Pesan dari Abimana yang mengabarkannya, jika pria itu sudah sampai di Banjarmasin. Alina tersenyum melihat pesan dari kakak iparnya yang selalu perhatian padanya itu. Mungkin, perhatiannya, melebihi perhatian suaminya sendiri.[Waalaikumsalam, Bang. Alhamdulillah kalau Abang udah sampe. Alina seneng dengernya, Bang. Abang istirahat ya ...]Satu pesan balasan, Alina kirimkan pada Abimana. Pria itu langsung senyum-senyum sendiri, dengan perasaan yang berdebar, setiap kali ia berinteraksi dengan Alina. Rasa rindu dalam hatinya, semakin mencuat, meskipun belum genap satu hari, ia meninggalian ibu kota dan tidak bertemu dengan adik iparnya itu.Dengan semangat, Abimana membalas pesannya lagi.[Kamu juga tidur ya. Jaga kesehatan, Al. Jangan banyak pikiran. Kalau ada apa-apa, hubungi Abang :)]Alina membalasnya lagi dengan emoji senyum, yang mana emoji itu bisa membuat jantung Abimana tidak aman. Lelaki itu memegang dadanya, tingkahnya seperti abg yang baru saja jatuh cinta."Alina ... belum
Abimana masih tidak menyangka, kalau semalam ia akan bermimpi seperti itu dengan Alina di dalamnya. Mereka menjadi suami-istri dan bercinta penuh gairah. Ini sangat gila dan ia tidak pernah membayangkan sebelumnya. Sebab, mencintai wanita yang merupakan adik iparnya sendiri juga, merupakan sebuah kemustahilan yang besar. Wanita yang tidak mungkin bisa ia miliki."Pak Abimana?"Seorang pria yang saat ini duduk berhadapan dengan Abimana, memanggilnya. Tapi Abimana masih tenggelam dalam pikirannya sendiri."Pak Abimana?" Pria itu memanggilnya sekali lagi dan barulah Abimana menyahut."A-ah iya Pak Galih?" sahut Abimana yang baru fokus sekarang. Dia melihat ke arah rekan bisnisnya di sana."Bapak kenapa? Apa Bapak tidak enak badan? Dari tadi saya perhatikan Bapak melamun terus dan wajah Bapak juga pucat," tutur pria bernama Galih itu dengan khawatir."Tidak, saya tidak apa-apa, Pak. Maaf barusan saya tidak fokus," kata Abimana dengan sopan, mau minta maaf kepada rekan bisnisnya itu."Haha
Malam itu, Lily sudah berdandan sangat cantik, karena Reno akan membawanya ke pesta. Alina melihat istri kedua suaminya itu sedang bercermin sambil memakai anting di telinganya."Ngapain kamu disitu? Kamu kan nggak diajak sama mas Reno," ketus Lily sambil tersenyum dan berusaha mengejek Alina yang tidak akan pergi ke pesta."Siapa juga yang mau ikut ke pesta? Lagian aku malas kemana-mana."Alina berjalan mendekati Lily dan ini mereka saling berhadapan. Lily menatap Alina dengan tatapan mengejek dan merendahkan. Alina juga melakukan hal yang sama, ia menatap Lily dengan tajam. Ia tidak pernah menduga bahwa sahabatnya adalah maut dalam pernikahannya. Andai saja, dulu Alina tidak pernah memperkenalkan Lily pada Reno, pasti semua ini tidak akan terjadi. Namun, takdir yang sudah terjadi, tidak bisa diubah. Beda halnya dengan nasib."Aku cuma mau ingetin sama kamu. Jangan sampai buat mas Reno malu di pesta," cetus Alina mengingatkan."Aku? Buat malu? Kalau mas Reno ajak kamu ke pesta, baru
