Rakha adalah mantan anggota sindikat yang sekarang berusaha membongkar kejahatan mereka dari dalam. Dia pernah bekerja di bawah perintah Frans, kepala keluarga Frans yang kaya dan berkuasa, yang terlibat dalam berbagai kegiatan ilegal. Ketika Rakha mengetahui rencana Frans yang melibatkan ancaman terhadap Arabel dan anak-anaknya, dia merasa bersalah dan memutuskan untuk keluar dari sindikat tersebut.
Namun, keluar dari sindikat bukanlah perkara mudah. Rakha tahu terlalu banyak, dan nyawanya juga terancam. Oleh karena itu, dia bersembunyi dan mengumpulkan bukti sebanyak mungkin untuk dapat melawan sindikat tersebut. Ketika dia mengetahui tentang situasi Arabel, dia melihat kesempatan untuk menebus kesalahannya dengan membantunya. Rakha tidak hanya memiliki bukti yang dapat mengungkap sindikat, tetapi dia juga mengetahui banyak rahasia internal keluarga Frans. Keputusannya untuk membantu Arabel adalah upaya terakhirnya untuk menghancurkan sindikat dan membawa keadilan bagi mereka yang telah disakiti oleh Frans dan kroni-kroninya. Dengan bantuan Rakha, Arabel tidak hanya memiliki kesempatan untuk melindungi anak-anaknya, tetapi juga untuk melawan ancaman yang telah menghancurkan hidupnya. Namun, perjalanan ini penuh dengan bahaya dan tantangan yang membutuhkan keberanian dan ketekunan luar biasa. Arabel dan Rakha memutuskan untuk bertemu lagi malam itu di tempat yang lebih aman untuk merencanakan langkah selanjutnya. Rakha memberikan Arabel sebuah ponsel baru yang tidak dapat dilacak, agar komunikasi mereka tetap aman. Malam itu, Arabel kembali ke tempat perlindungan sementara bersama anak-anaknya. Dia memastikan mereka tertidur dengan tenang sebelum keluar untuk bertemu Rakha. Perasaan cemas dan takut masih menyelimutinya, tetapi tekadnya untuk melindungi anak-anaknya memberikan kekuatan yang tak tergoyahkan. Di sebuah gudang tua di pinggiran kota, Rakha sudah menunggu. Gudang itu sepi, jauh dari keramaian kota, dan terlihat aman untuk sementara waktu. Mereka duduk di meja kayu reyot dan mulai membahas rencana mereka. "Frans memiliki beberapa lokasi yang sering digunakan untuk transaksi ilegal," kata Rakha sambil menunjukkan peta kota. "Kita harus mendapatkan bukti lebih banyak dari tempat-tempat ini. Aku punya kontak yang bisa membantu kita menyusup ke dalam." Arabel mengangguk, mencoba memahami setiap detail. "Bagaimana kita bisa memastikan keselamatan anak-anak saya sementara kita melakukan ini?" Rakha menatap Arabel dengan serius. "Kita butuh bantuan dari luar. Aku kenal beberapa orang di kepolisian yang bisa kita percaya, tapi kita harus berhati-hati. Frans memiliki koneksi di mana-mana." Mereka memutuskan untuk memulai dengan mengamati salah satu lokasi yang sering digunakan Frans untuk pertemuan rahasia. Rakha mengatur pertemuan dengan salah satu kontaknya di kepolisian, seorang detektif bernama Reza, yang dikenal bersih dan berintegritas tinggi. Pertemuan dijadwalkan untuk keesokan harinya. Keesokan harinya, Arabel dan Rakha bertemu dengan Reza di sebuah kedai kopi yang tenang. Reza adalah pria paruh baya dengan wajah yang penuh dengan pengalaman dan ketegasan. Dia mendengarkan cerita mereka dengan seksama, lalu berkata, "Aku akan membantu kalian, tapi kita harus bergerak dengan sangat hati-hati. Jika Frans tahu kita mendekati dia, kita semua dalam bahaya besar." Reza memberikan beberapa instruksi penting dan alat untuk menyusup ke dalam lokasi yang dimaksud. Malam itu, Arabel dan Rakha, dengan bantuan Reza, berhasil