Beberapa Minggu lagi Marvin akan melangsungkan pernikahan. Seseorang mengirimkan DM melalui akun instagramnya. Pesan itu berisi jika ada yang tak beres dengan calon istrinya itu. Ini fitnah atau fakta?
View MoreMarvin kembali berteduh di masjid tempat ia bertemu dengan Pak Arif Wicaksono dulu. Tadi ia berniat segera pulang karena mau mampir ke tempat Ricky untuk mengembalikan STNK motornya. Kemarin waktu ke pemancingan, Ricky menitipkan STNKnya ke tas selempang Marvin. Pulangnya, ia lupa untuk mengambilnya. Pagi tadi sebelum Marvin berangkat kerja, Ricky menelepon. Ia meminta Marvin mampir ke studionya sepulang kerja untuk mengantarkan STNK tersebut. Marvin menyanggupinya.Di tengah jalan, mendung berubah menjadi hujan. Tak ingin basah kuyup dan meminimalisir resiko kecelakaan, Marvin akhirnya memilih berhenti di masjid untuk berteduh sambil menunggu Maghrib tiba. Marvin usai mengerjakan salat tahiyatul masjid saat Pak Arif datang menyapanya. Di luar sana hujan semakin deras mengguyur bumi disertai angin. Sesekali kilat menyambar. "Terjebak hujan lagi nih rupanya mas Marvin," sapa Pak Arif ramah.Marvin tersenyum lebar seraya mengangguk mendengar sapaan itu. "Iya nih, Pak. Sepertinya hu
Marvin dan Ricky sedang ada di tempat pemancingan. Ini hari libur. Karena tak ada orderan foto hari ini, Ricky mengajak Marvin memancing untuk melepaskan penat. Pagi tadi usai sarapan, ia menjemput Marvin di rumahnya. Marvin malas membawa kendaraan sendiri, akhirnya ia dibonceng Ricky dengan motornya ke tempat pemancingan ikan."Punya nyali juga tuh anak si konglomerat menemuimu," kata Ricky saat keduanya sudah duduk santai sambil menunggu kail mereka digigit ikan. "Lagi butuh. Makanya berani," sahut Marvin singkat."Ah, iya juga, dia kan menemuimu di kantor ya? Makanya berani. Aman. Nggak mungkin kamu akan mengamuk di kantor. Kalau ngajak ketemuan di luar belum tentu dia berani,""Siapa juga yang sudi menemuinya. Mendengar namanya aja darahku langsung naik ke ubun-ubun,"Ricky terkekeh mendengar perkataan Marvin. "Aku pengen ngakak waktu kamu cerita, si Kienan bilang, demi masa lalu yang kamu pernah mencintai Ibel dengan tulus, tolong terima dia. Cuiiihhh! Apaan tuh?" ujar Ricky
Marvin baru saja meletakan tas kerjanya saat office boy memberitahu jika ia ada tamu. Tamu tersebut sedang menunggunya di ruang tim marketing yang biasanya dipakai untuk menerima klien. "Baru jam 08.05 WIB. Pagi amat ini tamu datangnya," kata Marvin dalam hati sembari melirik jam dinding yang ada di ruangannya. Marvin menghembuskan nafas panjang sebelum akhirnya berjalan ke ruang tim marketing untuk menemui klien tersebut. Mata Marvin langsung terbeliak saat melihat tamu yang menunggunya di ruang marketing. "Selamat pagi Pak Marvin," kata sang tamu sambil mengulas senyum dan mengulurkan tangannya. "Selamat pagi juga Pak Kienan," sahut Marvin sambil menerima uluran jabat tangan itu. Marvin memaksakan diri untuk tetap bisa tersenyum ramah meski hatinya panas. Tak bisa dipungkiri, kemunculannya menimbulkan kemarahan yang sudah susah payah berhasil ia redakan beberapa hari ini. Marvin menghembuskan napas panjang sembari bertanya-tanya dalam hati apa maksud kedatangan Kienan.
Marvin usai mandi dan berganti pakaian. Sekitar setengah jam yang lalu ia repot di kebun belakang rumah. Ia membakar undangan pernikahan dan foto-foto prewednya di dalam tong sampah. Ia tak ingin melihat benda-benda itu lagi di rumahnya. Setelah membakar undangan dan foto-foto itulah ia mandi karena merasa badannya bau asap. Marvin meraih ponselnya untuk mengechek adakah telepon atau pesan yang masuk. Begitu melihat tak ada telepon dan pesan yang masuk, ia rebahan di atas kasurnya sembari menautkan kedua tangannya di belakang kepala sebagai bantalan. Sambil menatap langit-langit kamarnya, Marvin mencoba merenungi apa yang telah terjadi sejauh ini."Ya udahlah mah, anggap aja sedekah. Ikhlaskan aja yang udah terlanjur dibayarkan ke para vendor itu," ujar papanya Marvin. Marvin diam mendengarkan dari kamarnya. Saat masuk kamarnya usai dari kamar mandi tadi, ia memang melihat kedua orang tuanya dan Merva sedang berada di ruang tengah. Jadi percakapan mereka terdengar dari kamarnya M
"Enak aja!" tukas mamanya Marvin. Papanya Marvin segera menepuk tangan istrinya untuk menyuruhnya berhenti berkomentar. Mamanya Marvin diam tapi wajahnya cemberut kesal."Kan belum 3 bulan. Masih ada kemungkinan keguguran. Jadi tolong pikirkan ulang," imbuhnya ayahnya Ibel."Paakk...Ini bukan soal hamilnya Ibel aja. Ini soal kesetiaan. Anaknya bapak sudah tak jujur. Berani selingkuh. Untungnya masih tunangan. Coba kalau sudah menikah terus dia melakukan perselingkuhan seperti ini. Mau ditaruh mana muka kami pak?!" pekik marah mamanya Marvin.Marvin, papanya dan Merva hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Meski kesal karena mamanya Marvin terus menyela percakapan, tapi kali ini mereka bisa memaklumi kemarahannya."Ibu....Saya...Tidak bisa menolong ibu kali ini. Saya minta maaf," ujar Marvin.Terdengar tangis dari ibunya Ibel. Melihat istrinya masih menangis, ayahnya Ibel yang sementara berbicara."Kemarin hari....Sewaktu Ibel memberitahu kalau nak Marvin membatalkan pernikahan saja k
"Mas, buruan masuk rumah!" perintah Merva saat Marvin baru saja memasukan motornya."Hampir aja aku nelepon mas Marvin," imbuhnya."Ada apa sih, Mer?" tanya Marvin heran."Ada orang tuanya mbak Ibel," "Haaahhh?! Kenapa mereka ke sini?""Nyari mas Marvin. Nangis-nangis tuh. Tapi mamah malah marah-marah," "Haaahhh?!""Udah buruan masuk mas!"Tanpa melepas jaketnya Marvin bergegas memasuki ruang tamu. Merva berjalan di belakang kakaknya. Saat Marvin makin mendekati pintu masuk ruang tamu, terdengar mamanya Marvin berbicara dengan suara keras. Sedangkan papanya Marvin berusaha menenangkan istrinya tersebut."Udah dong mah! Jangan marah-marah gini! Bisa darah tinggi nanti!" ujar papanya Marvin seraya memegangi istrinya itu. "Mamah kesel pah. Apa dia pikir, mereka aja yang malu. Kita lebih malu lagi. Mamah aja sampai sekarang masih bingung mau ngomong apa ke saudara-saudara tentang pembatalan ini,""Sssstttt...Sudah. Sudah. Itu Marvin sudah datang. Biar dia yang menyelesaikan. Vin, urus
