Dianggap sebagai perempuan tak berguna oleh suami dan mertua. Pernikahan yang sudah berjalan tiga tahun lamanya Ayara bagaikan pembantu untuk mereka. Penampilannya yang lusuh karena tak diberikan nafkah yang cukup. Bahkan, Janu yang suaminya pun memandang Ayara dekil dan bau. Sampai satu hari, Janu pulang dengan menggandeng seorang wanita. “Ayara, izinkan Mas berpoligami, ya.” Bagaimana jawaban Ayara atas permintaan sang suami? Akankah Ayara menolak atau menerima dimadu?
View MoreBab 26. “Maunya gitu, sih, Buk. Tapi tabungan aku belum cukup.” Janu menghela napas mengingat angka tabungan yang masih belum mencapai target. “Memangnya mau berapa?” Nirmala mendelik ke arah putranya. “Bukannya nikah di KUA aja. Biar uangnya bisa kita pake untuk sehari-hari,” tandas Nirmala lagi. Janu spontan memijit pelipisnya. Kepalanya dipenuhi oleh beberapa masalah. Belum selesai dengan masalah panggilan pengadilan, kini ibunya malah menyuruhnya menikah dengan Laras di KUA. “Gak bisalah, Buk,” sergah Janu pelan dan itu berhasil membuat Nirmala mengernyit heran. “Gak bisa gimana? Orang tinggal sewa baju kebaya, terus ke KUA, udah selesai,” seloroh Nirmala dengan geleng-geleng kepala melihat tanggapan anaknya. Janu menghela napas kasar, ibunya tak mengerti dengan situasi yang sedang dialaminya. Jani beranjak dari kursi hendak masuk kamar. Namun, Nirmala menyergahnya. “Hei, Janu! Jawab dulu Ibu tadi nanya. Kenapa gak bisa di KUA aja?” desak Nirmala geram melihat anaknya
“Loh loh, mau datang ke mana ini?” Ayara seketika panik sendiri melihat pesan yang tertera di layar kunci ponselnya.Jemari Ayara gesit memasukkan kata sandi pada ponselnya, agar bisa membalas pesan tersebut. Namun, tidak sempat karena sebuah panggilan lebih dulu masuk dari Arsen.Ayara langsung menggeser panel hijau dan meletakkan ponsel di telinganya. Tak lama sebuah suara bariton menyapa.“Ayara!” “Pak Arsen.” Keduanya memanggil secara bersamaan. Keduanya sempat terdiam beberapa saat karena saling bertolak untuk memulai bicara.“Kamu duluan saja.” Arsen mempersilakan Ayara untuk berbicara terlebih dahulu.“Maksud Bapak datang ke mana, ya?” Ayara mengerutkan keningnya kebingungan, masih belum paham dengan isi pesan atasannya itu. Tadinya ia sempat berpikir jika itu adalah Janu. Namun, setelah memastikan nama kontak yang masuk, barulah Ayara bernapas lega karena yang baru saja mengirimkannya pesan adalah Arsen.“Saya datang menjemputmu, Ayara. Kamu sudah selesai kan?” Ayara mengan
Bab 24. Janu tidak hadir lagi.“Ayara, kamu mau pergi lagi?”“Eh, Pak Arsen.” Ayara mendongak, ia mendapati atasanya yang tampak baru saja tiba. Bisa Ayara lihat pria itu semakin mendekatinya. “Saya izin, ya, Pak. Kalau cepat selesai, saya balik kerja lagi nanti,” lanjut Ayara.“Tidak perlu, kamu bisa langsung pulang saja.” Janu melarang perempuan bermata coklat itu untuk kembali bekerja.“Makasih banyak, Pak.” Ayara bersyukur atasannya ini semakin mudah memberinya kesempatan izin. Bukan apa, hanya saja Arsen terlihat lebih berbeda dari awal ia bekerja.“Bagaimana hari ini? Kamu akan sendiri lagi?” Arsen menghampiri Ayara yang sedang berdiri di depan restoran. “Iya, Pak, saya sendirian lagi kayaknya.” Ayara mengalungkan tangannya pada tas selempang yang dibawanya.“Memangnya suami kamu itu tidak ada niatan cerai secara resmi?” tanya Arsen penasaran.Ayara menggeleng kecil. Ia tak tahu bagaimana jalan pikir mantan suaminya itu. Janu telah menalaknya. Akan tetapi, pria itu tidak mau me
Bab 23. “Terima kasih, Pak sudah nganterin saya pulang.” Ayara melepaskan sabuk pengaman yang melekat di tubuhnya. “Makasih banyak, Pak, ya. Bikin Bapak kerepotan.”“Iya, Ayara. Ini udah ke berapa kalinya kamu bilang terima kasih.” Arsen menggeleng pelan. Pasalnya sedari tadi Ayara terus mengucapkan terima kasih padanya. Padahal kan dirinya sendiri yang ingin membantu, itu artinya Arsen tidak keberatan.Ayara tertawa kecil, ia pun bingung harus mengucapkan apa lagi selain dua kata itu. Ayara dibuat semakin tak enak karena pria itu juga yang membayar makan siang. Tadi sebelum pulang, Arsen dan Ayara memang sempat singgah makan siang karena jam sudah menunjuk pukul dua siang.“Kalau begitu, saya masuk dulu ya, Pak.” Arsen mengangguk kecil. “Besok saya masuk kerja, kok, Pak.”Arsen kembali mengangguk. “Baiklah, tetap ke resto kalau tidak ada jadwal panggilan dari pengadilan.”Ayara mengangguk patuh. Pria itu memang sudah mengizinkan Ayara untuk libur. Hanya saja Ayara harus tetap pergi
Bab 22.“Iya, Pak.” Ayara menatap Arsen lalu mengangguk. Memang saat ini dirinya sudah bukan istri orang. Namun, ia belum resmi di mata negara. Oleh karena itu, Ayara ingin menerangkan statusnya.“Kapan kamu ke pengadilannya?” Bukannya menjawab pertanyaan permintaan izin Ayara, pria itu malah balik bertanya.“Mungkin besok, Pak. Itu pun kalau Bapak izinkan libur.” Ayara pasrah, tetapi tetap saja ia sangat ingin untuk ke sana.Arsen tampak menghela napasnya panjang. Sebelum menjawab, pria itu menatap Ayara lama. “Saya bantu.”“Hah? Gimana, Pak?” Ayara tak mengerti dengan jawaban pria di depannya.“Saya bantu kamu untuk cerai dengan suami kamu itu.”*Sesuai dengan rencana kemarin, Ayara bisa libur kerja karena hendak ke pengadilan. Seperti ucapan Arsen terakhir kali jika pria itu akan ikut serta dan ingin membantu Ayara.Setelah melihat beberapa kali kejadian yang melibatkan Ayara dan Janu—mantan suaminya— membuat Arsen prihatin dengan Ayara yang tidak bisa berbuat lebih. Alhasil, sel
Bab 21.“Kamu benar gak masalah, Nak?” Ayara menggeleng kecil dengan ponsel yang masih bertengger di salah satu sisi telinganya. “Iya, Kakek, aku gakpapa.”Kini perempuan berhijab itu sedang berbicara dengan sang kakek melalui panggilan suara. Ayara sengaja berjalan sedikit jauh dari keramaian ruangan karyawan. Begitu pula dengan Darma yang juga mengasingkan diri ke sisi samping restoran untuk menanyakan keadaan cucunya yang baru saja dihina oleh laki-laki yang ternyata pegawainya.“Terus kamu mau biarkan laki-laki tidak tau diri itu menghina kamu selalu? Kakek gak rela cucu kecil Kakek dihina sama orang kayak dia.” Darma memijat kepalanya yang berdenyut. Ia masih tidak percaya jika laki-laki bermulut lemes itu adalah mantan suami cucunya.Ayara tersenyum mendengar pembelaan dari Darma. Setelah sekian lama hidup dalam bayang-bayang disalahkan. Namun, pada akhirnya ia bisa mendapatkan pembelaan dari seseorang. “Haruskah Kakek beri dia pembalasan karena sudah membuat hidup kamu mender
“Ayara!” Bu Ningsih berjalan terburu-buru menghampiri Ayara yang baru saja turun dari ojek.“Ada apa, Bu?” Ayara melihat Bu Ningsih menghampirinya dengan wajah yang sulit diartikan. ‘Apakah sesuatu telah terjadi pada putranya?’ Bukan apa, Ayara melihat Ningsih yang sekarang persis seperti saat Aciel jatuh sakit tempo hari. “Ada apa? Apa El sakit lagi, Bu?” Wanita paruh baya itu menggeleng cepat. Balasan itu membuat Ayara mengerut heran. “Terus kenapa, Bu?”“Ada kiriman sangat banyak,” jawab Ningsih, mampu membuat Ayara kembali kebingungan.Kiriman? Kiriman apa? Perasaannya ia tidak merasa memesan apa pun. Jelas saja, jangankan untuk memesan barang, ia bisa makan saja sudah lebih dari cukup. “Tapi, Buk, aku gak mesan apa-apa. Seharian aku di tempat kerja.” Ayara menjelaskan ketidaktahuannya. “Rika, mungkin dia yang mesan, Bu.” Bu Ningsih menggelengkan kepalanya, karena kiriman yang sedang mereka bicarakan tidak ada sangkut pautnya dengan Rika.Rika merupakan salah satu anak panti.
Bab 19.“Tidak bisa, Ayara.” Arsen mengulangi kalimatnya. Kali ini Ayara tidak meminta lagi. Nada suara atasannya tersebut sudah cukup menegaskan jika pria itu tidak memberikan alamat rekannya kepada pelayan sepertinya.“Tidak apa-apa dan maaf Pak karena sudah lancang. Terima kasih, Pak. Maaf sudah mengganggu waktunya.” Ayara berdiri dari kursi, berbalik berjalan menuju pintu.Ayara rasa cukup, lebih baik ia pergi dan cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya. Lalu ia pulang untuk menemui putranya. Memang setelah ia mendapatkan pertolongan waktu itu saat Janu mau membawa El, Ayara tidak lagi membawa anaknya ke tempat kerja. Ia merasa anaknya aman karena ada perlindungan, meskipun itu sesaat.Akan tetapi, rasa dilindungi itu perlahan memudar karena pada dasarnya ia bukanlah siapa-siapa yang berhak menerima pertolongan apalagi perlindungan dari sang atasan.“Ayara, tunggu!”Ayara yang hendak masuk lift, langsung mengurungkan niatnya. Ia berbalik arah, ternyata Arsen yang baru saja keluar
“Nggak ada, Ra.” Tatapan Bu Ningsih menjurus ke depan. Kilatan bayangan ketika masa itu terlintas di kepalanya. Bu Ningsih lalu menoleh pada Ayara. “Kenapa tiba-tiba sekali kamu nanyain tentang ini, Nak?”Tentu saja Bu Ningsih keheranan, karena selama ini Ayara tak pernah menyinggung tentang bagaimana bisa dia berada di panti asuhan ini.“Nggak, Bu. Mau tau aja.” Ayara terkekeh kecil setelahnya.Ningsih mengangguk paham, tetapi wanita paruh baya ini tak tahu apa yang sedang dihadapi Ayara. Tampak Ningsih menarik napasnya, sebelum melanjutkan ucapannya.“Dulu Ibu nemuin kamu di depan gerbang. Kamu sendirian di sana, nggak ada orang lain. Saat itu hujan, jadi Ibu gak lama-lama di depan gerbang. Jadi, Ibu langsung bawa kamu masuk ke rumah panti, biar kamu gak makin kedinginan.” Bu Ningsih menjelaskan bagaimana keadaan pada saat itu.Penjelasan Bu Ningsih diterima baik oleh Ayara. Di restoran tadi ia langsung pergi ketika Kakek Darma mengajaknya ikut pulang bersamanya. Saat itu Ayara mera
“Ayara! Di mana kamu!”Pekikan itu mengisi seluruh sudut rumah. Ayara yang masih membersihkan dapur, langsung berlari kecil menuju meja makan. Di ambang pintu, Ayara melihat Nirmala—ibu mertuanya— yang sedang berkacak pinggang seraya menatap kesal pada meja makan. Hatinya mendadak tak enak, apa lagi yang salah di matanya? Dengan ragu Ayara melangkah menemui mertuanya yang sudah marah-marah di pagi hari.“Ada apa, Bu? Pagi-pagi Ibu udah teriak.” Ayara menatap mertuanya tak mengerti.“Ada apa, ada apa! Coba kamu lihat, apa yang kamu masak?!” Nirmala menunjuk ke atas meja makan. Ayara menoleh ke sana. “Kamu lihat itu? Kamu nyuruh kami sarapan dengan mie instan? Jadi istri kenapa gak punya pikiran, hah!?” Nirmala menyumpah-serapahi Ayara, tanpa memikirkan perasaan perempuan itu.“Maaf, Bu. Aku cuma bisa masak ini.” Ayara meremas ujung bajunya. Hanya ini yang bisa ia lakukan setiap kali kena amuk mertuanya.Mendengar balasan Ayara yang begitu halus, membuat Nirmala kembali berdecih sinis.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments