Beberapa menit sebelumnya, Reno mengunjungi butik Tira dan rumah Tira untuk mencari istrinya. Namun, ternyata, baik Tira maupun Alina tidak ada di sana. Padahal, ia hanya tahu kalau Alina dekat dengan Tira, ia tak tahu Alina berteman dengan siapa lagi di sini. Istrinya itu pendiam dan jarang bergaul, sirkel pertemanannya juga sedikit. Lily dan Tira adalah teman dekatnya, hanya itu yang Reno tahu."Kemana sih kamu Al? Ditelpon gak aktif juga," desis Reno sambil mengacak-acak rambutnya ke belakang dengan kasar. Ia mengkhawatirkan Alina, bagaimana kondisi wanita itu dan apa yang sedang ia lakukan.Reno juga bingung, ia harus menghubungi siapa lagi. Ia tak tahu, kalau Alina mungkin punya teman lain.Suara petir yang menggelegar, terdengar berkali-kali bergemuruh di langit yang berwarna kelam tanpa bintang itu. Menandakan bahwa sebentar lagi akan segera turun hujan. Reno melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ia semakin mengkhawatirkan Alina. Meskipun ia selal
[Ly, maaf. Mas nggak bisa pulang. Mas kejebak hujan sama Alina. Mas terpaksa menginap di hotel yang berada di dekat sini. Maaf ya kamu harus tidur sendiri. Tapi kalau kamu kesepian, kamu tidur aja sama mama ya, sayang]Itulah pesan yang dikirimkan oleh kepada istri keduanya. Hal yang membuat Lily sangat kecewa berat, karena ia tidak ditemani oleh Reno malam ini. Suaminya itu pasti akan menghabiskan waktu bersama dengan Alina di hotel. Mungkin mereka tidak hanya tidur bersama, tapi melakukan hal yang lebih dari itu. Membayangkannya saja, hati Lily terasa sakit."Enggak! Kamu nggak boleh sama Alina, mas. Kamu nggak bisa kayak gini!" teriak Lily marah, setelah ia melempar ponsel mahalnya ke tembok dan akhirnya ponsel itu hancur lebur berserakan ke lantai.Lily jatuh terduduk di lantai, tangannya bersandar di atas sudut ranjang. Wanita itu terlihat marah, ia meremas seprai di atas ranjang dengan erat. Menahan tangisnya sekuat mungkin."Sialan kamu Ali
Melihat raut wajah Reno yang panik, bercampur bingung dan takut, membuat Alina tidak butuh jawaban dari pria itu. Karena ia tahu jawabannya. Sontak saja Alina tertawa getir melihat raut wajah suaminya yang tampak kacau itu. "Hahaha." Reno menatap Alina heran, karena wanita itu malah tertawa. Di saat suasana diantara mereka sedang serius. "Wajahnya santai aja kali, Mas. Tenang, Mas. Aku cuma bercanda. Ya kali ... Mas mau menceraikan istri tercinta, Mas, yang sedang hamil saat ini," cetus Alina sambil menepuk bahu suaminya. Kata-kata yang terlontar dari bibirnya, merupakan sindiran pedas. "Mulai saat ini, kamu akan melihat Alina yang berbeda, Mas. Bukan Alina yang dulu patuh padamu." Kata Alina dalam hatinya. Ia sudah bertekad untuk mengubah sikapnya pada Reno dan semua orang, agar ia tidak ditindas lagi. "Ini bukan saatnya bercanda, Al." "Oh ... jadi kamu pengennya aku serius? Saat aku menyuruh kamu menceraikan Lily?" tanya Alina lagi yang membuat Reno tersentak. "Al, Mas
