Melihat istri keduanya datang ke pesta, membuat Reno ketar-ketir. Pasalnya, ia takut kalau Lily berbuat yang macam-macam. Semoga saja, pikirannya tidak benar. Jangan sampai Lily berbicara atau berbuat sesuatu yang bisa memicu pertikaian.Di sisi lain, Alina masih asik bermain dengan anak bosnya Reno yang tidak mau lepas dari gendongannya. Alina terlihat menyukai anak laki-laki berusia 1 tahun itu."Bagaimana ini, Bu Alina? Anak saya tidak mau turun dari gendongan Bu Alina," ucap wanita berusia 40 tahunan yang merupakan istri dari bosnya Reno itu.Alina tersenyum dan dia sama sekali tidak keberatan menggendong anak laki-laki itu. "Tidak apa-apa, Bu. Saya senang kok, gendong anak Ibu.""Aduh ... jadi ngerepotin deh.""Nggak apa-apa, Bu.""Ta .. Ta taya..." anak laki-laki itu berbicara dengan pelafalan yang belum jelas sambil menujuk ke arah tempat stand makanan di sana."Mau kemana Sayang? Ke sana?" tanya Alina dengan lembut kepada anak laki-laki itu.Anak itu pun menjawab. "Ca-na.""Ke
Hadiwijaya terlihat menahan kesalnya pada Alina, di depan banyak orang, ia harus menjaga imagenya. Terlebih lagi, image Lily sebagai putrinya. Jangan sampai orang-orang tahu, kalau Lily adalah istri kedua Reno, manager keuangan di perusahaan yang bisa terbilang perusahaan kecil. Sebenarnya Hadiwijaya malu memiliki menantu seperti Reno dan sempat menolak pernikahan Lily dan Reno. Akan tetapi, Lily sudah hamil duluan dan mau tak mau, Hadiwijaya menerima Reno sebagai menantunya. Sebab, pria itu adalah pria yang Lily inginkan, meski statusnya suami orang, suami sahabatnya sendiri. "Ngomong-ngomong, siapa yang bu Alina maksud sebagai pencuri? Kok dari tadi ngomongin terus pencuri ya?" tanya teman Reno yang sedari tadi terlihat bingung. Alina tersenyum, seraya menatap teman Reno itu. Lalu ia pun berkata, "Ada kacang lupa kulitnya, sama serigala berbulu domba." Lily dan Reno sama-sama tercekat mendengar perkataan Alina yang tepat menyindir hati mereka. Kelakuan mereka berdua dan Alina s
Reno melihat tangannya yang baru saja menampar Alina, tidak, bukan menampar. Lebih tepatnya memukul wajah Alina. Setelah Alina menyebut Lily dengan sebutan pelacur."A-Alina, a-aku." Reno tergagap saat menyadari sikapnya yang salah terhadap Alina. "Ini juga karena kamu, kenapa kamu pake menghina Lily segala?" ucap Reno yang tidak mau disalahkan sepenuhnya.Alina belum angkat bicara, ia masih berusaha untuk menguatkan dirinya agar tidak menangis di depan Reno setelah kejadian barusan. Meskipun dadanya terasa panas, bergemuruh emosi, rasa sakit dan amarah bercampur menjadi satu.Wanita itu pun mengangkat kepalanya dan Reno bisa melihat pipi Alina yang memerah, bersamaan dengan darah disudut bibirnya."Al, bibir kamu ... pipi kamu ..." Tangan Reno hendak menyentuh wajah Alina, tapi dengan cepat Alina menghindar dari suaminya."Kenapa harus aku selalu yang disalahkan, Mas? Apa aku salah, karena sudah mengatakan fakta tentang istri kedua kamu? Kalau dia memang pelacur!" sentak Alina dengan
Reno terdiam setelah mendengar kata-kata Alina tentang talak, bahkan wanita itu berani menantangnya. Di dalam matanya yang terlihat memerah, tersirat kesungguhan dan tekad kuat untuk berpisah dengan Reno. Jantung Reno seakan berhenti berdetak sesaat, ketika Alina menyebut soal perceraian. Hatinya tidak bisa menerima itu. "Kenapa kamu diam, Mas? Bukankah lebih baik kalau kamu menjatuhkan talak kepadaku? Jadi kamu bisa bersama dengan pelacur kamu itu, tanpa gangguan dariku." Padahal sangat mudah bagi Reno untuk menceraikan Alina, jika ia mau, ia bisa saja menceraikan Alina sebelum pria itu menikahi Lily. Tapi Reno tidak melakukan itu dan tetap mempertahankan istri pertamanya. Dengan segala kekurangan yang dimiliki oleh Alina di matanya, kebencian ibunya terhadap Alina, tetap tidak bisa membuat Reno menceraikan istri pertamanya ini. Tangan Reno kembali melayang, rahangnya mengeras saat mendengar kata-kata Alina yang sudah lancang kepadanya dan menghina Lily. Namun, tangannya tertaha
Melihat apa yang terjadi diantara Reno dan Alina di Jakarta, membuat Abimana ingin segera kembali ke Jakarta. Ia ingin melihat dan menemani Alina disaat-saat tersulitnya. Apa lagi Reno sudah berani bermain kasar pada istrinya dan ia merasa harus memberikan pria itu pelajaran."Aku harus mengabari Pak Presdir, kalau aku harus kembali ke Jakarta."Demi Alina, ia memasrahkan kesempatan naik jabatannya dengan perjalanan bisnis ini, kepada orang lain. Jabatan bisa didapat lagi nanti, kesempatan juga masih bisa didapat di lain waktu, tapi menemani Alina, tidak bisa ia lewatkan.Abimana tahu, sikapnya ini salah sebagai seorang kakak ipar, apa lagi perasaan cintanya pada wanita itu. Tapi ia tidak bisa membiarkan Alina disakiti oleh adiknya dengan begitu kejam. Setidaknya ia harus ada disisinya, atau mungkin ia akan mengambil langkah nekad untuk wanita itu.***Johan dan istrinya pulang lebih dulu dari pesta, rupanya mereka yang mengajak Alina pulang bersama dan mengantarkannya ke rumah Tira.
Niat hati ingin menghabiskan malam berdua yang indah bersama Reno, tapi Lily malah harus disibukan dengan suaminya yang mabuk. Alasan Reno mabuk, adalah karena memikirkan istri pertamanya. Hati Lily sakit, melihat Reno sampai seperti ini demi Alina."Bahkan setelah kamu memiliki cinta pertamamu, kamu masih memikirkan istri pertama kamu itu, Mas? Apa kurangku sama kamu, Mas?" gumam Lily sambil menahan air matanya dan melihat ke arah Reno."Al ... maafin, Mas. Maafin Mas udah nyakitin kamu, maaf ..." lirih Reno dalam kondisi yang setengah tidak sadar dan Lily mendengarnya dengan jelas.Suaminya itu merasa bersalah karena sudah menyakiti istri pertamanya. Bahkan Reno sampai melampiaskan rasa bersalahnya itu dengan mabuk-mabukan. Bukankah sikap Reno ini menunjukkan, bahwa pria itu masih memiliki perasaan terhadap Alina.Mengetahui fakta tersebut, Lily tidak dapat menerimanya. Dia ingin, hanya ia saja wanita satu-satunya yang dicintai dan diratukan oleh Reno. Tujuannya menggoda Reno, adala
Wanita itu benar-benar bingung, melihat Reno dan Johan berada di tempat yang sama bersamaan. Bagaimana kalau Reno curiga dengan kedatangan Johan dan mengetahui rencananya untuk menggugat cerai lebih dulu?"Al, itu suami mokondo lo ada di sini. Mau diusir apa gimana?" tanya Tira dengan semangat, kalau-kalau dia disuruh untuk mengusir Reno. Ia siap 100 persen, mengusirnya.Alina menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, biar aku hadapi mas Reno sama pak Johan.""Yakin lo nggak apa-apa? Lo kan paling susah bohong?" celetuk Tira yang tak yakin, kalau Alina bisa berakting di depan mereka."Aku bisa, aku udah belajar dari Lily selama ini. Kamu jangan khawatir."Tira tertawa mendengar perkataan Alina yang seperti lelucon, karena wanita itu malah membawa-bawa nama Lily. "Haha, lo bisa aja Al. Tapi bener sih, lo bisa belajar banyak dari dia, soal bohong sama akting," cetus Tira sembari terkekeh.Dengan hati yang sebenarnya belum siap, Alina keluar dari ruangan Tira, ia berjalan menghampiri suami d
Galih merasa sangat yakin, kalau Abimana sangat mirip dengan seseorang yang ia kenal. Terutama melihat dari wajahnya, seperti melihat kakaknya waktu masih muda."Apa maksud Bapak? Saya mirip dengan kakaknya, Bapak?" tanya Abimana setelah mendengar ucapan Galih tentang kemiripan wajahnya dan wajah kakaknya Galih.Galih mengangguk dengan yakin, tanpa melepaskan atensinya dari Abimana. "Iya, kamu mirip dengan kakak saya. Saya juga yakin, kalau kemiripan kalian bukanlah suatu kebetulan," ucap Galih sambil mengambil sesuatu dari saku jasnya. Pemilik perusahaan ternama dan konglomerat nomor 2 di Indonesia itu, mengeluarkan ponselnya.Lantas ia menunjukkan foto kakaknya di dalam sana pada Abimana. "Ini ... foto kakaknya, Pak Galih?" tanya Abimana dengan kedua bola matanya yang tampak bingung. Pria yang ada di dalam foto tersebut, sangat mirip dengannya. Seperti pinang dibelah dua."Iya, ini adalah kakak saya. Apa kamu mengenal beliau? Dia adalah Wirya Gunandya, pasti namanya sudah tidak asin