Ketika bayangan itu semakin jelas, Arabel terkejut melihat siapa sosok tersebut: Adrian, seorang mantan tangan kanan Maxime yang telah bersumpah untuk menghancurkan kejahatan yang pernah dia bantu bangun. Adrian dikenal sebagai orang yang sangat licik dan berbahaya, tetapi kini dia berdiri di sisi Arabel."Adrian?" Arabel hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Adrian mengangguk singkat, matanya penuh determinasi. "Aku tahu apa yang Maxime dan Maura lakukan. Aku tidak bisa membiarkan mereka terus berbuat jahat. Kita punya musuh yang sama, dan aku datang untuk membantu."Rakha dan Reza memandang Adrian dengan rasa curiga, tetapi Arabel merasakan secercah harapan. "Bagaimana kita bisa mempercayaimu?" tanya Reza.Adrian menatap mereka dengan serius. "Aku punya informasi dan akses yang bisa membantu kita mengungkap semua kejahatan Maxime dan Maura. Tapi kita harus bergerak cepat sebelum mereka menyadari kita di sini."Arabel mengangguk pelan. "Bai
Maxime menatap dokumen di tangannya dengan kemarahan yang membara. "Ini tidak mungkin," gumamnya, merobek lembaran itu dan melemparkannya ke lantai. "Ini semua dokumen palsu!"Maura, yang duduk di sebelahnya, mengangkat alisnya. "Apa maksudmu, Maxime? Bukankah itu dokumen-dokumen yang mereka curi dari kita?"Maxime menggelengkan kepalanya dengan frustrasi. "Tidak. Mereka berhasil menipu kita. Arabel telah memberikan kita dokumen palsu. Yang asli pasti ada di tangan mereka sekarang."Maura mengatupkan rahangnya. "Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi. Kita harus menemukan mereka dan mengambil kembali yang menjadi milik kita."Maxime berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Aku akan memanggil anak buahku. Kita akan mengejar mereka sampai dapat."***Di sebuah ruangan gelap, Frans, ayah Maxime, menerima telepon dari anaknya. "Maxime, ada apa? Kau terdengar marah.""Ayah, Arabel dan timnya telah menipu kita. Mereka memberi kita dokumen palsu. Mereka punya yang asli, dan kita harus mendapatk
Keesokan harinya, setelah pertempuran yang sengit, Arabel, Adrian, Rakha, dan Reza berkumpul di tempat aman yang baru. Mereka duduk di sekitar meja, menyusun rencana baru untuk menghadapi Maxime dan Frans. Wajah-wajah mereka menunjukkan tekad yang tak tergoyahkan meskipun lelah. "Aku sudah tidak tahan lagi dengan permainan kotor mereka," kata Arabel dengan tegas. "Kita harus menemukan cara untuk mendapatkan bukti tambahan yang bisa memperkuat bukti kejahatan Maxime dan Frans." Rakha mengangguk. "Aku setuju. Tapi kita perlu lebih berhati-hati kali ini. Mereka pasti tidak akan melepaskan kita begitu saja." Reza mengeluarkan sebuah peta dan meletakkannya di meja. "Aku telah menemukan beberapa lokasi yang mungkin menjadi tempat mereka menyembunyikan bukti lain. Kita bisa mulai dari sini." Adrian memandang peta tersebut dengan seksama. "Kita butuh rencana yang matang. Setiap langkah harus diperhitungkan dengan baik. Kita tidak bisa membuat kesalahan lagi." Saat mereka merencanakan
Setelah pertempuran sengit di pabrik, Maxime dan Maura kembali ke markas mereka dengan kekalahan yang membara di hati mereka. Kekalahan tersebut membuat mereka semakin bertekad untuk menghancurkan Arabel dan timnya. Mereka tahu bahwa mereka perlu merancang rencana yang lebih kejam dan licik untuk memastikan kemenangan."Arabel berhasil menyelamatkan Reza," kata Maxime dengan wajah penuh kebencian. "Kita tidak bisa membiarkan mereka terus lolos dari kita."Maura mengangguk setuju. "Kita harus memukul mereka di tempat yang paling sakit. Sesuatu yang akan menghancurkan mereka secara emosional dan mental."Maxime berpikir sejenak, kemudian sebuah senyum kejam muncul di wajahnya. "Prince," katanya dengan suara rendah. "Anak kita dengan Arabel. Kita akan menculiknya dan membuat Arabel menderita. Kita akan mencelakakan Prince untuk memancing Arabel ke dalam perangkap kita."Maura mengangkat alisnya. "Prince masih sangat kecil. Bagaimana kita bisa memastikan rencana ini berhasil?""Kita akan
“Kita harus menemukan Prince,” kata Arabel dengan nada putus asa. “Maxime dan Maura telah menculiknya.”Adrian mencoba menenangkan Arabel. “Kita perlu merencanakan dengan hati-hati. Mereka tidak akan membiarkan kita menemukannya dengan mudah.”Mereka segera memulai pencarian untuk menemukan jejak Maxime dan Maura. Dengan bantuan dari jaringan mereka, mereka melacak lokasi-lokasi yang mungkin digunakan oleh Maxime dan Maura.Sementara itu, Maxime dan Maura merencanakan langkah berikutnya. Mereka tahu bahwa dengan menculik Prince, mereka memiliki kekuatan tawar yang besar. Mereka memutuskan untuk menghubungi Arabel dengan ancaman untuk menuntut sesuatu sebagai tebusan, sambil memastikan bahwa Prince berada di tempat yang sangat aman."Berikan kami semua bukti yang kalian miliki terhadap kami, atau Prince akan berada dalam bahaya," kata Maxime melalui pesan yang dikirimkan kepada Arabel.Arabel merasa tertekan dan berjuang untuk tetap tenang. “Kita harus bertindak cepat. Jika kita tidak
“Ada jalan keluar darurat di ruang bawah tanah. Kita harus bergerak cepat!” kata Rakha, menunjuk ke arah pintu rahasia yang tersembunyi.Mereka memutuskan untuk mengikuti instruksi tersebut dan melarikan diri melalui jalur darurat. Dengan kecepatan tinggi, mereka turun ke ruang bawah tanah, berusaha untuk tetap diam dan tidak menarik perhatian pria-pria bersenjata.Saat mereka tiba di ruang bawah tanah, Arabel merasa tercekik oleh ketegangan dan rasa sakit. Mereka bersembunyi di balik rak penyimpanan, berusaha mendengar apa yang sedang terjadi di atas.Tidak lama kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki dan obrolan dari pria-pria bersenjata. “Kami sudah memeriksa seluruh rumah. Tidak ada tanda-tanda mereka di sini,” salah satu dari mereka melaporkan.Salah satu pria lain menjawab, “Jika mereka tidak ada di sini, cari mereka di sekitar kawasan. Kami harus menemukan mereka sebelum mereka melarikan diri.”Arabel dan timnya tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal di ruang bawah tanah se
Maura mengangguk, merencanakan langkah-langkah strategis untuk melindungi lokasi-lokasi penting dan memastikan tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh lawan mereka.Pada malam hari, tim Arabel berhasil menemukan lokasi yang tampaknya sangat mencurigakan—a sebuah bangunan tua yang terlupakan di pinggiran kota. Bangunan itu tampaknya tidak digunakan dan sangat terjaga. Mereka memutuskan untuk menyelidiki tempat itu dengan hati-hati.“Ini mungkin lokasi yang kita cari,” kata Arabel dengan suara berbisik. “Kita harus memeriksa setiap sudut dan memastikan tidak ada yang terlewat.”Mereka menyusup masuk ke dalam bangunan dengan hati-hati, menggunakan peralatan canggih untuk memastikan mereka tidak terdeteksi. Di dalam, mereka menemukan beberapa petunjuk penting: dokumen rahasia dan beberapa barang berharga yang tampaknya berhubungan dengan operasi Maxime dan Maura.Saat mereka memeriksa lebih lanjut, mereka menemukan sebuah ruang penyimpanan tersembunyi di balik dinding yang dipasang de
Maura menoleh kepada Maxime dengan ekspresi terkejut dan sedikit panik. "Maxime, aku sedang berbicara dengan Arabel tentang beberapa masalah pribadi."Arabel segera memanfaatkan kesempatan ini untuk memperjelas situasi. “Kami baru saja membahas beberapa hal yang penting. Sepertinya Anda datang di waktu yang kurang tepat.”Maxime tidak menunjukkan tanda-tanda memahami sepenuhnya percakapan mereka, tetapi dia dapat merasakan adanya ketegangan di udara. “Apa pun yang kalian bicarakan, aku tidak suka rahasia,” katanya dengan nada menuduh.Maura berusaha keras untuk tetap tenang. “Maxime, aku bisa menjelaskan ini. Ini adalah masalah yang berkaitan dengan Arabel dan timnya. Aku hanya mencoba untuk menyelesaikan beberapa hal.”Arabel, melihat kesempatan untuk menambah tekanan, berkata, “Mungkin ini saat yang tepat untuk mengungkapkan semuanya, Maura. Aku yakin Maxime akan tertarik untuk tahu mengapa kamu begitu tertekan.”Maxime menatap Arabel dengan tatapan tajam. “Apa yang kau bicarakan, A