masuk ke salah satu gudang Frans. Mereka menemukan beberapa dokumen penting dan merekam percakapan yang melibatkan beberapa anggota sindikat. Bukti tersebut mulai menguatkan kasus mereka. Namun, ketika mereka berusaha meninggalkan gudang, salah satu penjaga melihat mereka. Terjadi kejar-kejaran yang mendebarkan di dalam gudang, dan mereka hampir tertangkap. Berkat kecerdikan dan keberanian Rakha, mereka berhasil melarikan diri dan membawa bukti tersebut ke tempat aman. Di tempat perlindungan, Arabel merasa lega meskipun kelelahan. Anak-anaknya aman dan dia merasa lebih dekat dengan tujuan mereka. Namun, ancaman dari Maxime dan ayahnya Frans semakin nyata. Pagi harinya, ponsel baru Arabel berdering. Suara di ujung sana adalah Maxime. "Kamu pikir kamu bisa melarikan diri dariku, Arabel? Aku akan selalu menemukanmu." Arabel menggenggam ponsel dengan erat, gemetar dengan kemarahan dan ketakutan. Tapi dia tahu, dengan bantuan Rakha dan Reza, dia punya kesempatan untuk mengakhiri ini semua. "Frans, kamu tidak akan pernah menyentuh anak-anakku lagi. Aku akan menghentikanmu," jawab Arabel dengan suara tegas. Perang telah dimulai, dan Arabel siap menghadapi setiap tantangan yang datang. Dia tahu bahwa dia harus terus bergerak cepat dan berhati-hati. Dengan dukungan dari Rakha dan Reza, serta keberanian yang tak tergoyahkan, dia yakin bisa melindungi anak-anaknya dan membawa Frans ke pengadilan. Malam itu, Arabel, Rakha, dan Reza berkumpul lagi untuk membahas langkah berikutnya. Mereka tahu bahwa tindakan mereka telah mengusik Frans, dan itu berarti mereka harus bergerak lebih cepat. "Kita butuh bukti yang lebih kuat," kata Reza sambil menatap dokumen yang mereka temukan. "Sesuatu yang bisa langsung mengikat Frans dengan semua kejahatan ini." Rakha mengangguk setuju. "Frans menyimpan banyak catatan di vila pribadinya. Jika kita bisa masuk ke sana, kita mungkin bisa menemukan bukti yang kita butuhkan." Arabel merasakan ketegangan meningkat. "Tapi vila itu pasti sangat dijaga. Bagaimana kita bisa masuk?" Reza tersenyum tipis. "Kita punya seseorang di dalam. Aku kenal seorang staf di vila itu yang bisa membantu kita. Namanya Dina, dia sudah lama ingin keluar dari sana, tapi dia butuh jaminan keamanan." Mereka sepakat untuk menghubungi Dina dan merencanakan operasi penyusupan ke vila Frans. Dengan hati-hati, Reza mengatur pertemuan dengan Dina di tempat yang aman. Dina, seorang wanita muda dengan wajah yang terlihat lelah, menjelaskan situasi di vila dan memberikan informasi tentang jadwal keamanan dan titik lemah yang bisa dimanfaatkan. Seminggu kemudian, malam yang menentukan tiba. Dina telah berhasil mematikan beberapa kamera pengawas dan memastikan jalan masuk yang aman bagi Arabel dan Rakha. Mereka memasuki vila dengan peralatan canggih yang dipinjam dari Reza, berjalan dengan hati-hati melewati lorong-lorong gelap. Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, mereka mencapai ruang kerja Frans. Rakha dengan cepat membuka laci-laci meja dan menemukan beberapa berkas penting. Arabel merekam setiap dokumen dengan kamera mini yang mereka bawa. Namun, ketika mereka sedang sibuk, suara langkah kaki mendekat. Mereka berdua membeku, mendengar suara Frans berbicara di telepon. "Kita harus segera menemukan mereka. Arabel dan Rakha tidak boleh lolos," kata Frans dengan nada marah. Rakha memberi isyarat pada Arabel untuk bersembunyi di balik sofa besar. Mereka menahan napas saat Frans memasuki ruangan, melanjutkan percakapan