Marvin sampai rumahnya. Ia mengucapkan salam saat membuka pintu."Waalaikum salam," sahut kedua orang tuanya menjawab salam yang diucapkan Marvin.Kedua orang tuanya yang tengah berada di ruang tengah sambil menonton TV tak bisa langsung melihat wajah Marvin yang sedang kusut itu."Vin, tadi Ricky ke sini. Itu, dia ngantar foto prewed yang mau dipajang di gedung nanti," ujar mamanya Marvin."Undangannya juga," ingat papanya Marvin."Iya. Undangan juga tuh. Mama taruh semuanya di kamarmu," imbuh mamanya Marvin.Marvin yang sedang kusut dan lesu itu berjalan menuju ruang tengah untuk menemui orang tuanya. Saat sampai di ruang tengah ia langsung bertanya."Mah...Merva di mana?""Lagi ke rumahnya Anindya. Tadi si Anin telepon minta dianterin adikmu nyari kado. Jadi Merva lagi di sana sekarang,"Marvin mengangguk paham. "Saat yang tepat untuk bisa berbicara dengan leluasa. Mumpung Merva sedang ada di rumah Anin," ujar Marvin dalam hati. Ia menuju satu kursi dan ikut duduk di ruang tengah
Marvin dan Ibel bersalaman dengan Ayudia. Mereka berpamitan pulang. Saat ini mereka sudah ada di parkiran. Beberapa saat yang lalu, mereka sibuk membahas lay out gedung untuk pernikahan nanti. Sepanjang pertemuan Marvin dan Ibel lebih banyak mengatakan terserah pada Ayudia dan timnya. Itu sebabnya pertemuan jadi berlangsung cepat. Keduanya tampak tak antusias dengan semua ini. Sekarang Marvin dan Ibel sudah ada di mobil menuju pulang. Keduanya sama-sama diam. Ibel merebahkan tubuhnya di sandaran kursi sambil memejamkan mata. Telinganya juga ditutupi earphone. Entah ia sedang mendengarkan apa lewat ponselnya itu. Yang jelas Marvin tak mau mengusiknya. Tadi sore, sewaktu Marvin menelepon untuk menanyakan jam berapa ia bisa dijemput, Ibel menyuruh agar Marvin berangkat duluan ke gedung. Ia akan menyusul ke sana. Marvin langsung menyetujuinya. Ia tak protes. Tak perlu bertanya kenapa Ibel menyuruhnya lebih dulu pergi. Tak peduli juga Ibel berangkat naik apa. Bersama siapa. Saat ini M
"Saya yakin Anda terkejut dan marah saat ini. Sama seperti saya saat itu. Tapi kita tahu bersama kan, marah tak pernah menyelesaikan masalah,"Marvin menjawab dengan senyum kecut yang tersungging di bibirnya. "Percuma di sini kita emosi, kalau di luar sana mereka tertawa bahagia sambil bergandengan tangan," Mendengar itu darah Marvin jadi mendidih lagi. "Jadi selama ini Ibel selingkuh di belakangku? Di tengah-tengah kesibukan kami mempersiapkan pernikahan? Untuk apa repot-repot menyiapkan pernikahan jika dia sebenarnya inginnya dinikahi pria lain?" tanya Marvin dalam hati. Lily mengeluarkan satu foto lagi. Dan dada Marvin kembali terasa nyeri seketika melihat foto tersebut. Itu foto Ibel dan Kienan Hartomo di tempat dokter kandungan. Kembali ada rasa nyeri yang dirasakan Marvin. Ia menghembuskan nafas panjang untuk meredakan nyeri yang dirasakannya. Lily menatap raut muka Marvin sekilas. Sejurus dengan itu senyum sinisnya mengembang."Ya, suka tidak suka...Anda harus menerima ken
Hujan turun dengan derasnya, sehinggaMarvin terpaksa menghentikan motornya. Ia memilih menghentikan motornya disebuah masjid yang ia temui dalam perjalanan pulang itu. Dia berpikir ini demikeamanan.Ia tak ingin basah kuyup. Dua puluhmenit lagi sudah masuk waktu magrib. Lebih baik, ia menunggu di masjid saja.Dengan demikian, ia dapat melaksanakan salat magrib tepat waktu tanpa basahkehujanan.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments