Arabel tersenyum lebih lebar. "Baik. Kita akan memainkan permainan ini dengan hati-hati."Sementara itu Maura, mencoba mencari cara untuk mendapatkan lebih banyak informasi tanpa mengandalkan siapa pun. Dia tahu bahwa dia harus bertindak hati-hati, karena Maxime semakin curiga. Dia memutuskan untuk mencari bantuan dari luar lingkaran mereka, seseorang yang tidak terlibat dalam intrik ini.Dia menghubungi seorang mantan detektif swasta, Daniel, yang sekarang bekerja sebagai konsultan keamanan. Mereka bertemu di sebuah tempat rahasia untuk membahas rencananya."Daniel aku butuh bantuan Anda," kata Maura langsung. "Aku dalam situasi yang sangat rumit. Ada ancaman dari Arabel, dan Maxime semakin curiga. Aku perlu informasi lebih banyak tanpa menarik perhatian mereka."Daniel mendengarkan dengan serius. "Baik, Maura. Aku akan membantu sebaik mungkin. Kita harus bekerja dengan hati-hati dan memastikan tidak ada yang mengetahui kerjasama kita."Di sisi lain, Maxime terus meningkatkan pengawa
Arabel menatap Maxime dengan mata yang penuh ketegasan. "Kalau begitu, berhenti melakukan hal-hal ilegal. Uang ini hanya akan membawa masalah bagi kita semua." Maxime terdiam, merenungkan kata-kata Arabel. Dia tahu bahwa hidupnya penuh dengan kejahatan dan intrik, tetapi melihat dampaknya pada anaknya membuatnya berpikir ulang. "Aku akan mempertimbangkan apa yang kau katakan, Arabel." Arabel berdiri, siap untuk pergi. "Pertimbangkan baik-baik, Maxime. Karena ini bukan hanya tentang kita, ini tentang masa depan Prince." Maxime melihat Arabel pergi dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa keputusan-keputusan yang dia buat ke depan akan menentukan nasib banyak orang, termasuk anaknya sendiri. Pertarungan besar antara mereka dan Arabel semakin dekat, tetapi di balik semua itu, ada seorang anak yang membutuhkan masa depan yang lebih baik. Maxime kembali ke rumah dengan pikiran yang berat. Dia harus menemukan cara untuk menyeimbangkan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dengan
Maxime mengangguk, menyadari bahwa dia harus berjuang lebih keras untuk melindungi keluarganya. Dengan dukungan Maura dan Siska, dia tahu bahwa mereka bisa menemukan cara yang lebih baik untuk mendukung Prince tanpa melibatkan uang kotor.Di sisi lain, Arabel merasa lega karena berhasil menolak uang Maxime lagi. Dia tahu bahwa ini adalah keputusan yang tepat demi masa depan Prince. Namun, dia juga tahu bahwa ancaman dari Maxime masih ada.Adrian datang untuk memberikan kabar terbaru. "Arabel, kita harus bergerak cepat. Maxime sedang dalam tekanan besar. Kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita."Arabel mengangguk. "Aku tahu. Kita harus berhati-hati dan memastikan setiap langkah kita tepat. Maxime tidak akan tinggal diam."Dengan tekad yang kuat, Arabel dan Adrian terus merencanakan langkah mereka berikutnya, sementara Maxime, Maura, dan Siska mencari cara untuk melindungi Prince dan menghadapi ancaman yang ada. Pertarungan mereka semakin sengit, dan hanya waktu yang akan menunj
Arabel terisak. "Aku difitnah di kantor, Bu. Mereka mengatakan aku menggoda atasanku dan sekarang aku dipecat."Alice memeluk Arabel dengan erat. "Kita akan menemukan jalan keluar, sayang. Kita akan menghadapi ini bersama."Namun, di sisi lain, Maxime merasa puas dengan apa yang telah dia lakukan. Dia merasa bahwa dia telah berhasil memberi pelajaran kepada Arabel, tanpa menyadari bahwa tindakan ini hanya akan memperkeruh hubungan mereka dan memperburuk situasi bagi Prince. Dengan ketegangan yang terus meningkat, Arabel harus mencari cara untuk bangkit kembali dan melawan ketidakadilan yang dia alami. Di tengah semua kekacauan ini, hanya ketekunan dan keberanian yang akan membantunya melindungi masa depan Prince dan dirinya sendiri.Arabel merasa ada yang janggal dengan pemecatannya. Setelah beberapa minggu menyelidiki, dia menemukan bukti bahwa Maxime berada di balik fitnah tersebut. Meskipun hancur, Arabel tahu dia harus terus maju untuk Prince. Dia berhasil mendapatkan pekerjaan
Keesokan paginya, sebelum matahari terbit. Arabel terbangun lebih dulu dibandingkan Maxime yang masih tidur nyenyak. Wanita itu merasa ada yang aneh dari dirinya. Arabel perlahan mulai sadar saat selimut yang menutupi setengah tubuhnya terbuka. Dia melihat pakaian yang dikenakan sudah berantakan. "Astaga! Apa yang terjadi padaku?" ucap Arabel keras. Hal itu membangunkan Maxime yang masih pulas. "Maxime, apa yang terjadi? Kenapa...?" Maxime ikut terkejut. Lelaki itu sudah sedikit terbuka. Kancing kemejanya tidak terpasang lagi. "Apa yang sudah kita lakukan, Arabel?" lanjut Maxime yang memutar pertanyaan Arabel. Seprei ranjang sudah berantakan, beberapa pakaian mereka tergeletak berserakan di sana. Ada noda darah di atas sprei berwarna putih dan membuat Arabel teriak. "Maxime, ini tidak mungkin terjadi!" teriakan. Maxime meletakkan tangannya di kepala dan terdiam tanpa kata. Pandangannya lurus ke depan, matanya seperti penuh penyesalan. Dia berpikir, mengapa melakukan semua ini ke
Frans mulai paham apa maksudnya, begitu pula dengan Siska. Mereka berdua menatap Maxime di sebelahnya. "Siapa wanita ini dan ada hubungan spesial apa kalian?" ujar Siska, ketus. Suasana rumah mulai tidak enak, Siska meminta jawaban dari putranya atas apa yang sudah terjadi. "Kamu kenal dekat dengan dia, Maxime?qissssssw Maxime terdiam. Pada akhirnya dia menjawab dan menjelaskan sedikit mengenai kejadian malam itu yang dianggap sebagai kecelakaan. Maxime mengatakan bahwa Arabel adalah rekan kerjanya di kantor. Namun, malam itu Maxime mengajak Arabel ngedate di sebuah club. Di sana terjadi hal yang tidak diinginkan dan Arabel hilang kesuciannya untuk pertama kali. "Itu artinya, kau dan gadis ini...." Siska hampir marah besar. Namun, Frans menghalangi. Di satu sisi, Arabel tidak tinggal diam untuk terus meminta tanggung jawab dari keluarga Frans atas apa yang sudah dilakukan putra mereka terhadapnya. "Saya mohon tanggung jawab. Ini anak Maxime, ini darah dagingnya." Siska mered
Arabel berhenti berjalan. “Jangan memasang wajah sedih, kami tidak akan peduli,” Siska menimpali, Arabel memasang wajah sedih ke arah Frans. "Apa yang harus aku lakukan, Pah?” Saya juga ingin tidur. Bagaimanapun, aku berhak untuk tidur bersama suamiku. "Maxime telah menutup pintu dalamnya, dan tidak mengizinkan kamu masuk. Wanita kotor, pikirkan nasibmu sendiri." Seiring dengan Frans, Siska tersenyum jahat dan memasuki kamarnya. Arabel terdiam di ruang tamu. Dia meringkuk menangisi nasibnya. Seperti inikah pernikahan yang dibayangkan akan bahagia? Bukan menjadi nyonya, Arabel mentah-mentah harus menelan luka dari perlakuan tidak baik keluarga suaminya. Tidak lama kemudian datang seorang pembantu rumah tangga. Dia mengarahkan Arabel untuk tidur di kamar pembantu yang kosong. Arabel setuju, dari pada tidur di sofa. Malam itu Arabel tidur di kamar pembantu. Harusnya dia tidur bersama Maxime. Malam pertama setelah pernikahan terasa menyakitkan. Arabel tidak pernah membayangkan hal it
Pembantu dan sopir diminta pulang oleh Siska, karena Arabel sudah ada yang menemani. "Apa ini, Papa?" Arabel membaca surat itu dan syok melihat pernyataannya. "Apa-apaan ini, Mama, Papa? Haruskah sekarang aku bercerai dengan Maxime?" tanya Arabel sambil menangis. Siska mengatakan sudah tidak ada alasan untuk menahan, ini sudah sembilan bulan lamanya dan sesuai perjanjian awal, Arabel harus meninggalkan Maxime ketika anaknya lahir. "Ingat janjimu. Kamu bukan bagian dari keluarga Frans lagi setelah anak ini lahir. Mengerti?" Arabel menggeleng tidak rela. Dia masih membaca isi surat itu dan tambah terkejutnya dia, saat ada pernyataan bahwa anak yang dilahirkan Arabel akan menjadi hak milik keluarga Frans dan Arabel tidak berhak menentang. "Sekarang anak ini jadi milik keluarga saya. Kamu bukan siapa-siapa lagi untuk keluarga kami," kata Siska. Siska mengeluarkan uang dari dalam tas besarnya dan menyerahkan kepada Arabel. "Ini uang 1 milyar, saya rasa cukup untuk menghidupimu. Jang