teleponnya. Ketika Frans berbalik dan meninggalkan ruangan, mereka segera melanjutkan pencarian mereka dengan cepat. Mereka menemukan sebuah brankas kecil di belakang lukisan besar. Dengan keahlian Rakha dalam membuka kunci, mereka berhasil membukanya dan menemukan beberapa dokumen penting yang menghubungkan Frans dengan berbagai kegiatan ilegal, termasuk perdagangan manusia dan penyelundupan barang-barang ilegal.Setelah memastikan mereka mendapatkan semua yang mereka butuhkan, Arabel dan Rakha bergegas keluar dari vila. Mereka berhasil keluar tanpa terdeteksi, berkat bantuan Dina yang mengalihkan perhatian penjaga keamanan.Kembali di tempat aman, mereka menyerahkan semua bukti tersebut kepada Reza. "Ini akan cukup untuk menjatuhkan Frans," kata Reza dengan kepuasan. "Kita harus segera menyerahkan ini kepada pihak berwenang dan memastikan perlindungan bagi kalian semua."Namun, Arabel tahu bahwa ini belum berakhir. Frans pasti akan melakukan segala cara untuk membalas dendam. Tetapi dengan bukti yang mereka miliki, mereka memiliki kesempatan nyata untuk mengakhiri teror ini.Malam itu, Arabel tidur dengan perasaan lega namun tetap waspada. Dia tahu bahwa pertarungan ini belum selesai, tetapi dia merasa lebih kuat dan lebih yakin daripada sebelumnya. Dengan dukungan Rakha dan Reza, dia siap menghadapi apa pun yang datang.Di tempat lain, Frans menerima kabar buruk tentang penyusupan di vilanya
Arabel menggertakkan giginya. "Kamu tidak bisa mengancamku, Maura. Aku akan melakukan apa pun untuk melindungi anak-anakku."Maura mendekat lebih dekat, suaranya menjadi lebih dingin. "Dan aku akan melakukan apa pun untuk mempertahankan posisiku. Kamu pikir aku tidak punya cara untuk menghancurkanmu? Aku bisa membuat hidupmu jauh lebih sulit daripada yang bisa kamu bayangkan."Arabel merasa ketakutan, tapi dia tahu dia tidak bisa menyerah. "Apa yang kamu inginkan, Maura?"Maura menatap Arabel dengan penuh kebencian. "Aku ingin kamu diam. Jangan beritahu siapa pun tentang identitas asliku. Jangan pernah mencoba untuk menghubungi keluarga Frans atau Maxime tentang ini. Jika kamu melakukannya, aku akan memastikan kamu menderita."Arabel tahu bahwa dia harus berhati-hati. Maura sangat berbahaya dan memiliki banyak cara untuk menyakiti mereka. "Baiklah, Maura. Aku akan merahasiakan ini. Tapi ingat, aku tidak akan pernah berhenti melawan Frans dan Maxime."Maura tersenyum puas. "Bagus. Inga
Arabel merasakan tekanan yang luar biasa, tetapi dia tahu bahwa keselamatan anaknya harus menjadi prioritas utama. Dengan hati-hati, mereka mengelilingi gudang dan mencari cara untuk memasuki area yang dijaga.Ketika mereka akhirnya berhasil memasuki gudang, mereka menemukan Prince dalam kondisi yang menyedihkan. Hati Arabel hancur melihat anaknya terluka. Dia segera memeluk Prince dan menghiburnya, berjanji akan melindunginya.Maxime tiba-tiba muncul di pintu gudang, mengamati situasi dengan senyum sinis. "Kau harus membayar untuk tindakanmu, Arabel. Dan ini adalah harga yang harus kau bayar."Arabel merasa kemarahan yang tak tertahan. "Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti anak-anakku lagi, Maxime! Ini adalah batas terakhir!"Rakha dan Reza segera bertindak, menghadapi penjaga-penjaga yang ada dan memastikan bahwa mereka tidak tertangkap. Sementara itu, Arabel mengumpulkan keberanian untuk menghadapi Maxime dan memastikan bahwa dia tidak akan pernah menyakiti keluarganya lagi.Denga
