Melihat apa yang terjadi diantara Reno dan Alina di Jakarta, membuat Abimana ingin segera kembali ke Jakarta. Ia ingin melihat dan menemani Alina disaat-saat tersulitnya. Apa lagi Reno sudah berani bermain kasar pada istrinya dan ia merasa harus memberikan pria itu pelajaran."Aku harus mengabari Pak Presdir, kalau aku harus kembali ke Jakarta."Demi Alina, ia memasrahkan kesempatan naik jabatannya dengan perjalanan bisnis ini, kepada orang lain. Jabatan bisa didapat lagi nanti, kesempatan juga masih bisa didapat di lain waktu, tapi menemani Alina, tidak bisa ia lewatkan.Abimana tahu, sikapnya ini salah sebagai seorang kakak ipar, apa lagi perasaan cintanya pada wanita itu. Tapi ia tidak bisa membiarkan Alina disakiti oleh adiknya dengan begitu kejam. Setidaknya ia harus ada disisinya, atau mungkin ia akan mengambil langkah nekad untuk wanita itu.***Johan dan istrinya pulang lebih dulu dari pesta, rupanya mereka yang mengajak Alina pulang bersama dan mengantarkannya ke rumah Tira.
Niat hati ingin menghabiskan malam berdua yang indah bersama Reno, tapi Lily malah harus disibukan dengan suaminya yang mabuk. Alasan Reno mabuk, adalah karena memikirkan istri pertamanya. Hati Lily sakit, melihat Reno sampai seperti ini demi Alina."Bahkan setelah kamu memiliki cinta pertamamu, kamu masih memikirkan istri pertama kamu itu, Mas? Apa kurangku sama kamu, Mas?" gumam Lily sambil menahan air matanya dan melihat ke arah Reno."Al ... maafin, Mas. Maafin Mas udah nyakitin kamu, maaf ..." lirih Reno dalam kondisi yang setengah tidak sadar dan Lily mendengarnya dengan jelas.Suaminya itu merasa bersalah karena sudah menyakiti istri pertamanya. Bahkan Reno sampai melampiaskan rasa bersalahnya itu dengan mabuk-mabukan. Bukankah sikap Reno ini menunjukkan, bahwa pria itu masih memiliki perasaan terhadap Alina.Mengetahui fakta tersebut, Lily tidak dapat menerimanya. Dia ingin, hanya ia saja wanita satu-satunya yang dicintai dan diratukan oleh Reno. Tujuannya menggoda Reno, adala
Wanita itu benar-benar bingung, melihat Reno dan Johan berada di tempat yang sama bersamaan. Bagaimana kalau Reno curiga dengan kedatangan Johan dan mengetahui rencananya untuk menggugat cerai lebih dulu?"Al, itu suami mokondo lo ada di sini. Mau diusir apa gimana?" tanya Tira dengan semangat, kalau-kalau dia disuruh untuk mengusir Reno. Ia siap 100 persen, mengusirnya.Alina menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, biar aku hadapi mas Reno sama pak Johan.""Yakin lo nggak apa-apa? Lo kan paling susah bohong?" celetuk Tira yang tak yakin, kalau Alina bisa berakting di depan mereka."Aku bisa, aku udah belajar dari Lily selama ini. Kamu jangan khawatir."Tira tertawa mendengar perkataan Alina yang seperti lelucon, karena wanita itu malah membawa-bawa nama Lily. "Haha, lo bisa aja Al. Tapi bener sih, lo bisa belajar banyak dari dia, soal bohong sama akting," cetus Tira sembari terkekeh.Dengan hati yang sebenarnya belum siap, Alina keluar dari ruangan Tira, ia berjalan menghampiri suami d
Galih merasa sangat yakin, kalau Abimana sangat mirip dengan seseorang yang ia kenal. Terutama melihat dari wajahnya, seperti melihat kakaknya waktu masih muda."Apa maksud Bapak? Saya mirip dengan kakaknya, Bapak?" tanya Abimana setelah mendengar ucapan Galih tentang kemiripan wajahnya dan wajah kakaknya Galih.Galih mengangguk dengan yakin, tanpa melepaskan atensinya dari Abimana. "Iya, kamu mirip dengan kakak saya. Saya juga yakin, kalau kemiripan kalian bukanlah suatu kebetulan," ucap Galih sambil mengambil sesuatu dari saku jasnya. Pemilik perusahaan ternama dan konglomerat nomor 2 di Indonesia itu, mengeluarkan ponselnya.Lantas ia menunjukkan foto kakaknya di dalam sana pada Abimana. "Ini ... foto kakaknya, Pak Galih?" tanya Abimana dengan kedua bola matanya yang tampak bingung. Pria yang ada di dalam foto tersebut, sangat mirip dengannya. Seperti pinang dibelah dua."Iya, ini adalah kakak saya. Apa kamu mengenal beliau? Dia adalah Wirya Gunandya, pasti namanya sudah tidak asin
