Cahaya mentari perlahan-lahan hadir melalui celah jendela kamar yang ditempati oleh Alina. Akhirnya, cahaya tersebut membuat kedua matanya terbuka. Alina berusaha untuk beranjak bangun, meskipun saat ini kepalanya terasa sangat berat. Tubuhnya lemas, bahkan untuk menggerakkan jarinya saja dia membutuhkan banyak tenaga dan upaya."Lo udah bangun, Al?"Alina melihat Tira berjalan menghampirinya. Wanita itu terlihat senang melihat Alina sudah bangun. "Gimana keadaan kamu? Udah mendingan?" tanya Tira sambil menyentuh kening Alina dengan tangannya. Memastikan apakah wanita itu masih demam atau tidak?"Syukurlah, udah nggak demam kayak semalam." Tira bernafas lega, sebab Alina sudah baik-baik saja dan tidak demam seperti semalam.Alina memegang keningnya yang sakit, matanya juga masih berkunang-kunang, kepalanya berdenyut sakit. "Angga, mana Ra?" Angga, adalah orang pertama yang ditanyakan Alina begitu dia sudah bangun."Angga lagi pergi sama Pak Abi. Mereka lagi cari sarapan, soalnya di ru
Abimana dan Angga terkejut, ketika Tira mengatakan kalau Alina sendiri yang ingin berbicara dengan Reno. Wanita itu juga minta untuk ditinggalkan berdua dengan suaminya. Tira juga tidak mau Alina berbicara dengan Reno, tapi apa haknya melarang Alina bicara dengan suaminya sendiri."Aku bakal susul kakak ke dalam!"Tangan Abimana langsung menahan tubuh Angga di sana. Ia menggelengkan kepalanya. "Jangan. Biarkan saja kakak kamu bicara sama Reno." Pria itu mencegah Angga untuk masuk ke dalam kamar."Tapi kak Abi ... gimana kalau kakak luluh lagi sama mas Reno?"Kedua mata Angga menyiratkan kekhawatiran, ia takut kalau sifat kakaknya yang lembut dan hatinya yang mudah lemah, membuat Alina menerima dan memaafkan Reno kembali."Kamu khawatir karena sifat kakak kamu yang lembut kan? Tapi kamu tenang saja, sifat kakak kamu itu lembut dan hatinya mudah luluh, dia tidak bodoh."Abimana mengatakannya dengan percaya diri, ia yakin bahwa kelembutan Alina tidak akan mempengaruhi keputusannya. Ia me
Belum sehari setelah perceraiannya dan Alina, Reno sudah mabuk-mabukan. Padahal ibu dan istrinya sedang merayakan perceraian Reno dan Alina dengan makan tumpeng bersama. Tapi apa yang Reno lakukan? Pria itu malah pulang dalam keadaan mabuk?Lily membantu Reno untuk bangun, tubuh suaminya itu sempoyongan dan bau alkohol yang menyengat."Mas, kamu kenapa mabuk kayak gini?" tanya Lily seraya meletakkan tangan Reno dipundaknya. Ia agak kesulitan untuk memapah Reno dan akhirnya Weni turut membantu menantunya untuk memapah Reno.Mereka membawa Reno ke atas sofa yang terdekat di sana, karena tubuh Reno cukup berat."Reno, kenapa kamu mabuk-mabukan kayak gini hah? Apa kamu nggak mikir kalau istri kamu lagi hamil besar?" tanya Weni kepada putranya dengan nada kesal. Bisa-bisanya Reno mabuk-mabukan di saat istrinya sedang hamil besar, ya kandungan Lily sudah berusia 6 bulan dan perutnya sudah buncit.Akan tetapi, Reno yang ditanya seperti itu malah diam saja. Kedua matanya teler, menandakan bah