Arabel menggenggam tangan di samping tempat tidur Prince. "Aku ingin anakku selamat, tetapi aku tidak bisa membiarkan kalian melanjutkan kejahatan ini tanpa konsekuensi."Maxime mendekat, matanya berkilat tajam. "Waktumu tidak banyak. Jika kamu memilih untuk tidak bekerja sama, kami bisa menarik tawaran ini, dan anakmu akan menghadapi konsekuensinya."Maura menambahkan dengan penuh kepuasan, "Kami tahu betapa besar risiko yang kamu hadapi. Tapi ingat, Maxime tidak akan mentolerir kegagalan."Arabel merasa terjebak dan matanya mulai berkaca-kaca. "Apa yang harus aku lakukan untuk memastikan keselamatan Prince?""Ini sangat sederhana," kata Maxime, "kamu serahkan bukti itu kepada kami dan berjanji untuk tidak melaporkannya. Kami akan menyediakan semua uang yang diperlukan untuk operasi."Arabel merasa hatinya hancur. Dia berusaha menahan air mata sambil berbisik, "Aku perlu waktu untuk berpikir.""Beerapa lama?" tanya Maxime dengan nada yang tidak sabar. "Kami tidak punya banyak waktu.
Ketika bayangan itu semakin jelas, Arabel terkejut melihat siapa sosok tersebut: Adrian, seorang mantan tangan kanan Maxime yang telah bersumpah untuk menghancurkan kejahatan yang pernah dia bantu bangun. Adrian dikenal sebagai orang yang sangat licik dan berbahaya, tetapi kini dia berdiri di sisi Arabel."Adrian?" Arabel hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Adrian mengangguk singkat, matanya penuh determinasi. "Aku tahu apa yang Maxime dan Maura lakukan. Aku tidak bisa membiarkan mereka terus berbuat jahat. Kita punya musuh yang sama, dan aku datang untuk membantu."Rakha dan Reza memandang Adrian dengan rasa curiga, tetapi Arabel merasakan secercah harapan. "Bagaimana kita bisa mempercayaimu?" tanya Reza.Adrian menatap mereka dengan serius. "Aku punya informasi dan akses yang bisa membantu kita mengungkap semua kejahatan Maxime dan Maura. Tapi kita harus bergerak cepat sebelum mereka menyadari kita di sini."Arabel mengangguk pelan. "Bai
Maxime menatap dokumen di tangannya dengan kemarahan yang membara. "Ini tidak mungkin," gumamnya, merobek lembaran itu dan melemparkannya ke lantai. "Ini semua dokumen palsu!"Maura, yang duduk di sebelahnya, mengangkat alisnya. "Apa maksudmu, Maxime? Bukankah itu dokumen-dokumen yang mereka curi dari kita?"Maxime menggelengkan kepalanya dengan frustrasi. "Tidak. Mereka berhasil menipu kita. Arabel telah memberikan kita dokumen palsu. Yang asli pasti ada di tangan mereka sekarang."Maura mengatupkan rahangnya. "Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi. Kita harus menemukan mereka dan mengambil kembali yang menjadi milik kita."Maxime berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Aku akan memanggil anak buahku. Kita akan mengejar mereka sampai dapat."***Di sebuah ruangan gelap, Frans, ayah Maxime, menerima telepon dari anaknya. "Maxime, ada apa? Kau terdengar marah.""Ayah, Arabel dan timnya telah menipu kita. Mereka memberi kita dokumen palsu. Mereka punya yang asli, dan kita harus mendapatk
Keesokan harinya, setelah pertempuran yang sengit, Arabel, Adrian, Rakha, dan Reza berkumpul di tempat aman yang baru. Mereka duduk di sekitar meja, menyusun rencana baru untuk menghadapi Maxime dan Frans. Wajah-wajah mereka menunjukkan tekad yang tak tergoyahkan meskipun lelah. "Aku sudah tidak tahan lagi dengan permainan kotor mereka," kata Arabel dengan tegas. "Kita harus menemukan cara untuk mendapatkan bukti tambahan yang bisa memperkuat bukti kejahatan Maxime dan Frans." Rakha mengangguk. "Aku setuju. Tapi kita perlu lebih berhati-hati kali ini. Mereka pasti tidak akan melepaskan kita begitu saja." Reza mengeluarkan sebuah peta dan meletakkannya di meja. "Aku telah menemukan beberapa lokasi yang mungkin menjadi tempat mereka menyembunyikan bukti lain. Kita bisa mulai dari sini." Adrian memandang peta tersebut dengan seksama. "Kita butuh rencana yang matang. Setiap langkah harus diperhitungkan dengan baik. Kita tidak bisa membuat kesalahan lagi." Saat mereka merencanakan
