공유

Bab 6. Wanita Egois!

Kali ini Alina tidak mau mengalah, dia harus bisa membuat Reno bisa tinggal dengannya malam ini. Reno juga sudah berjanji padanya dan bukankah sudah seharusnya Reno menjaga janjinya pada Alina?

Selalu aja ada alasan, yang membuat Reno harus bersama Lily. Sampai-sampai Alina tidak punya waktu untuk bersama suaminya sendiri. Alina paham, kalau Lily juga istri suaminya, tapi wanita itu terlalu menguasai waktu Reno. Sehingga Alina tidak mendapatkan waktu bersama Reno.

"Aku tidak mengizinkanmu pergi, Mas. Malam ini kamu harus bersamaku, itu janji kamu!" ujar Alina tegas. Dia menekankan pada Reno, tentang janji pria itu kepadanya.

Melihat suaminya diam saja, Alina kembali berkata. "Kemarin-kemarin seharusnya waktu kamu bermalam denganku, Mas. Tapi lagi-lagi Lily sakit, Lily pengen ditemenin kamu, Lily ngidam lah. Kamu nggak jadi bermalam sama aku. Sekarang aku mau kamu di sini Mas, karena ini waktu aku sama kamu."

Wanita itu mengutarakan keluhannya pada suaminya, dia hanya ingin keadilan yang dijanjikan Reno. Hanya itu.

Reno bimbang, di satu sisi dia harus menepati janjinya pada Alina untuk bersikap adil dan ini memang giliran dia bersama istri pertamanya. Namun, di sisi lain, Lily yang sedang tidak enak badan, sedang menantinya di kamar. Reno tak bisa mengabaikannya juga, terlebih Lily sedang mengandung bayi mereka.

"Aku mohon Mas, aku mohon jangan pergi." Alina berkata dalam hatinya, berharap suaminya tetap berada di sini menemaninya.

Pria itu menarik nafas dalam-dalam, lantas dia mengenggam tangan istri pertamanya itu dengan lembut.

"Al, Mas mohon pengertian kamu ya? Lily sedang sakit, dia juga sedang hamil dan tidak mungkin Mas meninggalkan dia dalam keadaan seperti ini. Mas mohon, kamu—"

Alina segera melepaskan genggaman tangan Reno saat dia mengetahui apa yang akan dikatakan oleh suaminya. Matanya menunjukkan kekecewaan pada Reno yang bukan hanya satu kali.

"Selalu saja begini Mas. Kamu janji sama aku untuk bersikap adil, tapi apa ini Mas? Selalu saja Lily yang kamu prioritaskan!" seru Alina emosi. Emosinya tak terbendung lagi, dia merasa sangat kecewa pada Reno yang selalu menyuruhnya untuk mengerti.

"Sayang, please ... Mas kayak gini bukannya karena Mas nggak adil. Tolong ngertiin Mas, Lily butuh Mas. Dia sedang hamil dan butuh perhatian lebih ... dari Mas," ucap Reno lembut, berusaha menenangkan Alina. Berharap wanita itu mau mengerti dirinya.

"Aku paham Lily sedang hamil. Tapi ... apa itu berarti aku harus diabaikan? Kalau Mas terus memperhatikan Lily, artinya Mas nggak adil."

Pria itu kehilangan kata-kata, saat Alina meluapkan hal yang menyesakkan dadanya. Jika ada yang bertanya padanya, apakah ia sudah puas mengutarakan perasaannya? Maka jawabannya adalah tidak! Dia belum puas, karena apa yang dikatakannya hanya bisa mengurangi sedikit dari rasa sesak di dalam dadanya.

"Al, Mas ingin—"

"Mas Reno, nggak apa-apa. Aku bisa tidur di kamar sendiri." Lily tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Reno dan menyela perkataan pria itu yang belum usai.

"Aku nggak apa-apa kok. Aku udah baikan, Mas." Istri kedua Reno itu menunjukkan senyuman pada bibir pucatnya. Berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan Reno dan Alina.

"Lily bohong Ren! Dari tadi Lily muntah-muntah terus!" Sambung Weni yang tiba-tiba sudah berada dibelakang Lily. Tatapan Weni terlihat sinis pada istri sah putranya itu dan dia memang selalu begini. Bukan hal yang baru bagi Alina.

"Ma, Lily nggak apa-apa kok. Lily bisa sendiri," ucap Lily pada ibu mertuanya dengan lembut.

"Lebih baik kamu temani Lily, dia lebih membutuhkan kamu dibandingkan istri pertama kamu yang manja ini!" seru Weni pada putranya.