"Silahkan diminum tehnya, bu Yuni." Lily tersenyum, mempersilahkan Yuni, ibu dari Alina untuk meminum teh yang sudah ia siapkan. "Terimakasih ya, Lily." Yuni tersenyum dan mengucapkan apa yang seharusnya ia ucapkan. Sebenarnya, Yuni agak heran, mengapa Lily berada di rumah suami putrinya dan sepertinya ia tinggal di sini. 'Aku pengen tanya, kenapa Lily ada di sini. Tapi, enak nggak ya nanyanya?' kata Yuni dalam hatinya. 'Apa dia nginap disini? Kan nggak baik kalau seorang teman wanita menginap di rumah teman wanitanya yang sudah menikah' pikir Yuni dalam hati. "Lily, kamu lagi nginep di rumah Alina?" tanya seorang wanita yang duduk di samping Yuni. Mewakili pertanyaan Yuni. Wanita itu berusia lebih dari 40 tahunan itu tidak berhenti menatap Lily. Wajahnya mirip sekali dengan Lily, versi tua. Ya, wanita ini adalah ibu kandung Lily yang ada di kampung dan sengaja ikut dengan Yuni ke Jakarta, karena ingin menemui Lily di rumah papanya. Lily terlihat malas dan tidak senang deng
Beberapa menit sebelum Alina dan Reno sampai ke rumah tempat tinggal mereka. Alina terlihat gelisah di dalam mobil, ia terus meminta kepada suaminya untuk ngebut agar mereka cepat sampai ke rumah."Al, kenapa kamu panik kayak gitu? Kalau kita ngebut, yang ada kita bisa kecelakaan," tanya Reno yang terheran-heran melihat Alina panik."Gimana bisa aku tenang, Mas? Lily sama ibu ada di rumah. Belum lagi sama mama. Ibuku belum tahu kalau kamu menduakan aku dengan sahabatku sendiri. Lalu kamu bisa tebak, apa yang akan terjadi sama ibuku kalau dia tahu semua ini? Ibuku ada penyakit darah tinggi, Mas. Aku nggak mau ibuku kenapa-napa."Reno bungkam mendengar perkataan Alina, ia tahu kalau ibu mertuanya memang memiliki penyakit darah tinggi dan ia belum tahu apa-apa soal ini."Aku yakin, kalau Lily sama mama nggak akan ngomong macam-macam sama Ibu.""Itu menurut pendapat kamu. Kita nggak tahu apa yang akan mereka katakan sama ibu. Pokoknya kalau sampai Lily atau mama ngomong yang macam-macam s
"Aku nggak pernah nyuruh kamu buat berlutut, Mas." Alina menjawabnya sambil duduk di atas sofa, ia baru selesai berganti pakaian dengan pakaian tidur panjang."Jangan terus menguji kesabaran aku, Al. Karena sabar ini ada batasnya," ucap Reno seraya mendekati Alina. Kini pria itu berdiri di depan Alina yang sedang duduk."Sama seperti kamu, Mas. Sabarku juga ada batasnya dan sampai di sini ... batasnya!" ujar Alina dengan nada bicara yang tegas.Pria itu berdecak kesal, ia mengusap rambutnya ke belakang, lalu duduk di samping Alina. "Jadi kamu masih marah karena aku pukul kamu? Batas kesabaran kamu sampai di situ saja? Hanya karena itu, kamu marah? Padahal aku sudah minta maaf sama kamu," tutur Reno yang tetap dengan egonya, tak mau meminta maaf dengan benar atau menyesal. Ia pikir maaf saja cukup menyelesaikan semuanya."Kamu bilang hanya, Mas?" tanya Alina dengan senyuman getir penuh luka terbit dibibirnya. Sorot matanya menunjukkan keterkejutan dengan sikap suaminya."Ya ... bagi ka
Setelah berada di Yogyakarta selama kurang lebih satu minggu, akhirnya Abimana pulang ke Jakarta. Ia diantar oleh Galih ke Jakarta, Galih juga mengatakan kepada pemuda itu bahwa hasil tes DNA akan keluar kurang lebih 5 hari lagi. Sekalian, Galih juga masih ada bisnis di Jakarta dengan perusahaan tempat Abimana bekerja. "Apa pun hasil tes DNA nya, kamu tetap keponakan saya Abimana. Saya yakin itu," kata Galih pada Abimana. "Saya belum yakin, Pak." "Pokoknya, kalau kamu perlu bantuan. Kamu bisa hubungi saya, atau asisten saya. Jangan sungkan ya?" ucap Galih seraya menepuk bahu Abimana. Ia menatap pemuda itu dengan lembut. Walaupun hasil tes DNA belum keluar dan membuktikan bahwa Abimana adalah bagian dari keluarga Gunandya. "Iya Pak." "Saya jadi tidak sabar, menantikan kamu memanggil saya dengan sebutan Om," ucap Galih yang memang seyakin itu kalau Abimana adalah keturunan Gunandya. Abimana hanya tersenyum tipis saat mendengarnya, ia juga merasa tak yakin kalau ia keturunan G
Setelah berbicara dengan Alina, Reno bergegas pergi ke kantor polisi untuk menemui istrinya. Membujuk istrinya agar mau meminta maaf pada Alina dan AbimanaNamun, ketika ia sampai di sana, ia melihat ayah mertuanya sedang bersama dengan Lily dan bersama seorang polisi yang menangani kasus Lily. Reno heran, mengapa ayah mertuanya ada disini? Siapa yang menghubunginya?"Pa?" sapa Reno pada ayah mertuanya itu. Akan tetapi, Hadiwijaya tidak membalas ataupun menanggapinya. Tatapannya selalu meremehkan Reno."Kamu ini gunanya apa sih Reno? Istri kamu di kantor polisi' dan kamu malah kelayapan?" ucap Hadiwijaya marah pada Reno.Reno terlihat kesal, tapi ia berusaha untuk menahan diri dan akhirnya ia menjelaskan arti kelayapan yang dimaksud oleh hadiwijaya."Maaf Pa, tapi saya nggak kelayapan seperti apa yang papa pikirkan. Saya menemui kakak saya dan Alina di rumah sakit untuk memastikan kondisinya. Saya juga meminta maaf atas nama Lily, karena Lily menyerang mereka berdua.""Ini semua terja
Meskipun hubungan mereka sudah berakhir beberapa bulan yang lalu, tapi Reno masih bisa merasakan apa yang namanya cemburu pada mantan istri pertamanya itu. Bahkan cemburu pada Alina dan kakak angkatnya sendiri. Saat tiba di rumah sakit, ia melihat adegan pelukan Alina dan Abimana yang tampak mesra. Tanpa mengetahui kejadian yang sebenarnya. Namun, hal yang menjadi perhatian Reno adalah bagaimana cara keduanya saling bertatapan satu sama lain. Seperti, orang yang saling jatuh cinta. "Jadi ini alasan kamu ngotot bercerai dari aku, Al?" tanya Reno dengan nada yang menyindir pada Alina. Reno juga menatap mantan istri dan kakak angkatnya dengan tajam. Terlihat jelas kedua orang itu tidak senang dengan kehadiran Reno di sana. Apalagi Alina yang sudah lebih dari kata muak. Alina terlihat malas untuk menanggapi perkataan Reno yang menuduhnya.. "Alina bukan seperti kamu, yang selingkuh sama sahabatnya sendiri. Bahkan sampai hamil." Celetuk Abimana yang membalas tuduhan Reno dengan sindi
Polisi menjelaskan kepada Reno, bahwa Lily hendak menyerang Alina, tapi Abimana menolongnya dan ialah yang menjadi korban vas bunga kaca yang dilempar oleh Lily. Reno tampak kesal, setelah mendengar masalah yang dilakukan oleh istrinya. Bukannya langsung pulang ke rumah, Lily malah membuat masalah dengan datang ke butik Tira dan mencelakai Alina.Di kantor polisi, Reno berbicara berdua dengan istrinya tentang masalah ini. Sebab, Lily akan ditahan di kantor polisi sementara waktu, karena Alina belum mencabut laporannya. Tidak disangka, Alina akan mempermasalahkan hal ini ke ranah hukum. Tapi, mengingat apa yang dilakukan oleh Lily, wajar saja jika Alina begitu marah."Sebenarnya apa yang kamu lakukan di butik Tira? Kamu mau celakain Alina, bener begitu, Ly?" tanya Reno seraya menatap istrinya dengan dalam. Berusaha menahan emosinya yang me buncah. Bahkan, sebenarnya tanpa bertanya sekalipun, Reno sudah bisa menebak apa tujuan istrinya datang ke sana. Tapi ia butuh penjelasan dari Lily.
"Kamu tenang ya ... Abang nggak apa-apa kok," ucap lelaki itu yang mencoba untuk menenangkan Alina. Alina hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Akan tetapi, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran pada pria itu. "Hey ... tenang ya. Aku baik-baik aja," kata Abimana lagi. "Kenapa sih Bang? Kenapa Abang selalu jadi pintu darurat ku? Abang selalu saja ada di saat aku berada dalam masalah dan Abang ... malah menjadi solusinya. Kenapa Abang selalu ada buat aku di saat aku butuh seseorang?" cerca Alina kepada Abimana. Kata-kata ini terlontar begitu saja dari bibirnya. Sebab hati dan pikirannya, juga berkata demikian. Ia sadar kalau selama ini Abimana selalu ada di saat ia berada dalam keadaan darurat. Abimana laksana oase ditengah gurun, bagaikan pintu darurat yang selalu tersedia, di saat ia sedang terbakar. Ia juga selalu melakukan apa pun untuk membuatnya merasa lebih baik. Alina sadar, bahwa pria ini memiliki effort penting dalam hidupnya. "Tanpa aku jawab pun. Ka
Siang itu, Abimana berencana untuk mengajak Alina makan siang bersama. Akan tetapi, jadwal rapat di kantor yang padat, membuatnya harus mengundur jadwal makan siang. Jadilah, ia baru bisa santai di sore hari. Ia membawa makanan yang manis-manis untuk Alina yang ia beli di salah satu toko kue langganan Alina.Abimana pun langsung menuju ke butik Tira, setelah mendapatkan informasi dari Tira kalau Alina berada di sana. Beberapa menit kemudian, Abimana sudah sampai di tempat parkir butik Tira dan ia memarkirkan motornya. Meskipun ia sudah memiliki kuasa dan kekayaan dari Wirya Gunandya. Tapi ia belum menggunakannya untuk sekarang.Dari luar butik, Abimana bisa melihat Lily yang sedang beradu argumen dengan Alina. Hatinya diliputi kegelisahan, saat melihat Alina bersama wanita itu. Pasalnya, tidak ada hal baik yang terjadi, ketika ada Lily disekitar Alina."Lily? Ngapain wanita itu datang kemari? Pasti dia mau membuat masalah lagi sama Alina," dengus Abimana yang sudah kesal duluan saat m
Sebenarnya Reno risih, kalau Lily pergi bersamanya ke kantor, tapi ia juga tidak mampu melarang, saat istrinya meminta untuk pergi ke kantor bersamanya. Hal ini Lily lakukan, agar menjaga Reno dari para calon pelakor yang ada di luar sana. Tidak ada salahnya waspada, ibaratkan sedia payung sebelum hujan. Ia benar-benar takut, kalau ucapan Alina akan terbukti. Bahwa akan ada orang seperti dirinya yang merebut Reno, sebagai balasan atas perbuatannya pada Alina."Sayang, apa kamu nggak bosen disini terus? Kamu nggak risih diliatin orang-orang?" tanya Reno saat ia melihat istrinya menjadi pusat perhatian staff lain di kantor tempatnya bekerja saat ini."Apanya yang risih? Aku baik-baik aja kok. Emang apa salahnya kalau istri pengen nemenin suaminya kerja di kantor?" Lily melirik suaminya dengan curiga. "Apa jangan-jangan kamu yang risih sama aku?" tanya Lily tegas.Pria itu langsung menggelengkan kepalanya, ia menyangkal pertanyaan yang seperti tuduhan untuknya itu. "Enggak sayang. Aku cu
Semua masih terekam jelas dalam ingatannya. Di mana ia bertemu dengan pria culun saat ia akan menghadapi ujian nasional. Ia menolong pria yang jatuh dari motor, karena keserempet mobil yang mengemudi dengan ugal-ugalan."Jadi ... cowok culun itu, Abang?" tanya Alina seraya menatap lekat iras tampan mantan kakak iparnya itu. Dari dekat, wajahnya memang mirip dengan pemuda yang ditolongnya waktu itu. Hanya saja, dulu Abimana memakai kacamata dan gaya rambutnya berponi. Itu sebabnya, Abimana disebut culun. Berbeda dengan Reno yang selalu berpakaian modis, gayanya trendy mengikuti zaman."Iya, aku.""Terus kenapa Abang nggak bilang kalau Abang udah pernah ketemu sama aku sebelumnya? Saat aku pertama kali ke rumah mas Reno, kenapa Abang diem aja? Abang juga pura-pura nggak kenal sama aku." Alina bertanya, tanpa mengalihkan pandangannya dari Abimana sedikitpun.Abimana menghela napas berat, sebelum ia mengatakan segalanya. "Sebenarnya itu yang aku sesali Al. Kenapa aku nggak bicara dari dul
Abimana baru saja selesai mengajukkan makanan yang ia hangatkan ke atas piring, barulah saat itu ia menyadari kalau ada seseorang yang berdiri di dekat dapur. Bibirnya masih belum bicara, tapi kedua matanya sedang memindai sosok wanita yang sudah mencuri hatinya. Wanita yang berdiri di depan sana. Pakaian dan celana kedodoran yang dikenakan Alina, malah membuatnya terlihat semakin imut dan cantik. Pikiran Abimana melayang berkelana kemana-mana. Membayangkan kalau ia yang menjadi pakaian Alina dan selalu merasakan hangatnya tubuh wanita itu. Pasti ia akan menjadi pria yang paling bahagia di dunia ini. Setiap kali ia melihat kecantikan sederhana, natural Alina. Abimana selalu mengutuk adiknya yang begitu bodoh, karena sudah menyia-nyiakan bidadari sebaik dan secantik Alina. Bodoh, karena lebih memilih wanita yang jauh di bawah Alina. Sekalipun Alina memang mandul, kekurangan yang selalu diungkit-ungkit oleh Alina. Abimana akan tetap mencintainya. Menyadari Abimana yang diam saja da
Alina terkejut ketika melihat Abimana sudah berada di depan pintu kamar itu dan berjalan menghampirinya. Entah kenapa, ia merasa gugup, membeku, tak tahu harus bicara atau berbuat apa. Kejadian semalam tiba-tiba terlintas di kepalanya, bersamaan dengan perasaan ketika bibir Abimana menciumnya. Alina menggeleng-gelengkan kepalanya dengan refleks. "Al, kamu—" Wanita itu refleks menghindar dari Abimana, saat Abimana akan menyentuh tangannya. Hati Abimana mencelos melihat sikap penolakan dari Alina. "Apa Alina marah karena semalam aku menciumnya? Abimana bodoh, bisa-bisanya aku berpikir bahwa semalam adalah mimpi." Setelah melihat reaksi Alina yang menolaknya dan tidak mau melihat ke arahnya, Abimana jadi yakin. Bahwa kejadian semalam yang disinyalir sebagai mimpinya, ternyata kenyataan. Alina pasti kaget, karena semalam Abimana tiba-tiba menciumnya dan mengatakan cinta dalam kondisi seperti itu. Dalam momen yang tidak tepat, karena efek demam tinggi yang dialaminya. Selama tig