Frans mulai paham apa maksudnya, begitu pula dengan Siska. Mereka berdua menatap Maxime di sebelahnya.
"Siapa wanita ini dan ada hubungan spesial apa kalian?" ujar Siska, ketus. Suasana rumah mulai tidak enak, Siska meminta jawaban dari putranya atas apa yang sudah terjadi. "Kamu kenal dekat dengan dia, Maxime?qissssssw Maxime terdiam. Pada akhirnya dia menjawab dan menjelaskan sedikit mengenai kejadian malam itu yang dianggap sebagai kecelakaan. Maxime mengatakan bahwa Arabel adalah rekan kerjanya di kantor. Namun, malam itu Maxime mengajak Arabel ngedate di sebuah club. Di sana terjadi hal yang tidak diinginkan dan Arabel hilang kesuciannya untuk pertama kali. "Itu artinya, kau dan gadis ini...." Siska hampir marah besar. Namun, Frans menghalangi. Di satu sisi, Arabel tidak tinggal diam untuk terus meminta tanggung jawab dari keluarga Frans atas apa yang sudah dilakukan putra mereka terhadapnya. "Saya mohon tanggung jawab. Ini anak Maxime, ini darah dagingnya." Siska meredam amarahnya. Dia meminta Arabel meyakinkan dirinya jika anak dalam kandungan Arabel benar-benar darah daging Maxime. "Buktikan padaku jika itu memang anaknya Maxime. Bagaimana caranya saya bisa percaya? Banyak wanita yang ingin dinikahi putra saya, bisa saja kamu membuat cerita yang bukan-bukan." Siska menuduh. "Mohon maaf, Nyonya. Saya tidak akan membuang-buang waktu untuk melakukan ini semua jika Maxime tidak ada hubungannya dengan saya. Ini adalah anaknya dan dia yang sudah melakukan." Pembicaraan dibuat lebih rileks. Frans yang ambil alih bicara. Laki-laki paruh baya itu bertanya lagi kepada Arabel tentang hubungannya dengan Maxime. Arabel menceritakan dengan sangat runtun, dia juga mengaku jika kejadian malam itu tanpa kesengajaan bersama. Mereka sudah berada di bawah pengaruh minuman memabukkan, sehingga menyebabkan hal buruk terjadi. Walaupun begitu, Siska tidak mau mengalah. "Ini salahmu sebagai seorang perempuan. Kenapa kau tidak bisa menjaga diri? Ini akibatnya," bentak Siska. Dia marah-marah. Merasa nama baik keluarganya tercoreng akan adanya peristiwa ini. "Sudah, mama jangan emosi, nanti sakit." Frans mengayomi istrinya. Mereka terdiam semua. Keluarga Frans meminta waktu setengah jam untuk berbicara rahasia, mereka harus berunding dalam menemukan keputusan. Setengah jam kemudian, Siska kembali bersama Frans. Mereka memasang wajah datar dan menghampiri Arabel yang masih duduk di sofa. Arabel sudah berdoa supaya mendapatkan keadilan atas anaknya. "Oke. Saya sudah menemukan keputusan untuk masalah kamu ini." Siska buka obrolan kembali. Maxime terima beres. Dia hanya diam dan menunggu jawaban mama serta papanya. "Besok kamu dan Maxime akan menikah. Kamu menginap malam ini di sini, karena besok adalah hari bahagia yang ditunggu-tunggu." Arabel melebarkan matanya. Dia senang mendengar jawaban Siska yang dari awal sangat diharapkannya. "Apakah Nyonya serius? Tuan serius?" tanya Arabel. Siska tersenyum miring. Dia melipat tangannya di dada, kemudian melangkah ke arah jendela. "Kamu akan menikah dengan putra saya, putra semata wayang keluarga Frans yang kaya raya. Tapi, ada syaratnya." Arabel mengerutkan keningnya. Senyumnya hilang. "Syarat apa itu, Nyonya?" tanya Arabel dengan polos. "Kontrak pernikahan. Pernikahan itu hanya akan berlangsung selama sekitar sembilan bulan sampai anak itu lahir. Pernikahan kamu dengan Maxime akan cerai setelah lahirnya anak. Kamu tidak perlu khawatir karena saya akan menangani semua urusannya." "Pernikahan tidak boleh dipermainkan karena itu sakral. Arabel dengan tegas menolak tawaran Siska. "Tidak maukah kamu