Share

Bab 8. Kemarahan Alina!

"Nanti kamu harus buatin aku pancake keju cokelat!"

Alina menatap kakak iparnya dengan kedua alis yang terangkat dan kening yang berkerut. Ya, Alina bingung. Pasalnya ia tahu, bahwa kakak iparnya ini tidak terlalu menyukai makanan yang manis-manis.

"Lho? Kenapa ngeliatin Abang kayak gitu, Al? Ada yang salah ya?" tanya Abimana pada adik iparnya itu, lantaran ia dapat melihat kebingungan di raut wajah Alina.

"Aneh aja. Kenapa Abang minta dibuatin makanan yang manis-manis? Abang kan nggak suka yang manis-manis," tutur Alina sambil mengambil air minum yang ada di atas meja dapur.

Kali ini giliran Abimana yang memuji Alina yang pandai membuat cake. "Kalau kamu yang buatnya, Abang pasti suka. Soalnya, cake buatan kamu kan enak."

"Ya udah, nanti Alina buatin ya, Bang. Ngomong-ngomong makasih lho, nasi gorengnya. Pasti, yang nanti jadi istri Abang, akan merasa sangat beruntung."

"Kenapa?" tanya Abimana sambil memperhatikan raut wajah Alina yang sudah tampak lebih baik dari sebelumnya. Jujur dalam hatinya, Alina merasa lega.

"Karena Abang baik, Abang pekerja keras. Abang pinter masak, Abang juga bisa ngerjain kerjaan rumah. Pokonya, the best deh, Bang." Alina memberikan dua jempol untuk kakak iparnya dan memberikan senyuman hangat kepadanya.

'Semua itu percuma Lin. Kalau bukan kamu yang jadi istri Abang. Astaghfirullah! Mikir apa, kamu ini Abi? Nggak mungkin!' kata Abimana dalam hatinya. Ia mulai membayangkan hal yang tidak-tidak tentang adik iparnya. Hal yang tidak sepantasnya ia pikirkan dan ia rasakan.

Abimana meninggalkan adik iparnya sendiri di dapur, tanpa merespon perkataan Alina barusan padanya. "Lho? Bang Abi! Ini nasgornya belum abis!" ujar Alina yang memanggil nama kakak iparnya itu, tapi Abimana tetap berjalan pergi menuju ke kamarnya. Alina bingung, ia menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal, merasa heran dengan sikap Abimana yang aneh.

"Apa dia udah kenyang ya?" Pikir Alina. Ia pun memutuskan untuk menghabiskan nasi gorengnya seorang diri di sana.

Sementara itu, Abimana yang baru saja sampai ke kamarnya. Langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil mengusap wajahnya kasar. Raut wajahnya seperti orang linglung.

"Enggak, Abi. Kamu nggak boleh memiliki perasaan ini sama adik ipar kamu sendiri. Nggak bisa." Abimana menggeleng-gelengkan kepalanya, ia terus berusaha menampik perasaan yang muncul dan semakin besar di dalam hatinya untuk Alina.

Tiba-tiba saja, terpikirkan salah satu cara agar ia bisa melupakan perasaannya terhadap Alina. Abimana melihat ponselnya dan melihat sesuatu di sana.

***

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Alina sudah bangun dan melaksanakan salat subuh seperti biasanya. Usai shalat subuh, Alina memakai pakaian formalnya dan bersiap untuk pergi kerja. Namun, sebelum berangkat bekerja, Alina tetap menyempatkan dirinya membuatkan sarapan untuk semua orang yang ada di rumah itu. Meskipun, saat ini hatinya masih kesal karena perbuatan Reno semalam. Reno yang meninggalkannya demi Lily.

Saat ia akan membuatkan sarapan pagi, Alina melihat ibu mertuanya sedang berada di dapur dan mengaduk-aduk gelas berisi minuman berwarna hijau. Alina, sepertinya tidak kaget lagi dengan minuman berwarna hijau itu.

"Eh, kamu udah bangun, Lin?" sambut Weni pada Alina sambil tersenyum. Berbeda sikapnya dengan semalam. Alina sampai terheran-heran melihatnya.

Merasa kalau pertanyaan ibu mertuanya salah, Alina pun mendekatinya, lalu berbicara kepada wanita paruh baya itu. "Tumben, Mama bangunnya pagi."

Weni langsung melirik tajam ke arah Alina, ia mendengus menahan kesal pada menantunya itu. "Mama sengaja bangun pagi, buat kamu."

"Buatin jamu kayak biasanya, Ma?" tebak Alina sambil melihat ke arah gelas yang berisi minuman hijau itu. Weni menganggukkan kepalanya.

Ia sudah tahu, kalau hampir setiap pagi, Weni selalu meminta Alina untuk meminum jamu buatannya. Jamu, yang katanya bisa mempercepat kehamilan, alias menyuburkan rahim.

"Alina, berterima kasih atas perhatian Mama. Tapi, kayaknya mulai sekarang mama nggak usah buatin Alina jamu lagi," ucap Alina dengan sopan pada ibu mertuanya.

"Kamu harus tetap minum! Walaupun kamu sudah divonis mandul oleh dokter, tapi nggak ada salahnya kita berusaha, kan?" kata Weni memaksa, ia bahkan menyodorkan gelas berisi minuman itu pada Alina.

Mau tak mau, Alina meminumnya. Daripada dia menolak dan ujung-ujungnya malah kembali berdebat dengan ibu mertuanya. Alina meneguk minuman berwarna hijau itu, sampai tandas. Di sisi lain, Weni tersenyum aneh setelah melihat minuman berwarna hijau itu, tandas dihabiskan Alina.

"Biar Mama yang buat sarapan pagi ini."

"Kenapa? Biasanya juga aku, kan?" tanya Alina heran. Tidak biasanya Ibu mertuanya mau bangun pagi-pagi, bahkan sampai mau membuatkan sarapan juga.

"Mama mau buatin sarapan spesial buat mantu dan calon cucu pertama, mama dengan tangan mama sendiri." Weni tersenyum senang saat mengatakannya pada Alina.

"Ya udah, Ma." Alina kembali melipat bibirnya, saat ia merasakan perhatian ibu mertuanya pada adik madunya itu. Tapi, Alina berusaha untuk tidak iri pada Lily.

"Tolong, kamu bangunin Reno sama Lily ya, Lin!" titah Weni pada menantu pertamanya itu. Alina hanya merespon dengan anggukan kepala, lalu dia melangkah pergi menuju ke kamar Lily.

Kamar yang ditempati oleh Lily, adalah kamar paling luas di rumah itu. Kamar yang dulunya ditempati oleh Alina dan Reno, kini menjadi kamar Lily dan Reno.

Baru saja sampai di depan pintu kamar dan hendak mengetuk pintunya, tangan Alina tertahan di udara, saat tanpa sengaja ia mendengar perbincangan suami dan madunya.

"Mas, aku takut ...," lirih Lily sambil mengusap dada bidang suaminya yang telanjang itu. Keduanya masih bergelut di dalam selimut dan Alina tau, pasti semalam mereka bercinta.

"Takut apa, Sayang?"

"Aku takut, Alina tahu ... kalau sebenarnya usia kandunganku bukan 2 bulan, tapi 4 bulan," cicit Lily sambil menggigit bibirnya sendiri.

Jantung Alina kontan saja berhenti sesaat, ketika mendengar pengakuan dari bibir Lily mengenai usia kandungannya. Kedua matanya tak berkedip dan mulutnya menganga, saking kagetnya dengan fakta ini.

"Ya, jangan sampai Alina tahu dan kita harus jaga baik-baik rahasia ini. Kalau Alina sampai tau, dia pasti sedih dan marah, Ly."

"Nggak, kamu salah, Mas. Aku nggak sedih dan aku nggak marah sama kamu. SAMA KEBEJATAN KALIAN!" teriak Alina murka.

Sontak saja Reno dan Lily langsung tercengang mendengar suara Alina dan keberadaan wanita itu di dalam kamar mereka. Baik, Reno maupun Lily, keduanya beranjak duduk di tempat tidur.

"Jadi ... kalian sudah berselingkuh, sebelum mama memintaku untuk menyetujui pernikahan kalian?" ucap Alina dengan suara yang dingin dan sorot mata tajam. Tangannya menunjuk pada Lily dengan marah.

"Lalu, kalian berbohong sama aku. Kalian bersikap seolah-olah, kalau kalian baru dekat setelah menikah?"

Kedua mata Alina berkaca-kaca, menyiratkan kekecewaan mendalam, akan fakta yang baru saja diketahuinya. Suaminya dan madunya, sudah memiliki hubungan, sebelum mereka menikah. Dada Alina terasa sesak.

"Al, dengerin dulu penjelasan, Mas, ya?"

"Dengerin apa? Kalau anak kamu dan wanita itu, hadir sebelum ikatan pernikahan? Perlu ku sebut dengan jelas ... ANAK HARAM?"

"ALINA!" bentak Reno yang lalu memberikan tamparan pada istri pertamanya itu.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Noncy Y TR Bell
emang jelas ank haram hasil perzinahan
goodnovel comment avatar
Raraa
anak haram lah! wong anak hasil zina kok
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
emang anak haram ,yakkn masih mau bertahan dgn laki dan lacur itu ,ntar nyungsep pasangan zina itu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status