Nightmare

Nightmare

last updateLast Updated : 2024-11-08
By:  rainyOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings. 3 reviews
19Chapters
2.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

“Gue mimpi buruk lagi. Lo tahu, kan, setiap gue mimpi buruk, pasti itu pertanda kalau sesuatu yang buruk bakal terjadi?” Bisakah kau bayangkan rasanya menjadi Devlin?! Ibunya meregang nyawa tepat di depan matanya. Sayangnya, dia tak pernah mendapatkan keadilan sedikit pun. Pelaku pembunuhannya saja

View More

Chapter 1

Sapu Tangan dan Darah 

Kuremas kuat sapu tangan usang berwarna putih, mencoba mencurahkan rasa benci pada sebuah benda mati. Sapu tangan dengan motif burung bangau yang terdapat dua buah huruf ‘R’ di salah satu sudut sapu tangan itu. Ada noda bekas darah mengering juga di sana.

Sapu tangan tersebut merupakan petunjuk satu-satunya yang bisa membawaku pada pelaku pembunuhan Ibu. Satu tahun lalu, Ibuku meninggal ditabrak lari oleh seseorang. Aku masih ingat bagaimana mengerikannya peristiwa itu. Peristiwa tersebut seolah masih terpatri jelas diingatanku, bahkan rasanya baru kemarin aku mengalaminya. 

Saat itu, Aku dan Ibu hendak menyebrang setelah pergi berbelanja bulanan bersama. Aku tak menyangka bahwa kegiatan belanja itu merupakan kegiatan terakhir yang bisa kulakukan dengan Ibu. Tak ada lagi dan tak akan pernah bisa kulakukan lagi setelah itu. 

Saat itu, keadaan jalan memang sangat lengang. Aku berjalan jauh mendahului Ibu, tanpa diduga mobil Honda Jazz berwarna putih melaju sangat cepat dari arah berlawanan. Aku terpaku, tak mampu melakukan apapun. Samar kudengar suara Ibu berteriak.

“Devlin, awas?!” teriak Ibu padaku.

Aku pasrah tak tahu harus melakukan apa,  mobil itu pun sudah sangat dekat dengan jarakku kini. Namun, sebuah tangan mendorong ku kuat ke tepi jalan. Suara benturan terdengar begitu melengking di telingaku. Seketika itu tubuhku lemas, kulihat dengan jelas tubuh Ibu tertabrak dan terpental hingga beberapa meter. Belanjaan yang dibawanya berhamburan tak tentu arah di tepi jalan.  Di tepi jalan yang lain, aku melihat Ibu yang begitu aku sayangi sudah terkapar lemah dengan darah segar yang tak henti mengalir di kepalanya. 

Kuberlari cepat. Kudekap erat tubuh Ibu yang berlumuran darah. Mataku memanas, air mata sudah berjatuhan tak terkira di pelupuk mataku. Ada rasa sakit tak terkira yang menjalari hatiku seketika. Rasa sakit yang tak terbendung nyerinya. Aku sempat mengutuk seseorang yang telah menabrak Ibuku itu.

Si pengemudi mobil putih itu pun sempat berhenti sekilas, menghampiri kami. Detik berikutnya dia berdiri mematung melihat apa yang sedang disaksikannya. Lalu, dengan tubuh gemetar dia kembali masuk ke mobil dan melajukan mobil dengan begitu cepat. 

Bodohnya aku yang hanya menangisi keadaannya, tanpa melakukan apapun. Aku bahkan tak sempat berteriak pada si pelaku tersebut. Dengan frustasi aku terus menangis dan bergumam,“Ibu, bangun!” 

Saat itu jalanan benar-benar sepi. Sangat dimaklumi karena jam memang sudah menunjukan pukul 11 malam, wajar jika jalan sangat sepi saat itu. Butuh sekitar beberapa jam. Entah bagaimana, setelah kejadian itu, polisi mengatakan bahwa ada sebuah sapu tangan yang tertinggal di tempat TKP. 

Mereka mengira bahwa itu milik Ibuku yang kuyakini  bahwa itu merupakan milik si pelaku. Sejak saat itu aku selalu membawa benda terkutuk itu kemanapun. Mencoba mencari tahu siapa pelaku tabrak lari Ibu. Sudah sejak satu tahun peristiwa itu berlalu, tapi polisi tak sedikitpun menemukan pelakunya, bahkan tak ada petunjuk apapun yang mereka dapatkan. Tak ada cctv di tempat kejadian. Entah bagaimana harus mencari si pelaku.

