"Nanti kamu harus buatin aku pancake keju cokelat!"
Alina menatap kakak iparnya dengan kedua alis yang terangkat dan kening yang berkerut. Ya, Alina bingung. Pasalnya ia tahu, bahwa kakak iparnya ini tidak terlalu menyukai makanan yang manis-manis. "Lho? Kenapa ngeliatin Abang kayak gitu, Al? Ada yang salah ya?" tanya Abimana pada adik iparnya itu, lantaran ia dapat melihat kebingungan di raut wajah Alina. "Aneh aja. Kenapa Abang minta dibuatin makanan yang manis-manis? Abang kan nggak suka yang manis-manis," tutur Alina sambil mengambil air minum yang ada di atas meja dapur. Kali ini giliran Abimana yang memuji Alina yang pandai membuat cake. "Kalau kamu yang buatnya, Abang pasti suka. Soalnya, cake buatan kamu kan enak." "Ya udah, nanti Alina buatin ya, Bang. Ngomong-ngomong makasih lho, nasi gorengnya. Pasti, yang nanti jadi istri Abang, akan merasa sangat beruntung." "Kenapa?" tanya Abimana sambil memperhatikan raut wajah Alina yang sudah tampak lebih baik dari sebelumnya. Jujur dalam hatinya, Alina merasa lega. "Karena Abang baik, Abang pekerja keras. Abang pinter masak, Abang juga bisa ngerjain kerjaan rumah. Pokonya, the best deh, Bang." Alina memberikan dua jempol untuk kakak iparnya dan memberikan senyuman hangat kepadanya. 'Semua itu percuma Lin. Kalau bukan kamu yang jadi istri Abang. Astaghfirullah! Mikir apa, kamu ini Abi? Nggak mungkin!' kata Abimana dalam hatinya. Ia mulai membayangkan hal yang tidak-tidak tentang adik iparnya. Hal yang tidak sepantasnya ia pikirkan dan ia rasakan. Abimana meninggalkan adik iparnya sendiri di dapur, tanpa merespon perkataan Alina barusan padanya. "Lho? Bang Abi! Ini nasgornya belum abis!" ujar Alina yang memanggil nama kakak iparnya itu, tapi Abimana tetap berjalan pergi menuju ke kamarnya. Alina bingung, ia menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal, merasa heran dengan sikap Abimana yang aneh. "Apa dia udah kenyang ya?" Pikir Alina. Ia pun memutuskan untuk menghabiskan nasi gorengnya seorang diri di sana. Sementara itu, Abimana yang baru saja sampai ke kamarnya. Langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil mengusap wajahnya kasar. Raut wajahnya seperti orang linglung. "Enggak, Abi. Kamu nggak boleh memiliki perasaan ini sama adik ipar kamu sendiri. Nggak bisa." Abimana menggeleng-gelengkan kepalanya, ia terus berusaha menampik perasaan yang muncul dan semakin besar di dalam hatinya untuk Alina. Tiba-tiba saja, terpikirkan salah satu cara agar ia bisa melupakan perasaannya terhadap Alina. Abimana melihat ponselnya dan melihat sesuatu di sana. *** Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Alina sudah bangun dan melaksanakan salat subuh seperti biasanya. Usai shalat subuh, Alina memakai pakaian formalnya dan bersiap untuk pergi kerja. Namun, sebelum berangkat bekerja, Alina tetap menyempatkan dirinya membuatkan sarapan untuk semua orang yang ada di rumah itu. Meskipun, saat ini hatinya masih kesal karena perbuatan Reno semalam. Reno yang meninggalkannya demi Lily. Saat ia akan membuatkan sarapan pagi, Alina melihat ibu mertuanya sedang berada di dapur dan mengaduk-aduk gelas berisi minuman berwarna hijau. Alina, sepertinya tidak kaget lagi dengan minuman berwarna hijau itu. "Eh, kamu udah bangun, Lin?" sambut Weni pada Alina sambil tersenyum. Berbeda sikapnya dengan semalam. Alina sampai terheran-heran melihatnya. Merasa kalau pertanyaan ibu mertuanya salah, Alina pun mendekatinya, lalu berbicara kepada wanita paruh baya itu. "Tumben, Mama bangunnya pagi." Weni langsung melirik tajam ke arah Alina, ia mendengus menahan kesal pada menantunya itu. "Mama sengaja bangun pagi, buat kamu." "Buatin jamu kayak biasanya, Ma?" tebak Alina sambil melihat ke arah gelas yang berisi minuman hijau itu. Weni menganggukkan kepalanya. Ia sudah tahu, kalau hampir