertinya dia lagi masak nasi goreng tapi gosong nasinya. Kenapa sih kamu nggak perhatian sama istri kamu?" ucap mamanya kali ini dengan galak."Ma, tolong jangan marah-marah sama Mas Rey. Aku sendiri yang mau ke dapur, ini bukan salah dia." Tira membela suaminya, karena memang dia sendiri yang ingin pergi ke dapur dan membuat makanan
Ketika Alina dan Abimana sedang menikmati masa bulan madu mereka yang indah. Rey dan Tira sedang menikmati masa sebelum mereka menjadi orang tua. Kandungan Tira sudah menginjak bulan ketiga ,dia sudah tidak mengalami mual-mual lagi seperti sebelumnya. Tapi sekarang sikapnya sangat membuat Rey kebingungan. Setiap hari Rey dibuat sibuk dan Tira tidak bisa melihat suaminya diam."Rey, bangun. Rey." Tira menggoyang-goyangkan tubuh suaminya dengan kedua tangannya.Dia mencoba membangunkan suaminya itu. Namun, Rey masih tertidur lelap dan belum ada tanda-tanda mau bangun. Tira semakin jengkel dan akhirnya dia pun mengambil peluit yang ada di dalam lemari nakas. Kemudian dia meniup peluit itu tak jauh dari telinga Rey.Prit... Prit...Suara peluit itu terdengar kencang dan kontan saja membuat kedua mata Rey terbuka lebar. Pemuda itu benar-benar terbangun. "Astaghfirullah! Sayang!" pekik Rey kaget, seraya mengorek-ngorek telinganya yang terasa sakit setelah apa yang dilakukan istrinya barusan
Seakan tidak pernah puas dengan istrinya, Abimana kembali lanjutkan aktivitas suami istri itu pada pagi hari. Hingga mereka berdua baru bisa bersantai pada sore hari. Ketika perut keduanya sama-sama lapar dan ketika Alina ingin pergi jalan-jalan keluar. Dia bosan di dalam kamar, bisa-bisa suaminya terus melakukan ini seharian."Kamu mau jalan-jalan? Memang nggak capek heum?" ucap Abimana seraya mengelus dagu istrinya dengan lembut. Abimana tersenyum pada istrinya itu yang merengek ingin jalan-jalan."Gak. Aku lebih capek kalau terus-terusan berada di kamar ini. Kamu pasti bakal mesum terus sama aku, Mas." Alina mengucapkannya dengan blak-blakan. Kedua tangannya menyilang di dada dan matanya menunjukkan kekesalan."Baiklah. Kita akan keluar. Tapi gantilah dulu bajumu Sayang. Jangan sampai kamu memakai pakaian terbuka saat kita keluar nanti," ucap Abimana yang akhirnya menuruti rengekan istrinya.Seulas senyum manis nan indah, terlihat di bibir Alina dan membuat Abimana turut bahagia."T
Seketika tubuh Alina meremang, kala Abimana memeluknya dan bibir lelaki itu menyentuh tengkuknya dengan lembut, penuh perasaan. Gelayar aneh mulai muncul di dalam dirinya, seakan-akan meledak. Sentuhan Abimana membuat Alina geli, tapi juga merasa bahagia.Kini mereka adalah suami istri dan mereka sudah sah secara hukum negara maupun agama. Bukankah ini saatnya mereka untuk melakukan malam pertama?"Kamu wangi banget, Yang." Suara Abimana terdengar mendesah dan bibirnya masih terus mengecupi leher Alina.Wanita itu terkekeh mendengar perkataan Abimana yang terdengar seperti gombalan. "Mana ada wangi, Mas? Yang ada aku bau keringat, karena seharian di tempat acara resepsi pernikahan kita.""Keringatmu tetap wangi Sayang. Apa lagi saat kita melakukan kegiatan positif di atas ranjang itu yang membuat kita semakin berkeringat, pasti rasanya akan nikmat," ucap Abimana menggoda. Sontak saja Alina terkejut mendengar ucapan suaminya yang ternyata bisa vulgar seperti ini."Mas ..." desah Alina
Suasana di gedung hotel mewah itu menjadi saksi pernikahan Abimana dan Alina. Semuanya sudah disiapkan dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin. Pernikahan kedua Alina ini, jelas jauh lebih mewah dari pernikahan sebelumnya yang sederhana. Kalah jauh. Abimana lah yang menginginkan pernikahan ini menjadi pernikahan yang mewah. Ia ingin meratukan wanita yang ia cintai dengan gemerlap kemewahan dan kasih sayang. Apa yang ia lakukan ini menunjukkan betapa besarnya kasih sayang pria itu kepadanya. Semua wanita akan iri kepadanya hari ini, karena ia mendapatkan mempelai pria yang sangat mencintainya. Orang-orang juga akan banyak yang mendoakan agar keduanya bahagia. Sakinah, mawadah warahmah. Angga yang terharu dengan pernikahan kakaknya, tak bisa menahan tangis. Air matanya terus saja keluar, tak terkendali. Tira yang melihat itu pun mencoba membuat Angga berhenti menangis. "Masa kamu nangis sih? Ini hari bahagia kakak kamu loh. Ayo senyum ah! Jelek tahu!" tukas Tira gemas melihat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments