Share

2. Dipalak Ibu Mertua

Setelah memasak untuk makan malam. Ayara bersiap-siap untuk menanti kepulangan suaminya dari kantor. Hinaan sang mertua terhadap penampilannya, mendorong Ayara untuk sedikit tampil beda malam ini. Setelah menggunakan baju tidur, ia mulai memoles tipis wajahnya agar sedikit berwarna. Mungkin itulah yang Janu nantikan darinya ‘kan?

Ayara berniat untuk duduk bersantai sebentar tanpa pekerjaan apa pun. Namun, putranya yang tadinya masih lelap, kini terbangun dan langsung menangis mencari keberadaan ayahnya. Ayara mengambil Aciel putranya yang kerap disapa El memutari kamar. Berharap anak berusia dua tahun itu akan tenang.

“Sebentar lagi ayah pulang, kok,” ujar Ayara mengusap air mata di wajah putranya.

El masih merengek pada Ayara. Anak itu mengatakan ingin digendong ayahnya. Wajar saja El bersikap begitu, beberapa waktu terakhir Ayara memang sudah hampir tak pernah melihat suaminya itu bermain dengan anaknya. Misalkan pun ada, baru beberapa detik digendongnya, malah langsung dikasih kembali pada Ayara dengan alasan El tidak mau dengannya.

Ayara memberikan mainan agar anak laki-laki ini berhenti menangis. Namun, upayanya tidak membuahkan hasil.

“Nda … mawu ayah,” pintanya dengan suara cadel khas balita.

“Iya, Bunda tau. Tapi, sebentar lagi ayah baru pulang.” Ayara mencoba memberi pengertian pada putranya. “El sabar sebentar ya, Nak.” Anak itu mengangguk kecil. “Em, sekarang kita tunggu ayah di depan, ya.”

El yang sedari tadi menangis kini tersenyum karena mereka akan menunggu kepulangan ayah. Anak itu bersorak girang dan langsung mengajak bundanya ke depan.

Di sinilah sekarang Ayara dan El berada, di ruang tamu. Tak lama mereka duduk di sana, terlihat Lili baru masuk ke dalam rumah. Ayara tidak menyapa atau berkomentar. Lagi pula, ini bukan sekali dua kali adik iparnya begitu. Ia yakin remaja itu tidak akan mendengar apa yang ia katakan.

Sekitar sepuluh menit berlalu, suara deru mobil menembus telinga. Itu Janu yang baru saja tiba dengan mobil yang dibeli secara kredit dua bulan lalu.

“Malam, Mas,” sapa Ayara menyambut Janu dan langsung menyalami tangan pria itu. “Mas udah makan malam?”

Janu mengangguk cepat. Melihat wajah Ayara yang berubah, Janu langsung berkata, “Jangan mikir aneh, ada acara di kantor makanya semua karyawan dapat makan malam,” kilah Janu memutar bola matanya malas.

Ayara tersenyum senang mendengar itu. Jika di kantor tidak masalah, toh di sana juga ramai-ramai ‘kan? Yang jadi masalah jika suaminya itu makan malam secara individu dengan wanita lain.

“Terus, Mas mau langsung mandi?” tanya Ayara, dibalas anggukan Janu.

Mereka pun pergi dari sana, tak lupa Ayara menutup dan mengunci pintu utama. Di dalam kamar Ayara bermain sebentar dengan El sembari menunggu Janu yang sedang membersihkan diri.

Tak lama, pintu kamar mandi terbuka pelan. Terlihatlah Janu dengan balutan kaos dan celana selutut. Wajah pria itu tampak lebih segar daripada tadi.

“Ayah!” El berjalan tertatih menuju Janu yang hendak menaiki kasur. Anak itu membuka tangannya berharap sang ayah menggendongnya.

“Mas, kok, kamu langsung tidur? Kamu gak liat El mau digendong kamu?” kesal Ayara melihat anaknya diperlakukan seperti itu oleh ayahnya sendiri. “El dari tadi nanyain kamu. Dia rindu main dan digendong kamu, tapi kamu malah kecewain dia.”

Ayara tak bisa berkata-kata dengan sikap suaminya. Janu sama sekali tidak memperdulikan apa yang Ayara katakan. Ia langsung bangkit dari kursi menggendong putranya yang sudah memasang wajah sedih.

“Setega itu Mas sama anak kecil? Mas tau gak, kalau akhir-akhir ini Mas itu udah berubah. Setidaknya kelonin El sambil tidur, Mas—.

“Halah kamu ini berisik banget sih?!” Janu menatap marah Ayara yang mematung di tengah kamar. “Ngoceh terus dari tadi pagi. Heran aku!”

Ayara bungkam, hatinya seperti tersayat ketika suara suaminya semakin meninggi padanya. Ayara menghampiri Janu yang sudah berbaring di kasur, disentuhnya pundak laki-laki itu. Namun, ia langsung ditepis kasar.

“Apa lagi, hah?!” Dada Janu naik turun lantaran menahan kesal. “Aku tuh capek dari pagi kerja baru pulang malam. Kamu ngerti gak sih?” Janu menatap kesal ke arah Ayara, lalu matanya beralih pada El yang ada di gendongan sang istri. “Kamu juga! Kecil-kecil rewel terus!”

“Kenapa kamu begini, Mas? Kamu bukan Mas Janu yang aku kenal. Kenapa kamu berubah gini? Jangan-jangan ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku, ya?”

“Ayara!”

“Ayara!”

Teriakan itu berasal dari arah kamarnya. Ayara menyahut pelan, tentu saja tak dapat didengar oleh Nirmala. Dalam hitungan detik, wanita berjambul itu mendatangi Ayara yang sedang di meja makan menemani putranya sarapan.

“Heh, kamu ini! Dipanggilin kok gak nyaut! Gak ada sopan santunnya sama orang tua!” Nirmala berkacak pinggang di depan Ayara dan cucunya.

“Maaf, Bu. Aku lagi nemenin El makan. Tadi udah aku sahut, kok. Tapi, Ibu gak denger,” kilah Ayara dengan halus.

Nirmala tidak minat mendengar ocehan basi menantunya itu. Memang dasarnya tidak beradab. Nirmala membenarkan letak rambutnya yang sedikit tergeser, lalu menyodorkan tangannya ke depan Ayara.

Ayara spontan menukik alisnya. “Kenapa tangannya gitu, Bu?”

“Ya, minta uanglah! Kan, anakku baru kasih uang kemaren.” Nirmala dengan meminta dengan sewot. Melihat Ayara masih tak bergeming, membuatnya geram. “Cepatlah, Ayara! Saya mau ada arisan sama ibu-ibu komplek!”

“Tapi, Bu. Itu uang belanja sampai tiga minggu ke depan.” Ayara memelas dengan suara yang halus. “Kan, uang Ibu udah dilebihkan sama Mas Janu dari jatah bulanan aku,” lanjutnya tanpa berbohong.

Memang benar, selama setahun terakhir ini, sedikit dari jatah nafkah untuk Ayara malah diberikan kepada Nirmala. Namun, wanita itu belum juga puas dan sekarang malah minta uang belanja makan mingguan.

“Bilang aja pelit,” cibir Nirmala, “Cepat ambil uangnya!” Kali ini Nirmala menghentakkan meja makan.

Ayara terlonjak, bahkan sampai-sampai El yang sedang menikmati labu rebusnya ikut terkejut karena ulah sang nenek.

Ayara tampak enggan beranjak. Ia mempertahankan ego-nya kali ini demi kebutuhan bersama. Seandainya uang itu diberikan separuh untuk kebutuhan ibu yang mendadak hari ini. Lantas dua minggu ke depan mereka harus makan apa?

“Beri aku uangnya sekarang atau saya bilang sama Janu kalau kamu dorong saya sampai jatuh?” ancam Nirmala dengan gigi bergemeletuk.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status