setiap pagi, Weni selalu meminta Alina untuk meminum jamu buatannya. Jamu, yang katanya bisa mempercepat kehamilan, alias menyuburkan rahim. "Alina, berterima kasih atas perhatian Mama. Tapi, kayaknya mulai sekarang mama nggak usah buatin Alina jamu lagi," ucap Alina dengan sopan pada ibu mertuanya. "Kamu harus tetap minum! Walaupun kamu sudah divonis mandul oleh dokter, tapi nggak ada salahnya kita berusaha, kan?" kata Weni memaksa, ia bahkan menyodorkan gelas berisi minuman itu pada Alina. Mau tak mau, Alina meminumnya. Daripada dia menolak dan ujung-ujungnya malah kembali berdebat dengan ibu mertuanya. Alina meneguk minuman berwarna hijau itu, sampai tandas. Di sisi lain, Weni tersenyum aneh setelah melihat minuman berwarna hijau itu, tandas dihabiskan Alina. "Biar Mama yang buat sarapan pagi ini." "Kenapa? Biasanya juga aku, kan?" tanya Alina heran. Tidak biasanya Ibu mertuanya mau bangun pagi-pagi, bahkan sampai mau membuatkan sarapan juga. "Mama mau buatin sarapan spesial buat mantu dan calon cucu pertama, mama dengan tangan mama sendiri." Weni tersenyum senang saat mengatakannya pada Alina. "Ya udah, Ma." Alina kembali melipat bibirnya, saat ia merasakan perhatian ibu mertuanya pada adik madunya itu. Tapi, Alina berusaha untuk tidak iri pada Lily. "Tolong, kamu bangunin Reno sama Lily ya, Lin!" titah Weni pada menantu pertamanya itu. Alina hanya merespon dengan anggukan kepala, lalu dia melangkah pergi menuju ke kamar Lily. Kamar yang ditempati oleh Lily, adalah kamar paling luas di rumah itu. Kamar yang dulunya ditempati oleh Alina dan Reno, kini menjadi kamar Lily dan Reno. Baru saja sampai di depan pintu kamar dan hendak mengetuk pintunya, tangan Alina tertahan di udara, saat tanpa sengaja ia mendengar perbincangan suami dan madunya. "Mas, aku takut ...," lirih Lily sambil mengusap dada bidang suaminya yang telanjang itu. Keduanya masih bergelut di dalam selimut dan Alina tau, pasti semalam mereka bercinta. "Takut apa, Sayang?" "Aku takut, Alina tahu ... kalau sebenarnya usia kandunganku bukan 2 bulan, tapi 4 bulan," cicit Lily sambil menggigit bibirnya sendiri. Jantung Alina kontan saja berhenti sesaat, ketika mendengar pengakuan dari bibir Lily mengenai usia kandungannya. Kedua matanya tak berkedip dan mulutnya menganga, saking kagetnya dengan fakta ini. "Ya, jangan sampai Alina tahu dan kita harus jaga baik-baik rahasia ini. Kalau Alina sampai tau, dia pasti sedih dan marah, Ly." "Nggak, kamu salah, Mas. Aku nggak sedih dan aku nggak marah sama kamu. SAMA KEBEJATAN KALIAN!" teriak Alina murka. Sontak saja Reno dan Lily langsung tercengang mendengar suara Alina dan keberadaan wanita itu di dalam kamar mereka. Baik, Reno maupun Lily, keduanya beranjak duduk di tempat tidur. "Jadi ... kalian sudah berselingkuh, sebelum mama memintaku untuk menyetujui pernikahan kalian?" ucap Alina dengan suara yang dingin dan sorot mata tajam. Tangannya menunjuk pada Lily dengan marah. "Lalu, kalian berbohong sama aku. Kalian bersikap seolah-olah, kalau kalian baru dekat setelah menikah?" Kedua mata Alina berkaca-kaca, menyiratkan kekecewaan mendalam, akan fakta yang baru saja diketahuinya. Suaminya dan madunya, sudah memiliki hubungan, sebelum mereka menikah. Dada Alina terasa sesak. "Al, dengerin dulu penjelasan, Mas, ya?" "Dengerin apa? Kalau anak kamu dan wanita itu, hadir sebelum ikatan pernikahan? Perlu ku sebut dengan jelas ... ANAK HARAM?" "ALINA!" bentak Reno yang lalu memberikan tamparan pada istri pertamanya itu.Jantung Reno seakan berhenti berdetak, saat ia menyadari apa yang baru saja ia lakukan pada istri pertamanya. Reno menampar Alina dengan keras, cukup keras sampai wanita itu terjatuh ke lantai. Tangannya gemetar, ia melihat tangan kanan yang baru saja menampar Alina. Tersirat rasa bersalah dimatanya dan rasa tidak percaya, kalau ia sanggup melukai wanita yang ia cintai. Wanita yang selalu memaafkan kesalahannya dan menerima pernikahan keduanya. Sedangkan di sisi lain, Lily yang berada di atas ranjang itu, diam-diam tersenyum tipis melihat apa yang baru saja terjadi. Meskipun, matanya menunjukkan keterkejutan. "Al, maafin Mas ya? Sini, Mas bantu." Reno mendekati Alina, mengulurkan tangannya untuk meraih tangan wanita itu dan membantu Alina berdiri. Namun, Alina langsung menepis tangan suaminya dan dia berdiri sendiri. "Al, bibir kamu berdarah. A-aku minta maaf," ucap Reno terbata, ia tak menyangka tamparannya cukup kuat sampai membuat sudut bibir Aluna berdarah dan pipinya memer
"Abang apaan sih? Alina ... nggak mungkin minggat!" sanggah Reno pada perkataan sang kakak yang sangat membuatnya tak nyaman. Wajah Reno sendiri, masih menunjukkan kegelisahan. Istri pertamanya belum pulang sampai selarut ini."Nggak mungkin sih dia nggak minggat, setelah kejadian tadi pagi." Abimana terus saja berbicara dan membuat Reno kesal."Bisa diem, nggak, Bang!" ujar Reno dengan suara yang agak meninggi."Abang cuma ngasih tahu aja, Ren. Lagian sih kamu, terlalu pilih kasih sama istri-istri kamu. Jadi kayak gini deh!"Reno mendelik tajam ke arah kakaknya, tanpa berkata sepatah katapun. Sedangkan Abimana, pria itu malah tersenyum dengan santainya. Menikmati tatapan mata adiknya yang tampak kesal."Alina selama ini memang banyak diem. Tapi inget loh Ren, marahnya orang diem itu serem," tutur Abimana lagi pada adiknya."Mungkin, kalau marah masih bisa diredakan. Tapi hati-hati kalau seseorang sudah kecewa. Orang kalau udah kecewa, itu sulit untuk kembali."Perkataan Abimana, memb
Beberapa menit sebelumnya, Reno mengunjungi butik Tira dan rumah Tira untuk mencari istrinya. Namun, ternyata, baik Tira maupun Alina tidak ada di sana. Padahal, ia hanya tahu kalau Alina dekat dengan Tira, ia tak tahu Alina berteman dengan siapa lagi di sini. Istrinya itu pendiam dan jarang bergaul, sirkel pertemanannya juga sedikit. Lily dan Tira adalah teman dekatnya, hanya itu yang Reno tahu."Kemana sih kamu Al? Ditelpon gak aktif juga," desis Reno sambil mengacak-acak rambutnya ke belakang dengan kasar. Ia mengkhawatirkan Alina, bagaimana kondisi wanita itu dan apa yang sedang ia lakukan.Reno juga bingung, ia harus menghubungi siapa lagi. Ia tak tahu, kalau Alina mungkin punya teman lain.Suara petir yang menggelegar, terdengar berkali-kali bergemuruh di langit yang berwarna kelam tanpa bintang itu. Menandakan bahwa sebentar lagi akan segera turun hujan. Reno melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ia semakin mengkhawatirkan Alina. Meskipun ia selal
[Ly, maaf. Mas nggak bisa pulang. Mas kejebak hujan sama Alina. Mas terpaksa menginap di hotel yang berada di dekat sini. Maaf ya kamu harus tidur sendiri. Tapi kalau kamu kesepian, kamu tidur aja sama mama ya, sayang]Itulah pesan yang dikirimkan oleh kepada istri keduanya. Hal yang membuat Lily sangat kecewa berat, karena ia tidak ditemani oleh Reno malam ini. Suaminya itu pasti akan menghabiskan waktu bersama dengan Alina di hotel. Mungkin mereka tidak hanya tidur bersama, tapi melakukan hal yang lebih dari itu. Membayangkannya saja, hati Lily terasa sakit."Enggak! Kamu nggak boleh sama Alina, mas. Kamu nggak bisa kayak gini!" teriak Lily marah, setelah ia melempar ponsel mahalnya ke tembok dan akhirnya ponsel itu hancur lebur berserakan ke lantai.Lily jatuh terduduk di lantai, tangannya bersandar di atas sudut ranjang. Wanita itu terlihat marah, ia meremas seprai di atas ranjang dengan erat. Menahan tangisnya sekuat mungkin."Sialan kamu Ali
Melihat raut wajah Reno yang panik, bercampur bingung dan takut, membuat Alina tidak butuh jawaban dari pria itu. Karena ia tahu jawabannya.Sontak saja Alina tertawa getir melihat raut wajah suaminya yang tampak kacau itu. "Hahaha."Reno menatap Alina heran, karena wanita itu malah tertawa. Di saat suasana diantara mereka sedang serius."Wajahnya santai aja kali, Mas. Tenang, Mas. Aku cuma bercanda. Ya kali ... Mas mau menceraikan istri tercinta, Mas, yang sedang hamil saat ini," cetus Alina sambil menepuk bahu suaminya. Kata-kata yang terlontar dari bibirnya, merupakan sindiran pedas."Mulai saat ini, kamu akan melihat Alina yang berbeda, Mas. Bukan Alina yang dulu patuh padamu." Kata Alina dalam hatinya. Ia sudah bertekad untuk mengubah sikapnya pada Reno dan semua orang, agar ia tidak ditindas lagi."Ini bukan saatnya bercanda, Al.""Oh ... jadi kamu pengennya aku serius? Saat aku menyuruh kamu menceraikan Lily?" tanya Alina lagi yang membuat Reno tersentak."Al, Mas itu—""Udah y
Hati Lily terasa sakit ketika ia melihat adegan ciuman antara suaminya dan istri sahnya, membuat jantung Lily seakan berhenti berdetak dan dadanya mendadak terasa sesak. Kedua matanya mengembun, wajahnya menunjukkan gurat kekesalan dan kecemburuan melihat itu semua."Aku pikir kamu sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi sama istri sah kamu itu, mas. Tapi ternyata..." Lily membatin sambil memegang dadanya yang terasa sesak.Lily sakit, tidak terima dengan fakta kalau Reno juga mencintai istri pertamanya itu. Meskipun sudah ada dirinya di samping pria itu. Tapi ternyata tak cukup.Weni dan Abimana yang ada di sana, tak kalah terkejut melihat Reno mencium Alina. Ya, walaupun mereka tahu kalau Reno dan Alina adalah pasangan suami-istri. Tapi melihat seperti ini secara langsung, tentunya membuat mereka terkejut.Ada yang berdenyut di dalam hati Abimana saat melihat adegan sah suami-istri itu. Ia bahkan sampai memalingkan wajahnya ke samping. Sebab, ciuman yang dilakukan Reno pada Alina cu
"Reno, kenapa sih kamu nggak mau menceraikan dia? Apa sih kelebihan dia, sampai kamu masih mempertahankannya? Udah ada Lily, Ren. Lily yang berasal dari keluarga kaya, dia cantik, baik dan dia sedang mengandung anak kamu."Weni mencecar pernyataan putranya yang tidak akan menceraikan Alina. Menurutnya, Alina tidak pantas untuk dipertahankan lagi. Dia tidak memiliki kelebihan apa-apa, dibandingkan dengan Lily yang sudah lebih dari segalanya."Mama nggak habis pikir. Kenapa kamu masih mempertahankan dia? Sedangkan dia, bahkan nggak bisa ngasih keturunan buat kamu!" seru Weni sambil berdecak kesal dan sangat menyesalkan keputusan putranya untuk mempertahankan Alina."Ma ... Alina adalah wanita yang menemani aku dari nol. Mama ingat? Saat aku kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Alina yang membantu aku untuk bekerja di perusahaan dan dia selalu menemani aku, di saat aku susah. Bahkan dia juga selalu menjaga Mama, memberikan Mama apapun yang Mama inginkan, selama dia mampu memberikannya.
Johan, pengacara yang khusus menangani masalah perceraian itu, ternyata mengenal Abimana. Mereka berdua adalah teman semasa SMA dan mereka masih sesekali bertemu di sela-sela kesibukan dalam pekerjaan mereka. Johan yang tahu siapa Alina, langsung menceritakan kepada Abimana tentang Alina yang mantap ingin bercerai dari Reno, suaminya. Abimana terkejut mendengar kabar kurang menyenangkan itu, karena sebenarnya Abimana ingin pernikahan Alina dan Reno tetap berlanjut. Ia tahu bahwa Alina sangat mencintai Reno. Tapi di sisi lain, ia juga merasa kasihan pada Alina yang diduakan oleh Reno. "Kamu yakin Han, kalau Alina bener-bener ingin bercerai?" tanya Abimana dari seberang sana. "Iya Bi, tapi aku menyuruhnya untuk mengumpulkan bukti-bukti dan alasan kuat untuk mempercepat perceraian mereka. Sebelum itu, aku minta sama adik ipar kamu, agar melakukan mediasi terlebih dahulu dengan adik kamu." Johan menjelaskan segalanya pada teman baiknya tentang Alina. "Bagus Han, makasih udah ngasih