"Lily Sayang, apa kamu benar-benar akan pergi ke pesta itu? Reno kan sudah melarang kamu untuk pergi." Weni terlihat gelisah, saat menantu kesayangannya benar-benar akan pergi ke pesta itu, meskipun sudah dilarang oleh putranya. Weni tahu, Reno pasti memiliki alasan yang kuat, mengapa ia tidak jadi mengajak Lily. "Aku akan tetap pergi, Ma. Aku juga istrinya mas Reno dan aku berhak untuk ikut ke pesta itu." Weni menghela napas dan tak tahu harus bagaimana lagi membujuk Lily. Wanita itu tetap nekat ingin pergi ke pesta. "Pokoknya Mama tenang aja ... aku nggak bakal berbuat macam-macam kok. Malah aku akan buat bangga, mas Reno." Lily tersenyum pada ibu mertuanya, lalu ia pun menyalami tangan Weni dengan sopan. "Lily berangkat dulu ya, Ma!" "Ya udah, kamu hati-hati ya Sayang. Hati-hati cucu mama yang ada di dalam sana," ucap Weni lembut pada Lily. Lily benar-benar pergi meninggalkan rumah itu dengan naik taksi, Weni memastikannya sendiri naik taksi itu. Weni harap, agar Lily
Melihat istri keduanya datang ke pesta, membuat Reno ketar-ketir. Pasalnya, ia takut kalau Lily berbuat yang macam-macam. Semoga saja, pikirannya tidak benar. Jangan sampai Lily berbicara atau berbuat sesuatu yang bisa memicu pertikaian.Di sisi lain, Alina masih asik bermain dengan anak bosnya Reno yang tidak mau lepas dari gendongannya. Alina terlihat menyukai anak laki-laki berusia 1 tahun itu."Bagaimana ini, Bu Alina? Anak saya tidak mau turun dari gendongan Bu Alina," ucap wanita berusia 40 tahunan yang merupakan istri dari bosnya Reno itu.Alina tersenyum dan dia sama sekali tidak keberatan menggendong anak laki-laki itu. "Tidak apa-apa, Bu. Saya senang kok, gendong anak Ibu.""Aduh ... jadi ngerepotin deh.""Nggak apa-apa, Bu.""Ta .. Ta taya..." anak laki-laki itu berbicara dengan pelafalan yang belum jelas sambil menujuk ke arah tempat stand makanan di sana."Mau kemana Sayang? Ke sana?" tanya Alina dengan lembut kepada anak laki-laki itu.Anak itu pun menjawab. "Ca-na.""Ke
Hadiwijaya terlihat menahan kesalnya pada Alina, di depan banyak orang, ia harus menjaga imagenya. Terlebih lagi, image Lily sebagai putrinya. Jangan sampai orang-orang tahu, kalau Lily adalah istri kedua Reno, manager keuangan di perusahaan yang bisa terbilang perusahaan kecil. Sebenarnya Hadiwijaya malu memiliki menantu seperti Reno dan sempat menolak pernikahan Lily dan Reno. Akan tetapi, Lily sudah hamil duluan dan mau tak mau, Hadiwijaya menerima Reno sebagai menantunya. Sebab, pria itu adalah pria yang Lily inginkan, meski statusnya suami orang, suami sahabatnya sendiri. "Ngomong-ngomong, siapa yang bu Alina maksud sebagai pencuri? Kok dari tadi ngomongin terus pencuri ya?" tanya teman Reno yang sedari tadi terlihat bingung. Alina tersenyum, seraya menatap teman Reno itu. Lalu ia pun berkata, "Ada kacang lupa kulitnya, sama serigala berbulu domba." Lily dan Reno sama-sama tercekat mendengar perkataan Alina yang tepat menyindir hati mereka. Kelakuan mereka berdua dan Alina s
Reno melihat tangannya yang baru saja menampar Alina, tidak, bukan menampar. Lebih tepatnya memukul wajah Alina. Setelah Alina menyebut Lily dengan sebutan pelacur. "A-Alina, a-aku." Reno tergagap saat menyadari sikapnya yang salah terhadap Alina. "Ini juga karena kamu, kenapa kamu pake menghina Lily segala?" ucap Reno yang tidak mau disalahkan sepenuhnya. Alina belum angkat bicara, ia masih berusaha untuk menguatkan dirinya agar tidak menangis di depan Reno setelah kejadian barusan. Meskipun dadanya terasa panas, bergemuruh emosi, rasa sakit dan amarah bercampur menjadi satu. Wanita itu pun mengangkat kepalanya dan Reno bisa melihat pipi Alina yang memerah, bersamaan dengan darah disudut bibirnya. "Al, bibir kamu ... pipi kamu ..." Tangan Reno hendak menyentuh wajah Alina, tapi dengan cepat Alina menghindar dari suaminya. "Kenapa harus aku selalu yang disalahkan, Mas? Apa aku salah, karena sudah mengatakan fakta tentang istri kedua kamu? Kalau dia memang pelacur!" sentak Ali
Reno terdiam setelah mendengar kata-kata Alina tentang talak, bahkan wanita itu berani menantangnya. Di dalam matanya yang terlihat memerah, tersirat kesungguhan dan tekad kuat untuk berpisah dengan Reno. Jantung Reno seakan berhenti berdetak sesaat, ketika Alina menyebut soal perceraian. Hatinya tidak bisa menerima itu. "Kenapa kamu diam, Mas? Bukankah lebih baik kalau kamu menjatuhkan talak kepadaku? Jadi kamu bisa bersama dengan pelacur kamu itu, tanpa gangguan dariku." Padahal sangat mudah bagi Reno untuk menceraikan Alina, jika ia mau, ia bisa saja menceraikan Alina sebelum pria itu menikahi Lily. Tapi Reno tidak melakukan itu dan tetap mempertahankan istri pertamanya. Dengan segala kekurangan yang dimiliki oleh Alina di matanya, kebencian ibunya terhadap Alina, tetap tidak bisa membuat Reno menceraikan istri pertamanya ini. Tangan Reno kembali melayang, rahangnya mengeras saat mendengar kata-kata Alina yang sudah lancang kepadanya dan menghina Lily. Namun, tangannya tertaha
Jantung Alina sekarang, selalu tidak karuan saat ia berada di dekat Abimana. Ia juga merasakan perasaan yang berbeda dari sebelumnya, ketika mendapatkan perhatian dari pemuda tampan itu.Jika dulu, Alina biasa saja dengan perhatiannya. Sekarang tidak lagi. Ia rasakan sebuah getaran di hatinya dan setiap hari perasaan itu semakin menguat. Alina tidak bisa mengabaikan perasaan itu, begitu saja."Alina ... Apa benar kamu jatuh cinta secepat ini? Ini salah, kan?" gumam Alina yang terlihat bingung. Ia juga berusaha untuk mengetik perasaan yang ada di dalam hatinya pada Abimana."Semisal, aku benar-benar jatuh cinta kepada bang Abi. Apakah dia bisa dipercaya? Apakah hal yang sama tidak akan terulang kembali? Apakah sikap bang Abi saat ini tidak akan pernah berubah padaku?"Begitu banyak pertanyaan dan keraguan di dalam hati Alina, meski sekarang sudah mulai terselip perasaan yang lain pada Abimana. Cinta, yang belum bisa ia akui di depan pemuda Yang selalu menanti jawaban darinya itu.Alina
Selama sebulan ini, Reno tidak menghubungi atau menemui Salsa, karena tawarannya menikah ditolak oleh gadis itu. Namun, ada satu hal yang membuat Reno memperhatikan Salsa. Ketika pada suatu hari, Reno dan teman-temannya tanpa sengaja mendatangi restoran tempat Salsa bekerja. Ia menanyakan Salsa pada manager restoran."Salsa sedang izin sakit, Pak. Beberapa hari yang lalu dia mual-mual dan muntah muntah. Jadi saya memintanya beristirahat di rumah.""Mual-mual dan muntah muntah?" Kening Reno berkerut mendengar penjelasan dari manager restoran tentang Salsa yang tidak masuk, karena sakit. Akan tetapi, yang menjadi atensinya adalah mual dan muntah."Memangnya ada apa ya, Pak? Apa Salsa karyawan saya membuat masalah pada Bapak?" tanya manager restoran itu dengan khawatir. Takutnya Salsa membuat masalah pada pelanggan yang saat ini menjadi pelanggan setia restoran ini."Tidak, dia tidak membuat masalah. Hanya saja, saya memiliki beberapa urusan dengannya. Boleh, saya minta alamat rumahnya?"
Salsa tetap menolak Reno, meskipun Reno mengatakan kalau mungkin Salsa akan hamil dari perbuatannya. Namun, Salsa tetap menolak Reno, menolak jadi pelakor."Kamu bukan pelakor, Sal. Kamu akan jadi istri saya.""Saya tidak mau Om. Misal saya benar-benar jadi istri Om, saya tidak mau mengambil kebahagiaan wanita lain," tutur Salsa dengan sopan."Kenapa ... kenapa dulu Lily tidak punya pemikiran seperti kamu? Tidak ... aku tidak bisa menyalahkan Lily. Aku juga yang bernafsu padanya," gumam Reno sambil memijat kepalanya yang terasa sakit. Salsa bisa melihat kerisauan dan penyesalan seorang Reno terhadap mantan istri pertamanya."Sayang sekali, sudah terlambat untuk kamu menyesal, Om Reno," kata Salsa dalam hatinya. Sudah terlambat bagi Reno untuk menyesal, karena Alina sudah pergi dari genggamannya.Nafsu, telah membuat Reno menjadi pria paling bodoh di dunia. Kehilangan cinta sejati, demi cinta sesaat dan cinta semu. Sekarang ia baru sadar kalau Alina adalah cinta terbaik dan paling memb
Tidak ada yang bisa mencegah Reno untuk pergi dari rumahnya. Sekalipun Lily menangis dan merengek kepadanya. Reno tetap pergi meninggalkan rumahnya, karena ia perlu menenangkan diri."Aku butuh untuk setidaknya untuk semalam ini, agar aku tidak melihat kamu Ly. Jadi jangan cegah aku untuk pergi!" seru Reno seraya menepis tangan istrinya dengan kasar.Lily terlihat sedih dengan sikap suaminya."Baik Mas, aku tidak akan mencegah kamu untuk pergi. Tapi ... kamu harus janji sama aku, Mas.""Apa?""Jangan pergi ke klub malam dan jangan main sama cewek lain, Mas!" pinta Lily.Pria itu menghela napas berat saat mendengarnya. Namun, tak lama kemudian ia mengganggukkan kepalanya."Janji, Mas?" ucap Lily seraya memegang tangan suaminya dengan erat. Ia tidak mau kalau sampai Reno bermain dengan wanita di luar sana, karena sedang bertengkar dengannya."Iya, aku janji.""Kamu tidur duluan, kasihan anak kita kalau begadang," kata Reno mengingatkan istrinya tentang anak mereka. Setidaknya walaupun da
Setelah berbicara dengan Alina, Reno bergegas pergi ke kantor polisi untuk menemui istrinya. Membujuk istrinya agar mau meminta maaf pada Alina dan AbimanaNamun, ketika ia sampai di sana, ia melihat ayah mertuanya sedang bersama dengan Lily dan bersama seorang polisi yang menangani kasus Lily. Reno heran, mengapa ayah mertuanya ada disini? Siapa yang menghubunginya?"Pa?" sapa Reno pada ayah mertuanya itu. Akan tetapi, Hadiwijaya tidak membalas ataupun menanggapinya. Tatapannya selalu meremehkan Reno."Kamu ini gunanya apa sih Reno? Istri kamu di kantor polisi' dan kamu malah kelayapan?" ucap Hadiwijaya marah pada Reno.Reno terlihat kesal, tapi ia berusaha untuk menahan diri dan akhirnya ia menjelaskan arti kelayapan yang dimaksud oleh hadiwijaya."Maaf Pa, tapi saya nggak kelayapan seperti apa yang papa pikirkan. Saya menemui kakak saya dan Alina di rumah sakit untuk memastikan kondisinya. Saya juga meminta maaf atas nama Lily, karena Lily menyerang mereka berdua.""Ini semua terja
Meskipun hubungan mereka sudah berakhir beberapa bulan yang lalu, tapi Reno masih bisa merasakan apa yang namanya cemburu pada mantan istri pertamanya itu. Bahkan cemburu pada Alina dan kakak angkatnya sendiri. Saat tiba di rumah sakit, ia melihat adegan pelukan Alina dan Abimana yang tampak mesra. Tanpa mengetahui kejadian yang sebenarnya. Namun, hal yang menjadi perhatian Reno adalah bagaimana cara keduanya saling bertatapan satu sama lain. Seperti, orang yang saling jatuh cinta. "Jadi ini alasan kamu ngotot bercerai dari aku, Al?" tanya Reno dengan nada yang menyindir pada Alina. Reno juga menatap mantan istri dan kakak angkatnya dengan tajam. Terlihat jelas kedua orang itu tidak senang dengan kehadiran Reno di sana. Apalagi Alina yang sudah lebih dari kata muak. Alina terlihat malas untuk menanggapi perkataan Reno yang menuduhnya.. "Alina bukan seperti kamu, yang selingkuh sama sahabatnya sendiri. Bahkan sampai hamil." Celetuk Abimana yang membalas tuduhan Reno dengan sindi
Polisi menjelaskan kepada Reno, bahwa Lily hendak menyerang Alina, tapi Abimana menolongnya dan ialah yang menjadi korban vas bunga kaca yang dilempar oleh Lily. Reno tampak kesal, setelah mendengar masalah yang dilakukan oleh istrinya. Bukannya langsung pulang ke rumah, Lily malah membuat masalah dengan datang ke butik Tira dan mencelakai Alina.Di kantor polisi, Reno berbicara berdua dengan istrinya tentang masalah ini. Sebab, Lily akan ditahan di kantor polisi sementara waktu, karena Alina belum mencabut laporannya. Tidak disangka, Alina akan mempermasalahkan hal ini ke ranah hukum. Tapi, mengingat apa yang dilakukan oleh Lily, wajar saja jika Alina begitu marah."Sebenarnya apa yang kamu lakukan di butik Tira? Kamu mau celakain Alina, bener begitu, Ly?" tanya Reno seraya menatap istrinya dengan dalam. Berusaha menahan emosinya yang me buncah. Bahkan, sebenarnya tanpa bertanya sekalipun, Reno sudah bisa menebak apa tujuan istrinya datang ke sana. Tapi ia butuh penjelasan dari Lily.
"Kamu tenang ya ... Abang nggak apa-apa kok," ucap lelaki itu yang mencoba untuk menenangkan Alina. Alina hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Akan tetapi, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran pada pria itu. "Hey ... tenang ya. Aku baik-baik aja," kata Abimana lagi. "Kenapa sih Bang? Kenapa Abang selalu jadi pintu darurat ku? Abang selalu saja ada di saat aku berada dalam masalah dan Abang ... malah menjadi solusinya. Kenapa Abang selalu ada buat aku di saat aku butuh seseorang?" cerca Alina kepada Abimana. Kata-kata ini terlontar begitu saja dari bibirnya. Sebab hati dan pikirannya, juga berkata demikian. Ia sadar kalau selama ini Abimana selalu ada di saat ia berada dalam keadaan darurat. Abimana laksana oase ditengah gurun, bagaikan pintu darurat yang selalu tersedia, di saat ia sedang terbakar. Ia juga selalu melakukan apa pun untuk membuatnya merasa lebih baik. Alina sadar, bahwa pria ini memiliki effort penting dalam hidupnya. "Tanpa aku jawab pun. Ka
Siang itu, Abimana berencana untuk mengajak Alina makan siang bersama. Akan tetapi, jadwal rapat di kantor yang padat, membuatnya harus mengundur jadwal makan siang. Jadilah, ia baru bisa santai di sore hari. Ia membawa makanan yang manis-manis untuk Alina yang ia beli di salah satu toko kue langganan Alina.Abimana pun langsung menuju ke butik Tira, setelah mendapatkan informasi dari Tira kalau Alina berada di sana. Beberapa menit kemudian, Abimana sudah sampai di tempat parkir butik Tira dan ia memarkirkan motornya. Meskipun ia sudah memiliki kuasa dan kekayaan dari Wirya Gunandya. Tapi ia belum menggunakannya untuk sekarang.Dari luar butik, Abimana bisa melihat Lily yang sedang beradu argumen dengan Alina. Hatinya diliputi kegelisahan, saat melihat Alina bersama wanita itu. Pasalnya, tidak ada hal baik yang terjadi, ketika ada Lily disekitar Alina."Lily? Ngapain wanita itu datang kemari? Pasti dia mau membuat masalah lagi sama Alina," dengus Abimana yang sudah kesal duluan saat m