Abimana yang sedang berada di apartemennya, terlihat sedih setelah ia membaca pesan yang dikirimkan oleh Tira tentang Alina yang menangis."Alina nangis?" gumam Abimana sambil mendudukkan tubuhnya di atas sofa empuk di kamarnya.Sekarang Abimana sudah tinggal di apartemen yang diberikan oleh ayah kandungnya. Keluarga Abimana juga memberikan uang sebanyak 5 milyar kepada Weni, sebagai ucapan terima kasih karena Weni sudah merawat Abimana dari kecil. Kini Abimana sudah menyandang nama Gunandya di belakang namanya. Seorang konglomerat berdarah biru dan berasal dari Yogyakarta. Lantas bagaimana pewaris Gunandya satu-satunya bisa berkeliaran diluar? Itu karena Abimana pernah diculik oleh seorang pembantu yang menyimpan dendam terhadap keluarga Gunandya dan dengan tega membuang Abimana ke sungai.Saat itulah, mendiang suami Weni tanpa sengaja menemukannya dan membawa Abimana pulang ke rumah. Ia mengurus Abimana dengan penuh kasih sayang, berbeda dengan Weni yang membesarkan Abimana cukup ke
Lily, wanita yang saat itu kebetulan sedang belanja ke supermarket yang sama dengan Alina, tanpa sengaja melihat adegan tidak terduga di sana. Di mana Alina sedang dipeluk oleh Abimana, mantan kakak iparnya sendiri.Seketika ia langsung melontarkan kata-kata yang pedas dan tidak menyenangkan didengar."Jangan-jangan, kalian memang ada hubungan ya? Sebelum kamu bercerai sama mas Reno," tuduh Lily seraya melihat Alina dengan sinis.Alina buru-buru menjauhkan tubuhnya dari Abimana, sebelum banyak yang akan salah paham saat melihatnya dan Abimana seperti ini."Maaf, tapi aku nggak seperti kamu yang ngerebut suami sahabat baik kamu sendiri. Coba bilang? Siapa yang murahan?" sindir Alina pada Lily dengan sarkas.Lily berdecih. "Cih! Siapa yang nganggap kamu sahabat aku? Aku nggak pernah menganggap begitu. Jadi ... aku bukan merebut suami sahabat aku, tapi merebut kembali apa yang seharusnya jadi milik aku. Mas Reno, cinta pertama aku dan dia lebih mencintai aku. Paham?"Perkataan Lily ini m
Alangkah terkejutnya Reno setelah ia mendengar perkataan ibunya yang sudah memberikan Alina minuman pencegah kehamilan. Telinga Reno tidak ingin percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, tapi pendengarannya tidak salah dan masih normal. Obat herbal yang selalu diberikan kepada Alina setiap pagi, yang dianggapnya sebagai penyubur kandungan, ternyata adalah obat untuk mencegah kehamilan dan ibunya tega melakukan semua ini."Ma, jawab Reno! Apa Mama sengaja memberikan obat itu sama Alina agar Alina tidak bisa hamil anak Reno?" tanya Reno dengan tatapan tajam dan menusuk pada ibu kandungnya itu.Weni tampak gelagapan, ia sudah berada di ujung tanduk, karena tanpa sengaja ia membongkar kesalahannya sendiri. "Ren-Reno, ini nggak seperti apa yang—""Jawab aja, iya atau tidak. Aku cuma mau jawaban itu, Ma ... dan aku harap mama mau jujur!" bentak Reno tepat di depan wajah ibunya.Tidak punya pilihan lain lagi, akhirnya Weni memberikan jawaban kepada Reno. "Iya, Mama memang ngasih obat menc
"Reno? Ada apa? Kenapa kamu marah-marah kayak gitu,hah?" tanya Weni seraya menatap ke arah Reno yang baru saja berteriak dan memecahkan meja di rumahnya. "Aku dipecat Ma, bosku udah tahu kalau aku punya dua istri dan baru bercerai dengan istri pertamaku," ucap Reno sambil mengusap rambutnya dengan kasar. Ia benar-benar tidak terima dipecat seperti ini. Karir yang ia bangun dari nol, sekarang sudah hancur. Padahal ia berjuang susah payah untuk sampai ke posisi nyaman sampai berada di atas. "Apa? Kamu dipecat? Apa si wanita kampung itu yang kasih tahu bos kamu, kalau kalian sudah bercerai dan kamu punya dua istri sebelumnya?" Lagi-lagi Weni menuduh Alina yang membeberkan status Reno yang memiliki dua istri sebelumnya. Reno mendelik sinis pada ibunya. "Mama jangan nuduh Alina sembarangan. Dia bukan wanita seperti itu, meski kami udah bercerai. Tapi dia tidak akan menjelek-jelekkan aku! Dia menghargaiku, Ma!" Weni berdecak, ketika mendengar putranya yang membela Alina dan Reno ma
Tanpa Alina ketahui, bahwa ia sedang bersama dengan pewaris Gunandya grup. Ia mengatakan kalau pria itu bisa menjadi konglomerat terkaya di Indonesia. Abimana bisa mewujudkannya dengan mudah, ia hanya perlu datang kepada ayahnya dan Wirya Gunandya akan langsung menjadikan ia sebagai pewarisnya yang sah. Akan tetapi, ia memilih untuk menyembunyikan identitas aslinya terlebih dahulu. Alina memang sudah tahu kalau Abimana telah menemukan keluarganya, tapi Abimana belum memberitahu siapa keluarganya. Alina juga minta dikenalkan kepada keluarga Abimana dan tentu saja ia akan mengenalkan Alina kepada keluarga kandungnya nanti. Di dalam perjalanan, mereka berdua mengobrol dengan akrab. Alina juga terpaksa menyuapi Abimana dengan sandwich tadi pagi, karena lelaki itu sedang menyetir. Abimana terlihat senang, karena bisa mendapatkan momen seperti ini bersama Alina. Apa lagi Alina sudah bahkan istri orang lagi. "Makasih udah disuapin, Al." Lelaki itu mengungkapkan rasa terimakasihnya pada
Ketika Alina dan Abimana sedang menikmati masa bulan madu mereka yang indah. Rey dan Tira sedang menikmati masa sebelum mereka menjadi orang tua. Kandungan Tira sudah menginjak bulan ketiga ,dia sudah tidak mengalami mual-mual lagi seperti sebelumnya. Tapi sekarang sikapnya sangat membuat Rey kebingungan. Setiap hari Rey dibuat sibuk dan Tira tidak bisa melihat suaminya diam."Rey, bangun. Rey." Tira menggoyang-goyangkan tubuh suaminya dengan kedua tangannya.Dia mencoba membangunkan suaminya itu. Namun, Rey masih tertidur lelap dan belum ada tanda-tanda mau bangun. Tira semakin jengkel dan akhirnya dia pun mengambil peluit yang ada di dalam lemari nakas. Kemudian dia meniup peluit itu tak jauh dari telinga Rey.Prit... Prit...Suara peluit itu terdengar kencang dan kontan saja membuat kedua mata Rey terbuka lebar. Pemuda itu benar-benar terbangun. "Astaghfirullah! Sayang!" pekik Rey kaget, seraya mengorek-ngorek telinganya yang terasa sakit setelah apa yang dilakukan istrinya barusan
Seakan tidak pernah puas dengan istrinya, Abimana kembali lanjutkan aktivitas suami istri itu pada pagi hari. Hingga mereka berdua baru bisa bersantai pada sore hari. Ketika perut keduanya sama-sama lapar dan ketika Alina ingin pergi jalan-jalan keluar. Dia bosan di dalam kamar, bisa-bisa suaminya terus melakukan ini seharian."Kamu mau jalan-jalan? Memang nggak capek heum?" ucap Abimana seraya mengelus dagu istrinya dengan lembut. Abimana tersenyum pada istrinya itu yang merengek ingin jalan-jalan."Gak. Aku lebih capek kalau terus-terusan berada di kamar ini. Kamu pasti bakal mesum terus sama aku, Mas." Alina mengucapkannya dengan blak-blakan. Kedua tangannya menyilang di dada dan matanya menunjukkan kekesalan."Baiklah. Kita akan keluar. Tapi gantilah dulu bajumu Sayang. Jangan sampai kamu memakai pakaian terbuka saat kita keluar nanti," ucap Abimana yang akhirnya menuruti rengekan istrinya.Seulas senyum manis nan indah, terlihat di bibir Alina dan membuat Abimana turut bahagia."T
Seketika tubuh Alina meremang, kala Abimana memeluknya dan bibir lelaki itu menyentuh tengkuknya dengan lembut, penuh perasaan. Gelayar aneh mulai muncul di dalam dirinya, seakan-akan meledak. Sentuhan Abimana membuat Alina geli, tapi juga merasa bahagia.Kini mereka adalah suami istri dan mereka sudah sah secara hukum negara maupun agama. Bukankah ini saatnya mereka untuk melakukan malam pertama?"Kamu wangi banget, Yang." Suara Abimana terdengar mendesah dan bibirnya masih terus mengecupi leher Alina.Wanita itu terkekeh mendengar perkataan Abimana yang terdengar seperti gombalan. "Mana ada wangi, Mas? Yang ada aku bau keringat, karena seharian di tempat acara resepsi pernikahan kita.""Keringatmu tetap wangi Sayang. Apa lagi saat kita melakukan kegiatan positif di atas ranjang itu yang membuat kita semakin berkeringat, pasti rasanya akan nikmat," ucap Abimana menggoda. Sontak saja Alina terkejut mendengar ucapan suaminya yang ternyata bisa vulgar seperti ini."Mas ..." desah Alina
Suasana di gedung hotel mewah itu menjadi saksi pernikahan Abimana dan Alina. Semuanya sudah disiapkan dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin. Pernikahan kedua Alina ini, jelas jauh lebih mewah dari pernikahan sebelumnya yang sederhana. Kalah jauh. Abimana lah yang menginginkan pernikahan ini menjadi pernikahan yang mewah. Ia ingin meratukan wanita yang ia cintai dengan gemerlap kemewahan dan kasih sayang. Apa yang ia lakukan ini menunjukkan betapa besarnya kasih sayang pria itu kepadanya. Semua wanita akan iri kepadanya hari ini, karena ia mendapatkan mempelai pria yang sangat mencintainya. Orang-orang juga akan banyak yang mendoakan agar keduanya bahagia. Sakinah, mawadah warahmah. Angga yang terharu dengan pernikahan kakaknya, tak bisa menahan tangis. Air matanya terus saja keluar, tak terkendali. Tira yang melihat itu pun mencoba membuat Angga berhenti menangis. "Masa kamu nangis sih? Ini hari bahagia kakak kamu loh. Ayo senyum ah! Jelek tahu!" tukas Tira gemas melihat
Rupanya, pria yang mengendarai mobil truk itu adalah Toni. Dengan sengaja Toni menabrak mobil yang membawa Reno dan Weni ke rumah sakit jiwa. Setelah menantikan momen di mana Reno keluar dari rumah sakit. Akhirnya waktu itu pun tiba, di mana ia akan membalaskan dendamnya pada Reno."Toni?""Jangan sentuh anak saya!" seru Weni sambil menahan rasa sakit ditubuhnya saat ia melihat sepasang mata Toni yang menatap penuh kebencian pada Reno."Diam! Ini bukan urusan lo. Ini urusan gue sama anak lo yang gila cewek dsn brengsek!" ujar Tono membentak Weni.Dengan kedua tangannya sendiri, ia menarik Reno yang terluka keluar dari mobil. Tanpa peduli tubuh Reno akan terluka oleh luka baru. Terlihat tangan Reno berdarah-darah karena kaca yang menancap di sana. Sedangkan Weni, ia hanya bisa melihat dari dalam mobil, karena ia terjebak badan mobil dan sulit untuk keluar."Reno! Reno!""Lepaskan anak saya! Jangan kamu sakiti anak saya," ujar Weni panik. Ia berusaha melepaskan dirinya dan segera meno
Rey dan ibunya terlihat senang saat mengetahui Tira sedang hamil. Sedangkan wanita itu seperti tenggelam sendiri dan merasa kalau semua ini adalah mimpi. Tira tidak percaya kalau ia bisa hamil secepat ini, padahal baru satu bulan ia dan Rey menikah."Sayang, ayo kita makan bareng sama kak Alina. Sekalian kasih tahu kabar baik ini sama dia. Dia pasti senang kalau tahu kamu sedang hamil," ucap Rey yang mengajak istrinya untuk makan bersama dengan Alina sekalian memberitahu kabar bahagia ini."Ayo. Kebetulan Angga juga ada di sini. Kita bisa kumpul barengan." Tira setuju dengan ajakan suaminya. Ia tersenyum dan tak sabar untuk memberitahu kabar baik ini pada sahabatnya.Tira mengusap perutnya yang masih datar dengan perasaan haru. "Nggak nyangka. Ternyata di dalam sini ada bayi aku sama Rey." Wanita itu seakan tidak percaya bahwa Allah telah memberikannya kepercayaan secepat ini untuk memiliki seorang momongan. Semua adalah kehendaknya dan pastinya Rey Tira sudah dipercaya oleh yang kuas
Diamnya Alina dan sikap abai wanita itu, membuat Abimana tidak tahan lagi. Abimana paham, mengapa wanita itu bersikap seperti ini kepadanya. Itu semua karena kebohongan yang ia lakukan. Tapi, daripada didiamkan seperti ini, di mana lebih suka kalau Alina marah-marah kepadanya. Mengutarakan semua rasa amarahnya. Sangat tidak nyaman baginya diabaikan.Abimana mengatakan kalau ia bersedia melakukan apa saja agar Alina mau memaafkannya dan mau bicara padanya. Alina pun berkata padanya. "Kalau begitu, larilah ke gunung Everest, lalu naiklah ke puncaknya. Maka, aku akan mempertimbangkan untuk memaafkan kamu Mas."Sontak saja Abimana terkekeh mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Alina padanya. Apa wanita itu bercanda menyuruhnya untuk berlari ke gunung Everest dan naik ke puncak gunungnya?"Kenapa malah ketawa? Kamu nggak mau aku maafin, Mas?" tanya Alina dengan wajah serius dan tatapan mata tajam pada Abimana. Tidak terlihat ada candaan di dalam raut wajahnya."Sayang. Kamu serius ny
"Dasar anak kurang ajar!"Ketika William hendak menampar Bella lagi, mamanya Bella dengan cepat menghentikan suaminya itu."Pa! Bisa kan nggak usah pakai kekerasan?" Tegur wanita paruh baya itu pada suaminya. Ia memohon pada Wiliam untuk tidak memukul Bella, menggunakan kekerasan. "Bisa kan bicara baik-baik, Pa?"William berusaha untuk meredakan emosinya yang saat ini menggebu-gebu berkat kelakuan anak semata wayangnya itu. "Kamu sudah berbuat apa pada Abimana dan tunangannya? Kamu menyinggung mereka lagi kan?" tanya William yang mencoba bicara baik-baik."Aku nggak ngelakuin apa-apa kok." Bella menyangkalnya."BOHONG!" sentak William yang seketika membuat Bella kaget. Jantungnya seakan berhenti berdetak, kala ia mendengar bentakan dari papanya."Pa ... udah.""Tolong Mama jangan ikut campur. Papa seperti ini demi mendidik anak kita. Dia sudah sangat keterlaluan, Ma." William meminta istrinya untuk diam saja.Ia pun merasakan kepada Bella bahwa perusahaan yang ia pimpin saat ini sedan
"Bang! Kak Alina kenapa?" Angga panik, begitu ia keluar dari restoran dan melihat calon kakak iparnya sedang menggendong kakaknya yang tidak sadarkan diri.Abimana menoleh ke belakang dan melihat ke arah Angga. "Kakak kamu pingsan. Abang akan bawa dia ke rumah sakit.""Ya udah ayo Bang. Aku ikut ya.""Kakak juga ikut Bi." Riana datang dan tiba-tiba saja ia mengatakan ingin ikut bersama dengan Abimana. Rianti dan Dinda berasa dibelakangnya."Nggak usah. Biar aku sama Angga aja."Abimana langsung membawa Alina ke dalam mobil. Angga juga ikut ke dalam mobilnya dan ia mengemudikan mobil Abimana. Pemuda itu terlihat mengkhawatirkan Alina, walaupun ia tidak mengatakan sepatah kata pun. Namun, dari sorot mata dan raut wajahnya sudah memperlihatkan semuanya. Bagaimana cara ia menatap kekasihnya dengan khawatir?"Bang, banyak yang ingin aku bicarakan sama Abang," kata Angga seraya melirik Abimana dari kaca depan mobil itu. Ia terlihat seperti menahan diri dari tadi."Abang akan jelasin semuany