Arabel menangis. Dia dilema oleh keadaan yang membingungkan. Jika dia mati, maka anaknya tidak bisa lagi mendapat kasih sayangnya. Keputusan Arabel bulat, dia melepaskan anaknya dan berjanji akan datang kembali untuk merebut hak anaknya lagi.
***
Di lain tempat, Maxime masih asyik bermesraan dengan wanita muda. Rambutnya panjang, kulitnya putih. Secara keseluruhan, wanita itu lebih seksi dari Arabel.
"Kapan kamu mau nikahi aku, Sayang?" tanya wanita tersebut.
"Gimana kalau bulan depan? Aku diskusikan dulu kepada mama dan papaku," balas Maxime.
"Aku tunggu ya Sayang, aku sudah tidak sabar menjadi bagian dari keluargamu."
Wanita itu bergelayut manja di pelukan Maxime. Siapa sangka jika dia adalah Laura, adiknya Arabel.
***
Satu bulan berlalu dan selama ini Arabel masih memantau keluarga Maxime dalam diam dan dari kejauhan. Dia menyewa rumah di dekat kompleks perumahan keluarga Frans, tetapi tidak ada satu orang yang tahu menahu bahwa Arabel ada di sana.
Selama ini juga dia melihat perkembangan anaknya begitu baik. Keluarga Maxime merawat anaknya dengan penuh kasih sayang. Kabar tidak enak juga didapat Arabel, saat dia mulai mencium keadaan Maxime saat ini. Lepas dari Arabel, Maxime masih menjalin hubungan dengan wanita lain yang ternyata adalah adiknya Arabel sendiri.
Arabel bertemu dengan sembunyi-sembunyi dengan Maura adiknya tanpa sepengetahuan Maxime, setelah dia tahu Maura lah yang menjadi kekasih Maxime selama ini.
"Puas kamu merampas kebahagiaan aku, Maura? Harusnya kamu juga tidak diizinkan untuk dekat dengan Maxime, karena kita berasal dari keluarga miskin. Tapi ..."
Arabel juga tidak tahu sebenarnya apa yang dilakukan Maura sampai-sampai dia diterima dengan baik dalam keluarga Frans. Keluarga kaya raya yang sangat menjaga martabatnya.
"Aku juga gak nyangka, kalau mantan istri Maxime itu adalah Kakak. Kakak sampai hamil di luar nikah anak dia? Gimana kalau keluarga kita tahu kakak sudah menikah dan bahkan hamil di luar nikah! Ayah pasti kecewa," ucap Maura yang membuat Arabel membisu.
"Kakak minta kamu rahasiakan ini dari Ayah dan Ibu. Aku akan jaga rahasia kamu dari keluarga Frans, aku gak mau Ayah sakit karena mendengar semua ini." Kesepakatan telah dibuat oleh Arabel dan Maura. Arabel terpaksa melakukan itu untuk menjaga hati orang tuanya.
Namun, semuanya sudah berlalu. Saat ini yang hendak dilakukan Arabel adalah mencari cara untuk merebut anaknya kembali.
[Bibi, bagaimana perkembangan anakku? Apakah Maxime sudah menikah dengan perempuan itu]
Sebuah pesan dikirim Arabel ke nomor seseorang. Dia adalah pembantu rumah tangga Siska yang begitu baik, karena mau menjadi mata-mata Arabel.
[Anak Nona sedang tidur. Dia sehat. Soal Tuan Maxime, besok dia akan menikah dengan Nona Laura.] Balasan pembantu sangat cepat.
"Anakku sehat, syukurlah." Arabel melihat foto anaknya yang dikirim oleh pembantu.
"Terima kasih, Bibi."
Arabel tersenyum senang. Di luar kepentingan anaknya, Arabel sudah tidak peduli dengan siapa-siapa. Dia berjanji untuk tidak mau mengurusi hidup Maxime. Sekarang mereka hanya sebatas teman saja bagi Arabel.