Seseorang menyikut tangan kiriku keras. Sekilas aku tersadar akan lamunanku, kejadian yang selalu aku anggap sebagai mimpi. Mimpi buruk yang tak pernah kuharapkan. Mimpi buruk yang mampu mengubah hidupku 180 derajat. Mimpi buruk yang mampu memberiku luka yang amat mendalam. Aku masih mau berharap bahwa ketika aku terbangun semuanya akan berjalan seperti dulu, hanya ada kebahagiaan dan Ibu masih menemaniku.

“Pak Bara memanggilmu beberapa kali!” bisik Satria yang lantas membuatku mengalihkan pandangan pada seorang pria paruh baya yang kini tengah berdiri di depan kelas dengan tatapan menuntut padaku.

Sungguh. Aku tak tahu apa yang tadi dibicarakannya. Pikiranku kosong, benar-benar tak mampu menebak percakapan yang terjadi.

Pak Bara merupakan guru baru di kelasku. Iya, di kelasku! Dia guru lama di sekolah ini, SMA 20 Pertiwi Raya. Dia telah mengajar bahasa Indonesia selama 10 tahun, namun ini merupakan kali pertama kelasku, sebelas IPA dua diajar olehnya. Dia merupakan guru pengganti, karena guru sebelumnya sedang cuti hamil.

“Perlu saya ulangi, Devlin?” kata-katanya begitu tegas lengkap dengan tatapannya yang juga tajam.

Tanpa menjawab, aku justru menatap Satria dan meminta penjelasan padanya. “Dia setuju pak, dia mau menjadi penanggung jawab atas semua tugas yang nanti bapak berikan pada kami.”

Aku menatapnya heran sekaligus sebal. 

Hey, apa-apaan ini?! apa maksudnya? Aku bahkan tak pernah menyetujui itu. 

Pak Bara tersenyum simpul, lalu berkata kembali “Pelajaran kali ini selesai, minggu depan kita lanjut dengan materi tentang membaca intensif.”

“Untuk kamu, Devlin, jangan lupa untuk mengkoordinir teman-temanmu agar mereka mengumpulkan tugas mengarang minggu depan dengan tepat waktu!”

kepalaku mengangguk pelan sebagai jawaban atas perintah Pak Bara. Detik berikutnya, dia berjalan keluar kelas masih dengan gaya tegasnya seperti biasa. Aku pun mengalihkan pandangan pada Satria yang masih asyik bermain game di gadgetnya

.

“ Lo kok nyanggupin permintaan Pak Bara ke gue, sih?”

“Ya, daripada lo bengong mulu kayak orang bego gara-gara nggak merhatiin dan malah ngelamun,” Satria mengalihkan perhatiannya dari game yang tengah dimainkan 

“lo ngelamunin peristiwa itu lagi?” dia menatapku dalam. Ada kekhawatiran yang begitu terlihat dari sorot matanya. 

Tak ada jawaban dariku. Aku malas menanggapi ucapannya. Aku yakin, sangat yakin bahkan, dia pasti akan mengatakan bahwa itu sudah berlalu dan aku tak berhak untuk mendendam pada orang yang telah membunuh Ibuku.

Itu gila?!

Bagaimana mungkin aku tak menyimpan kebencian terhadap orang yang telah merenggut nyawanya? Orang yang telat merenggut malaikat paling berharga dalam hidupku. Orang yang bahkan telah mengubah kehidupanku dan menorehkan luka yang sangat sulit disembuhkan

Bagaimana mungkin aku bisa memaafkan manusia seperti itu?! 

 

Bahkan jika Ibuku tak dibunuh pun aku sangat sulit menerimanya kehilangannya. 

Bagaimana mungkin aku bisa melupakan peristiwa itu?!

Oh aku sangat membencinya!

“Udahlah, toh lo udah nggak suka mimpi buruk lagi, kan?”

“ Iya, udah dari tahun lalu gue nggak pernah mimpi buruk lagi.”

“Syukurlah.” dia tersenyum. Sekali lagi entah mengapa aku merasakan kelegaan di setiap kata yang baru saja diucapkannya.

“Tapi gue masih belum ingat wajah si pelaku!”

suaraku bergetar saat mengatakannya. Ada perasaan sesal dan marah yang berkecamuk dalam hatiku. 