Setelah pertempuran sengit di pabrik, Maxime dan Maura kembali ke markas mereka dengan kekalahan yang membara di hati mereka. Kekalahan tersebut membuat mereka semakin bertekad untuk menghancurkan Arabel dan timnya. Mereka tahu bahwa mereka perlu merancang rencana yang lebih kejam dan licik untuk memastikan kemenangan."Arabel berhasil menyelamatkan Reza," kata Maxime dengan wajah penuh kebencian. "Kita tidak bisa membiarkan mereka terus lolos dari kita."Maura mengangguk setuju. "Kita harus memukul mereka di tempat yang paling sakit. Sesuatu yang akan menghancurkan mereka secara emosional dan mental."Maxime berpikir sejenak, kemudian sebuah senyum kejam muncul di wajahnya. "Prince," katanya dengan suara rendah. "Anak kita dengan Arabel. Kita akan menculiknya dan membuat Arabel menderita. Kita akan mencelakakan Prince untuk memancing Arabel ke dalam perangkap kita."Maura mengangkat alisnya. "Prince masih sangat kecil. Bagaimana kita bisa memastikan rencana ini berhasil?""Kita akan
Arabel terisak. "Aku difitnah di kantor, Bu. Mereka mengatakan aku menggoda atasanku dan sekarang aku dipecat."Alice memeluk Arabel dengan erat. "Kita akan menemukan jalan keluar, sayang. Kita akan menghadapi ini bersama."Namun, di sisi lain, Maxime merasa puas dengan apa yang telah dia lakukan. Dia merasa bahwa dia telah berhasil memberi pelajaran kepada Arabel, tanpa menyadari bahwa tindakan ini hanya akan memperkeruh hubungan mereka dan memperburuk situasi bagi Prince. Dengan ketegangan yang terus meningkat, Arabel harus mencari cara untuk bangkit kembali dan melawan ketidakadilan yang dia alami. Di tengah semua kekacauan ini, hanya ketekunan dan keberanian yang akan membantunya melindungi masa depan Prince dan dirinya sendiri.Arabel merasa ada yang janggal dengan pemecatannya. Setelah beberapa minggu menyelidiki, dia menemukan bukti bahwa Maxime berada di balik fitnah tersebut. Meskipun hancur, Arabel tahu dia harus terus maju untuk Prince. Dia berhasil mendapatkan pekerjaan
Maxime mengangguk, menyadari bahwa dia harus berjuang lebih keras untuk melindungi keluarganya. Dengan dukungan Maura dan Siska, dia tahu bahwa mereka bisa menemukan cara yang lebih baik untuk mendukung Prince tanpa melibatkan uang kotor.Di sisi lain, Arabel merasa lega karena berhasil menolak uang Maxime lagi. Dia tahu bahwa ini adalah keputusan yang tepat demi masa depan Prince. Namun, dia juga tahu bahwa ancaman dari Maxime masih ada.Adrian datang untuk memberikan kabar terbaru. "Arabel, kita harus bergerak cepat. Maxime sedang dalam tekanan besar. Kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita."Arabel mengangguk. "Aku tahu. Kita harus berhati-hati dan memastikan setiap langkah kita tepat. Maxime tidak akan tinggal diam."Dengan tekad yang kuat, Arabel dan Adrian terus merencanakan langkah mereka berikutnya, sementara Maxime, Maura, dan Siska mencari cara untuk melindungi Prince dan menghadapi ancaman yang ada. Pertarungan mereka semakin sengit, dan hanya waktu yang akan menunj
