Share

Bab 9. Kalung Sabit

“Kamu diterima kerja di restoran.”

Kalimat itulah yang terus terngiang di benak Ayara. Sungguh kejadian sederhana itu, benar-benar mendatangkan berkah dan keuntungan untuknya. Siapa sangka hanya karena membantu seorang wanita yang ternyata pemilik restoran. Sehingga sekarang Ayara bisa berkerja di sana.

Itulah siklus kehidupan. Di saat ada hati yang tulus dalam membantu, maka Tuhan juga akan mempersiapkan bantuan dan hal indah lain untuknya. Maka dari itu, jangan sekali-kali lelah dalam berbuat baik dan tetap menolong sesama sesuai kemampuan kita.

Pagi-pagi sekali Ayara sudah bangun dan mempersiapkan Aciel. Rutinitas ini sudah Ayara lakukan sejak satu minggu lalu, saat ia mulai bekerja di restoran Arsen. Usai dengan semua kesibukan pagi, barulah Ayara mempersiapkan dirinya.

“Bunda berangkat kerja, ya, Sayang.” Ayara mencium pipi Aciel sebelum berangkat. “Jangan rewel, ya. Patuh sama nenek,” lanjutnya dan dibalas anggukan oleh anak itu.

“Ote, Nda,” sahutnya sambil tertawa.

“Hati-hati, ya, Ra.” Bu Ningsih menerima tubuh Aciel. “El aman sama Ibu,” balasnya lagi tanpa merasa kerepotan harus menjaga Aciel.

Ayara tersenyum mendengarnya. Setelahnya Ayara langsung berjalan ke luar gerbang panti. Beruntungnya Ayara diterima kembali oleh panti asuhan, tempat di mana ia tumbuh kembang. Bahkan, selama satu minggu ini juga, bu Ningsih selaku pengurus panti dengan senang hati menjaga Aciel saat Ayara bekerja.

Sebuah ojek online yang ditumpangi Ayara berhenti di tepi jalan, tepat di depan restoran bintang milik Arsen. Setelah membayar, Ayara melangkah masuk ke restoran. Terlihat beberapa rekannya yang sedang beberes, dengan cepat Ayara menyimpan tasnya dan ikut bergabung dengan teman pelayan yang lain.

“Sini biar aku aja, Mita.” Ayara meminta alih kerjaan yang sedang Mita kerjakan.

Mita yang sedang mengelap kaca pembatas antara outdoor dan indoor, lantas menoleh pada Ayara. “Yaudah, Mbak lanjut ini aja. Biar aku yang ke belakang.” Mita menyerahkan kain dan cairan pembersih pada Ayara.

Ayara menerima dan langsung melanjutkan aktivitas Mita yang tertunda karenanya. Ayara menatap kepergian Mita dengan senyuman. Ia beruntung mengenal Mita, perempuan itu sangat baik dengannya. Meskipun pertemuan pertama mereka terkesan buruk karena kejadian malam itu. Namun, kini Ayara dan Mita cukup dekat dalam bekerja.

Bersih-bersih dan beberes seluruh sudut dan segala objek di restoran adalah hal yang selalu mereka kerjakan sebelum restoran siap untuk dibuka untuk pelanggan. Saat semuanya sudah selesai, kini tugas mereka bertambah, yaitu melayani serta mengantarkan pesanan pelanggan ke meja-meja.

Sama seperti biasanya restoran The Star Eatery selalu ramai dikunjungi. Hampir seluruh meja diisi oleh pengunjung. Hal ini tak jarang membuat pelayan kelelahan dalam bekerja yang tak henti.

“Iya, hari ini ada kunjungan rekan pak bos.”

“Katanya sih dari perusahaan gitu.”

Ayara yang baru memasuki dapur mendengar percakapan rekan kerjanya yang lain. Setelah mendengar itu, Ayara bertambah yakin jika atasannya bukanlah orang biasa. Pria itu ternyata bukan hanya pemilik restoran ini, tetapi ada profesi lain juga.

“Mbak!”

Ayara sontak menoleh pada sumber suara. Ternyata Mita lah yang memanggilnya. “Kenapa?”

“Mbak udah antar makanan ke meja dua lima?” Ayara mengangguk pelan. “Nahh, pas banget. Sekarang Mbak antar makanan dan minuman ini ke ruang VIP lantai tiga ya,” titah Mita pada Ayara yang baru saja hendak duduk.

Ayara menelisik satu per satu dari mereka, terlihat sedang ada pekerjaan. Dengan perasaan lelah Ayara pun mengangguk, menyanggupi permintaan Mita. Ayara sadar diri saja. Ia masih karyawan baru di sini, ia hanya mengikuti arahan mereka yang sudah senior di sini.

Melihat Ayara mengangguk, sontak Mita mengambil nampan yang telah disiapkan oleh chef. Kemudian Mita menyerahkan nampan tersebut pada Ayara.

“Ini semua bawa ke lantai tiga?” tanya Ayara menatap jumlah piring berisi makanan dan gelas dengn beberapa jenis minuman di dalamnya. “Ini banyak sekali, aku takut jatuh gelas-gelasnya,” keluh Ayara tak berani membawa pesanan dalam jumlah yang banyak.

“Tenang, Mbak bisa pakai food trolley.” Mita menunjuk ke arah troli yang ada di sisi kanan pintu dapur. “Udah, Mbak langsung ke sana, ya. Takutnya tamu pak bos keburu selesai. Ini udah waktunya makan siang soalnya,” lanjut Mita pada Ayara.

Ayara mengangguk paham, ia langsung mengambil troli makanan yang ada di ruangan tersebut. Usai menyusunnya, Ayara bergegas pergi ke lantai tiga.

Setibanya di depan pintu ruangan VIP, Ayara berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Pintu berbahan dasar kaca tebal dengan ukiran halus yang mencerminkan kemewahan.

Hati berdebar dan tangan yang sedikit gemetar, saat mengetuk pintu dengan sedikit kuat. Wajar saja ia takut, karena ia akan mengantarkan makanan untuk tamu yang spesial atasannya. Terlebih lagi ada Arsen di sana.

Begitu pintu terbuka, perempuan itu disambut oleh seorang pria muda berjas yang memberikan senyum ramah padanya. Dengan kepala sedikit menunduk, Ayara membalas senyum pria itu.

“Selamat siang,” sapanya ramah dan dibalas anggukan oleh beberapa pria di dalam sana.

Kemudian Ayara masuk ke dalam ruangan yang luas dan elegan. Cahaya lampu kristal menggantung di langit-langit, memantulkan kilauannya di seluruh ruangan. Ayara berjalan mendekati meja besar di tengah ruangan. Di sana Ayara melihat Arsen yang duduk berhadapan dengan seorang laki-laki tua dan pria yang membuka pintu untuknya.

Ayara langsung mengalihkan pandanganya saat Arsen menatapnya datar. Ia takut disangka tidak becus bekerja. Dengan cepat Ayara membungkuk dan meletakkan makanan dan minuman yang dibawa dengan hati-hati. Satu per satu makanan di atas troli telah berpindah tempat.

“Selamat menikmati hidangannya.” Ayara mundur beberapa langkah usai meletakkan makanan. Tentu saja setelah semuanya tersaji di atas meja.

“Terima kasih.” Bukan Arsen yang mengatakan itu, melainkan laki-laki tua dan dua pria muda lainnya.

Ayara merespon dengan senyuman hangat di balik hijabnya. Tak ada keperluan lain di sana, Ayara lantas berbalik lalu pergi.

Kepergian Ayara membuat para laki-laki di dalam ruangan tersebut kembali melanjutkan pembicaraan mereka yang sempat tertunda karena kedatangan Ayara. Pembicaraan yang tak begitu banyak lagi, akhirnya tuntas dan mereka mulai menikmati hidangan yang tersedia.

Satu-satunya laki-laki tua yang ada di sana berjongkok untuk mengambil sebuah rantai indah yang tak sengaja terinjak olehnya.

"Kalung milik siapa ini?"

"Kalung? Kalung apa, Pak Darma?" Arsen mengalihkan atensinya pada Pak Darma.

Darma menaikkan benda itu agar dilihat oleh Arsen. "Ini kalung seperti gak asing di mata saya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status