Aku memang sempat melihat wajahnya, tapi aku mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), dimana aku kehilangan sebagian ingatanku. Sayangnya, ingatan yang hilang itu tentang wajah si pelaku. Jadi aku tak mengingat wajah si pelaku, bahkan walau sudah berpuluh kali aku melakukan konsultasi dengan psikolog. Sungguh. Aku berharap suatu hari nanti pelaku yang membunuh Ibuku bisa ditangkap dan dihukum dengan setimpal. 

Satria menepuk pundakku pelan, mencoba menguatkan dan memberikan semangat padaku. Dia memang sahabat paling baik. Dia selalu ada ketika aku dalam kesulitan. Beruntungnya aku karena Tuhan seolah selalu berusaha membuat kami bersama.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Naily L
cerita yang menarik:) semangat update thor:)
2022-09-10 20:35:50
1
user avatar
Tyarasani
Keren banget ceritanya, sampai berasa ada di dalam cerita itu.......
2022-05-28 22:00:00
1
user avatar
SachanStory
semangat kak, ceritanya seru
2022-05-23 17:31:05
1
19 Chapters
Sapu Tangan dan Darah 
Kuremas kuat sapu tangan usang berwarna putih, mencoba mencurahkan rasa benci pada sebuah benda mati. Sapu tangan dengan motif burung bangau yang terdapat dua buah huruf ‘R’ di salah satu sudut sapu tangan itu. Ada noda bekas darah mengering juga di sana.Sapu tangan tersebut merupakan petunjuk satu-satunya yang bisa membawaku pada pelaku pembunuhan Ibu. Satu tahun lalu, Ibuku meninggal ditabrak lari oleh seseorang. Aku masih ingat bagaimana mengerikannya peristiwa itu. Peristiwa tersebut seolah masih terpatri jelas diingatanku, bahkan rasanya baru kemarin aku mengalaminya. Saat itu, Aku dan Ibu hendak menyebrang setelah pergi berbelanja bulanan bersama. Aku tak menyangka bahwa kegiatan belanja itu merupakan kegiatan terakhir yang bisa kulakukan dengan Ibu. Tak ada lagi dan tak akan pernah bisa kulakukan lagi setelah itu. Saat itu, keadaan jalan memang sangat lengang. Aku berjalan jauh mendahului Ibu, tanpa diduga mobil Honda Jazz berwarna putih melaju s
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more
Lelaki yang Kutemui Pagi Itu
Pagi itu jam di pergelangan tanganku masih menunjukkan pukul delapan pagi. Namun, aku sudah sibuk pergi ke ruang guru. Lalu berakhir dengan membawa bertumpuk-tumpuk buku yang harus aku berikan pada Pak Bara. Sekitar tiga puluh buku lebih dan aku harus membawanya sendiri. Bisa kau bayangkan betapa repotnya, bukan?Tak ada kah seorang pun yang bisa menolongku membawa buku-buku ini?Di antara kesibukan, aku terusik dengan suara gaduh yang berasal dari halaman belakang sekolah yang baru saja kulewati dan tertutupi oleh deretan kelas. Tertarik. Aku pun pergi untuk melihat siapa yang sedang berbuat onar di saat koridor begitu sepi.“Tangkep tas gue!” suara berat seseorang panik. Aku menatapnya lekat. Baiklah rupanya sedang ada seseorang yang mulai merasa bosan di sekolah dan memilih hengkang sebelum jam pelajaran berakhir.Kutarik tali tas yang hendak ia lemparkan, sebelumnya aku meletakan buku-buku menyebalkan yang kubawa terlebih dahulu di lantai.“Siapa lo?” katanya tegas. Ada kilatan am
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more
Ancaman
Pagi ini aku begitu cemas pergi ke sekolah. Semalaman setelah bermimpi buruk, aku tak bisa tidur. Dari jam dua belas malam aku terjaga hingga pagi. Menyebalkan memang, tapi aku takut jika mimpi itu kembali menghantui tidurku.Pagi itu kelas masih begitu sepi, hanya terlihat Satria yang entah mengapa tiba-tiba dia begitu rajin. Dia sedang membaca sebuah buku Biologi dengan serius. Aku melangkahkan kaki pelan, menghampirinya. “Tumben amat lo belajar, biasanya juga dateng-dateng langsung tidur di kelas.” Dia tersenyum sekilas. Lalu kembali membaca buku.“Sat, ada yang mau gue ceritain sama lo.”Satria menatapku, fokusnya langsung beralih padaku. Pelan dia berkata “apa?”Aku menghela nafas dalam, kuharap satria mampu menenangkanku dengan kata-kata bijaknya itu.“Gue mimpi buruk lagi. Le tahu,kan? Setiap gue mimpi buruk, pasti itu pertanda kalau sesuatu yang buruk bakal terjadi lagi, bahkan lebih parah lagi kadang mimpi-mimpi gu
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more
Teror
Suara kaca pecah mengusik ketenanganku malam ini. Terlihat Mbok Iroh berlari khawatir ke arahku, wajahnya pucat pasi, seperti telah melihat hantu."Non, i-itu.. itu.. ada yang ngelempar batu sampe kacanya pecah. Terus ada.... " kata Mbok Iroh terbata tak mampu melanjutkan perkataannya."Ada apa mbok?" tanyaku ikut merasakan ketakutan yang dirasakan Mbok Iroh." Non lihat sendiri saja." Katanya yang lantas bergegas pergi. Aku pun mengikuti kemana arah kakinya melangkah.Halaman depan rumahku benar-benar berantakan, banyak batu-batu kerikil yang memenuhi teras depan rumah. Lalu ada sebuah kertas yang membungkus sebuah batu, kertas itu terletak di bawah jendela yang kacanya sudah pecah. Aku memungutnya. Tersentak. Pantas saja Mbok Iroh ketakutan setelah melihat benda ini. Di setiap sudut kertas itu terdapat bercak kemerahan mirip dengan darah yang mengering, ketika aku membuka dan mengambil kertas itu bertuliskan'KAU HARUS MATI?!! KAU
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more
Pembunuhan
“Gue ngeliat cewek jatuh dari lantai tiga, dia lagi debat sama cowok di depan kelas kita. Gue ga tau itu siapa."Kataku frustasi ketika menjelaskan tentang perihal bayangan yang tiba-tiba singgah. Sesekali aku mengacak rambut hitam panjang milikku dengan keras.Beberapa kali itu juga mereka hanya menganggap bahwa itu bukan hal yang penting, itu hanya halusinasi semata. Oh ayolah! tapi firasatku berkata lain, ada sesuatu hal yang akan terjadi."Dev, berhenti berpikir yang aneh-aneh. Itu cuma halusinasi lo doang. Lo pernah denger ‘kan, kadang kalo kita mikirin sesuatu yang ga pernah terjadi secara berlebihan malah bakal jadi kenyataan? jadi stop mikirin hal begitu." Ujar Satria yang sempat menghentikan acara makannya sore itu."Iya, Dev. Enggak bakal ada peristiwa apa-apa percaya deh sama kita. Lagian ada kita-kita kok yang bakal jagain lo.""Iya, lo tuh ya bisa ga sih jangan mikirin hal yang begituan. Liat deh lo udah jarang ngur
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more
Barang Bukti
Nafasku masih memburu seiring rasa takut yang masih menghimpit hati. Keringat dingin masih mengalir di dahiku. Kuat. kurasakan seseorang menarik lengan kananku, menimbulkan rasa sakit yang tak terkira."Lo udah pulang? Gue dari tadi nungguin lo di sini.""Hm..." mulutku terbuka, namun tak ada kata yang terucap. Hanya gumaman tak jelas yang begitu pelan terdengar. Aku masih menatap Satria seperti orang bodoh."Lo kenapa sih?" Satria hanya mampu menatapku lekat sambil beberapa kali menggerakkan kelima jarinya di hadapanku.Tak ada tanggapan dariku. Aku duduk begitu saja membentur kerasnya paving block parkiran. Tubuhku lemas. Aku masih mencerna peristiwa yang baru saja terjadi. Aku mencoba melirik sekilas ke arah koridor kelas.Tak ada. Seseorang yang berpakaian serba hitam itu telah menghilang. Jantungku masih berdetak cepat, lalu mataku mulai berembun.Oh Tuhan apa itu tadi? Pasti itu hanya ilusi, "Itu Cuma halusinasi ‘kan? Iya ‘kan? Iya!
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more
Tragedi