Hati Lily terasa sakit ketika ia melihat adegan ciuman antara suaminya dan istri sahnya, membuat jantung Lily seakan berhenti berdetak dan dadanya mendadak terasa sesak. Kedua matanya mengembun, wajahnya menunjukkan gurat kekesalan dan kecemburuan melihat itu semua."Aku pikir kamu sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi sama istri sah kamu itu, mas. Tapi ternyata..." Lily membatin sambil memegang dadanya yang terasa sesak.Lily sakit, tidak terima dengan fakta kalau Reno juga mencintai istri pertamanya itu. Meskipun sudah ada dirinya di samping pria itu. Tapi ternyata tak cukup.Weni dan Abimana yang ada di sana, tak kalah terkejut melihat Reno mencium Alina. Ya, walaupun mereka tahu kalau Reno dan Alina adalah pasangan suami-istri. Tapi melihat seperti ini secara langsung, tentunya membuat mereka terkejut.Ada yang berdenyut di dalam hati Abimana saat melihat adegan sah suami-istri itu. Ia bahkan sampai memalingkan wajahnya ke samping. Sebab, ciuman yang dilakukan Reno pada Alina cu
"Reno, kenapa sih kamu nggak mau menceraikan dia? Apa sih kelebihan dia, sampai kamu masih mempertahankannya? Udah ada Lily, Ren. Lily yang berasal dari keluarga kaya, dia cantik, baik dan dia sedang mengandung anak kamu."Weni mencecar pernyataan putranya yang tidak akan menceraikan Alina. Menurutnya, Alina tidak pantas untuk dipertahankan lagi. Dia tidak memiliki kelebihan apa-apa, dibandingkan dengan Lily yang sudah lebih dari segalanya."Mama nggak habis pikir. Kenapa kamu masih mempertahankan dia? Sedangkan dia, bahkan nggak bisa ngasih keturunan buat kamu!" seru Weni sambil berdecak kesal dan sangat menyesalkan keputusan putranya untuk mempertahankan Alina."Ma ... Alina adalah wanita yang menemani aku dari nol. Mama ingat? Saat aku kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Alina yang membantu aku untuk bekerja di perusahaan dan dia selalu menemani aku, di saat aku susah. Bahkan dia juga selalu menjaga Mama, memberikan Mama apapun yang Mama inginkan, selama dia mampu memberikannya.
Johan, pengacara yang khusus menangani masalah perceraian itu, ternyata mengenal Abimana. Mereka berdua adalah teman semasa SMA dan mereka masih sesekali bertemu di sela-sela kesibukan dalam pekerjaan mereka. Johan yang tahu siapa Alina, langsung menceritakan kepada Abimana tentang Alina yang mantap ingin bercerai dari Reno, suaminya. Abimana terkejut mendengar kabar kurang menyenangkan itu, karena sebenarnya Abimana ingin pernikahan Alina dan Reno tetap berlanjut. Ia tahu bahwa Alina sangat mencintai Reno. Tapi di sisi lain, ia juga merasa kasihan pada Alina yang diduakan oleh Reno. "Kamu yakin Han, kalau Alina bener-bener ingin bercerai?" tanya Abimana dari seberang sana. "Iya Bi, tapi aku menyuruhnya untuk mengumpulkan bukti-bukti dan alasan kuat untuk mempercepat perceraian mereka. Sebelum itu, aku minta sama adik ipar kamu, agar melakukan mediasi terlebih dahulu dengan adik kamu." Johan menjelaskan segalanya pada teman baiknya tentang Alina. "Bagus Han, makasih udah ngasih
Weni dan Lily sampai menganga, karena mereka tidak menyangka jika Alina akan berbicara seperti itu. Alina yang pendiam dan selama ini selalu bersikap lembut, kini berani membalas ucapan orang yang menindasnya."Woah! Ngomong apa kamu barusan?" Weni menatap sinis pada Alina."Saya bilang, baju-baju ini memang tidak cocok untuk wanita yang berpendidikan, cantik, kaya dan sukanya maling suami orang. Baju disini terlalu mahal untuk wanita seperti itu," sindir Alina sambil tersenyum dengan santai dan menatap Lily penuh penekanan. Seolah kata itu memang ditujukan untuk Lily."Kurang ajar kamu! Beraninya kamu menghina menantu saya!" teriak Weni yang sontak saja membuat para karyawan dan beberapa pengunjung mendengar keributan itu. Serta memperhatikan mereka bertiga."Saya juga menantu Mama, tapi kenapa hanya dia yang disebut menantu?" Alina meninggikan suaranya, bahkan kedua matanya berkaca-kaca.Orang-orang di sana semakin penasaran melihat ke arah Alina, Weni dan Lily."Saya istri sah mas