Alina mengerutkan keningnya, saat dia menggarisbawahi satu kata yang dilontarkan ibu mertuanya itu. Satu kata yang tidak menyenangkan. "Manja? Mama bilang aku manja?"

"Ya, kamu manja. Udah tahu Lily lagi hamil dan butuh perhatian Reno, kamu malah merengek manja yang tidak penting sama suami kamu. Kamu ... harusnya pengertian dong sama suami kamu!"

Seperti biasanya, kalau sedang berbicara, Weni tak mau kalah dari lawannya. Apalagi lawannya itu adalah Alina.

"Alina cuma minta hak Alina, Ma. Karena Alina juga punya hak atas Mas Reno, bukan cuma Lily aja," tutur Alina kesal.

"Hak apa yang dimiliki wanita mandul seperti kamu? Kasih anak saja kamu—"

"Aduh ..."

Disela-sela perdebatan Alina dan Weni, tiba-tiba saja Lily mengaduh kesakitan. Sehingga membuat Weni dan Reno panik, mereka melihat ke arah Lily yang sedang menegangi perutnya.

"Kamu kenapa Sayang? Sakit lagi perutnya, ya?" tanya Reno sembari mengusap perut Lily dengan lembut. Melihat suaminya perhatian pada istri keduanya, membuat hati Alina merasakan cemburu.

Meski pada dasarnya, Alina berusaha untuk ikhlas menerima pernikahan kedua suaminya ini dari awal. Namun, hati tidak bisa berbohong dan tidak bisa dibohongi.

"Lily nggak apa-apa Mas. Lily mau istirahat aja di kamar. Mas di sini aja sama Alina," ucap Lily pada suaminya, lantas dia melirik ke arah Alina. "Al, maaf ya udah buat keributan? Malam ini Mas Reno tidur sana kamu kok. Aku nggak apa-apa sendiri."

"Beneran nggak apa-apa? Kamu nggak akan merengek tengah malam, terus membuat Mas Reno pindah ke kamar kamu, kan?" ucap Alina sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. Entah kenapa, Alina merasa Lily tidak tulus berkata seperti itu padanya.

Lily langsung menggelengkan kepalanya. "Astaga Al! Aku nggak akan ngelakuin itu!"

"Benarkah? Ya udah, Mas Reno malam ini sama aku. Karena memang giliran aku yang bersama Mas Reno, sekarang!" ucap Alina sambil menarik tangan suaminya dan menjauh dari Lily. Alina menggamit tangan suaminya dengan manja. Terlihat kedua mata Lily yang tidak suka melihat kedekatan Alina dan Reno.

"Auw." Lagi-lagi Lily meringis kesakitan sambil memegang perutnya. Reno dan Weni tentu saja tidak bisa mengabaikannya.

"Reno, mending kamu temani Lily. Takutnya terjadi sesuatu sama Lily dan calon anak kalian." Weni memberikan saran pada Reno dan putranya itu mengganggukan kepalanya. Sepertinya, Reno setuju dengan saran yang diberikan oleh ibunya itu.

Seakan tahu apa yang akan dikatakan suaminya, Alina buru-buru berbicara untuk mendahului.

"Mas, kamu udah janji sama aku buat—"

Reno langsung menyela ucapan Alina sebelum wanita itu menyelesaikan perkataannya. "Alina, jangan egois! Lily lebih membutuhkan aku dibandingkan kamu. Malam ini kamu tidur sendiri, aku nggak bisa ninggalin Lily."

Perkataan itu menghujam hati Alina dengan tajam, sehingga Alina tidak bisa berkata-kata lagi. Egois? Katanya dia egois, dia yang meminta haknya dibilang egois. Alina pun hanya bisa melihat suaminya pergi sambil memapah istri keduanya, tanpa bisa menghentikannya lagi. Mertuanya juga menyusul mereka pergi dari depan kamar Alina.

"Selalu saja aku yang mengalah."

Dari kejauhan, seorang pria melihat Alina dengan iba. Dia ingin menghibur wanita itu, tapi dia tidak dalam posisi yang bisa melakukannya.

댓글 (3)
goodnovel comment avatar
Atut Manto
udh saeh pergi aja dari rmh itu,,,
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
jijik bingit rebutan burung lepas alina
goodnovel comment avatar
Tiah Sutiah
sdh lah Alina kalau suami mu sdh ingkar dengan janji nya da ga bisa Adil ya buat apa d pertahankan
댓글 모두 보기

관련 챕터

최신 챕터

DMCA.com Protection Status