Setelah berada di Yogyakarta selama kurang lebih satu minggu, akhirnya Abimana pulang ke Jakarta. Ia diantar oleh Galih ke Jakarta, Galih juga mengatakan kepada pemuda itu bahwa hasil tes DNA akan keluar kurang lebih 5 hari lagi. Sekalian, Galih juga masih ada bisnis di Jakarta dengan perusahaan tempat Abimana bekerja. "Apa pun hasil tes DNA nya, kamu tetap keponakan saya Abimana. Saya yakin itu," kata Galih pada Abimana. "Saya belum yakin, Pak." "Pokoknya, kalau kamu perlu bantuan. Kamu bisa hubungi saya, atau asisten saya. Jangan sungkan ya?" ucap Galih seraya menepuk bahu Abimana. Ia menatap pemuda itu dengan lembut. Walaupun hasil tes DNA belum keluar dan membuktikan bahwa Abimana adalah bagian dari keluarga Gunandya. "Iya Pak." "Saya jadi tidak sabar, menantikan kamu memanggil saya dengan sebutan Om," ucap Galih yang memang seyakin itu kalau Abimana adalah keturunan Gunandya. Abimana hanya tersenyum tipis saat mendengarnya, ia juga merasa tak yakin kalau ia keturunan G
Di saat semua orang panik dengan Yuni yang tiba-tiba jatuh pingsan. Tidak dengan Lily dan Weni yang terlihat biasa saja, mereka bahkan senang melihat Yuni seperti itu."Aku akan bantu ibu, Al!" seru Reno yang tidak menyerah untuk memberikan bantuan pada ibu mertuanya, meskipun Alina menolak bantuannya."Aku bilang jangan sentuh ibuku!" sentak Alina marah, kedua matanya berurai air mata. Hatinya sesak dan takut terjadi sesuatu pada ibunya."Jangan kamu bentak anak saya, Alina!"Weni balik membentak Alina dengan marah, karena tak terima dengan wanita itu yanh membentak Reno."Ma, jangan bentak istri aku!" tegur Reno pada mamanya yang membuat Weni kesal, karena Reno membela istri pertamanya.Tak mau mendengar keributan yang terjadi, Alina menerima bantuan dari Abimana yang akan menggendong ibunya. Alina sangat berterimakasih pada Abimana, karena pria itu mau membantunya."Kamu tenang aja, ibu Yuni pasti akan baik-baik aja," ucap Abimana lembut. Dalam keadaan genting seperti ini, pemuda i
"Tidak dok, ibu saya baik-baik saja. Ibu tidak mungkin ..."Alina menjeda kalimatnya di sana, air matanya luruh jatuh tanpa diminta saat mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh dokter. Ibunya sudah tiada, karena serangan jantung mendadak. Bagaimana mungkin? Alina tidak bisa mempercayainya begitu saja."Alina!" Abimana langsung menahan tubuh adik iparnya itu, saat wanita itu limbung."I-ibu ... Ibu nggak mungkin pergi ninggalin aku, Bang. Ini nggak benar," gumam Alina dengan tatapan mata yang kosong, tapi penuh luka.Rasa bersalah menghantam hati Reno dengan kuat, bahkan ia juga ikut menangis. Merasakan rasa sakit yang dirasakan Alina. Wajah Reno pucat pasi, matanya memperlihatkan luka.'Seharusnya aku tidak terbawa nafsu dan bercinta dengan Lily di rumah, di saat ada ibu. Sekarang aku akan kehilangan Alina, aku akan benar-benar kehilangan dia' kata Reno dalam hatinya. Ia sudah tahu konsekuensi dari semua ini, meninggalnya Yuni akan membuat perubahan untuk rumah tangganya dan Alina
Tidak seperti Reno yang menyadari kesalahannya, Lily tidak menyadari itu. Dia tetap merasa kalau kematian Yuni adalah takdir yang sudah digariskan Tuhan."Mas, gimana bisa meninggalnya bu Yuni jadi salah kita? Meninggalnya bu Yuni itu sudah takdir Tuhan."Dengan mudahnya Lily berkata seperti itu, tanpa merasa bersalah. Seseorang mati, karena mengetahui fakta besar tentang hubungan mereka dan melihat mereka bercinta di halaman belakang."Bisa-bisanya kamu, Ly. Aku nggak habis pikir sama kamu, kok bisa-bisa kamu bicara begitu, hah? Apa kamu nggak merasa bersalah? Bu Yuni meninggal gara-gara kita."Wanita yang ia pikir malaikat, lemah lembut dan baik hati, ternyata tidak berempati pada orang yang sudah meninggal."Alina sahabat kamu, bahkan ibu mengenal kamu dari kecil, Ly. Apa kamu nggak merasa simpati sama mereka?"Lily terdiam, ia tidak tahu harus bicara apa lagi untuk meyakinkan Reno kalau meninggalkan Yuni, bukan salah mereka berdua. Tapi di saat situasi seperti ini, melihat Reno ya
Angga begitu murka saat melihat kehadiran kakak ipar dan istri kedua itu berada di pemakaman ibunya. Dia mengusir mereka berdua di depan umum."Haram, makam ibu saya didatangi oleh kalian berdua! Pergi kalian!" teriak Angga marah, tak jauh dari tempat peristirahatan ibunya. Tepat dihadapan Lily dan Reno.Sedangkan Alina, ia berada di dalam pelukan Tira yang tengah berusaha untuk menenangkannya. Setelah mendengar kabar bahwa Yuni meninggal, Tira menutup tokonya pada hari ini dan langsung pergi ke Bandung untuk melayat."Kami kesini berniat baik untuk melayat tante Yuni, kenapa kamu malah bersikap tidak sopan seperti ini sama saya dan suami kakak kamu?" ketus Lily pada Angga dengan suara keras.Beberapa pelayat yang masih hadir di sana, mendengar keributan yang mencuri perhatian itu."Lily, diam," bisik Reno yang menegur istrinya untuk diam."Apa sih Mas? Jangan nyuruh aku diam, biarin aku bicara buat ngajarin anak kampung nggak sopan ini!" ujar Lily yang tidak terima dimarahi di depan
Cahaya mentari perlahan-lahan hadir melalui celah jendela kamar yang ditempati oleh Alina. Akhirnya, cahaya tersebut membuat kedua matanya terbuka. Alina berusaha untuk beranjak bangun, meskipun saat ini kepalanya terasa sangat berat. Tubuhnya lemas, bahkan untuk menggerakkan jarinya saja dia membutuhkan banyak tenaga dan upaya."Lo udah bangun, Al?"Alina melihat Tira berjalan menghampirinya. Wanita itu terlihat senang melihat Alina sudah bangun. "Gimana keadaan kamu? Udah mendingan?" tanya Tira sambil menyentuh kening Alina dengan tangannya. Memastikan apakah wanita itu masih demam atau tidak?"Syukurlah, udah nggak demam kayak semalam." Tira bernafas lega, sebab Alina sudah baik-baik saja dan tidak demam seperti semalam.Alina memegang keningnya yang sakit, matanya juga masih berkunang-kunang, kepalanya berdenyut sakit. "Angga, mana Ra?" Angga, adalah orang pertama yang ditanyakan Alina begitu dia sudah bangun."Angga lagi pergi sama Pak Abi. Mereka lagi cari sarapan, soalnya di ru
Abimana dan Angga terkejut, ketika Tira mengatakan kalau Alina sendiri yang ingin berbicara dengan Reno. Wanita itu juga minta untuk ditinggalkan berdua dengan suaminya. Tira juga tidak mau Alina berbicara dengan Reno, tapi apa haknya melarang Alina bicara dengan suaminya sendiri."Aku bakal susul kakak ke dalam!"Tangan Abimana langsung menahan tubuh Angga di sana. Ia menggelengkan kepalanya. "Jangan. Biarkan saja kakak kamu bicara sama Reno." Pria itu mencegah Angga untuk masuk ke dalam kamar."Tapi kak Abi ... gimana kalau kakak luluh lagi sama mas Reno?"Kedua mata Angga menyiratkan kekhawatiran, ia takut kalau sifat kakaknya yang lembut dan hatinya yang mudah lemah, membuat Alina menerima dan memaafkan Reno kembali."Kamu khawatir karena sifat kakak kamu yang lembut kan? Tapi kamu tenang saja, sifat kakak kamu itu lembut dan hatinya mudah luluh, dia tidak bodoh."Abimana mengatakannya dengan percaya diri, ia yakin bahwa kelembutan Alina tidak akan mempengaruhi keputusannya. Ia me
Belum sehari setelah perceraiannya dan Alina, Reno sudah mabuk-mabukan. Padahal ibu dan istrinya sedang merayakan perceraian Reno dan Alina dengan makan tumpeng bersama. Tapi apa yang Reno lakukan? Pria itu malah pulang dalam keadaan mabuk?Lily membantu Reno untuk bangun, tubuh suaminya itu sempoyongan dan bau alkohol yang menyengat."Mas, kamu kenapa mabuk kayak gini?" tanya Lily seraya meletakkan tangan Reno dipundaknya. Ia agak kesulitan untuk memapah Reno dan akhirnya Weni turut membantu menantunya untuk memapah Reno.Mereka membawa Reno ke atas sofa yang terdekat di sana, karena tubuh Reno cukup berat."Reno, kenapa kamu mabuk-mabukan kayak gini hah? Apa kamu nggak mikir kalau istri kamu lagi hamil besar?" tanya Weni kepada putranya dengan nada kesal. Bisa-bisanya Reno mabuk-mabukan di saat istrinya sedang hamil besar, ya kandungan Lily sudah berusia 6 bulan dan perutnya sudah buncit.Akan tetapi, Reno yang ditanya seperti itu malah diam saja. Kedua matanya teler, menandakan bah
Setelah berbicara dengan Alina, Reno bergegas pergi ke kantor polisi untuk menemui istrinya. Membujuk istrinya agar mau meminta maaf pada Alina dan AbimanaNamun, ketika ia sampai di sana, ia melihat ayah mertuanya sedang bersama dengan Lily dan bersama seorang polisi yang menangani kasus Lily. Reno heran, mengapa ayah mertuanya ada disini? Siapa yang menghubunginya?"Pa?" sapa Reno pada ayah mertuanya itu. Akan tetapi, Hadiwijaya tidak membalas ataupun menanggapinya. Tatapannya selalu meremehkan Reno."Kamu ini gunanya apa sih Reno? Istri kamu di kantor polisi' dan kamu malah kelayapan?" ucap Hadiwijaya marah pada Reno.Reno terlihat kesal, tapi ia berusaha untuk menahan diri dan akhirnya ia menjelaskan arti kelayapan yang dimaksud oleh hadiwijaya."Maaf Pa, tapi saya nggak kelayapan seperti apa yang papa pikirkan. Saya menemui kakak saya dan Alina di rumah sakit untuk memastikan kondisinya. Saya juga meminta maaf atas nama Lily, karena Lily menyerang mereka berdua.""Ini semua terja
Meskipun hubungan mereka sudah berakhir beberapa bulan yang lalu, tapi Reno masih bisa merasakan apa yang namanya cemburu pada mantan istri pertamanya itu. Bahkan cemburu pada Alina dan kakak angkatnya sendiri. Saat tiba di rumah sakit, ia melihat adegan pelukan Alina dan Abimana yang tampak mesra. Tanpa mengetahui kejadian yang sebenarnya. Namun, hal yang menjadi perhatian Reno adalah bagaimana cara keduanya saling bertatapan satu sama lain. Seperti, orang yang saling jatuh cinta. "Jadi ini alasan kamu ngotot bercerai dari aku, Al?" tanya Reno dengan nada yang menyindir pada Alina. Reno juga menatap mantan istri dan kakak angkatnya dengan tajam. Terlihat jelas kedua orang itu tidak senang dengan kehadiran Reno di sana. Apalagi Alina yang sudah lebih dari kata muak. Alina terlihat malas untuk menanggapi perkataan Reno yang menuduhnya.. "Alina bukan seperti kamu, yang selingkuh sama sahabatnya sendiri. Bahkan sampai hamil." Celetuk Abimana yang membalas tuduhan Reno dengan sindi
Polisi menjelaskan kepada Reno, bahwa Lily hendak menyerang Alina, tapi Abimana menolongnya dan ialah yang menjadi korban vas bunga kaca yang dilempar oleh Lily. Reno tampak kesal, setelah mendengar masalah yang dilakukan oleh istrinya. Bukannya langsung pulang ke rumah, Lily malah membuat masalah dengan datang ke butik Tira dan mencelakai Alina.Di kantor polisi, Reno berbicara berdua dengan istrinya tentang masalah ini. Sebab, Lily akan ditahan di kantor polisi sementara waktu, karena Alina belum mencabut laporannya. Tidak disangka, Alina akan mempermasalahkan hal ini ke ranah hukum. Tapi, mengingat apa yang dilakukan oleh Lily, wajar saja jika Alina begitu marah."Sebenarnya apa yang kamu lakukan di butik Tira? Kamu mau celakain Alina, bener begitu, Ly?" tanya Reno seraya menatap istrinya dengan dalam. Berusaha menahan emosinya yang me buncah. Bahkan, sebenarnya tanpa bertanya sekalipun, Reno sudah bisa menebak apa tujuan istrinya datang ke sana. Tapi ia butuh penjelasan dari Lily.
"Kamu tenang ya ... Abang nggak apa-apa kok," ucap lelaki itu yang mencoba untuk menenangkan Alina. Alina hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Akan tetapi, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran pada pria itu. "Hey ... tenang ya. Aku baik-baik aja," kata Abimana lagi. "Kenapa sih Bang? Kenapa Abang selalu jadi pintu darurat ku? Abang selalu saja ada di saat aku berada dalam masalah dan Abang ... malah menjadi solusinya. Kenapa Abang selalu ada buat aku di saat aku butuh seseorang?" cerca Alina kepada Abimana. Kata-kata ini terlontar begitu saja dari bibirnya. Sebab hati dan pikirannya, juga berkata demikian. Ia sadar kalau selama ini Abimana selalu ada di saat ia berada dalam keadaan darurat. Abimana laksana oase ditengah gurun, bagaikan pintu darurat yang selalu tersedia, di saat ia sedang terbakar. Ia juga selalu melakukan apa pun untuk membuatnya merasa lebih baik. Alina sadar, bahwa pria ini memiliki effort penting dalam hidupnya. "Tanpa aku jawab pun. Ka
Siang itu, Abimana berencana untuk mengajak Alina makan siang bersama. Akan tetapi, jadwal rapat di kantor yang padat, membuatnya harus mengundur jadwal makan siang. Jadilah, ia baru bisa santai di sore hari. Ia membawa makanan yang manis-manis untuk Alina yang ia beli di salah satu toko kue langganan Alina.Abimana pun langsung menuju ke butik Tira, setelah mendapatkan informasi dari Tira kalau Alina berada di sana. Beberapa menit kemudian, Abimana sudah sampai di tempat parkir butik Tira dan ia memarkirkan motornya. Meskipun ia sudah memiliki kuasa dan kekayaan dari Wirya Gunandya. Tapi ia belum menggunakannya untuk sekarang.Dari luar butik, Abimana bisa melihat Lily yang sedang beradu argumen dengan Alina. Hatinya diliputi kegelisahan, saat melihat Alina bersama wanita itu. Pasalnya, tidak ada hal baik yang terjadi, ketika ada Lily disekitar Alina."Lily? Ngapain wanita itu datang kemari? Pasti dia mau membuat masalah lagi sama Alina," dengus Abimana yang sudah kesal duluan saat m
Sebenarnya Reno risih, kalau Lily pergi bersamanya ke kantor, tapi ia juga tidak mampu melarang, saat istrinya meminta untuk pergi ke kantor bersamanya. Hal ini Lily lakukan, agar menjaga Reno dari para calon pelakor yang ada di luar sana. Tidak ada salahnya waspada, ibaratkan sedia payung sebelum hujan. Ia benar-benar takut, kalau ucapan Alina akan terbukti. Bahwa akan ada orang seperti dirinya yang merebut Reno, sebagai balasan atas perbuatannya pada Alina."Sayang, apa kamu nggak bosen disini terus? Kamu nggak risih diliatin orang-orang?" tanya Reno saat ia melihat istrinya menjadi pusat perhatian staff lain di kantor tempatnya bekerja saat ini."Apanya yang risih? Aku baik-baik aja kok. Emang apa salahnya kalau istri pengen nemenin suaminya kerja di kantor?" Lily melirik suaminya dengan curiga. "Apa jangan-jangan kamu yang risih sama aku?" tanya Lily tegas.Pria itu langsung menggelengkan kepalanya, ia menyangkal pertanyaan yang seperti tuduhan untuknya itu. "Enggak sayang. Aku cu
Semua masih terekam jelas dalam ingatannya. Di mana ia bertemu dengan pria culun saat ia akan menghadapi ujian nasional. Ia menolong pria yang jatuh dari motor, karena keserempet mobil yang mengemudi dengan ugal-ugalan."Jadi ... cowok culun itu, Abang?" tanya Alina seraya menatap lekat iras tampan mantan kakak iparnya itu. Dari dekat, wajahnya memang mirip dengan pemuda yang ditolongnya waktu itu. Hanya saja, dulu Abimana memakai kacamata dan gaya rambutnya berponi. Itu sebabnya, Abimana disebut culun. Berbeda dengan Reno yang selalu berpakaian modis, gayanya trendy mengikuti zaman."Iya, aku.""Terus kenapa Abang nggak bilang kalau Abang udah pernah ketemu sama aku sebelumnya? Saat aku pertama kali ke rumah mas Reno, kenapa Abang diem aja? Abang juga pura-pura nggak kenal sama aku." Alina bertanya, tanpa mengalihkan pandangannya dari Abimana sedikitpun.Abimana menghela napas berat, sebelum ia mengatakan segalanya. "Sebenarnya itu yang aku sesali Al. Kenapa aku nggak bicara dari dul
Abimana baru saja selesai mengajukkan makanan yang ia hangatkan ke atas piring, barulah saat itu ia menyadari kalau ada seseorang yang berdiri di dekat dapur. Bibirnya masih belum bicara, tapi kedua matanya sedang memindai sosok wanita yang sudah mencuri hatinya. Wanita yang berdiri di depan sana. Pakaian dan celana kedodoran yang dikenakan Alina, malah membuatnya terlihat semakin imut dan cantik. Pikiran Abimana melayang berkelana kemana-mana. Membayangkan kalau ia yang menjadi pakaian Alina dan selalu merasakan hangatnya tubuh wanita itu. Pasti ia akan menjadi pria yang paling bahagia di dunia ini. Setiap kali ia melihat kecantikan sederhana, natural Alina. Abimana selalu mengutuk adiknya yang begitu bodoh, karena sudah menyia-nyiakan bidadari sebaik dan secantik Alina. Bodoh, karena lebih memilih wanita yang jauh di bawah Alina. Sekalipun Alina memang mandul, kekurangan yang selalu diungkit-ungkit oleh Alina. Abimana akan tetap mencintainya. Menyadari Abimana yang diam saja da
Alina terkejut ketika melihat Abimana sudah berada di depan pintu kamar itu dan berjalan menghampirinya. Entah kenapa, ia merasa gugup, membeku, tak tahu harus bicara atau berbuat apa. Kejadian semalam tiba-tiba terlintas di kepalanya, bersamaan dengan perasaan ketika bibir Abimana menciumnya. Alina menggeleng-gelengkan kepalanya dengan refleks. "Al, kamu—" Wanita itu refleks menghindar dari Abimana, saat Abimana akan menyentuh tangannya. Hati Abimana mencelos melihat sikap penolakan dari Alina. "Apa Alina marah karena semalam aku menciumnya? Abimana bodoh, bisa-bisanya aku berpikir bahwa semalam adalah mimpi." Setelah melihat reaksi Alina yang menolaknya dan tidak mau melihat ke arahnya, Abimana jadi yakin. Bahwa kejadian semalam yang disinyalir sebagai mimpinya, ternyata kenyataan. Alina pasti kaget, karena semalam Abimana tiba-tiba menciumnya dan mengatakan cinta dalam kondisi seperti itu. Dalam momen yang tidak tepat, karena efek demam tinggi yang dialaminya. Selama tig