Weni dan Lily sampai menganga, karena mereka tidak menyangka jika Alina akan berbicara seperti itu. Alina yang pendiam dan selama ini selalu bersikap lembut, kini berani membalas ucapan orang yang menindasnya."Woah! Ngomong apa kamu barusan?" Weni menatap sinis pada Alina."Saya bilang, baju-baju ini memang tidak cocok untuk wanita yang berpendidikan, cantik, kaya dan sukanya maling suami orang. Baju disini terlalu mahal untuk wanita seperti itu," sindir Alina sambil tersenyum dengan santai dan menatap Lily penuh penekanan. Seolah kata itu memang ditujukan untuk Lily."Kurang ajar kamu! Beraninya kamu menghina menantu saya!" teriak Weni yang sontak saja membuat para karyawan dan beberapa pengunjung mendengar keributan itu. Serta memperhatikan mereka bertiga."Saya juga menantu Mama, tapi kenapa hanya dia yang disebut menantu?" Alina meninggikan suaranya, bahkan kedua matanya berkaca-kaca.Orang-orang di sana semakin penasaran melihat ke arah Alina, Weni dan Lily."Saya istri sah mas
"Cerai? Aku pasti akan melakukannya, nanti. Sebelum aku membalas perlakuan kalian padaku ... aku tidak akan kemana-mana," gumam Alina pelan dengan mata yang penuh tekad. Sebelum ia bercerai dari Reno, ada sebuah misi yang harus ia tuntaskan. Perasaan yang selama ini ada di hatinya dan harus ia luapkan. Sedangkan Tira, ia menatap temannya dengan penuh pertanyaan, karena ia tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Alina. Tapi yang jelas, Alina akan menunda perceraiannya terlebih dahulu. *** Perasaan Lily dan Weni masih saja buruk, bahkan setelah mereka berbelanja dan makan-makan di restoran mahal. Ketika mereka teringat dengan apa yang dilakukan Alina kepada mereka di toko pakaian Tira tadi. Sesampainya di rumah, Weni langsung menggerutu sambil mengata ngatai menantu pertamanya itu. Pembawa sial, si mandul, tidak tahu diri dan hal-hal yang biasa ia ucapkan pada Alina. Sementara Lily, ia hanya diam dan iya-iya saja mendengar perkataan ibu mertuanya. "Si mandul itu bener-bener ya
Lily memulai kembali aktingnya, ia menangis di depan semua orang agar ia tidak perlu meminta maaf pada Alina. "Mas, aku nggak salah. Aku nggak bisa minta maaf sama Alina," ucap Lily memelas."Disini jelas-jelas kamu bersalah, Li." Reno berbicara dengan lembut pada istri keduanya. Tidak sampai membentak, seperti caranya menegur Alina. Sungguh, sikapnya sangat berbeda.Alina mengepalkan tangan, menahan rasa emosi di dalam dirinya, karena melihat sikap Reno pada Lily yang selalu lembut, meskipun Lily berbuat kesalahan. Sangat berbeda sekali, dengan cara Reno bersikap kepadanya. Bahkan tak jarang, Reno membentak Alina atas kesalahan kecil yang ia lakukan."Minta maaf sama kakak madumu, ya Li? Mas mau lihat kedua istri Mas, pada akur."Alis Alina terangkat ke atas, mulutnya refleks menganga dan ia langsung menutup mulut dengan satu tangan sambil menahan rasa mual yang datang, ketika Reno mengatakan hal yang menurutnya sangat menjijikan."Huwek! Akur katanya? Sama maduku? Amit-amit." Kata A
Berat bagi Abimana untuk meninggalkan rumah ini, padahal yang sebenarnya, ia sangat berat meninggalkan Alina bersama Reno, Lily dan Weni di sana. Ia takut kalau Alina akan disakiti oleh mereka bertiga. Meskipun ia tahu dari Johan, kalau Alina menunda proses perceraiannya."Abang pergi ya, Al. Kalau ada apa-apa, kamu bisa telpon Abang. Kamu menganggap sebagai Abang kamu sendiri?" ucap Abimana dengan senyum yang dipaksakan. Lidahnya sulit mengucapkan ini, tapi ia ingin membuat Alina tidak menyadari perasaannya yang terpendam.Wanita berambut panjang itu tersenyum manis, lalu ia berkata pada Abimana. "Iya Bang! Alina kan nggak punya Abang, jadi tentu saja, Bang Abi itu Abang aku."Melihat senyuman Alina, Abimana menyimpan senyuman manis itu di dalam ingatannya. Semoga saja, perasaannya akan menghilang setelah ia pergi jauh dari sini."Reno!" ujar Abimana memanggilku adiknya yang baru saja keluar dari rumah bersama dengan Lily dan Weni."Iya Bang? Mau berangkat sekarang?" kata Reno pada k
Sulit bagi Reno untuk membagi keadilan pada kedua istrinya dan ibunya. Dia ingin mempertahankan Alina dan dia harus bersikap tegas pada ibunya yang selalu memulai pertengkaran lebih dulu.Perdebatan pagi itu pun dimenangkan oleh Alina dengan permintaan maaf dari Weni dan Lily. Setelahnya, Alina dan Reno berangkat bekerja bersama. Reno akan mengantar Alina ke toko pakaian dan setelahnya, Reno akan pergi ke kantornya."Sayang.""Iya Mas? Ada apa?""Rok kamu apa nggak kependekan?" tanya Reno seraya melihat ke arah Alina yang memakai rok di atas lutut sedikit."Ini kan pakaian kerja aku, Mas. Aku biasa pakai ini dan dalamnya pakai stoking juga," jelas Alina pada suaminya itu. Baginya, penampilannya ini tidak ada yang salah.Reno tidak terima dengan penjelasan dari Alina, bahkan ia menunjukkan secara terang-terangan perasaan tidak nyamannya, saat melihat istrinya berpakaian dan berdandan seperti itu."Yang lain juga berpakaian seperti ini, Mas.""Untuk hari ini, kamu boleh pakai pakaian da
Tanpa sepengetahuan Reno, Lily selalu diam-diam bertemu dengan seorang pria. Pria itu terlihat sangat mencintainya dan rela melakukan apapun untuknya, meskipun cintanya tidak mendapatkan balasan apa-apa. Selain tubuh Lily, tapi tidak dengan hatinya. Sebab, hati Lily hanya untuk Reno."Kamu mau aku bunuh dia?" tanya pria itu kepada Lily. Wanita itu langsung menjawabnya dengan anggukan kepala."Iya, aku mau kamu bunuh dia. Aku benci sama dia, Ton!"Niat Lily sudah kuat dan tekadnya sudah bulat, ia ingin menghabisi Alina. Wanita yang selama ini menghalangi jalannya untuk bersama dengan Reno."Bukannya aku tidak bisa membunuhnya. Hanya saja, aku merasa kita tidak perlu sampai membunuh Alina," kata pria itu pada Lily."Kenapa? Dia udah nyakitin hati aku, dia nindas aku. Kenapa kita nggak bisa bunuh dia? Jangan bilang ... kamu takut ya?" tanya Lily sambil menatap pria itu dengan tajam."Kenapa harus takut sama cewek lemah kayak dia? Aku tuh cuma nggak mau, kamu ngambil keputusan gegabah. Ka
Syukuran empat bulanan? Reno merasa kalau ide Alina sangat bagus, ia juga memuji pemikiran Alina yang peduli pada Lily dan calon anak mereka."Syukuran empat bulanan,Al?"Alina menganggukkan kepalanya. "Iya Mas. Sekarang kan kandungan Lily udah 4 bulan. Baiknya, kita ngadain syukuran di rumah buat dia.""Sayang ... niat kamu baik, ide kamu juga sangat bagus. Tapi gimana tanggapan orang-orang nanti tentang ini? Mereka akan beranggapan kalau Lily udah hamil empat bulan? Dan nggak banyak orang yang tahu, kalau Lily adalah istri kedua aku, Al."Wanita itu langsung berdecak, menahan kesalnya dalam hati. Niatnya untuk menjebak Reno, Lily dan Weni dalam acara empat bulanan, terpaksa harus gagal, sebab Reno tidak sebodoh itu. Ya, dia tidak cukup bodoh, bahkan mungkin dia sangat pintar, karena bisa berselingkuh dari Alina sebelum pria itu menikah dengan selingkuhannya."Iya juga ya. Tapi kasihan Lily loh, Mas. Kasihan bayinya juga, kalau nggak diadakan acara empat bulanan. Apa lagi Lily sedang
"Tadi pagi kamu udah ribut sama Lily. Aku mau kalian maaf-maafan," ucap Reno lembut pada Alina.Alina menghela napas panjang, ia sepertinya enggan meminta maaf. Tapi dia terpaksa melakukan itu, agar Reno tidak bicara macam-macam padanya lagi atau kepalanya akan kembali pusing."Li, aku minta maaf ya." Wanita itu meminta maaf, lalu ia menarik Lily ke dalam pelukannya. Seolah menunjukkan di depan Reno, kalau dia benar-benar tulus meminta maaf pada wanita itu."Jangan marah lagi ya, Li. Kalau lagi marah, jangan kemana-mana. Di rumah aja ... kasihan mama sama mas Reno. Kasihan bayi kamu juga. Kamu harus banyak istirahat," tutur Alina seraya mengelus punggung Lily.Lily tampak kesal mendengar ucapan Alina dan dia sudah menduga kalau Alina hanya pura-pura baik padanya."Nggak usah banyak bacot kamu, Na!" desis Lily pelan, di telinga Alina."Udah, kamu diem aja Li. Kamu mau mas Reno marah sama kita, gara-gara kita berantem?" tanya Alina yang memang ada benarnya juga."Ini semua gara-gara kam