Share

Bab 5 | Hak Asuh Prince

Keluarga Frans kebetulan berkumpul di sofa ruang tamu. Maura dan Maxime juga ada di sana. Maxime memeluk anaknya. Mereka pertama kali masuk ke rumah keluarga Frans setelah bersembunyi selama satu bulan .

Arabel melihat suasananya dengan cara yang berbeda. Tidak seperti sebelumnya, Siska dan Frans melihat Maura dengan baik.

"Mereka sangat bahagia ya Bibi, kata Arabel kepada pembantu." Arabel berdiri di tengah-tengah semua orang.

Dia menyapa mantan suaminya dan mantan mertuanya. Tidak lupa, Arabel menyapa Maura. "Hai semua aku kembali ke rumah ini, untuk melihat anakku, bukan orang lain." Frans, Maxime, dan Siska tidak berkata apa-apa. Maura menunjukkan bahwa dia tidak mengenal Arabel .

"Saya adalah mantan istri Maxime, apa kamu adalah istri barunya? Selamat. Kamu pantas dengan Maxime." Mereka bermain mata saat Arabel menjabat tangan Maura.

Meskipun hatinya terganggu dengan kehadiran Arabel, Maura tersenyum tipis, mencoba mempertahankan ketenangannya. Dia benar-benar mengenal Arabel, mantan istri Maxime, yang beberapa bulan lalu menjadi subjek kontroversi karena pernikahan seorang CEO terkenal dengan sekretarisnya.

Namun, Maura juga menyadari bahwa menjadi istri Maxime membuat posisi di keluarga Frans menjadi lebih kuat.

"Salam kenal, Arabel," jawab Maura singkat, mencoba menunjukkan sikap sopan di hadapan mantan istri suaminya.

Arabel terus menatap Maxime yang masih menggendong anak mereka dengan tajam. Meskipun hatinya hancur melihat Maxime bahagia bersama anaknya, dia harus menguatkan diri untuk mengambil tindakan.

"Aku ingin bertemu dengan anakku, di mana dia?" tanya Arabel dengan suara bergetar, mencoba menahan amarahnya.

Siska yang duduk di sofa bersama Frans menatap Arabel dengan dingin. Keluarga Frans masih tidak menyukai kehadiran Arabel di rumah mereka, terutama setelah perceraian hingga perjanjian yang sudah disetujui oleh Arabel beberapa waktu lalu.

"Ada perlu apa kamu kembali, Arabel?" tanya Siska dengan nada tajam. Memperlihatkan sikapnya yang tidak suka.

Arabel menelan ludah, mencoba mendapatkan keberanian dalam situasi yang tegang ini.

"Saya datang untuk bertemu dengan anak saya." ucap Arabel sambil menatap tajam kembali Siska.

Kemudian Siska membalasnya. "Saya memiliki hak untuk melihat dan merawatnya. Sesuai perjanjian, kamu sudah tidak memiliki hak lagi atas anak ini."

Frans mencoba menegaskan posisi Arabel saat ini dengan mengatakan, "Kami akan merawatnya sebagaimana mestinya."

Arabel menghela napas dalam. Dia tidak boleh menyerah begitu saja.

"Saya mengerti kesepakatan itu." Dengan nada tinggi, dia menjawab.

"Tapi saya adalah ibu dari anak ini dan saya ingin menjadi bagian dari kehidupannya, dia anak saya, jadi saya berhak mengambil anak saya dari kalian." balas Arabel kembali.

Maura yang selama ini diam karena tidak ingin semua orang curiga mulai memberanikan diri untuk ikut berbicara. "Arabel, aku tahu ini sulit bagi kamu. Tapi tolong pahami bahwa situasi ini tidak mudah bagi siapa pun termasuk kamu. Anak ini butuh cinta ayahnya. Kami akan memberikan yang terbaik untuknya. Kamu tenang saja," ucapnya dengan suara lembut, mencoba meyakinkan Arabel.

"Kamu tidak tahu apa yang terbaik untuk anakku," kata Arabel sambil menatap Maura dengan dingin.

"Sudah cukup, Arabel!” ucap Siska dengan mencoba menghentikan percakapan.

"Aku adalah ibunya, dan aku akan melakukan berbagai cara untuk melindunginya." balas Arabel kembali dengan pembelaannya.

"Kami tidak ingin masalah ini memburuk lebih jauh." Siska kembali membuka suara menghentikan Arabel.

Arabel mencari dukungan dengan melihat ke sekitarnya. Dia sadar, namun, bahwa dirinya satu-satunya yang dapat membantu di sini. Dia perlu menemukan cara untuk mendapatkan kembali hak asuh anaknya dari keluarga Frans.

"Dalam satu bulan ini, aku telah mempersiapkan segala sesuatunya. Aku tidak akan mundur meskipun harus menghadapi semua ini, kata Arabel dengan tegas..

***

Setelah beberapa hari, Arabel duduk sendirian di dalam ruangan. Dia melirik foto anaknya, yang dia selalu simpan di saku bajunya. Dia terus berpikir tentang anaknya dan ingin selalu bersamanya.

Dia terganggu oleh suara telepon yang berdering. Arabel segera mengangkatnya, mungkin pembantu rumah tangga Siska akan memberitahu sesuatu yang penting mengenai anaknya.

"Ya, bibi?" sapa Arabel dengan cemas lewat telepon.

"Arabel, aku sudah mendapatkan informasi penting. Ada peluang bagus untuk kamu," kata pembantu dengan suara hati-hati.

"Beri tahu aku, bibi. Apa yang harus aku lakukan?" tanya Arabel cepat.

"Teman saya memiliki pengacara, dan dia dapat membantu mengajukan gugatan hak asuh anak. Dia memiliki banyak pengalaman dalam menangani kasus seperti ini. Kita perlu segera mengumpulkan bukti yang kuat untuk mendukung gugatan." Pembantu itu dengan semangat menyatakan,

Arabel mengangguk, meskipun dia tahu ini tidak akan mudah. "Baiklah, aku akan siapkan segala sesuatunya. Terima kasih, bibi karena selama ini Bibi telah membantu saya. Saya sangat menghargai bantuanmu," ucap Arabel dengan tersenyum bahagia.

Pembantu dengan serius berkata, "Kamu harus berhati-hati, Arabel. Keluarga Frans tidak akan membiarkan anak ini pergi begitu saja."

"Saya tahu. Tapi saya harus melakukannya demi anakku," jawab Arabel.

***

Dalam beberapa minggu, persiapan gugatan hak asuh anak telah selesai. Arabel dan pengacaranya telah mengumpulkan bukti-bukti yang memadai untuk menghadapi sidang berikutnya.

Arabel duduk tegang di ruang sidang. Meskipun dia bergetar, tekadnya tetap teguh. Inilah saatnya untuk melawan dan memperoleh hak-hak sebagai ibu . Arabel mendengarkan setiap kata pengacara lawan saat sidang dimulai.

Dia sangat berharap keputusan hakim akan menguntungkan . Keputusan akhirnya dibuat setelah beberapa jam konferensi. Hakim memutuskan bahwa Arabel memiliki hak asuh anaknya dengan syarat dia harus mengunjunginya secara teratur.

Keputusan itu membuat Arabel menangis. Dia merasa tenang karena perjuangannya telah berhasil. Dia sekarang dapat menghabiskan waktu bersama anaknya dan memberikan yang terbaik untuknya.

***

Malam itu, Arabel menyewa apartemen kecil di mana anaknya tidur pulas di pangkuannya. Dia menangis dengan bahagia di pipinya.

"Sayang, kita akhirnya bisa bersama. Mama tidak akan pernah membiarkan kita berpisah lagi,” kata Arabel dengan suara lembut, mencium kening anaknya dengan kasih sayang.

Anaknya tertidur tenang di pelukannya. Arabel berterima kasih karena perjuangannya tidak sia-sia. Dia akan menjadi ibu yang kuat untuk anaknya, memberikan perlindungan dan cinta yang tak terbatas.

***

Maxime dan Maura, di sisi lain, merayakan kebahagiaan mereka sebagai pasangan suami istri baru di luar negeri. Mereka tidak menyangka bahwa Arabel akhirnya menerima hak asuh anaknya. Sementara itu, Maura masih mengalami bayangan masa lalu yang mengganggunya.

Maxime menggendong Maura erat dan berkata, "Kita akan bahagia bersama, sayang. Kita akan memiliki keluarga yang sempurna."

Maura dengan tersenyum licik kepada Maxime berkata, "Aku jauh lebih bahagia jika aku bisa mendapatkan apa yang aku mau dari keluarga kamu."

Tetapi kebahagiaan mereka tidak akan bertahan lama , karena ada rahasia besar yang akan segera terungkap yang akan mengubah segalanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status