"Cerai? Aku pasti akan melakukannya, nanti. Sebelum aku membalas perlakuan kalian padaku ... aku tidak akan kemana-mana," gumam Alina pelan dengan mata yang penuh tekad. Sebelum ia bercerai dari Reno, ada sebuah misi yang harus ia tuntaskan. Perasaan yang selama ini ada di hatinya dan harus ia luapkan. Sedangkan Tira, ia menatap temannya dengan penuh pertanyaan, karena ia tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Alina. Tapi yang jelas, Alina akan menunda perceraiannya terlebih dahulu. *** Perasaan Lily dan Weni masih saja buruk, bahkan setelah mereka berbelanja dan makan-makan di restoran mahal. Ketika mereka teringat dengan apa yang dilakukan Alina kepada mereka di toko pakaian Tira tadi. Sesampainya di rumah, Weni langsung menggerutu sambil mengata ngatai menantu pertamanya itu. Pembawa sial, si mandul, tidak tahu diri dan hal-hal yang biasa ia ucapkan pada Alina. Sementara Lily, ia hanya diam dan iya-iya saja mendengar perkataan ibu mertuanya. "Si mandul itu bener-bener ya
Suasana malam dan suasana taman yang mendukung acara dadakan Abimana untuk melamar Alina. Rasa tidak sabar ingin memiliki yang membuncah, membuat Abimana mengambil tindakan secepatnya untuk mengadakan lamaran dadakan ini.Dengan persiapan yang seadanya, Abimana membuat semuanya terasa sederhana, namun indah dipandang mata. Alina juga sangat menyukai suasana dan juga keindahan taman tersebut. Ia menyukai hal-hal yang sederhana, jadi apapun yang dilakukan oleh Abimana dan apapun yang direncanakan olehnya di sini, Alina akan selalu menyukainya.Setelah mengungkapkan isi hati dan keinginannya untuk menjadikan Alina istrinya, Abimana menunggu jawaban dari wanita itu sambil menatapnya dengan tatapan yang dalam."Aku tidak bisa menolak kamu, Mas." Alina akhirnya memberikan jawaban sambil tersenyum dan jawaban itu adalah jawaban yang diinginkan oleh Abimana selama ini."Ya, aku mau jadi istri kamu," sambungnya lagi yang seketika membuat Abimana tidak tahan lagi. Air mata bahagia perlahan-laha
Bugh!Tira berhasil menendang milik Rey yang masih terbungkus di dalam celananya. Rey meringis kesakitan dan dia membuka matanya perlahan-lahan."Aarggh ....""Udah sadar lo, bajingan!" sentak Tira seraya mendorong tubuh Rey dari atas tubuhnya. Selagi pemuda itu lengah dengan rasa sakitnya. Tira menatap nyalang pada Rey dan wajahnya memerah menunjukkan kemarahannya.Namun, Tira tidak menyadari saat ini bibirnya bengkak, di lehernya ada bekas merah dan pakaiannya sedikit berantakan."Keterlaluan lo!""A-apa yang gue lakuin?" gumam Rey sambil merasakan kepalanya yang berdenyut sakit, karena minuman haram yang ia tenggak.Tok, tok, tok!Terdengar suara ketukan kaca dari luar mobil itu dan mengagetkan Tira. Sedangkan Rey sedang sibuk memegani area selangkangannya yang sakit dan merasakan kepalanya yang berdenyut."Keluar kalian! Atau kami pecahkan kaca mobil ini dan lapor polisi!" seru seorang pria dari luar sana mengancam."Waduh! Emangnya kenapa harus lapor polisi segala? Gue kan nggak