Arabel menatap Maxime dengan mata yang penuh ketegasan. "Kalau begitu, berhenti melakukan hal-hal ilegal. Uang ini hanya akan membawa masalah bagi kita semua." Maxime terdiam, merenungkan kata-kata Arabel. Dia tahu bahwa hidupnya penuh dengan kejahatan dan intrik, tetapi melihat dampaknya pada anaknya membuatnya berpikir ulang. "Aku akan mempertimbangkan apa yang kau katakan, Arabel." Arabel berdiri, siap untuk pergi. "Pertimbangkan baik-baik, Maxime. Karena ini bukan hanya tentang kita, ini tentang masa depan Prince." Maxime melihat Arabel pergi dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa keputusan-keputusan yang dia buat ke depan akan menentukan nasib banyak orang, termasuk anaknya sendiri. Pertarungan besar antara mereka dan Arabel semakin dekat, tetapi di balik semua itu, ada seorang anak yang membutuhkan masa depan yang lebih baik. Maxime kembali ke rumah dengan pikiran yang berat. Dia harus menemukan cara untuk menyeimbangkan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dengan
Arabel tersenyum lebih lebar. "Baik. Kita akan memainkan permainan ini dengan hati-hati."Sementara itu Maura, mencoba mencari cara untuk mendapatkan lebih banyak informasi tanpa mengandalkan siapa pun. Dia tahu bahwa dia harus bertindak hati-hati, karena Maxime semakin curiga. Dia memutuskan untuk mencari bantuan dari luar lingkaran mereka, seseorang yang tidak terlibat dalam intrik ini.Dia menghubungi seorang mantan detektif swasta, Daniel, yang sekarang bekerja sebagai konsultan keamanan. Mereka bertemu di sebuah tempat rahasia untuk membahas rencananya."Daniel aku butuh bantuan Anda," kata Maura langsung. "Aku dalam situasi yang sangat rumit. Ada ancaman dari Arabel, dan Maxime semakin curiga. Aku perlu informasi lebih banyak tanpa menarik perhatian mereka."Daniel mendengarkan dengan serius. "Baik, Maura. Aku akan membantu sebaik mungkin. Kita harus bekerja dengan hati-hati dan memastikan tidak ada yang mengetahui kerjasama kita."Di sisi lain, Maxime terus meningkatkan pengawa
Maura menoleh kepada Maxime dengan ekspresi terkejut dan sedikit panik. "Maxime, aku sedang berbicara dengan Arabel tentang beberapa masalah pribadi."Arabel segera memanfaatkan kesempatan ini untuk memperjelas situasi. “Kami baru saja membahas beberapa hal yang penting. Sepertinya Anda datang di waktu yang kurang tepat.”Maxime tidak menunjukkan tanda-tanda memahami sepenuhnya percakapan mereka, tetapi dia dapat merasakan adanya ketegangan di udara. “Apa pun yang kalian bicarakan, aku tidak suka rahasia,” katanya dengan nada menuduh.Maura berusaha keras untuk tetap tenang. “Maxime, aku bisa menjelaskan ini. Ini adalah masalah yang berkaitan dengan Arabel dan timnya. Aku hanya mencoba untuk menyelesaikan beberapa hal.”Arabel, melihat kesempatan untuk menambah tekanan, berkata, “Mungkin ini saat yang tepat untuk mengungkapkan semuanya, Maura. Aku yakin Maxime akan tertarik untuk tahu mengapa kamu begitu tertekan.”Maxime menatap Arabel dengan tatapan tajam. “Apa yang kau bicarakan, A
Maura mengangguk, merencanakan langkah-langkah strategis untuk melindungi lokasi-lokasi penting dan memastikan tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh lawan mereka.Pada malam hari, tim Arabel berhasil menemukan lokasi yang tampaknya sangat mencurigakan—a sebuah bangunan tua yang terlupakan di pinggiran kota. Bangunan itu tampaknya tidak digunakan dan sangat terjaga. Mereka memutuskan untuk menyelidiki tempat itu dengan hati-hati.“Ini mungkin lokasi yang kita cari,” kata Arabel dengan suara berbisik. “Kita harus memeriksa setiap sudut dan memastikan tidak ada yang terlewat.”Mereka menyusup masuk ke dalam bangunan dengan hati-hati, menggunakan peralatan canggih untuk memastikan mereka tidak terdeteksi. Di dalam, mereka menemukan beberapa petunjuk penting: dokumen rahasia dan beberapa barang berharga yang tampaknya berhubungan dengan operasi Maxime dan Maura.Saat mereka memeriksa lebih lanjut, mereka menemukan sebuah ruang penyimpanan tersembunyi di balik dinding yang dipasang de
“Ada jalan keluar darurat di ruang bawah tanah. Kita harus bergerak cepat!” kata Rakha, menunjuk ke arah pintu rahasia yang tersembunyi.Mereka memutuskan untuk mengikuti instruksi tersebut dan melarikan diri melalui jalur darurat. Dengan kecepatan tinggi, mereka turun ke ruang bawah tanah, berusaha untuk tetap diam dan tidak menarik perhatian pria-pria bersenjata.Saat mereka tiba di ruang bawah tanah, Arabel merasa tercekik oleh ketegangan dan rasa sakit. Mereka bersembunyi di balik rak penyimpanan, berusaha mendengar apa yang sedang terjadi di atas.Tidak lama kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki dan obrolan dari pria-pria bersenjata. “Kami sudah memeriksa seluruh rumah. Tidak ada tanda-tanda mereka di sini,” salah satu dari mereka melaporkan.Salah satu pria lain menjawab, “Jika mereka tidak ada di sini, cari mereka di sekitar kawasan. Kami harus menemukan mereka sebelum mereka melarikan diri.”Arabel dan timnya tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal di ruang bawah tanah se
“Kita harus menemukan Prince,” kata Arabel dengan nada putus asa. “Maxime dan Maura telah menculiknya.”Adrian mencoba menenangkan Arabel. “Kita perlu merencanakan dengan hati-hati. Mereka tidak akan membiarkan kita menemukannya dengan mudah.”Mereka segera memulai pencarian untuk menemukan jejak Maxime dan Maura. Dengan bantuan dari jaringan mereka, mereka melacak lokasi-lokasi yang mungkin digunakan oleh Maxime dan Maura.Sementara itu, Maxime dan Maura merencanakan langkah berikutnya. Mereka tahu bahwa dengan menculik Prince, mereka memiliki kekuatan tawar yang besar. Mereka memutuskan untuk menghubungi Arabel dengan ancaman untuk menuntut sesuatu sebagai tebusan, sambil memastikan bahwa Prince berada di tempat yang sangat aman."Berikan kami semua bukti yang kalian miliki terhadap kami, atau Prince akan berada dalam bahaya," kata Maxime melalui pesan yang dikirimkan kepada Arabel.Arabel merasa tertekan dan berjuang untuk tetap tenang. “Kita harus bertindak cepat. Jika kita tidak
Setelah pertempuran sengit di pabrik, Maxime dan Maura kembali ke markas mereka dengan kekalahan yang membara di hati mereka. Kekalahan tersebut membuat mereka semakin bertekad untuk menghancurkan Arabel dan timnya. Mereka tahu bahwa mereka perlu merancang rencana yang lebih kejam dan licik untuk memastikan kemenangan."Arabel berhasil menyelamatkan Reza," kata Maxime dengan wajah penuh kebencian. "Kita tidak bisa membiarkan mereka terus lolos dari kita."Maura mengangguk setuju. "Kita harus memukul mereka di tempat yang paling sakit. Sesuatu yang akan menghancurkan mereka secara emosional dan mental."Maxime berpikir sejenak, kemudian sebuah senyum kejam muncul di wajahnya. "Prince," katanya dengan suara rendah. "Anak kita dengan Arabel. Kita akan menculiknya dan membuat Arabel menderita. Kita akan mencelakakan Prince untuk memancing Arabel ke dalam perangkap kita."Maura mengangkat alisnya. "Prince masih sangat kecil. Bagaimana kita bisa memastikan rencana ini berhasil?""Kita akan