melakukan ini? Kamu ingin anakmu lahir tanpa ayah? Bagaimana jika keluarga kamu mengetahui bahwa kamu hamil di luar nikah? Mereka pasti malu, dan mungkin tidak akan mengakui kamu lagi sebagai anak!" jawab Siska sambil tersenyum licik. "Ada benarnya juga ucapan Siska. Ayah punya penyakit jantung. Gimana kalau sampai Ayah tahu? Aku gak mau keluargaku tahu soal ini," batin Arabel. "Saya akan mengikuti semuanya. Tapi, Nyonya, tolong jangan beritahu keluarga saya soal ini," kata Arabel dengan terpaksa menerima perjanjian itu adalah satu-satunya pilihan yang ada. Siska dan Frans pergi bersama. Arabel terpelongo di tempat dalam keadaan sakit. Rasanya sesak saat pernikahannya dijadikan permainan semata keluarga kaya raya. *** Saat hari pernikahan tiba, Arabel dan Maxime resmi menjadi sepasang suami istri, seperti yang dilakukan orang lain di sana. Keluarga Frans mengadakan pernikahan yang sangat mewah di sebuah hotel mewah. Arabel sangat senang. Dia sangat bersyukur karena Maxime menerima anaknya dan kehamilannya tidak sia-sia. Arabel percaya bahwa ini akan mengubah hidupnya dan meningkatkan status sosialnya. Nanti Arabel akan merasakan bahwa menjadi Nyonya adalah impian setiap wanita. Gelar nyonya Maxime sudah di depan mata dan Arabel tidak sabar akan hal tersebut. "Kamu terlihat sangat tampan hari ini, Maxime," puji Arabel dengan senyuman. "Terima kasih." Maxime membalasnya acuh tak acuh. "Kamu kenapa tidak semangat dengan pernikahan ini? Bukannya semua ini karena salahmu?" kata Arabel. Dia mengorek kejadian itu lagi. "Harusnya kamu juga sadar, menjadi seorang perempuan harus jaga diri baik-baik. Paham?" balas Maxime. Keributan kecil terjadi. Selain itu, para tamu undangan secara rahasia berbicara tentang Arabel, mengatakan. "Wanita itu dulunya asisten pribadi Pak Maxime di kantor, tampak dia biasa saja, dan dari keluarga sederhana. Mungkinkah Pak Maxime ingin menikah dengan wanita yang tidak setara dengannya?" Keluarga Frans dan Arabel secara tidak sengaja mendengar sindiran dari para tamu undangan yang hadir. "Jika bukan karena memikirkan nama baik keluargaku, aku tidak mau menikah denganmu!" Maxime bisik di telinga Arabel, dan wanita itu langsung menjawab dengan sedih. Di pesta itu, banyak orang memberikan ucapan selamat kepada Maxime, termasuk mantan kekasihnya. Tidak sedikit orang yang bertanya tentang keluarga Arabel hingga mereka mendengarkan sindiran pedas. Beberapa dari tamu yang datang, menceritakan Arabel, heran dengan pernikahan yang tidak didatangi oleh keluarga mempelai wanita. Resepsi berjalan satu hari, malam harinya acara berakhir. Arabel dan Maxime terlihat turun dari singgasana pelaminan dan bersiap-siap pulang ke rumah untuk istirahat. "Puas kamu mencoreng nama baik keluarga kami?" tanya ketus Siska. Tidak ada siapa-siapa lagi di sekitar tempat, kecuali wedding organizer dan pengurus acara lainnya. "Maksudnya apa, Mah?" Arabel bingung. "Para tamu menanyakan keluargamu dan kamu tidak tahu di mana mereka? Pernikahan macam apa ini?" bentak Siska. Arabel terdiam. Dia hanya menundukkan kepala, karena sebenarnya memang tidak ada satu orang keluarganya yang tahu akan pernikahan tersebut. "Maxime, mari kita pulang. Tugas kita sudah selesai dan biarkan wanita ini." Setelah menarik tangan Maxime, Siska masuk ke dalam mobil. Arabel menatap tajam Frans, dan dia tidak mengizinkannya masuk ke mobil keluarga. Akibatnya, Arabel menggunakan taksi untuk pulang ke rumah Maxime. *** Semua anggota keluarga Frans masih terlihat duduk di sofa ruang tamu. Sementara Frans berada di sebelahnya, Siska meletakkan tangannya di kepalanya. Maxime bermain game dengan senang hati, dan beberapa keluarga lainnya ikut serta. Sementara Arabel baru saja tiba di rumah. "Mau apa kamu pulang kemari?" Frans bertanya. "Ini juga rumahku, aku sudah resmi menjadi istri Maxime." balas Arabel. Siska bangkit dari kursinya. Ingatlah janji Anda! Tidak ada hak untuk anak saya karena Anda hanya istri kontrak. Kamu bukan siapa-siapanya Maxime setelah anakmu lahir, bukan?" Arabel menunduk. Dia masih percaya bahwa Siska akan mengubah perspektifnya setelah kelahirannya . Hati keluarga Maxime pasti akan luluh saat melihat bayi kecil itu. Maxime menutup ponselnya dan berjalan menuju kamar. Dia tidak melirik Arabel, yang jelas istrinya. "Permisi Mama, Papa, aku juga mau istirahat. Kita lanjutkan besok ya pembahasan ini." Arabel melangkah mengikuti Maxime. Namun, Frans melarang. "Mau ke mana kamu? Wanita kotor sepertimu tidak pantas tidur di kamar anak saya. Berhenti melangkah!"Arabel berhenti berjalan. “Jangan memasang wajah sedih, kami tidak akan peduli,” Siska menimpali, Arabel memasang wajah sedih ke arah Frans. "Apa yang harus aku lakukan, Pah?” Saya juga ingin tidur. Bagaimanapun, aku berhak untuk tidur bersama suamiku. "Maxime telah menutup pintu dalamnya, dan tidak mengizinkan kamu masuk. Wanita kotor, pikirkan nasibmu sendiri." Seiring dengan Frans, Siska tersenyum jahat dan memasuki kamarnya. Arabel terdiam di ruang tamu. Dia meringkuk menangisi nasibnya. Seperti inikah pernikahan yang dibayangkan akan bahagia? Bukan menjadi nyonya, Arabel mentah-mentah harus menelan luka dari perlakuan tidak baik keluarga suaminya. Tidak lama kemudian datang seorang pembantu rumah tangga. Dia mengarahkan Arabel untuk tidur di kamar pembantu yang kosong. Arabel setuju, dari pada tidur di sofa. Malam itu Arabel tidur di kamar pembantu. Harusnya dia tidur bersama Maxime. Malam pertama setelah pernikahan terasa menyakitkan. Arabel tidak pernah membayangkan hal it
Pembantu dan sopir diminta pulang oleh Siska, karena Arabel sudah ada yang menemani. "Apa ini, Papa?" Arabel membaca surat itu dan syok melihat pernyataannya. "Apa-apaan ini, Mama, Papa? Haruskah sekarang aku bercerai dengan Maxime?" tanya Arabel sambil menangis. Siska mengatakan sudah tidak ada alasan untuk menahan, ini sudah sembilan bulan lamanya dan sesuai perjanjian awal, Arabel harus meninggalkan Maxime ketika anaknya lahir. "Ingat janjimu. Kamu bukan bagian dari keluarga Frans lagi setelah anak ini lahir. Mengerti?" Arabel menggeleng tidak rela. Dia masih membaca isi surat itu dan tambah terkejutnya dia, saat ada pernyataan bahwa anak yang dilahirkan Arabel akan menjadi hak milik keluarga Frans dan Arabel tidak berhak menentang. "Sekarang anak ini jadi milik keluarga saya. Kamu bukan siapa-siapa lagi untuk keluarga kami," kata Siska. Siska mengeluarkan uang dari dalam tas besarnya dan menyerahkan kepada Arabel. "Ini uang 1 milyar, saya rasa cukup untuk menghidupimu. Jang
Keluarga Frans kebetulan berkumpul di sofa ruang tamu. Maura dan Maxime juga ada di sana. Maxime memeluk anaknya. Mereka pertama kali masuk ke rumah keluarga Frans setelah bersembunyi selama satu bulan . Arabel melihat suasananya dengan cara yang berbeda. Tidak seperti sebelumnya, Siska dan Frans melihat Maura dengan baik. "Mereka sangat bahagia ya Bibi, kata Arabel kepada pembantu." Arabel berdiri di tengah-tengah semua orang. Dia menyapa mantan suaminya dan mantan mertuanya. Tidak lupa, Arabel menyapa Maura. "Hai semua aku kembali ke rumah ini, untuk melihat anakku, bukan orang lain." Frans, Maxime, dan Siska tidak berkata apa-apa. Maura menunjukkan bahwa dia tidak mengenal Arabel . "Saya adalah mantan istri Maxime, apa kamu adalah istri barunya? Selamat. Kamu pantas dengan Maxime." Mereka bermain mata saat Arabel menjabat tangan Maura. Meskipun hatinya terganggu dengan kehadiran Arabel, Maura tersenyum tipis, mencoba mempertahankan ketenangannya. Dia benar-benar mengenal Ar
Arabel menjalani kehidupan barunya bersama anaknya di sudut kota jauh dari kehidupan glamor Maxime dan Maura. Sekarang mereka tinggal di apartemen kecil yang sederhana, namun penuh dengan kasih sayang dan kehangatan. Arabel sangat senang dapat tinggal bersama Prince setiap hari, mengurusnya, dan melihat bagaimana dia berkembang. Arabel sibuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua hari itu. Anaknya semakin ceria dan lincah, dan mereka tertawa riang saat mengejar bola di ruang tamu kecil mereka. Telpon rumah tiba-tiba berbunyi. Arabel menutupi tangannya yang basah dengan kain lap dan mengambil gagang telepon. Layar menampilkan nomor yang tidak dikenal. Ingatlah ini, Arabel. Di seberang telepon, suara pria dengan nada dingin berkata, "Meskipun kamu mungkin menerima hak asuh anakmu, jangan berpikir bahwa kamu dapat menghancurkan keluarga Frans begitu saja." Jantung Arabel berdegup kencang saat dia menelan ludah. Dia tidak yakin siapa yang berbicara, tetapi dia mengenal suara ini
Arabel menuntun anaknya yang masih kecil menuju apartemennya dengan cepat. Dia semakin gelisah karena kehadiran pria itu, dan setiap detik terasa seperti waktu yang terlalu lambat. Bahaya yang mengancam membuat jantung berdegup kencang. Perasaan marah yang memuncak di dalamnya juga membuatnya berdegup kencang. Saat Arabel menariknya melewati lorong-lorong yang sempit menuju pintu masuk apartemen, putranya, yang masih belum sepenuhnya memahami keadaan, menangis kecil. Suasana semakin mencekam karena cahaya redup dan kenyamanan malam. Setelah mereka masuk, Arabel mengunci pintu dengan ketat dan menarik napas dalam-dalam. Dia mencoba menenangkan anaknya, yang masih menangis, dan dirinya sendiri. Arabel memeluk anaknya dengan hangat dan berkata, "Mama di sini, Nak. Kita aman sekarang." Berusaha memberikan rasa aman, dia mencium kening kecil anaknya. Tapi mereka tidak tenang lama. Mereka masih terkejut oleh suara keras dari luar. Seseorang mencoba masuk ke dalam pintu mereka. Arabel m
Setelah kejadian di apartemen itu, Arabel merasa lebih tenang. Mereka dapat tinggal di tempat yang lebih aman sekarang setelah polisi memberikan perlindungan sementara kepada mereka. Terlepas dari itu, dia terus mengalami ketegangan dan kecemasan..Malam itu, mereka berdua tidak bisa tidur dengan tenang. Anak-anaknya beberapa kali terbangun dan menangis, mungkin karena peristiwa yang baru terjadi secara alami . Arabel terus memeluknya, memberikan kehangatan dan keamanan yang dia butuhkan.Arabel bangun dengan hati yang berat keesokan paginya. Dia masih bingung tentang tindakan selanjutnya. Dia tidak tahu apakah mereka benar-benar aman dari ancaman yang mengintai, dan mereka tidak dapat tinggal di tempat perlindungan polisi selamanya.Namun, ponselnya berdering sebelum dia memikirkan opsi lain. Dia mengambilnya dengan cepat dan berharap dapat membantu mereka.Suara yang tidak dikenal berkata, "Arabel, kami tahu di mana kamu berada." Kamu tidak dapat bersembunyi selamanya.Hati Arabel b
Rakha adalah mantan anggota sindikat yang sekarang berusaha membongkar kejahatan mereka dari dalam. Dia pernah bekerja di bawah perintah Frans, kepala keluarga Frans yang kaya dan berkuasa, yang terlibat dalam berbagai kegiatan ilegal. Ketika Rakha mengetahui rencana Frans yang melibatkan ancaman terhadap Arabel dan anak-anaknya, dia merasa bersalah dan memutuskan untuk keluar dari sindikat tersebut. Namun, keluar dari sindikat bukanlah perkara mudah. Rakha tahu terlalu banyak, dan nyawanya juga terancam. Oleh karena itu, dia bersembunyi dan mengumpulkan bukti sebanyak mungkin untuk dapat melawan sindikat tersebut. Ketika dia mengetahui tentang situasi Arabel, dia melihat kesempatan untuk menebus kesalahannya dengan membantunya. Rakha tidak hanya memiliki bukti yang dapat mengungkap sindikat, tetapi dia juga mengetahui banyak rahasia internal keluarga Frans. Keputusannya untuk membantu Arabel adalah upaya terakhirnya untuk menghancurkan sindikat dan membawa keadilan bagi mereka yan
Setelah memastikan mereka mendapatkan semua yang mereka butuhkan, Arabel dan Rakha bergegas keluar dari vila. Mereka berhasil keluar tanpa terdeteksi, berkat bantuan Dina yang mengalihkan perhatian penjaga keamanan.Kembali di tempat aman, mereka menyerahkan semua bukti tersebut kepada Reza. "Ini akan cukup untuk menjatuhkan Frans," kata Reza dengan kepuasan. "Kita harus segera menyerahkan ini kepada pihak berwenang dan memastikan perlindungan bagi kalian semua."Namun, Arabel tahu bahwa ini belum berakhir. Frans pasti akan melakukan segala cara untuk membalas dendam. Tetapi dengan bukti yang mereka miliki, mereka memiliki kesempatan nyata untuk mengakhiri teror ini.Malam itu, Arabel tidur dengan perasaan lega namun tetap waspada. Dia tahu bahwa pertarungan ini belum selesai, tetapi dia merasa lebih kuat dan lebih yakin daripada sebelumnya. Dengan dukungan Rakha dan Reza, dia siap menghadapi apa pun yang datang.Di tempat lain, Frans menerima kabar buruk tentang penyusupan di vilanya
Arabel terisak. "Aku difitnah di kantor, Bu. Mereka mengatakan aku menggoda atasanku dan sekarang aku dipecat."Alice memeluk Arabel dengan erat. "Kita akan menemukan jalan keluar, sayang. Kita akan menghadapi ini bersama."Namun, di sisi lain, Maxime merasa puas dengan apa yang telah dia lakukan. Dia merasa bahwa dia telah berhasil memberi pelajaran kepada Arabel, tanpa menyadari bahwa tindakan ini hanya akan memperkeruh hubungan mereka dan memperburuk situasi bagi Prince. Dengan ketegangan yang terus meningkat, Arabel harus mencari cara untuk bangkit kembali dan melawan ketidakadilan yang dia alami. Di tengah semua kekacauan ini, hanya ketekunan dan keberanian yang akan membantunya melindungi masa depan Prince dan dirinya sendiri.Arabel merasa ada yang janggal dengan pemecatannya. Setelah beberapa minggu menyelidiki, dia menemukan bukti bahwa Maxime berada di balik fitnah tersebut. Meskipun hancur, Arabel tahu dia harus terus maju untuk Prince. Dia berhasil mendapatkan pekerjaan
Maxime mengangguk, menyadari bahwa dia harus berjuang lebih keras untuk melindungi keluarganya. Dengan dukungan Maura dan Siska, dia tahu bahwa mereka bisa menemukan cara yang lebih baik untuk mendukung Prince tanpa melibatkan uang kotor.Di sisi lain, Arabel merasa lega karena berhasil menolak uang Maxime lagi. Dia tahu bahwa ini adalah keputusan yang tepat demi masa depan Prince. Namun, dia juga tahu bahwa ancaman dari Maxime masih ada.Adrian datang untuk memberikan kabar terbaru. "Arabel, kita harus bergerak cepat. Maxime sedang dalam tekanan besar. Kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita."Arabel mengangguk. "Aku tahu. Kita harus berhati-hati dan memastikan setiap langkah kita tepat. Maxime tidak akan tinggal diam."Dengan tekad yang kuat, Arabel dan Adrian terus merencanakan langkah mereka berikutnya, sementara Maxime, Maura, dan Siska mencari cara untuk melindungi Prince dan menghadapi ancaman yang ada. Pertarungan mereka semakin sengit, dan hanya waktu yang akan menunj
Arabel menatap Maxime dengan mata yang penuh ketegasan. "Kalau begitu, berhenti melakukan hal-hal ilegal. Uang ini hanya akan membawa masalah bagi kita semua." Maxime terdiam, merenungkan kata-kata Arabel. Dia tahu bahwa hidupnya penuh dengan kejahatan dan intrik, tetapi melihat dampaknya pada anaknya membuatnya berpikir ulang. "Aku akan mempertimbangkan apa yang kau katakan, Arabel." Arabel berdiri, siap untuk pergi. "Pertimbangkan baik-baik, Maxime. Karena ini bukan hanya tentang kita, ini tentang masa depan Prince." Maxime melihat Arabel pergi dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa keputusan-keputusan yang dia buat ke depan akan menentukan nasib banyak orang, termasuk anaknya sendiri. Pertarungan besar antara mereka dan Arabel semakin dekat, tetapi di balik semua itu, ada seorang anak yang membutuhkan masa depan yang lebih baik. Maxime kembali ke rumah dengan pikiran yang berat. Dia harus menemukan cara untuk menyeimbangkan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dengan
Arabel tersenyum lebih lebar. "Baik. Kita akan memainkan permainan ini dengan hati-hati."Sementara itu Maura, mencoba mencari cara untuk mendapatkan lebih banyak informasi tanpa mengandalkan siapa pun. Dia tahu bahwa dia harus bertindak hati-hati, karena Maxime semakin curiga. Dia memutuskan untuk mencari bantuan dari luar lingkaran mereka, seseorang yang tidak terlibat dalam intrik ini.Dia menghubungi seorang mantan detektif swasta, Daniel, yang sekarang bekerja sebagai konsultan keamanan. Mereka bertemu di sebuah tempat rahasia untuk membahas rencananya."Daniel aku butuh bantuan Anda," kata Maura langsung. "Aku dalam situasi yang sangat rumit. Ada ancaman dari Arabel, dan Maxime semakin curiga. Aku perlu informasi lebih banyak tanpa menarik perhatian mereka."Daniel mendengarkan dengan serius. "Baik, Maura. Aku akan membantu sebaik mungkin. Kita harus bekerja dengan hati-hati dan memastikan tidak ada yang mengetahui kerjasama kita."Di sisi lain, Maxime terus meningkatkan pengawa
Maura menoleh kepada Maxime dengan ekspresi terkejut dan sedikit panik. "Maxime, aku sedang berbicara dengan Arabel tentang beberapa masalah pribadi."Arabel segera memanfaatkan kesempatan ini untuk memperjelas situasi. “Kami baru saja membahas beberapa hal yang penting. Sepertinya Anda datang di waktu yang kurang tepat.”Maxime tidak menunjukkan tanda-tanda memahami sepenuhnya percakapan mereka, tetapi dia dapat merasakan adanya ketegangan di udara. “Apa pun yang kalian bicarakan, aku tidak suka rahasia,” katanya dengan nada menuduh.Maura berusaha keras untuk tetap tenang. “Maxime, aku bisa menjelaskan ini. Ini adalah masalah yang berkaitan dengan Arabel dan timnya. Aku hanya mencoba untuk menyelesaikan beberapa hal.”Arabel, melihat kesempatan untuk menambah tekanan, berkata, “Mungkin ini saat yang tepat untuk mengungkapkan semuanya, Maura. Aku yakin Maxime akan tertarik untuk tahu mengapa kamu begitu tertekan.”Maxime menatap Arabel dengan tatapan tajam. “Apa yang kau bicarakan, A
Maura mengangguk, merencanakan langkah-langkah strategis untuk melindungi lokasi-lokasi penting dan memastikan tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh lawan mereka.Pada malam hari, tim Arabel berhasil menemukan lokasi yang tampaknya sangat mencurigakan—a sebuah bangunan tua yang terlupakan di pinggiran kota. Bangunan itu tampaknya tidak digunakan dan sangat terjaga. Mereka memutuskan untuk menyelidiki tempat itu dengan hati-hati.“Ini mungkin lokasi yang kita cari,” kata Arabel dengan suara berbisik. “Kita harus memeriksa setiap sudut dan memastikan tidak ada yang terlewat.”Mereka menyusup masuk ke dalam bangunan dengan hati-hati, menggunakan peralatan canggih untuk memastikan mereka tidak terdeteksi. Di dalam, mereka menemukan beberapa petunjuk penting: dokumen rahasia dan beberapa barang berharga yang tampaknya berhubungan dengan operasi Maxime dan Maura.Saat mereka memeriksa lebih lanjut, mereka menemukan sebuah ruang penyimpanan tersembunyi di balik dinding yang dipasang de
“Ada jalan keluar darurat di ruang bawah tanah. Kita harus bergerak cepat!” kata Rakha, menunjuk ke arah pintu rahasia yang tersembunyi.Mereka memutuskan untuk mengikuti instruksi tersebut dan melarikan diri melalui jalur darurat. Dengan kecepatan tinggi, mereka turun ke ruang bawah tanah, berusaha untuk tetap diam dan tidak menarik perhatian pria-pria bersenjata.Saat mereka tiba di ruang bawah tanah, Arabel merasa tercekik oleh ketegangan dan rasa sakit. Mereka bersembunyi di balik rak penyimpanan, berusaha mendengar apa yang sedang terjadi di atas.Tidak lama kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki dan obrolan dari pria-pria bersenjata. “Kami sudah memeriksa seluruh rumah. Tidak ada tanda-tanda mereka di sini,” salah satu dari mereka melaporkan.Salah satu pria lain menjawab, “Jika mereka tidak ada di sini, cari mereka di sekitar kawasan. Kami harus menemukan mereka sebelum mereka melarikan diri.”Arabel dan timnya tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal di ruang bawah tanah se
“Kita harus menemukan Prince,” kata Arabel dengan nada putus asa. “Maxime dan Maura telah menculiknya.”Adrian mencoba menenangkan Arabel. “Kita perlu merencanakan dengan hati-hati. Mereka tidak akan membiarkan kita menemukannya dengan mudah.”Mereka segera memulai pencarian untuk menemukan jejak Maxime dan Maura. Dengan bantuan dari jaringan mereka, mereka melacak lokasi-lokasi yang mungkin digunakan oleh Maxime dan Maura.Sementara itu, Maxime dan Maura merencanakan langkah berikutnya. Mereka tahu bahwa dengan menculik Prince, mereka memiliki kekuatan tawar yang besar. Mereka memutuskan untuk menghubungi Arabel dengan ancaman untuk menuntut sesuatu sebagai tebusan, sambil memastikan bahwa Prince berada di tempat yang sangat aman."Berikan kami semua bukti yang kalian miliki terhadap kami, atau Prince akan berada dalam bahaya," kata Maxime melalui pesan yang dikirimkan kepada Arabel.Arabel merasa tertekan dan berjuang untuk tetap tenang. “Kita harus bertindak cepat. Jika kita tidak
Setelah pertempuran sengit di pabrik, Maxime dan Maura kembali ke markas mereka dengan kekalahan yang membara di hati mereka. Kekalahan tersebut membuat mereka semakin bertekad untuk menghancurkan Arabel dan timnya. Mereka tahu bahwa mereka perlu merancang rencana yang lebih kejam dan licik untuk memastikan kemenangan."Arabel berhasil menyelamatkan Reza," kata Maxime dengan wajah penuh kebencian. "Kita tidak bisa membiarkan mereka terus lolos dari kita."Maura mengangguk setuju. "Kita harus memukul mereka di tempat yang paling sakit. Sesuatu yang akan menghancurkan mereka secara emosional dan mental."Maxime berpikir sejenak, kemudian sebuah senyum kejam muncul di wajahnya. "Prince," katanya dengan suara rendah. "Anak kita dengan Arabel. Kita akan menculiknya dan membuat Arabel menderita. Kita akan mencelakakan Prince untuk memancing Arabel ke dalam perangkap kita."Maura mengangkat alisnya. "Prince masih sangat kecil. Bagaimana kita bisa memastikan rencana ini berhasil?""Kita akan