Entah kesialan apa yang menimpa Tira, hingga ia harus bertemu dan menolong Rey yang hampir di keroyok di depan tempat hiburan malam. Pemuda itu terlihat mabuk, ya setengah sadarkan diri. Entah apa yang dilakukannya sehingga ia bermasalah dengan beberapa anak nakal di sana. Jika bukan karena Tira yang mengenal salah satu anak nakal itu dan mengenal petugas keamanan di sana, mungkin Rey sudah habis ditangan mereka."Hey! Bangun nggak lo dan bilang di mana alamat rumah lo. Atau gue lempar lo ke jembatan," ujar Tira pada pemuda yang saat ini berada di sampingnya dalam keadaan tak sadarkan diri."Sialan! Gua nyesel udah nolongin lo, tahu nggak?" gerutu Tira sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Ia bingung harus mengantarkan Rey kemana, karena tak tahu menahu tentang dirinya."Apa gua telpon Alina aja ya? Dia mungkin tahu dimana alamat si bocah tengil ini," pikir Tira. Ia menebak, Alina mungkin tahu di mana rumah Rey.Tira pun menepikan mobilnya di pinggir jalan, tak jauh dari sebuah jemba
Melihat istrinya akan mengamuk, Reno bergegas membujuk Lily dan membawanya pergi dari sana. Walaupun tidak mudah membujuknya, tapi Reno berhasil membawa Lily pergi.Di sepanjang perjalanan pulang, Reno terlihat tak begitu fokus pada Lily yang mengomel. Ucapan Lily masuk ke telinga kanannya, tapi keluar dari telinga kirinya.Reno malah memikirkan pertemuannya dengan Alina. Pesona mantan istrinya itu tidak bisa ia abaikan begitu saja. Bahkan sekarang ia merasa kalau Alina jauh lebih dari cantik dari Salsa dan Lily.Wajah Alina terbayang-bayang di benaknya, bahkan aroma tubuh wanita itu juga seolah masih terhirup oleh hidungnya. "Alina ... kenapa dia semakin cantik saja? Kenapa dulu dia tidak terlihat seperti itu?""Tapi ngomong-ngomong, kenapa dia ada disini dan berpakaian seperti itu? Apa dia bertemu dengan seseorang? Apa dia sudah punya kekasih baru?""Ah ... tidak mungkin. Aku yakin Alina masih belum bisa lupain aku. Mana mungkin dia berpaling dari aku semudah itu."Pria itu terus sa
"Mas Reno?"Alangkah terkejutnya Alina, melihat Reno baru saja keluar dari toilet pria yang bersebrangan dengan toilet wanita. Reno berjalan menghampirinya dan tersenyum ramah. Seolah mereka masih berhubungan baik. Padahal Alina sudah menekankan kepadanya sebelumnya, kalau Reno tidak boleh menyapa ataupun bersikap mengenalnya.Reno menatapnya dengan kagum, dari atas sampai ke bawah. Alina terlihat sangat cantik di matanya dan ia terpesona. Dari dulu, Reno juga tahu kalau Alina memang cantik. Tapi setelah bercerai, Alina makin cantik."Apa kabar Al? Kamu ngapain di sini?" tanya Reno dengan senyuman dibibirnya yang membuat Alina malas menanggapi.Alina berdecak, kemudian melangkah pergi mengabaikan Reno. Akan tetapi, Reno tidak membiarkan Alina pergi begitu saja dan menarik tangannya."Alina!"Tubuh wanita itu kehilangan keseimbangannya, kemudian tanpa sengaja jatuh ke dalam pelukan Reno. Saat Alina akan melepaskan diri dari Reno, pria itu malah dengan sengaja memeluk dirinya dan tidak
Benar dugaan Abimana, ini adalah green light dari keluarganya. Alina disambut baik oleh paman, ayah dan juga kakak pertamanya. Ya, wanita yang berada di sana adalah kakak pertama Abimana yang bernama Riana."Saya dan Galih sudah mencari kamu. Saat itu saya belum sempat mengucapkan terimakasih sama kamu, Nak Alina." Pria paruh baya itu tersenyum ramah dan bicara dengan hangat pada Alina. Walaupun wajahnya terlihat tegas dan galak, tapi sebenarnya Wirya memilki hati yang baik dan lembut."Saya ikhlas menolong Bapak. Saya senang bisa kembali bertemu' dengan bapak. Dan sepertinya bapak sudah baik-baik saja.""Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat. Saya sudah baik-baik saja," ucap Wirya dengan senyuman hangatnya pada Alina. Ia menunjukkan ketertarikannya pada wanita yang diperkenalkan sebagai kekasih putranya itu."Kamu nggak salah pilih calon istri, Bi. Alina sangat cantik dan baik. Dia juga yang sudah menolong Papa," kata Riana yang juga memuji Alina dan memberikan dukungan pada Abimana
Abimana datang menjemput Alina, tepat pukul 19.15. Laki-laki itu terlihat tampan dengan kemeja berwarna merah maroon yang ia kenakan dan celana jeans berwarna hitam. Entah kebetulan atau direncanakan, tapi warna pakaian Abimana sangat serasi dengan warna pakaian yang dikenakan Alina saat ini. Hingga mereka terlihat seperti couple."Ini tandanya udah jodoh sih. Baju aja warnanya samaan gini," goda Tira pada kedua orang itu.Alina dan Abimana saling melihat satu sama lain, memperhatikan warna pakaian mereka berdua. Kemudian Alina tersipu malu saat menyadari, warna pakaian mereka sama. Sedangkan Abimana, pemuda itu tersenyum lembut dan terlihat bahagia."Iya dong, kita memang jodoh. Cuma waktunya agak telat aja," sahut Abimana yang membuat pipi Alina semakin merona. Setiap kata-kata dari pemuda itu selalu berhasil membuat hati Alina berbunga-bunga."Ciye ciye ... huhuy. Cepetan halalin ya, biar lebih mantap," ucap Tira yang sekaligus mendoakannya kebahagiaan Alina dan Abimana."Aamiin.
Akhirnya waktu yang telah dijanjikan pun tiba, tapi Alina masih terlihat belum siap-siap. Bahkan ia terlihat bingung dan malah bengong di dalam kamarnya sambil melihat-lihat pakaian di dalam lemarinya berulang kali."Al! Ngapain bengong gitu?" Suara Tira dari ambang pintu itu mengagetkan Alina, sekaligus membawa Alina kembali ke dalam kesadarannya.Wanita itu menoleh ke arah Tira yang sedang berjalan menghampirinya. Tatapan Tira bertanya-tanya padanya. "Tira?""Hey, bukannya si bang Abi mau jemput lo jam 7? Ini udah mau jam 7 loh. Kenapa lo belum siap? Lo masih pake baju yang tadi?" kata Tira sambil melihat Alina dari atas sampai ke bawah. Sahabatnya itu masih memakai pakaian rumah seperti tadi."Hah? Udah mau jam tujuh?" Alina panik usai mendengar Tira memberitahunya kalau ini sudah mau jam 7 malam."Ya ampun ... dari tadi lo ngapain aja Al? Lo di kamar hampir 3 jam. Gue kira lo lagi siap-siap dandan cantik, mandi atau gimana. Eh tahunya lo malah bengong. Estoge, gue gak habis pikir
Reno berusaha untuk fokus pada pekerjaannya, walaupun saat ini ada Lily bersamanya. Ia berusaha untuk tetap tenang, supaya tidak menimbulkan kecurigaan Lily setelah pertengkaran mereka tadi pagi. Tidak ada obrolan yang hangat diantara mereka, yang ada saling curiga dan saling mengawasi."Sepertinya aku tidak bisa ketemu Salsa hari ini."Pria itu menghela napas gusar, ia melihat istrinya yang sedang duduk di sofa sambil memakan camilan. Tapi pikirannya mengarah pada Salsa.***Siang itu, Abimana pergi dari kantornya untuk makan siang bersama dengan Alina dan melihat kerja kelompok kekasihnya itu. Tepat saat Abimana pergi, pimpinan perusahaan dan Bella mencarinya. Akhirnya mereka pun tidak bertemu.Di sebuah rumah makan lesehan, Alina dan empat anggota kelompoknya akan makan siang sambil kerja kelompok di sana. Kebetulan, salah satu teman kelompok Alina adalah pemilik rumah makan lesehan itu. Suasana rumah makan itu terlihat asri, dengan udara yang sejuk dan pemandangan indah."Wow ...