Beberapa bulan ini, Arabel tidak bekerja, dia hidup dengan uang yang diberikan Siska kepadanya. Tentu tidak dengan jumlah sedikit, uang itu masih tersimpan banyak. Arabel hanya sedang mencari bukti dan mengumpulkan siasat agar menang dalam hak asuh anaknya. Jika itu sudah terjadi, maka dia akan membawa pergi anaknya ke luar kota dan meninggalkan kota yang penuh luka itu.
***
Maxime dan Maura sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Keluarga Frans sedang dihadiahi kebahagiaan, karena baru saja menambah anggota baru di keluarga mereka setelah lahirnya anak Arabel. Maura dijadikan menantu kesayangan, karena dinilai setara dengan derajat mereka.
Kabar pernikahan Maxime sudah diketahui Arabel. Dia melihat jika Maxime sangat bahagia dengan istri barunya. Siska dan Frans juga menghargai penuh menantunya tersebut.
"Semoga Maura bisa menjadi Ibu sambung yang baik untuk anakku," gumam Arabel.
Di satu sisi sebenarnya Arabel sedikit tenang, karena Maura bisa memberikan kasih sayang kepada putranya. Bersyukur anaknya mendapat Ibu sambung yang ternyata adalah tantenya sendiri.
Satu hari itu, Arabel mendapat pesan dari bibi pembantu.
[Anak Nona dalam bahaya. Istri baru tuan Maxime baru saja memarahinya.] Pesan pembantu dikirim ke ponsel Arabel.
Arabel sontak terkejut. Dia tidak menyangka dengan kabar itu.
[Jadi bagaimana, Bibi? Anakku tidak kenapa-kenapa? Tolong lindungi dia, aku tidak rela dia terluka.] Balasan pesan Arabel kepada bibi pembantu.
[Sudah saya lindungi. Untuk saat ini anak Nona ada dalam penjagaan saya. Perkembangan selanjutnya akan saya kabari, ya Nona.]
Arabel mulai tidak tenang. Dia syok mendengar kabar tersebut. Laura yang dipikirnya akan baik hati dan bisa menjaga anaknya Arabel, kini malah sebaliknya.
***
Satu Minggu kemudian Arabel datang ke rumah keluarga Frans. Dia datang dengan suatu tujuan. Dia sudah mencium kebusukan Maura yang berniat membunuh anaknya dan tidak izin anaknya menjadi ahli waris.
Siang itu, bel rumah keluarga Frans berbunyi, yang membukakan pintunya adalah bibi pembantu.
"Nona Arabel?" ucapnya.
"Terima kasih Bibi sudah memberikan pintu untuk saya. Boleh saya masuk?"
"Silahkan, Nona."
Arabel masuk dengan mudah ke rumah itu. Bahkan pembantu sudah siap jika Siska marah.
Kebetulan keluarga Frans sedang berkumpul di sofa ruang tamu. Ada Maura dan Maxime juga di sana. Maxime sedang menggendong anaknya. Pertama kali masuk ke rumah keluarga Frans setelah sudah satu bulan menyembunyikan diri. Arabel melihat suasananya berbeda. Sikap Siska dan Frans kepada Laura sangat baik, berbeda dengan sikapnya ke Arabel waktu dulu.
"Mereka sangat bahagia sekali, ya Bibi," ucap Arabel kepada pembantu.
Arabel berdiri di hadapan semuanya. Dia menyapa mantan mertuanya beserta mantan suaminya. Tidak lupa, Arabel menyapa Maura.
"Hallo semuanya. Aku kembali ke rumah ini untuk melihat anakku, bukan yang lain," kata Arabel.
Siska, Frans dan Maxime terdiam.Maura pura-pura tidak mengenal Arabel.
"Aku mantan istrinya Maxime, kamu istri barunya? Selamat. Kamu cocok dengan Maxime." Arabel menjabat tangan Maura. Mereka bermain mata.
Arabel berbisik pada Maura, "Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti anakku! khususnya adikku." Maura semakin takut kalau Arabel akan menghalanginya mewarisi kekayaan keluarga Maxime setelah mendengar ucapan Arabel mengejutkannya.
Lalu Maura menarik tangan Arabel. "Apa yang ingin kamu sampaikan? Sekali lagi aku katakan, jangan pernah berani mencampuri rencanaku, atau aku akan ikut campur dalam rencanamu." Maura menggumamkan jawabannya pada Arabel.
Apa yang dibicarakan Maura dan Arabel membuat Maxime dan keluarganya bingung. Maxime curiga karena pembicaraannya begitu serius.
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Maxime, membuat Maura dan Arabel menghentikan pembicaraan mereka.
"Kamu tidak perlu tahu apa yang sedang kita bicarakan. Di mana anakku? Aku ingin bertemu dengannya," jawab Arabel dengan menanyakan tentang putranya, Prince.
"Hei, gadis miskin! Apa kamu lupa dengan kontrak yang sudah kamu tandatangani? Saya harap kamu tidak lupa!" Siska mengingatkan Arabel dengan cukup tajam.
“Saya tidak akan melupakan perjanjian itu, Nyonya Siska. Yang saya inginkan hanyalah bertemu dengan anak saya dan melindunginya dari ular berbisa.” Sebagai tanggapan, Arabel melontarkan sindiran kepada Maura. Dia memusatkan pandangannya pada Maura, membuatnya goyah.Apa yang diucapkan Arabel membuat keluarga Frans bingung."Tolong ijinkan aku tinggal di sini beberapa hari agar keinginanku bertemu anakku bisa terwujud! Aku bersumpah, setelah itu, aku akan pergi," Arabel memohon pada keluarga Maxime."Jangan biarkan dia tinggal di sini, sayang. Aku tidak ingin dia merusak kebahagiaan kita sebagai pengantin baru." Menanggapi hal tersebut, Maura tampak ketakutan karena Arabel akan tetap berada di kediaman Maxime."Maura, kamu harus yakin saya tidak akan mengganggu rumah tangga kamu. Yang saya inginkan hanyalah berada di dekat anak saya. Karena Prince adalah putraku, kamu tidak punya hak untuk mencegahku menemuinya." Menanggapi pernyataan Maura, Arabel membalas.Siska menghela nafas panjan
Nawang sangat terkejut melihat putri keduanya ada di tengah-tengah keluarga angkuh itu. Maura tidak ingin jika orang lain tahu Nawang adalah Ibu kandungnya, dia pun segera bergegas pergi untuk menghindar. "Tunggu, Maura!" Panggil Arabel. Maura pun menghentikan langkahnya. "Mau ke mana kamu? Kenapa kamu terlihat panik dan seperti menghindar? Kamu takut dengan siapa wanita yang ada dihadapan kamu?" timpal Arabel kembali. Maura memasang wajah kesal, ketika Arabel coba membongkar rahasianya. "Pak polisi, tolong bawa wanita ini. Dia bersalah! Tunggu apalagi? Cepat bawa!" pinta Maura kepada kawanan polisi. Maura tidak ingin semua orang curiga hingga dia kembali menghindar dan menjauh dari Nawang. Nawang pun semakin heran, mengapa Maura bersikap seperti tidak mengenalinya. "Tolong lepaskan anak saya, dia tidak bersalah. Nyonya yang terhormat, tolong jangan bawa anak saya, saya yakin ini hanya salah paham!" ucap Nawang memohon kepada Siska. Namun, Siska tetap kekeh untuk memb
Secangkir kopi hitam untuk Maxime yang dibawa Bi sumi pun sengaja di tumpahkan ke berkas warisan itu. "Aduh! Maaf, Non, Tuan Maxime saya tidak sengaja," ucap Bi Sumi usai menumpahkan minuman tersebut. "Gimana sih, Bi! Kalau jalan tuh liat-liat dong! Bibi tau nggak, itu berkas penting yang akan saya tandatangani. Jadi kotor kan sekarang!" gerutu Maura kesal. Rencana untuk mendapatkan warisan pun gagal kembali. Satu langkah untuk mendapatkan warisan itu akhirnya sirna. "Ada apa ini ribut-ribut?" sahut Frans dan Siska menghampiri Maura dan Maxime di kamar. "Papa! Liat nih ulah pembantu kita, dia numpahin minuman di surat warisan ini! Pah, aku mau Papa sama Mama pecat dia!" Maura mengadu. Mendengar ucapan Maura membuat Bi sumi tercengang. Dia tidak ingin keluar dari rumah keluarga Frans, karena Bi Sumi di beri amanat oleh Arabel untuk selalu menjaga Prince dari jahatnya Maura. "Tuan, Nyonya, ampuni saya. Saya minta maaf nggih, saya nggak sengaja numpahin kopi itu. Tolong jangan pec
Keesokan paginya, sebelum matahari terbit. Arabel terbangun lebih dulu dibandingkan Maxime yang masih tidur nyenyak. Wanita itu merasa ada yang aneh dari dirinya. Arabel perlahan mulai sadar saat selimut yang menutupi setengah tubuhnya terbuka. Dia melihat pakaian yang dikenakan sudah berantakan."Astaga! Apa yang terjadi padaku?" ucap Arabel keras. Hal itu membangunkan Maxime yang masih pulas."Maxime, apa yang terjadi? Kenapa...?"Maxime ikut terkejut. Lelaki itu sudah sedikit terbuka. Kancing kemejanya tidak terpasang lagi."Apa yang sudah kita lakukan, Arabel?" lanjut Maxime yang memutar pertanyaan Arabel.Seprei ranjang sudah berantakan, beberapa pakaian mereka tergeletak berserakan di sana. Ada noda darah di atas sprei berwarna putih dan membuat Arabel teriak."Maxime, ini tidak mungkin terjadi!" teriaknya.Maxime meletakkan tangannya di kepala dan terdiam tanpa kata. Pandangannya lurus ke depan, matanya seperti penuh penyesalan. Dia berpikir, mengapa melakukan semua ini kepada
Maxime terima beres. Dia hanya diam dan menunggu jawaban mama serta papanya."Besok kamu dan Maxime akan menikah. Kamu menginap malam ini di sini, karena besok adalah hari bahagia yang ditunggu-tunggu."Arabel melebarkan matanya. Dia senang mendengar jawaban Siska yang dari awal sangat diharapkannya."Apakah Nyonya serius? Tuan serius?" tanya Arabel.Siska tersenyum miring. Dia melipat tangannya di dada, kemudian melangkah ke arah jendela."Kamu akan menikah dengan putra saya, putra semata wayang keluarga Frans yang kaya raya. Tapi, ada syaratnya."Arabel mengerutkan keningnya. Senyumnya hilang."Syarat apa itu, Nyonya?" tanya Arabel dengan polos."Pernikahan kontrak. Ya, pernikahan itu hanya akan berjalan selama kurang lebih sembilan bulan, sampai anak itu lahir ke dunia. Setelah anak dalam kandunganmu lahir, maka status pernikahanmu dengan Maxime akan cerai. Kamu tidak perlu khawatir, karena semua urusannya akan ada di bawah naungan saya. Terima kasih.""Pernikahan itu sakral! Tidak
"Maxime? Kamu mau mengajakku tidur di kamarmu? Terima kasih."Maxime mendorong Arabel ke ranjang. Dia mengunci pintu kamar rapat-rapat."Kamu mau apa, Maxime? Kita sudah resmi suami istri, tapi tidak sekarang kamu melakukan itu padaku."Maxime tidak menjawab. Dia terus mengikuti keinginannya yang tersulut nafsu. Akhirnya hari itu terjadi. Ini yang kedua kalinya mereka melakukan hubungan sepasang suami istri.***Keesokan pagi. Siska berteriak memanggil nama Maxime. Dia mencari-cari putranya yang sudah tidak ada di kamar."Maxime, di mana kamu Maxime?" teriak Siska.Maxime keluar dari kamar pembantu. Siska mengerutkan dahinya. "Kenapa kamu keluar dari kamar pembantu?" tanya Siska.Tidak lama kemudian Arabel juga keluar. Siska menghela napas dan melipat tangannya di dada. Dia sudah paham apa yang terjadi."Kurang ajar. Arabel, kemari kamu!" pinta Siska."Iya Mama, ada apa?""Jangan panggil saya Mama. Panggil Nyonya," tegas Siska. "Baik Nyonya.""Oke bagus. Sekarang, kamu bersihkan ruma