Arabel menjalani kehidupan barunya bersama anaknya di sudut kota jauh dari kehidupan glamor Maxime dan Maura. Sekarang mereka tinggal di apartemen kecil yang sederhana, namun penuh dengan kasih sayang dan kehangatan.
Arabel sangat senang dapat tinggal bersama Prince setiap hari, mengurusnya, dan melihat bagaimana dia berkembang. Arabel sibuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua hari itu. Anaknya semakin ceria dan lincah, dan mereka tertawa riang saat mengejar bola di ruang tamu kecil mereka. Telpon rumah tiba-tiba berbunyi. Arabel menutupi tangannya yang basah dengan kain lap dan mengambil gagang telepon. Layar menampilkan nomor yang tidak dikenal. Ingatlah ini, Arabel. Di seberang telepon, suara pria dengan nada dingin berkata, "Meskipun kamu mungkin menerima hak asuh anakmu, jangan berpikir bahwa kamu dapat menghancurkan keluarga Frans begitu saja." Jantung Arabel berdegup kencang saat dia menelan ludah. Dia tidak yakin siapa yang berbicara, tetapi dia mengenal suara ini. "Siapa kamu? Mengapa kamu mengancamku?” tanyanya dengan suara gemetar. "Sekarang kamu sudah memiliki anakmu kembali, tapi ingat, aku punya kekuatan untuk membuat hidupmu menjadi neraka!" Sebelum telepon langsung terputus Arabel duduk di sofa dengan terguncang. Arabel mencoba menenangkan dirinya, namun ketakutannya tidak bisa dia dihindari usai orang misterius itu mengancam. "Siapa yang berani mengancamku seperti ini? Apa yang akan mereka lakukan padaku, dan anakku? Prince datang dan memeluknya erat, mencium pipi ibunya yang basah oleh air mata. "Mama, kenapa Mama menangis?" tanya Prince dengan polos. Arabel tersenyum kepada Prince dan mencium kening anaknya. "Tidak apa-apa, sayang. Mama baik-baik saja," jawabnya dengan usaha menenangkan hati anaknya dan berusaha terlihat kuat. Tapi Arabel tahu bahwa perang belum berakhir; dia harus lebih waspada dari sebelumnya karena ancaman itu terasa nyata. *** Maxime dan Maura duduk di ruang tamu rumah Frans yang megah. Mereka masih menikmati kebahagiaan pernikahan mereka yang baru. Meski begitu, bayangan masa lalu muncul di benak Maura. Dia masih ingat percakapan yang dia lakukan dengan Arabel pada hari dia pergi ke rumah keluarga Frans. Dia tidak bisa melupakan kata-kata Arabel tentang keinginannya yang kuat untuk merebut kembali anaknya. “Sayang, apakah kita sudah benar-benar aman dari Arabel?” tiba-tiba tanya Maura, mengganggu romantisme mereka. "Tentu saja, Sayang. Arabel tidak akan bisa membuat masalah lagi setelah keputusan pengadilan," jawab Maxime sambil mengelus bahu istrinya. Meskipun Maura mengangguk pelan, kecemasannya tidak hilang begitu saja. Dia tahu bahwa Arabel adalah ibu yang kuat dan akan melakukan apa pun untuk melindungi anaknya. Maura terus merasa takut , tidak peduli apa yang akan dia lakukan.. *** Sementara itu lagi, di tempat yang tidak terduga, seseorang mengamati semua ini dari kejauhan. Dia bahkan tersenyum puas, memegang ponsel pribadi di tangannya dengan satu tangan dan menghembuskan asap dari sebatang rokok di tangan yang lain. "Permainan belum selesai. Aku akan memberi mereka kejutan yang tak terduga." Bisiknya pelan. Kemudian dia berbalik dan meninggalkan tempat itu. Dia berjalan tegak ke dalam kegelapan malam, meninggalkan dunia yang penuh dengan rahasia dan misteri di belakangnya. Meskipun ancaman yang misterius terusik, Arabel mencoba menjalani hidupnya sebaik mungkin. Dia merawat anaknya dengan kasih sayang setiap hari dan menemukan cara untuk melindunginya dari semua bahaya. Arabel merasa ada yang tidak beres saat dia dan anaknya pergi ke taman dekat apartemen pada sore yang cerah. Dia merasa mengawasinya sejak beberapa hari terakhir, tetapi dia tidak pernah mengetahui siapa orang misterius. Di taman itu, Prince bermain ayunan dan tertawa riang, tetapi Arabel tetap waspada. Tidak lama kemudian, seorang pria berjaket hitam berjalan pelan di antara pepohonan dengan pemandangan tajam ke arah mereka. Jantung Arabel pun berdebar kencang. "Siapa orang itu? Kenapa dia seperti mengawasiku?" ucapnya bertanya-tanya. Dia langsung mengambil tangan anaknya dan cepat membawa dia keluar dari taman. Seolah-olah bahaya sedang mendekat, dia berjalan dengan cepat. Arabel merasakan sesuatu yang aneh saat mereka hampir sampai di apartemen mereka. Seorang pria berdiri di depan mobil yang berhenti di depan gedung, memegang sesuatu di tangannya. "Sialan! Dia orang yang telah mengancamku!" gumam Arabel, mengenali pria itu sebagai salah satu orang yang mengancamnya lewat telepon, dia harus melindungi anaknya, Prince.. Dia cepat menuju apartemen, mencari lokasi yang aman. Di belakang mereka, suara langkah cepat terdengar. Dengan sorot mata yang penuh dengan niat jahat, Arabel menoleh cepat dan melihat pria itu mendekat. "Arabel!" teriak pria itu, sambil melangkah lebih cepat mengejar Arabel. Pria misterius itu memegang tangan Arabel dengan kuat sampai dia tidak kabur. Arabel kemudian berusaha melepaskannya karena dia tidak ingin jika pria itu mengambil Prince. "Lepaskan! "Jangan ganggu aku," teriak Arabel dengan menginjak kaki pria misterius itu hingga kesakitan. Arabel berlari dengan cepat sambil memegang tangan anaknya. Dia harus menyelamatkan anaknya dan dirinya sendiri dari bahaya yang semakin nyata . Sementara itu, di balik mereka, pria itu tersenyum puas, "Kau tidak akan bisa lari dariku, Arabel. Aku akan membawamu kembali ke keluarga Frans dengan cara apa pun," katanya sambil mengikuti Arabel dan Prince dari jarak jauh. Di sisi lain, Arabel tidak membuang waktu. Dia mengangkat anaknya dan dengan cepat berlari menuju jalan yang sempit di sebelah kanan mereka, karena dia tahu bahwa pria itu dan penjaga tidak akan bisa mengejar mereka di sana. Orang itu dengan marah berteriak, "Arabel! Kamu tidak akan bisa lari selamanya!" Arabel menolak ketakutan dengan tekad, meski jantungnya berdebar-debar. "Tolomg pergi dari sini! Saya tidak akan kembali kepada keluarga itu apalagi harus menyerahkan Prince. Anak saya adalah segalanya bagi saya, dan saya akan melindungi kekuatan tenaga saya!" balas Arabel. Pria itu terus mendekat, mencoba menakut-nakuti Arabel. Keberadaan Arabel kini sangat tercancam. "Kamu pikir kau bisa bersembunyi selamanya? Kita akan menemukanmu, Arabel." Meskipun pria itu tersenyum sinis, Arabel tidak membiarkan ketakutan menguasai dirinya. Dia perlahan melangkah mundur dengan anaknya dipeluk erat, menunjukkan bahwa dia tidak akan mundur dari ancaman apa pun.Arabel menuntun anaknya yang masih kecil menuju apartemennya dengan cepat. Dia semakin gelisah karena kehadiran pria itu, dan setiap detik terasa seperti waktu yang terlalu lambat. Bahaya yang mengancam membuat jantung berdegup kencang. Perasaan marah yang memuncak di dalamnya juga membuatnya berdegup kencang. Saat Arabel menariknya melewati lorong-lorong yang sempit menuju pintu masuk apartemen, putranya, yang masih belum sepenuhnya memahami keadaan, menangis kecil. Suasana semakin mencekam karena cahaya redup dan kenyamanan malam. Setelah mereka masuk, Arabel mengunci pintu dengan ketat dan menarik napas dalam-dalam. Dia mencoba menenangkan anaknya, yang masih menangis, dan dirinya sendiri. Arabel memeluk anaknya dengan hangat dan berkata, "Mama di sini, Nak. Kita aman sekarang." Berusaha memberikan rasa aman, dia mencium kening kecil anaknya. Tapi mereka tidak tenang lama. Mereka masih terkejut oleh suara keras dari luar. Seseorang mencoba masuk ke dalam pintu mereka. Arabel m
Setelah kejadian di apartemen itu, Arabel merasa lebih tenang. Mereka dapat tinggal di tempat yang lebih aman sekarang setelah polisi memberikan perlindungan sementara kepada mereka. Terlepas dari itu, dia terus mengalami ketegangan dan kecemasan..Malam itu, mereka berdua tidak bisa tidur dengan tenang. Anak-anaknya beberapa kali terbangun dan menangis, mungkin karena peristiwa yang baru terjadi secara alami . Arabel terus memeluknya, memberikan kehangatan dan keamanan yang dia butuhkan.Arabel bangun dengan hati yang berat keesokan paginya. Dia masih bingung tentang tindakan selanjutnya. Dia tidak tahu apakah mereka benar-benar aman dari ancaman yang mengintai, dan mereka tidak dapat tinggal di tempat perlindungan polisi selamanya.Namun, ponselnya berdering sebelum dia memikirkan opsi lain. Dia mengambilnya dengan cepat dan berharap dapat membantu mereka.Suara yang tidak dikenal berkata, "Arabel, kami tahu di mana kamu berada." Kamu tidak dapat bersembunyi selamanya.Hati Arabel b
Rakha adalah mantan anggota sindikat yang sekarang berusaha membongkar kejahatan mereka dari dalam. Dia pernah bekerja di bawah perintah Frans, kepala keluarga Frans yang kaya dan berkuasa, yang terlibat dalam berbagai kegiatan ilegal. Ketika Rakha mengetahui rencana Frans yang melibatkan ancaman terhadap Arabel dan anak-anaknya, dia merasa bersalah dan memutuskan untuk keluar dari sindikat tersebut. Namun, keluar dari sindikat bukanlah perkara mudah. Rakha tahu terlalu banyak, dan nyawanya juga terancam. Oleh karena itu, dia bersembunyi dan mengumpulkan bukti sebanyak mungkin untuk dapat melawan sindikat tersebut. Ketika dia mengetahui tentang situasi Arabel, dia melihat kesempatan untuk menebus kesalahannya dengan membantunya. Rakha tidak hanya memiliki bukti yang dapat mengungkap sindikat, tetapi dia juga mengetahui banyak rahasia internal keluarga Frans. Keputusannya untuk membantu Arabel adalah upaya terakhirnya untuk menghancurkan sindikat dan membawa keadilan bagi mereka yan
Setelah memastikan mereka mendapatkan semua yang mereka butuhkan, Arabel dan Rakha bergegas keluar dari vila. Mereka berhasil keluar tanpa terdeteksi, berkat bantuan Dina yang mengalihkan perhatian penjaga keamanan.Kembali di tempat aman, mereka menyerahkan semua bukti tersebut kepada Reza. "Ini akan cukup untuk menjatuhkan Frans," kata Reza dengan kepuasan. "Kita harus segera menyerahkan ini kepada pihak berwenang dan memastikan perlindungan bagi kalian semua."Namun, Arabel tahu bahwa ini belum berakhir. Frans pasti akan melakukan segala cara untuk membalas dendam. Tetapi dengan bukti yang mereka miliki, mereka memiliki kesempatan nyata untuk mengakhiri teror ini.Malam itu, Arabel tidur dengan perasaan lega namun tetap waspada. Dia tahu bahwa pertarungan ini belum selesai, tetapi dia merasa lebih kuat dan lebih yakin daripada sebelumnya. Dengan dukungan Rakha dan Reza, dia siap menghadapi apa pun yang datang.Di tempat lain, Frans menerima kabar buruk tentang penyusupan di vilanya
Arabel menggertakkan giginya. "Kamu tidak bisa mengancamku, Maura. Aku akan melakukan apa pun untuk melindungi anak-anakku."Maura mendekat lebih dekat, suaranya menjadi lebih dingin. "Dan aku akan melakukan apa pun untuk mempertahankan posisiku. Kamu pikir aku tidak punya cara untuk menghancurkanmu? Aku bisa membuat hidupmu jauh lebih sulit daripada yang bisa kamu bayangkan."Arabel merasa ketakutan, tapi dia tahu dia tidak bisa menyerah. "Apa yang kamu inginkan, Maura?"Maura menatap Arabel dengan penuh kebencian. "Aku ingin kamu diam. Jangan beritahu siapa pun tentang identitas asliku. Jangan pernah mencoba untuk menghubungi keluarga Frans atau Maxime tentang ini. Jika kamu melakukannya, aku akan memastikan kamu menderita."Arabel tahu bahwa dia harus berhati-hati. Maura sangat berbahaya dan memiliki banyak cara untuk menyakiti mereka. "Baiklah, Maura. Aku akan merahasiakan ini. Tapi ingat, aku tidak akan pernah berhenti melawan Frans dan Maxime."Maura tersenyum puas. "Bagus. Inga
Arabel merasakan tekanan yang luar biasa, tetapi dia tahu bahwa keselamatan anaknya harus menjadi prioritas utama. Dengan hati-hati, mereka mengelilingi gudang dan mencari cara untuk memasuki area yang dijaga.Ketika mereka akhirnya berhasil memasuki gudang, mereka menemukan Prince dalam kondisi yang menyedihkan. Hati Arabel hancur melihat anaknya terluka. Dia segera memeluk Prince dan menghiburnya, berjanji akan melindunginya.Maxime tiba-tiba muncul di pintu gudang, mengamati situasi dengan senyum sinis. "Kau harus membayar untuk tindakanmu, Arabel. Dan ini adalah harga yang harus kau bayar."Arabel merasa kemarahan yang tak tertahan. "Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti anak-anakku lagi, Maxime! Ini adalah batas terakhir!"Rakha dan Reza segera bertindak, menghadapi penjaga-penjaga yang ada dan memastikan bahwa mereka tidak tertangkap. Sementara itu, Arabel mengumpulkan keberanian untuk menghadapi Maxime dan memastikan bahwa dia tidak akan pernah menyakiti keluarganya lagi.Denga
Arabel menggenggam tangan di samping tempat tidur Prince. "Aku ingin anakku selamat, tetapi aku tidak bisa membiarkan kalian melanjutkan kejahatan ini tanpa konsekuensi."Maxime mendekat, matanya berkilat tajam. "Waktumu tidak banyak. Jika kamu memilih untuk tidak bekerja sama, kami bisa menarik tawaran ini, dan anakmu akan menghadapi konsekuensinya."Maura menambahkan dengan penuh kepuasan, "Kami tahu betapa besar risiko yang kamu hadapi. Tapi ingat, Maxime tidak akan mentolerir kegagalan."Arabel merasa terjebak dan matanya mulai berkaca-kaca. "Apa yang harus aku lakukan untuk memastikan keselamatan Prince?""Ini sangat sederhana," kata Maxime, "kamu serahkan bukti itu kepada kami dan berjanji untuk tidak melaporkannya. Kami akan menyediakan semua uang yang diperlukan untuk operasi."Arabel merasa hatinya hancur. Dia berusaha menahan air mata sambil berbisik, "Aku perlu waktu untuk berpikir.""Beerapa lama?" tanya Maxime dengan nada yang tidak sabar. "Kami tidak punya banyak waktu.
Ketika bayangan itu semakin jelas, Arabel terkejut melihat siapa sosok tersebut: Adrian, seorang mantan tangan kanan Maxime yang telah bersumpah untuk menghancurkan kejahatan yang pernah dia bantu bangun. Adrian dikenal sebagai orang yang sangat licik dan berbahaya, tetapi kini dia berdiri di sisi Arabel."Adrian?" Arabel hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Adrian mengangguk singkat, matanya penuh determinasi. "Aku tahu apa yang Maxime dan Maura lakukan. Aku tidak bisa membiarkan mereka terus berbuat jahat. Kita punya musuh yang sama, dan aku datang untuk membantu."Rakha dan Reza memandang Adrian dengan rasa curiga, tetapi Arabel merasakan secercah harapan. "Bagaimana kita bisa mempercayaimu?" tanya Reza.Adrian menatap mereka dengan serius. "Aku punya informasi dan akses yang bisa membantu kita mengungkap semua kejahatan Maxime dan Maura. Tapi kita harus bergerak cepat sebelum mereka menyadari kita di sini."Arabel mengangguk pelan. "Bai