DIKIRA MISKIN

DIKIRA MISKIN

Oleh:  Siti Aisyah  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 Peringkat
87Bab
96.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Yudi dan Antika adalah sepasang suami istri yang selalu dihina oleh para kakak ipar karena dianggap miskin atau hidup susah. Namun, siapa sangka mereka berdua ternyata sudah sukses di kota dengan memiliki resto yang sudah memiliki cabang di dua tempat. Saat para kakak ipar tahu jika sang adik sudah kaya, mereka berlomba-lomba untuk mendekatinya.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Jodi Novianti
Inspiring story
2024-05-28 14:20:41
0
default avatar
Faris
Sangat bagus ya ges
2023-05-06 17:57:09
0
user avatar
koperasi ukm
menarik untuk jadi rujukan bacaan
2022-09-21 22:11:59
0
user avatar
Ghana Young
bagus dan menarik utk di baca
2022-06-25 21:32:45
1
user avatar
RumahJahit DeSam Ilyas
4. Tingginya ilmu tapi kurang nya moral dan adab saat berdiskusi. Berbicara atau berdiskusi semua mempunyai seni, bukan ngegas ngegas seakan akan meremehkan lawan diskusi. - GutusZohan
2022-05-28 02:56:24
1
87 Bab

1. Bab 1

DIKIRA MISKIN"Alhamdulillah, restoran kita semakin maju dan sudah memilik cabang. Semoga rasa syukur kita semakin bertambah dan ibadah kita semakin meningkat," ucap Mas Yudi. "Aamiin, kamu memang pantas mendapatkan ini semua, Mas. Kamu lelaki yang sangat ulet dan rajin. Orang bilang saat ini kamu sudah panen dari apa yang sudah ditanam sebelumnya. Janji Allah memang nyata. Siapa yang bersabar, maka akan indah pada waktunya." Aku tersenyum. Aku dan Mas Yudi sedang berkeliling resto yang baru saja dibuka hari ini. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya yang tampan. Ya, Mas Yudi adalah lelaki paling tampan versi diriku sendiri, entah kalau orang lain menilai seperti apa. Tampan, cantik, itu relatif, bukan? Mas Yudi menggengam erat tanganku, "semua ini berkat dukungan kamu, Dek. Di balik suksesnya seorang pria pasti ada wanita yang berperan di belakangnya." "Kalau begitu bukan aku yang hebat atau kamu, Mas.  Ini Atas rida
Baca selengkapnya

2. Bab 2

DIKIRA MISKIN 2"Dik, aku baru saja dapat kabar kalau ibu sakit dan ibu meminta agar kita mau tinggal bersamanya, mau, kan?" kata Mas Yudi  usai sarapan."Kenapa harus kita, kan, ada Mbak Ranti dan juga Mbak Wiwid?" tanyaku mengerutkan dahi.Kuhentikan aktifitas  yang sedang memotong wortel untuk membuat sup. "Ibu maunya aku yang mengurusnya karena aku anak lelaki satu-satunya, mau, ya tinggal di kampung ibu? Soalnya rumah itu milikku, milik kamu juga." Mas Yudi mengusap bahuku."Iya, Mas, aku manut saja, kemana pun kamu pergi, aku ikut," ucapku yang membuat Mas Yudi tersenyum lega."Terima kasih, ya, Dek, kamu memang istri yang baik," "Tapi, bagaimana dengan restoran kita kalau kita tinggal di kampung, nggak mungkin kita akan bolak-balik ke sini, secara dari kampung ke sini, kan lumayan jauh," ucapku."Kalau masalah itu nggak usah khawatir, ada Alvin yang akan menghandle semuanya, mungkin aku akan ke sini
Baca selengkapnya

3. Bab 3

DIKIRA MISKIN 3Mbak Wiwid terus saja memohon agar aku mau membantunya. Mungkin sudah saatnya aku mengatakan yang sebenarnya agar mereka tidak merendahkanku lagi. Namun, sepertinya aku harus minta izin dulu pada Mas Yudi. Apakah ia mengizinkan atau tidak kalau aku bilang tentang kesuksesan kami pada mereka."Ada apa ini, Wid?" Tiba-tiba Mbak Ranti datang dengan tergopoh-gopoh. Ia adalah anak sulung dari keluarga Mas Yudi.Rumah Mbak Ranti hanya berjarak dua rumah dari rumah Mbak Wiwid. Sungguh beruntungnya ibu mertuaku, punya anak-anak yang punya tempat tinggal dekat dengan dirinya. Jadi, setiap hari bisa bertemu dengan para anak perempuannya."Aku punya hutang, Mbak, mereka ini para penagih hutang yang memberi peringatan kalau utangku sudah jatuh tempo seminggu lagi," ucap Mbak Wiwid lirih namun masih bisa kudengar suaranya."Terus?" "Ya, seminggu lagi duitnya harus ada padahal aku belum punya uang dan aku mau pinjam sama Antika," jaw
Baca selengkapnya

4. Bab 4

DIKIRA MISKIN 4Mbak Ranti jatuh pingsan saat mendengar adiknya punya utang sebesar tiga puluh juta. Suasana menjadi panik, tetapi Mbak Wiwid masih saja santai. Aku harus meminta pertolongan pada beberapa orang yang lewat, tidak mungkin aku mengangkatnya seorang diri, secara tubuh Mbak Ranti lebih besar dari pada aku.Syukurlah ada beberapa orang yang dengan senang hati membantu kami. Akhirnya Mbak Ranti berhasil dibawa masuk ke rumah Mbak Wiwid dan dibaringkan di atas kasur."Aduh, nyusahin banget, sih, Mbak Ranti ini, gitu aja pakai pingsan segala, lebay," ucap Mbak Wiwid dengan mengerucutkan bibir dan tangan bersedekap. Aku mengambil minyak kayu putih dan mendekatkan ke lubang hidung Mbak Ranti, semoga saja ia cepat sadar. Syukurlah tidak begitu lama, perlahan-lahan ia mulai membuka mata dan mengerjap-ngerjap kemudian mengamati sekeliling."Tiga puluh juta? Tiga puluh juta?" Mbak Ranti berkata lirih seperti orang mengigau.
Baca selengkapnya

5. Bab 5

DIKIRA MISKIN 5Rasa penasaran masih bergelayut dalam dada, apa rencana Mbak Ranti sebenarnya?"Kamu nggak usah khawatir dan bersedih lagi, semingggu lagi uang itu pasti sudah ada." Senyum Mbak Ranti mengembang. Tangannya membelai rambut adik kesayangannya itu. "Benar kata kamu, uang 30 juta itu kecil," imbuh Mbak Ranti dengan menjentikkan jarinya."Ya, Mbak, bagi kita uang segitu memang kecil, tidak seperti Antika, dia tidak mungkin punya uang sebanyak itu. Jangankan punya, lihat saja pasti belum pernah, kan?" kata Mbak Wiwid sinis."Kalau begitu aku pulang dulu Mbak," ucapku. Tiba-tiba aku menyesal, kenapa aku tadi buru-buru menolongnya kalau seperti ini keadaannya. Jangankan ucapan terima kasih, justru hinaan yang kudapatkan. Seharusnya aku sadar diri, orang seperti Mbak Wiwid dan Mbak Ranti tidak mungkin butuh bantuanku. "Pulang ya pulang saja, tidak ada yang melarang, kamu ke sini juga tidak ada yang mengundang, kamu datang
Baca selengkapnya

6. Bab 6

DIKIRA MISKIN 5Aku maklum jika Mbak Wiwid menganggap uang yang kubelanjakan diberi Ibu. Saat ini Ibu memang sedang panen cabai, apalagi harga cabai juga sekarang lumayan bagus. Hasil panen Ibu juga melimpah, karena memang sawahnya luas, meski sekarang lahan yang Ibu garap sudah berkurang karena diberikan kepada Mbak Ranti dan Mbak Wiwid. Ya, Mbak Wiwid dan Mbak Ranti sudah punya bagian sawah masing-masing.Lahan yang digarap Ibu saat ini adalah bagian Mas Yudi. Namun, karena Mas Yudi merantau, maka, lahan itu Ibu yang menggarapnya meski Ibu harus mengupah orang untuk membantu menggarap sawahnya.Ibu hanya ke sawah hanya untuk melakukan pekerjaan ringan saja. Seperti mencabuti rumput liar atau saat musim panen seperti sekarang. Biasanya cabai akan dipetik setiap lima hari sekali.Semenjak sakit, Ibu tidak pernah ke sawah lagi. Beliau menyuruh orang untuk memetik cabainya. Sekarang Mas Yudi juga tengah ikut panen di sawah bersama para pekerja lain."Nggak usah pelit sama aku kalau yang
Baca selengkapnya

7. Bab 7

DIKIRA MISKIN 7"Apa Ibu bilang, coba katakan sekali lagi? Aku nggak salah dengar, kan, kalau Yudi setiap bulan selalu mengirim uang kepada Ibu?" Mbak Wiwid melebarkan mata seraya maju dan mencoba meraba kening Ibu lagi. Ibu mundur beberapa langkah saat tanya anak perempuannya itu ingin meraba keningnya. "Ibu tidak panas, tapi, kenapa dari tadi bicaranya seperti ada yang tidak beres? Ngaco terus ngomongnya.Tadi nyeramahin aku dan sekarang bilang kalau setiap bulan Yudi selalu kirim uang. Tidak mungkin, Bu. Ibu jangan mimpi, bangun, woy!" ucap Mbak Wiwid dengan nada tinggi dengan tangan yang ia kibaskan di depan wajah Ibu.Aku menekan dada perlahan karena kaget melihat perlakuan Mbak Wiwid pada ibunya. Beginikah sikap seorang anak yang sangat di sayang pada ibunya? Sungguh tidak pantas."Mbak, nggak sopan berbicara seperti itu dengan Ibu. Ibu ini ibu kandung Mbak yang harus kita hormati." Ucapku seraya menepuk pundak Ibu, posisiku kini berada di belakang Ibu."Habis aku kesel, dari t
Baca selengkapnya

8. Bab 8

DIKIRA MISKIN 8Aku mengambil minum untuk meredakan emosi yang sudah tersulut ini. Jika tiba saatnya nanti, akan aku katakan yang sebenarnya dan kupastikan mereka tidak akan menghina dan menertawakanku seperti ini lagi. "Tentu saja dia nggak akan bilang, pasti malu, seandainya benar Yudi memberi uang pasti jumlahnya tidak seberapa. Percuma saja mengirimi uang kalau pada kenyataanya uang yang Mas Yudi berikan lebih sedikit daripada punya Ibu sendiri. Itu sama artinya dengan menabur garam di atas laut, percuma. Atau jangan-jangan kamu memang sengaja ngasih uang biar dikira anak dan menantu baik padahal hanya ingin mendapatkan uang yang lebih banyak dari Ibu. Licik ya, rupanya kalian paham dengan konsep memancing, untuk mendapatkan ikan harus menggunakan umpan. Ya, seperti Antika ini, sok-sokan ngasih uang padahal hanya ingin mendapatkan yang lebih banyak. Selamat Tik, kamu berhasil memperdaya Ibu. Buktinya sekarang kamu dan Yudi diminta tinggal di sini," ucap Mbak Wiwid dengan nada sin
Baca selengkapnya

9. Bab 9

DIKIRA MISKIN 9Aku dan Ibu saling berpandangan melihat Mbak Wiwid yang masih saja tertawa."Tolong, hentikan khayalan tingkat tinggi kamu itu, Tik, aku bisa mati tertawa mendengarnya," pinta Mbak Wiwid masih dengan tertawa lebar. Ia mengusap air matanya yang berderai-derai karena tertawa setelah itu memegang perutnya. "Terserah, Mbak, mau bilang apa, yang penting memang benar apa yang dikatakan ibu, Mas Yudi juga selalu mengirimi ibu uang. Bahkan untuk menanam cabai di sawah itu juga pakai modal dari Mas Yudi. Kebetulan kami baru saja ada rezeki lebih." Jelasku, berharap Mbak Wiwid berhenti menertawakan kami. Namun, bukannya berhenti tertawa, wanita yang selalu tampil cantik dan dandan menor di setiap kesempatan itu malah semakin tertawa terbahak-bahak. Apa perlu aku memanggil seseorang agar ia mau berhenti tertawa? Tetapi siapa? Aku takut ia kebablasan soalnya. "Alah, sok bilang ada rezeki lebih, lebihnya berapa, sih? Paling-paling cuma lima puluh ribu," ucap Mbak Wiwid masih sin
Baca selengkapnya

10. Bab 10

DIKIRA MISKIN 10"Terserah kamu, Mbak, mau bilang suami kamu pegawai dengan gaji besar, tapi, pada kenyataannya tetap punya ut_," kututup mulutku sendiri karena Mbak Wiwid melotot kearahku saat aku mau bilang kalau dia punya utang. "Punya ut, utang, maksudnya? Kamu punya utang Wid?" tanya Ibu dengan tatapan tajam ke arah Mbak Wiwid, sehingga membuat ia salah tingkah.Mbak Wiwid melotot ke arahku dan aku paham dengan kode yang ia berikan yaitu memintaku untuk tidak memberi tahu ibu kalau ia punya utang tiga puluh juta. "Ah, nggak, kok, Bu?" Mbak Wiwid tersenyum dan maju kemudian menepuk pundak ibunya dengan lembut."Tapi, Antika bilang?" Kini ibu beralih menatapku."Nggak ada, Bu, aku punya utang tapi cuma sedikit, iya, kan, Tik?" Kata Mbak Wiwid dengan mengedipkan matanya berulang kali sebagai kode aku harus mengiyakan ucapannya. Semoga saja bulu mata palsunya tidak rontok digunakan berkedip seperti itu. Mbak Wiwid memang modis dan pintar dandan. Saat di rumah pun, ia selalu memaka
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status