Sulit bagi Reno untuk membagi keadilan pada kedua istrinya dan ibunya. Dia ingin mempertahankan Alina dan dia harus bersikap tegas pada ibunya yang selalu memulai pertengkaran lebih dulu.Perdebatan pagi itu pun dimenangkan oleh Alina dengan permintaan maaf dari Weni dan Lily. Setelahnya, Alina dan Reno berangkat bekerja bersama. Reno akan mengantar Alina ke toko pakaian dan setelahnya, Reno akan pergi ke kantornya."Sayang.""Iya Mas? Ada apa?""Rok kamu apa nggak kependekan?" tanya Reno seraya melihat ke arah Alina yang memakai rok di atas lutut sedikit."Ini kan pakaian kerja aku, Mas. Aku biasa pakai ini dan dalamnya pakai stoking juga," jelas Alina pada suaminya itu. Baginya, penampilannya ini tidak ada yang salah.Reno tidak terima dengan penjelasan dari Alina, bahkan ia menunjukkan secara terang-terangan perasaan tidak nyamannya, saat melihat istrinya berpakaian dan berdandan seperti itu."Yang lain juga berpakaian seperti ini, Mas.""Untuk hari ini, kamu boleh pakai pakaian da
Tanpa sepengetahuan Reno, Lily selalu diam-diam bertemu dengan seorang pria. Pria itu terlihat sangat mencintainya dan rela melakukan apapun untuknya, meskipun cintanya tidak mendapatkan balasan apa-apa. Selain tubuh Lily, tapi tidak dengan hatinya. Sebab, hati Lily hanya untuk Reno."Kamu mau aku bunuh dia?" tanya pria itu kepada Lily. Wanita itu langsung menjawabnya dengan anggukan kepala."Iya, aku mau kamu bunuh dia. Aku benci sama dia, Ton!"Niat Lily sudah kuat dan tekadnya sudah bulat, ia ingin menghabisi Alina. Wanita yang selama ini menghalangi jalannya untuk bersama dengan Reno."Bukannya aku tidak bisa membunuhnya. Hanya saja, aku merasa kita tidak perlu sampai membunuh Alina," kata pria itu pada Lily."Kenapa? Dia udah nyakitin hati aku, dia nindas aku. Kenapa kita nggak bisa bunuh dia? Jangan bilang ... kamu takut ya?" tanya Lily sambil menatap pria itu dengan tajam."Kenapa harus takut sama cewek lemah kayak dia? Aku tuh cuma nggak mau, kamu ngambil keputusan gegabah. Ka
Syukuran empat bulanan? Reno merasa kalau ide Alina sangat bagus, ia juga memuji pemikiran Alina yang peduli pada Lily dan calon anak mereka."Syukuran empat bulanan,Al?"Alina menganggukkan kepalanya. "Iya Mas. Sekarang kan kandungan Lily udah 4 bulan. Baiknya, kita ngadain syukuran di rumah buat dia.""Sayang ... niat kamu baik, ide kamu juga sangat bagus. Tapi gimana tanggapan orang-orang nanti tentang ini? Mereka akan beranggapan kalau Lily udah hamil empat bulan? Dan nggak banyak orang yang tahu, kalau Lily adalah istri kedua aku, Al."Wanita itu langsung berdecak, menahan kesalnya dalam hati. Niatnya untuk menjebak Reno, Lily dan Weni dalam acara empat bulanan, terpaksa harus gagal, sebab Reno tidak sebodoh itu. Ya, dia tidak cukup bodoh, bahkan mungkin dia sangat pintar, karena bisa berselingkuh dari Alina sebelum pria itu menikah dengan selingkuhannya."Iya juga ya. Tapi kasihan Lily loh, Mas. Kasihan bayinya juga, kalau nggak diadakan acara empat bulanan. Apa lagi Lily sedang
"Tadi pagi kamu udah ribut sama Lily. Aku mau kalian maaf-maafan," ucap Reno lembut pada Alina.Alina menghela napas panjang, ia sepertinya enggan meminta maaf. Tapi dia terpaksa melakukan itu, agar Reno tidak bicara macam-macam padanya lagi atau kepalanya akan kembali pusing."Li, aku minta maaf ya." Wanita itu meminta maaf, lalu ia menarik Lily ke dalam pelukannya. Seolah menunjukkan di depan Reno, kalau dia benar-benar tulus meminta maaf pada wanita itu."Jangan marah lagi ya, Li. Kalau lagi marah, jangan kemana-mana. Di rumah aja ... kasihan mama sama mas Reno. Kasihan bayi kamu juga. Kamu harus banyak istirahat," tutur Alina seraya mengelus punggung Lily.Lily tampak kesal mendengar ucapan Alina dan dia sudah menduga kalau Alina hanya pura-pura baik padanya."Nggak usah banyak bacot kamu, Na!" desis Lily pelan, di telinga Alina."Udah, kamu diem aja Li. Kamu mau mas Reno marah sama kita, gara-gara kita berantem?" tanya Alina yang memang ada benarnya juga."Ini semua gara-gara kam
Pesan dari Abimana yang mengabarkannya, jika pria itu sudah sampai di Banjarmasin. Alina tersenyum melihat pesan dari kakak iparnya yang selalu perhatian padanya itu. Mungkin, perhatiannya, melebihi perhatian suaminya sendiri.[Waalaikumsalam, Bang. Alhamdulillah kalau Abang udah sampe. Alina seneng dengernya, Bang. Abang istirahat ya ...]Satu pesan balasan, Alina kirimkan pada Abimana. Pria itu langsung senyum-senyum sendiri, dengan perasaan yang berdebar, setiap kali ia berinteraksi dengan Alina. Rasa rindu dalam hatinya, semakin mencuat, meskipun belum genap satu hari, ia meninggalian ibu kota dan tidak bertemu dengan adik iparnya itu.Dengan semangat, Abimana membalas pesannya lagi.[Kamu juga tidur ya. Jaga kesehatan, Al. Jangan banyak pikiran. Kalau ada apa-apa, hubungi Abang :)]Alina membalasnya lagi dengan emoji senyum, yang mana emoji itu bisa membuat jantung Abimana tidak aman. Lelaki itu memegang dadanya, tingkahnya seperti abg yang baru saja jatuh cinta."Alina ... belum
Abimana masih tidak menyangka, kalau semalam ia akan bermimpi seperti itu dengan Alina di dalamnya. Mereka menjadi suami-istri dan bercinta penuh gairah. Ini sangat gila dan ia tidak pernah membayangkan sebelumnya. Sebab, mencintai wanita yang merupakan adik iparnya sendiri juga, merupakan sebuah kemustahilan yang besar. Wanita yang tidak mungkin bisa ia miliki."Pak Abimana?"Seorang pria yang saat ini duduk berhadapan dengan Abimana, memanggilnya. Tapi Abimana masih tenggelam dalam pikirannya sendiri."Pak Abimana?" Pria itu memanggilnya sekali lagi dan barulah Abimana menyahut."A-ah iya Pak Galih?" sahut Abimana yang baru fokus sekarang. Dia melihat ke arah rekan bisnisnya di sana."Bapak kenapa? Apa Bapak tidak enak badan? Dari tadi saya perhatikan Bapak melamun terus dan wajah Bapak juga pucat," tutur pria bernama Galih itu dengan khawatir."Tidak, saya tidak apa-apa, Pak. Maaf barusan saya tidak fokus," kata Abimana dengan sopan, mau minta maaf kepada rekan bisnisnya itu."Haha
Malam itu, Lily sudah berdandan sangat cantik, karena Reno akan membawanya ke pesta. Alina melihat istri kedua suaminya itu sedang bercermin sambil memakai anting di telinganya."Ngapain kamu disitu? Kamu kan nggak diajak sama mas Reno," ketus Lily sambil tersenyum dan berusaha mengejek Alina yang tidak akan pergi ke pesta."Siapa juga yang mau ikut ke pesta? Lagian aku malas kemana-mana."Alina berjalan mendekati Lily dan ini mereka saling berhadapan. Lily menatap Alina dengan tatapan mengejek dan merendahkan. Alina juga melakukan hal yang sama, ia menatap Lily dengan tajam. Ia tidak pernah menduga bahwa sahabatnya adalah maut dalam pernikahannya. Andai saja, dulu Alina tidak pernah memperkenalkan Lily pada Reno, pasti semua ini tidak akan terjadi. Namun, takdir yang sudah terjadi, tidak bisa diubah. Beda halnya dengan nasib."Aku cuma mau ingetin sama kamu. Jangan sampai buat mas Reno malu di pesta," cetus Alina mengingatkan."Aku? Buat malu? Kalau mas Reno ajak kamu ke pesta, baru
"Lily Sayang, apa kamu benar-benar akan pergi ke pesta itu? Reno kan sudah melarang kamu untuk pergi." Weni terlihat gelisah, saat menantu kesayangannya benar-benar akan pergi ke pesta itu, meskipun sudah dilarang oleh putranya. Weni tahu, Reno pasti memiliki alasan yang kuat, mengapa ia tidak jadi mengajak Lily. "Aku akan tetap pergi, Ma. Aku juga istrinya mas Reno dan aku berhak untuk ikut ke pesta itu." Weni menghela napas dan tak tahu harus bagaimana lagi membujuk Lily. Wanita itu tetap nekat ingin pergi ke pesta. "Pokoknya Mama tenang aja ... aku nggak bakal berbuat macam-macam kok. Malah aku akan buat bangga, mas Reno." Lily tersenyum pada ibu mertuanya, lalu ia pun menyalami tangan Weni dengan sopan. "Lily berangkat dulu ya, Ma!" "Ya udah, kamu hati-hati ya Sayang. Hati-hati cucu mama yang ada di dalam sana," ucap Weni lembut pada Lily. Lily benar-benar pergi meninggalkan rumah itu dengan naik taksi, Weni memastikannya sendiri naik taksi itu. Weni harap, agar Lily