Aku selalu percaya bahwa bagaimana pun sebuah bangkai disembunyikan, suatu saat nanti pasti akan tercium. Begitupun kasus tabrak lari yang terjadi pada ibuku, lalu kasus percobaan pembunuhan yang terjadi pada Suci. Semua kasus tersebut membuatku merasa frustasi. Sudah berbulan-bulan aku merasa seperti hidup dalam sebuah lorong hitam yang tak berujung. Kegelapan terus menerus mengikuti, seolah merenggutku dari kewarasan. Namun kali ini berbeda, sebuah benda yang kutemukan di TKP memberikan angin segar bagi hidupku. Memberikan ku harapan yang selama ini sudah kukubur dalam. Maka dari semua harapan itu, akhirnya aku memutuskan untuk berdiskusi dengan Satria, Benny dan Sarah."Guys, gue nemu barang bukti di TKP waktu kejadian kecelakaan Suci. Ternyata benda yang gue temuin itu ada inisial nama yang sama dengan inisial di sapu tangan pelaku tabrak lagi ibu gue. Menurut kalian gue harus gimana?"Aku mencoba memulai percakapan. Terlihat Satria, Benny dan Sarah seketika menghentikan kegiatan
last updateLast Updated : 2022-05-24
Read more
Saksi Kunci
Aku membenturkan kepalaku beberapa kali pada meja ruang tamu rumahku. Rasanya tak ada yang lebih sulit daripada mencari pelaku teror sekaligus pembunuhan yang sedang terjadi akhir-akhir ini. Nyawa yang begitu mudahnya dihilangkan tanpa pernah berpikir betapa pedih dan hancurnya hati orang-orang terdekat mereka. Aku merutuk dalam hati, mengingat kesedihan tak terkira dari Bu Marni; istri dari pak Salim. Kini wanita itu hanya mampu meratapi nasibnya yang ditinggal oleh sang suami.Rasanya aku sangat merindukan kehidupan normalku sebagai seorang siswi biasa yang hanya memusingkan soal-soal matematika yang tak bisa dipecahkan. Tanpa kusadari, sebuah tangan sudah terletak begitu saja di atas meja. Mencegahku untuk kembali membenturkan kepala di atas meja. "Kalo lu terus begitu, bukannya kasus ini yang pecah, malah kepala lu yang pecah." Aku mendongak menatap Satria. Menatapnya dengan tatapan paling sendu yang bisa kuberikan. Rasanya aku sudah tak mampu lagi menemukan jalan keluar sekali
last updateLast Updated : 2022-06-10
Read more
Lelaki yang Kupanggil Ayah
Di antara banyak nya hal di dunia ini, memiliki sahabat yang selalu ada menjadi salah satu hal yang paling aku syukuri. Khususnya kehadiran Satria di hidupku. Dia benar-benar sebuah anugrah yang tak bisa tergantikan oleh apapun. Semenjak Ibu meninggal, aku benar-benar tak punya teman mengobrol selain Mbok Iroh. Ayah sibuk bekerja dan jarang pulang ke rumah. Sore ini, aku menatap sekeliling. Menatap gerak gerik Satria yang tengah bermain games di handphone sambil sesekali melahap cemilan dan sirup yang baru saja disajikan ulang oleh Mbok Iroh. Sedang Benny sendiri sudah pulang dari tiga puluh menit yang lalu. Hening. Tak ada yang saling berbicara di antara kami. Kami masih sibuk dengan kegiatan masing-masing, aku yang masih sibuk mengerjakan tugas Mading, menulis beberapa informasi dan tips yang akan diterbitkan untuk esok hari, sedang satria yang masih asyik dengan dunianya sendiri. Namun entah mengapa, kami merasa nyaman dengan situasi hening ini. Seolah tak satria tak perlu melaku
last updateLast Updated : 2022-06-14
Read more
Indera Keenam
Katanya setiap manusia itu dikarunia lima panca Indra yang berfungsi untuk mendukung kehidupan sehari-harinya, seperti indera peraba, indera penciuman, indra pendengar, indera perasa, dan indera melihat. Namun katanya, ada juga beberapa orang yang memiliki kelebihan dengan memiliki indera keenam yang tak dimiliki oleh semua orang. Katanya indera keenam ini berhubungan dengan hal-hal gaib atau berhubungan juga dengan ramal meramal. Mengenai semua kebetulan yang akhir-akhir ini sering aku alami, seperti melihat suci yang terjatuh dari tangga, melihat diri sendiri yang dikejar-kejar oleh si pelaku pembunuhan. Bahkan melihat kematian Ibu yang bersimbah darah, lalu semua itumenjadi kenyataan. Aku tak tahu tepatnya kapan, tapi seingatku dulu ayah pernah bercerita Hari itu aku mengadu sambil menangis mendapati bahwa kucing peliharaanku mati. Sehari sebelumnya, aku bermimpi bahwa kucing tersebut bisa bicara, mengucapkan salam perpisahan serta ucapan terima kasih karena aku telah merawatnya. A
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status