Suatu malam bersama sang miliarder adalah awal dari titik kehancuran Arabel. Maxime mengajak Arabel ke club malam hingga kesucian Arabel direnggut olehnya. Arabel hanya dijadikan pemuas nafsunya saja, di saat Maxime tengah mencintai adik Arabel bernama Maura. Pernikahan kontrak yang dipilihnya, dengan perjanjian yang tertulis. Bukan kebahagiaan yang bisa didapatkan oleh gadis lugu itu, melainkan pengkhianatan yang diberikan Maxime padanya. Hingga bayi laki-laki yang dilahirkan Arabel diambil alih oleh keluarga Maxime, mereka mengambil bayi tersebut dan membuang Arabel dengan sangat kejam. Namun, akan ada pembalasan dibalik kesakitan yang Arabel rasakan. Akankah Arabel memperjuangkan hak anaknya kelak? Dan apa pembalasan Arabel untuk keluarga Maxime?
View MoreKeesokan paginya, sebelum matahari terbit. Arabel terbangun lebih dulu dibandingkan Maxime yang masih tidur nyenyak. Wanita itu merasa ada yang aneh dari dirinya. Arabel perlahan mulai sadar saat selimut yang menutupi setengah tubuhnya terbuka. Dia melihat pakaian yang dikenakan sudah berantakan.
"Astaga! Apa yang terjadi padaku?" ucap Arabel keras. Hal itu membangunkan Maxime yang masih pulas. "Maxime, apa yang terjadi? Kenapa...?" Maxime ikut terkejut. Lelaki itu sudah sedikit terbuka. Kancing kemejanya tidak terpasang lagi. "Apa yang sudah kita lakukan, Arabel?" lanjut Maxime yang memutar pertanyaan Arabel. Seprei ranjang sudah berantakan, beberapa pakaian mereka tergeletak berserakan di sana. Ada noda darah di atas sprei berwarna putih dan membuat Arabel teriak. "Maxime, ini tidak mungkin terjadi!" teriakan. Maxime meletakkan tangannya di kepala dan terdiam tanpa kata. Pandangannya lurus ke depan, matanya seperti penuh penyesalan. Dia berpikir, mengapa melakukan semua ini kepada Arabel yang notabenenya gadis polos dan baik. *** Arabel mengalami sakit kepala dua minggu kemudian. Dia tidak keluar dari rumah selama itu juga. Maxime memberi tahu karyawannya bahwa Arabel sedang sakit dan tidak bekerja. Arabel bertemu dengan Maxime untuk urusan kantor yang mungkin mendesak. Setiap kali dia menatap Maxime, dia hanya diam.. "Hallo, aku mau ketemu sama kamu." Melalui panggilan telepon, Arabel bicara dengan Maxime. Gadis lugu itu mengajak Maxime untuk bertemu sore nanti di sebuah apartemen tempat tinggal Maxime, yang tidak jauh dari kantornya. Sambungan telepon terputus begitu saja. Maxime mengirimkan alamat apartemennya yang tidak banyak orang tahu. Arabel tiba disana tepat waktu. Dia langsung masuk ke kamar Maxime setelah lelaki itu memberikan akses untuk Arabel datang ke sana. "Hai Arabel, apa kabarmu? Sudah sembuh?" Maxime beranjak dari duduknya saat melihat Arabel tiba. "Aku tidak perlu banyak bicara, aku hanya ingin meluruskan semuanya," jawab Arabel, ketus. Arabel mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah benda pipih panjang dengan memberikannya kepada Maxime. "Tespek?" Maxime langsung tertawa. "Jangan main-main, apa yang saya lakukan kepada kamu sampai kamu membeli tespek? Untuk apa?" Dia bertanya lagi. "Kamu lupa apa yang sudah terjadi pada kita malam itu?" tanya Arabel dengan percaya diri. "Jangan berpura-pura lupa aku membutuhkan tanggung jawabmu." Maxime terpelongo. Kejadian dua Minggu lalu kembali teringat ketika dirinya dan Arabel tidur bersama. "Apa kamu sedang tidak baik-baik saja, Arabel? Apa yang terjadi pada dirimu?" tanya Maxime. Arabel meminta Maxime menunggu, karena Arabel hendak melakukan sesuatu di kamar mandi. Sekitar sepuluh menit berlalu, Arabel keluar kamar mandi. Dia membawa benda pipih panjang itu lagi dan menutupinya dengan telapak tangan. "Apa yang ingin kamu tunjukkan padaku, Arabel? Ada apa di tanganmu?" ucap Maxime. Arabel membuka telapak tangannya dan melihat perlahan-lahan. Begitu terkejutnya saat dua garis merah di tespek dilihat langsung oleh mata kepala Arabel. "Maxime, aku hamil...." Arabel langsung lemas. Maxime secepatnya menahan tubuh Arabel agar tidak terjatuh. "Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan saat tespek ini menunjukkan positif?" Maxime menggeleng pelan. Laki-laki itu seketika terdiam saat melihat asisten pribadinya hamil karenanya. "Aku harus datang ke hadapan orang tuamu dan meminta pertanggungjawaban. Ini anakmu, Maxime, ini darah dagingmu, ingat itu!" jelas Arabel. "Arabel, dengarkan aku baik-baik, aku minta kamu gugurkan kandunganmu!" Saya tidak ingin tahu bahwa kamu sedang hamil. Mau taruh di mana mukaku ?" Maxime berteriak dengan panik. "Pak Maxime! Ini adalah anak kamu! Kamu yang melakukan semuanya, kamu harus bertanggung jawab! Kalau Bapak tidak bertanggungjawab saya akan sebar masalah ini ke semua orang, biar yang lain tahu seorang pengusaha terhormat melakukan hal bodoh seperti ini!" ancam Arabel. Maxime menghela nafas panjang, ancaman Arabel membuatnya tak berkutik. Dua hari kemudian, Arabel nekat pergi ke rumah keluarga Maxime. Dia ingin membicarakan hasil tespeknya kepada orang tua Maxime, dan sudah menyiapkan jawaban atas pertanyaan yang diajukan nereka nanti. Papa Maxime bernama Frans, dan keluarga Maxime diberi nama Frans. keluarga yang paling dihormati dan kaya di wilayahnya. Identitas mereka tidak mudah, termasuk menemukan alamat rumahnya. Arabel dengan susah payah mendapatkan informasi dari rekan kerjanya di kantor. Ketika Maxime mendengar suara bel rumah, dia tampak tertarik. Maxime bertanya. "Siapa yang datang ke rumah orang-orang pagi-pagi seperti ini?" Sedikit gugup. Maxime berjalan dari ruang tamu ke depan. Namun, di tengah jalan, dia dihadang oleh wanita paruh baya yang cantik dan mewah. Dia adalah istri Tuan Frans, Nyonya Siska. "Siapa yang tiba di rumah kami pagi-pagi ini?" Apakah kamu meminta tamu untuk datang?" Siska bertanya pada Maxime. "Tidak sama sekali. Aku akan mengarahkan tamu-tamu itu ke apartemen milikku, bukan di sini," ujar Maxime. Siska meminta agar dia sendiri yang membuka pintu. Pembantu rumah tangga sedang berada di dapur. Maxime kembali ke ruang tamu. Dia masih asyik memainkan game di ponselnya. Siska mengucapkan salam pagi dengan nada datar dan bertanya dengan siapa dia berbicara; seorang wanita yang mengaku Arabel menjawab. Wanita itu adalah Arabel. Dia sudah berdiri di depan pintu sejak hampir setengah jam yang lalu. "Langsung saja, apa tujuan kamu datang kemari? Ini bukan tempat melamar kerja dan tolong katakan langsung apa maumu?" Arabel menelan saliva. Dia melihat begitu arogannya Mama Maxime. "Saya mencari Maxime, Bu. Apa dia ada di rumah? Sekalian saya ingin bicara dengan Ibu." Siska melipat tangannya di dada dan berkata, "Panggil saya nyonya. Kamu tidak tahu siapa Nyonya Siska dan Tuan Frans?" Arabel mengangguk mengiyakan. "Baik nyonya." Maxime mendengar ada sedikit ribut-ribut di luar rumah. Dia langsung menghampiri dan merasa tidak asing dengan suara-suaranya. "Ada apa ini, Mama? Apa ada yang mencariku?" tanya Maxime. Begitu terkejutnya dia saat melihat Arabel ada dihadapan dengan wajah kusut. Tatapannya tajam menatap ke arah Maxime. "Arabel?" *** Maxime menceritakan kepada mamanya, jika Arabel adalah asisten pribadinya di kantor. Siska langsung mengizinkan Arabel masuk ke rumah, tetapi dengan jadwal kunjungan yang terbatas. Setelah satu jam kemudian, Arabel dipersilahkan untuk kembali pergi dari rumah itu dan kembali besok. "Saya ingin berbicara dengan semua anggota keluarga Bapak Maxime, termasuk Nyonya Siska dan Tuan Frans" ucap Arabel dengan wajah serius. Maxime meminta Siska melakukan apa yang diinginkan Arabel. Di ruang tamu, mereka duduk bersama. Arabel sangat takut ketika mereka sudah berkumpul. Dia tidak tahu bagaimana mengakui kehamilannya jika keluarga Frans tidak mengakui. "Sekarang, katakan apa yang ingin kamu sampaikan. Jangan sia-siakan waktu kami untuk membantu orang kecil sepertimu." Siska melirik Arabel dari atas ke bawah. Dia percaya bahwa Arabel adalah wanita yang miskin. "Aku memang wanita miskin yang datang mendadak ke rumah megah ini, karena permintaan Maxime, ada yang ingin aku tunjukkan," Arabel menarik napas panjang. Dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan memberikan di hadapan Siska. Benda pipih panjang yang diperlihatkan kepada Siska. "Apa ini?" Siska meraih itu. Dia menatap heran ke arah tespek garis dua yang diberikan oleh Arabel kepadanya sebagai bentuk pembicaraan.Arabel terisak. "Aku difitnah di kantor, Bu. Mereka mengatakan aku menggoda atasanku dan sekarang aku dipecat."Alice memeluk Arabel dengan erat. "Kita akan menemukan jalan keluar, sayang. Kita akan menghadapi ini bersama."Namun, di sisi lain, Maxime merasa puas dengan apa yang telah dia lakukan. Dia merasa bahwa dia telah berhasil memberi pelajaran kepada Arabel, tanpa menyadari bahwa tindakan ini hanya akan memperkeruh hubungan mereka dan memperburuk situasi bagi Prince. Dengan ketegangan yang terus meningkat, Arabel harus mencari cara untuk bangkit kembali dan melawan ketidakadilan yang dia alami. Di tengah semua kekacauan ini, hanya ketekunan dan keberanian yang akan membantunya melindungi masa depan Prince dan dirinya sendiri.Arabel merasa ada yang janggal dengan pemecatannya. Setelah beberapa minggu menyelidiki, dia menemukan bukti bahwa Maxime berada di balik fitnah tersebut. Meskipun hancur, Arabel tahu dia harus terus maju untuk Prince. Dia berhasil mendapatkan pekerjaan
Maxime mengangguk, menyadari bahwa dia harus berjuang lebih keras untuk melindungi keluarganya. Dengan dukungan Maura dan Siska, dia tahu bahwa mereka bisa menemukan cara yang lebih baik untuk mendukung Prince tanpa melibatkan uang kotor.Di sisi lain, Arabel merasa lega karena berhasil menolak uang Maxime lagi. Dia tahu bahwa ini adalah keputusan yang tepat demi masa depan Prince. Namun, dia juga tahu bahwa ancaman dari Maxime masih ada.Adrian datang untuk memberikan kabar terbaru. "Arabel, kita harus bergerak cepat. Maxime sedang dalam tekanan besar. Kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita."Arabel mengangguk. "Aku tahu. Kita harus berhati-hati dan memastikan setiap langkah kita tepat. Maxime tidak akan tinggal diam."Dengan tekad yang kuat, Arabel dan Adrian terus merencanakan langkah mereka berikutnya, sementara Maxime, Maura, dan Siska mencari cara untuk melindungi Prince dan menghadapi ancaman yang ada. Pertarungan mereka semakin sengit, dan hanya waktu yang akan menunj
Arabel menatap Maxime dengan mata yang penuh ketegasan. "Kalau begitu, berhenti melakukan hal-hal ilegal. Uang ini hanya akan membawa masalah bagi kita semua." Maxime terdiam, merenungkan kata-kata Arabel. Dia tahu bahwa hidupnya penuh dengan kejahatan dan intrik, tetapi melihat dampaknya pada anaknya membuatnya berpikir ulang. "Aku akan mempertimbangkan apa yang kau katakan, Arabel." Arabel berdiri, siap untuk pergi. "Pertimbangkan baik-baik, Maxime. Karena ini bukan hanya tentang kita, ini tentang masa depan Prince." Maxime melihat Arabel pergi dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa keputusan-keputusan yang dia buat ke depan akan menentukan nasib banyak orang, termasuk anaknya sendiri. Pertarungan besar antara mereka dan Arabel semakin dekat, tetapi di balik semua itu, ada seorang anak yang membutuhkan masa depan yang lebih baik. Maxime kembali ke rumah dengan pikiran yang berat. Dia harus menemukan cara untuk menyeimbangkan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dengan
Arabel tersenyum lebih lebar. "Baik. Kita akan memainkan permainan ini dengan hati-hati."Sementara itu Maura, mencoba mencari cara untuk mendapatkan lebih banyak informasi tanpa mengandalkan siapa pun. Dia tahu bahwa dia harus bertindak hati-hati, karena Maxime semakin curiga. Dia memutuskan untuk mencari bantuan dari luar lingkaran mereka, seseorang yang tidak terlibat dalam intrik ini.Dia menghubungi seorang mantan detektif swasta, Daniel, yang sekarang bekerja sebagai konsultan keamanan. Mereka bertemu di sebuah tempat rahasia untuk membahas rencananya."Daniel aku butuh bantuan Anda," kata Maura langsung. "Aku dalam situasi yang sangat rumit. Ada ancaman dari Arabel, dan Maxime semakin curiga. Aku perlu informasi lebih banyak tanpa menarik perhatian mereka."Daniel mendengarkan dengan serius. "Baik, Maura. Aku akan membantu sebaik mungkin. Kita harus bekerja dengan hati-hati dan memastikan tidak ada yang mengetahui kerjasama kita."Di sisi lain, Maxime terus meningkatkan pengawa
Maura menoleh kepada Maxime dengan ekspresi terkejut dan sedikit panik. "Maxime, aku sedang berbicara dengan Arabel tentang beberapa masalah pribadi."Arabel segera memanfaatkan kesempatan ini untuk memperjelas situasi. “Kami baru saja membahas beberapa hal yang penting. Sepertinya Anda datang di waktu yang kurang tepat.”Maxime tidak menunjukkan tanda-tanda memahami sepenuhnya percakapan mereka, tetapi dia dapat merasakan adanya ketegangan di udara. “Apa pun yang kalian bicarakan, aku tidak suka rahasia,” katanya dengan nada menuduh.Maura berusaha keras untuk tetap tenang. “Maxime, aku bisa menjelaskan ini. Ini adalah masalah yang berkaitan dengan Arabel dan timnya. Aku hanya mencoba untuk menyelesaikan beberapa hal.”Arabel, melihat kesempatan untuk menambah tekanan, berkata, “Mungkin ini saat yang tepat untuk mengungkapkan semuanya, Maura. Aku yakin Maxime akan tertarik untuk tahu mengapa kamu begitu tertekan.”Maxime menatap Arabel dengan tatapan tajam. “Apa yang kau bicarakan, A
Maura mengangguk, merencanakan langkah-langkah strategis untuk melindungi lokasi-lokasi penting dan memastikan tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh lawan mereka.Pada malam hari, tim Arabel berhasil menemukan lokasi yang tampaknya sangat mencurigakan—a sebuah bangunan tua yang terlupakan di pinggiran kota. Bangunan itu tampaknya tidak digunakan dan sangat terjaga. Mereka memutuskan untuk menyelidiki tempat itu dengan hati-hati.“Ini mungkin lokasi yang kita cari,” kata Arabel dengan suara berbisik. “Kita harus memeriksa setiap sudut dan memastikan tidak ada yang terlewat.”Mereka menyusup masuk ke dalam bangunan dengan hati-hati, menggunakan peralatan canggih untuk memastikan mereka tidak terdeteksi. Di dalam, mereka menemukan beberapa petunjuk penting: dokumen rahasia dan beberapa barang berharga yang tampaknya berhubungan dengan operasi Maxime dan Maura.Saat mereka memeriksa lebih lanjut, mereka menemukan sebuah ruang penyimpanan tersembunyi di balik dinding yang dipasang de
“Ada jalan keluar darurat di ruang bawah tanah. Kita harus bergerak cepat!” kata Rakha, menunjuk ke arah pintu rahasia yang tersembunyi.Mereka memutuskan untuk mengikuti instruksi tersebut dan melarikan diri melalui jalur darurat. Dengan kecepatan tinggi, mereka turun ke ruang bawah tanah, berusaha untuk tetap diam dan tidak menarik perhatian pria-pria bersenjata.Saat mereka tiba di ruang bawah tanah, Arabel merasa tercekik oleh ketegangan dan rasa sakit. Mereka bersembunyi di balik rak penyimpanan, berusaha mendengar apa yang sedang terjadi di atas.Tidak lama kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki dan obrolan dari pria-pria bersenjata. “Kami sudah memeriksa seluruh rumah. Tidak ada tanda-tanda mereka di sini,” salah satu dari mereka melaporkan.Salah satu pria lain menjawab, “Jika mereka tidak ada di sini, cari mereka di sekitar kawasan. Kami harus menemukan mereka sebelum mereka melarikan diri.”Arabel dan timnya tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal di ruang bawah tanah se
“Kita harus menemukan Prince,” kata Arabel dengan nada putus asa. “Maxime dan Maura telah menculiknya.”Adrian mencoba menenangkan Arabel. “Kita perlu merencanakan dengan hati-hati. Mereka tidak akan membiarkan kita menemukannya dengan mudah.”Mereka segera memulai pencarian untuk menemukan jejak Maxime dan Maura. Dengan bantuan dari jaringan mereka, mereka melacak lokasi-lokasi yang mungkin digunakan oleh Maxime dan Maura.Sementara itu, Maxime dan Maura merencanakan langkah berikutnya. Mereka tahu bahwa dengan menculik Prince, mereka memiliki kekuatan tawar yang besar. Mereka memutuskan untuk menghubungi Arabel dengan ancaman untuk menuntut sesuatu sebagai tebusan, sambil memastikan bahwa Prince berada di tempat yang sangat aman."Berikan kami semua bukti yang kalian miliki terhadap kami, atau Prince akan berada dalam bahaya," kata Maxime melalui pesan yang dikirimkan kepada Arabel.Arabel merasa tertekan dan berjuang untuk tetap tenang. “Kita harus bertindak cepat. Jika kita tidak
Setelah pertempuran sengit di pabrik, Maxime dan Maura kembali ke markas mereka dengan kekalahan yang membara di hati mereka. Kekalahan tersebut membuat mereka semakin bertekad untuk menghancurkan Arabel dan timnya. Mereka tahu bahwa mereka perlu merancang rencana yang lebih kejam dan licik untuk memastikan kemenangan."Arabel berhasil menyelamatkan Reza," kata Maxime dengan wajah penuh kebencian. "Kita tidak bisa membiarkan mereka terus lolos dari kita."Maura mengangguk setuju. "Kita harus memukul mereka di tempat yang paling sakit. Sesuatu yang akan menghancurkan mereka secara emosional dan mental."Maxime berpikir sejenak, kemudian sebuah senyum kejam muncul di wajahnya. "Prince," katanya dengan suara rendah. "Anak kita dengan Arabel. Kita akan menculiknya dan membuat Arabel menderita. Kita akan mencelakakan Prince untuk memancing Arabel ke dalam perangkap kita."Maura mengangkat alisnya. "Prince masih sangat kecil. Bagaimana kita bisa memastikan rencana ini berhasil?""Kita akan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments